Skip to content


Dewa Warman

SalakanagaraBerdasarkan naskah Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa I sarga 1, oleh Pangeran Wangsakerta, diriwayatkan sebagai berikut:

/jwah tambaya ping prathama sa kawarsa riking wus akweh wwang bharata nagari tekan jaruadwipa mwang nusantara i bhumi nusantara// denira pramanaran dwipantara nung wreddhi prethiwi// pantara ning sinarung teka n jawadwipa/ hana n upakriya wikriya/ hansing mawarah marahaken sanghyang agama/ hanasing luputaken sakeng bhaya kaparajaya/ ya thabhuten nagarinira/ mwang moghangde nikang agong panigit ring nusa‑nusa i bhumi nusantara//a

Terjemahanannya:

Kelak, mulai awal pertama tahun Saka di sini telah banyak orang‑orang negeri Bharata (India) tiba di Pulau Jawa dan pulau‑pulau di bumi Nusantara. Karena Nusantara terkenal sebagai tanah yang gembur. Di antara mereka, yang tiba di Pulau Jawa, ada yang berdagang dan mengusahakan pelayanan, ada yang mengajarkan Sanghyang Agama (ajaran agama), ada yang menghindarkan diri dari bahaya yang akan membinasakan dirinya, seperti yang telah terjadi di negeri asalnya, yang menyebabkan mengungsi ke pulau-pulau di bumi Nusantara.

Karena mereka semua mengharapkan kesejahteraan hidupnya bersama anak isterinya. Terutama para pendatang, banyak yang berasal dari wangsa Salankayana dan wangsa Pallawa di bumi negeri Bharata (India). Dua wangsa inilah, yang sangat banyak berdatangan di sini, dengan menaiki beberapa puluh buah perahu besar‑kecil. Yang dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba mula-mula di Jawa Kulwan (Barat), maka mereka bertujuan yaitu untuk berdagang dan mengusahakan pelayanan.

Mereka senantiasa datang di sini, dan mereka kembali membawa rempah-rempah ke negerinya. Di sini, Sang Dewawarman telah bersahabat dengan warga masyarakat di pesisir Jawa Kulwan (Barat), Pulau Api dan Pulau Sumatera sebelah selatan, terutama Sang Dewawarman sebagai duta dari wangsa Pallawa.

Permulaan pertama tahun Saka, di pulau‑pulau Nusantara, telah banyak golongan warga masyarakat, yang menjadi pribumi tiap dusun. Di antaranya ada yang bermusuhan, ada juga yang berkasih‑kasihan berbimbingan tangan. Dukuh itu ada yang besar, ada yang kecil. Dukuh besar ada di tepi laut, atau tidak jauh dari muara sungai. Bukankah selalu berdatangan orang lain atau wilayah lain. Terutama pedagang dari negeri Bharata (India), negeri Singhala, negeri Gaudi, negeri Cina dan sebagainya.

Ramailah kemudian dukuh‑dukuh di tepi laut. Dengan demikian, ramailah perdagangan antara pulau-pulau di bumi Nusantara dengan negara lain dari benua utara sebelah barat dan timur. Tetapi, yang banyak datang dari negeri Bharata (India), golongan pendatang dari negeri Bharata (India) itu dipimpin oleh Sang Dewawarman, tiba di dukuh pesisir Jawa Kulwan (Barat).

Para pendatang itu bersahabat dengan penghulu dan warga masyarakat di sini. Adapun penghulu atau penguasa wilayah pesisir Jawa Kulwan (Barat) sebelah barat, namanya terkenal, Aki Tirem atau Sang Aki Luhur Mulya namanya yang lain. Selanjutnya, puteri Sang Aki Luhur Mulya, namanya terkenal Pwahaci Larasati (Pohaci Larasati), diperisteri oleh Sang Dewawarman. Dewawarman ini, disebut oleh mahakawi (pujangga besar) sebagai Dewawarman pertama.

Akhirnya semua anggota pasukan Dewawarman menikah dengan wanita pribumi. Oleh karena itu, Dewawarman dan pasukannya, tidak ingin kembali ke negerinya. Mereka menetap dan menjadi penduduk di situ, lalu beranak pinak.

Beberapa tahun sebelumnya, Sang Dewawarman menjadi duta keliling negaranya (Pallawa) untuk negeri‑negeri lain yang bersahabat, seperti kerajaan‑kerajaan di Ujung Mendini, Bumi Sopala, Yawana, Syangka, China, dan Abasid (Mesopotamia), dengan tujuan mempererat persahabatan dan berniaga hasil bumi, serta barang barang lainnya.

Tatkala Aki Tirem sakit, sebelum meninggal, ia menyerahkan kekuasaannya kepada sang menantu. Dewawarman tidak menolak diserahi kekuasaan atas daerah itu, sedangkan semua penduduk menerimanya dengan senang hati. Demikian pula para pengikut Dewawarman, karena mereka telah menjadi penduduk di situ, lagi pula banyak di antara mereka yang telah mempunyai anak.

Setelah Aki Tirem wafat, Sang Dewawarman menggantikannya sebagai penguasa di situ, dengan nama nobat Prabu Darmalokapala Dewawarman Haji Raksa Gapura Sagara, sedangkan isterinya, Pohaci Larasati menjadi permaisuri, dengan nama nobat, Dewi Dwanu Rahayu. Kerajaannya diberi nama Salakanagara (salaka= perak).

Daerah kekuasaan Salakanagara, meliputi Jawa Kulwan bagian barat dan semua pulau di sebelah barat Nusa Jawa. Laut di antara Pulau Jawa dengan Sumatera, masuk pula dalam wilayahnya. Oleh karena itu, daerah- daerah sepanjang pantainya, dijaga oleh pasukan Sang Dewawarman, sebab jalur ini merupakan gerbang laut. Perahu‑perahu yang beralayar dari timur ke barat dan sebaliknya, harus berhenti dan membayar upeti kepada Sang Dewawarman. Pelabuhan‑pelabuhan di pesisir barat Jawa Kulwan, Nusa Mandala (mungkin Pulau Panaitan), Nusa Api (Krakatau), dan pesisir Sumatera bagian selatan, dijaga oleh pasukan Dewawarman.

Wangsa Dewawarman memerintah Kerajaan Salakanagara di bumi Jawa Kulwan, dengan ibukota Rajatapura (Kota Perak). Kota besar lainnya lagi, Agrabhintapura ada di wilayah sebelah selatan. Agrabhintapura, dipimpin oleh raja daerah bernama Sweta Limansakti, adik Dewawarman. Sedangkan adiknya yang lain, yang bernama Senapati Bahadura Harigana Jayasakti, diangkat menjadi raja daerah penguasa mandala Hujung Kulon.

Posted in Kasundaan, Literatur karawitan, Sejarah Karawitan.

Tagged with .


Matahari Terbit Dari Barat Dibenarkan Ilmuwan Fisika

sun riseIlmuwan Fisika Ukraina Masuk Islam Karena Membuktikan Kebenaran Al-qur’an Bahwa Putaran Poros Bumi Bisa Berbalik Arah. Demitri Bolykov, sorang ahli fisika yang sangat menggandrungi kajian serta riset-riset ilmiah, mengatakan bahwa pintu masuk ke Islamannya adalah fisika. Sungguh suatu yang sangat ilmiah, bagaimanakah fisika bisa mendorang Demitri Bolyakov masuk Islam? Demitri mengatakan bahwa ia tergabung dalam sebuah penelitian ilmiah yang dipimpin oleh Prof. Nicolai Kosinikov, salah seorang pakar dalam bidang fisika.

Mereka sedang dalam penelitian terhadap sebuah sempel yang diuji di laboratorium untuk mempelajari sebuah teori moderen yang menjelaskan tentang perputaran bumi dan porosnya. Mereka berhasil menetapkan teori tersebut. Akan tetapi Dimetri mengetahui bahwasanya diriwayatkan dalam sebuah hadis dari nabi saw yang diketahui umat Islam, bahkan termasuk inti akidah mereka yang menguatkan keharusan teori tersebut ada, sesuai dengan hasil yang dicapainya. Demitri merasa yakin bahwa pengetahuan seperti ini, yang umurnya lebih dari 1.400 tahun yang lalu sebagai sumber satu-satunya yang mungkin hanyalah pencipta alam semesta ini.

Teori yang dikemukan oleh Prof. Kosinov merupakan teori yang paling baru dan paling berani dalam menfsirakan fenomena perputaran bumi pada porosnya. Kelompok peneliti ini merancang sebuah sempel berupa bola yang diisi penuh dengan papan tipis dari logam yang dilelehkan, ditempatkan pada badan bermagnit yang terbentuk dari elektroda yang saling berlawanan arus.
Ketika arus listrik berjalan pada dua elektroda tersebut maka menimbulkan gaya magnet dan bola yang dipenuhi papan tipis dari logam tersebut mulai berputar pada porosnya fenomena ini dinamakan “Gerak Integral Elektro Magno-Dinamika”. Gerak ini pada substansinya menjadi aktivitas perputaran bumi pada porosnya.

Pada tingkat realita di alam ini, daya matahari merupakan “kekuatan penggerak” yang bisa melahirkan area magnet yang bisa mendorong bumi untuk berputar pada porosnya. Kemudian gerak perputaran bumi ini dalam hal cepat atau lambatnya seiring dengan daya insensitas daya matahari. Atas dasar ini pula posisi dan arah kutub utara bergantung. Telah diadakan penelitian bahwa kutub magnet bumi hingga tahun 1970 bergerak dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km dalam setahun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini kecepatan tersebut bertambah hingga 40 km dalam setahun. Bahkan pada tahun 2001 kutub magnet bumi bergeser dari tempatnya hingga mencapai jarak 200 km dalam sekali gerak. Ini berarti bumi dengan pengaruh daya magnet tersebut mengakibatkan dua kutub magnet bergantian tempat. Artinya bahwa “gerak” perputaran bumi akan mengarah pada arah yang berlawanan. Ketika itu matahari akan terbit (keluar) dari Barat !!!

Ilmu pengetahuan dan informasi seperti ini tidak didapati Demitri dalam buku-buku atau didengar dari manapun, akan tetapi ia memperoleh kesimpulan tersebut dari hasil riset dan percobaan serta penelitian. Ketika ia menelaah kitab-kitab samawi lintas agama, ia tidak mendapatkan satupun petunjuk kepada informasi tersebut selain dari Islam. Ia mendapati informasi tersebut dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Huarirah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah akan menerima Taubatnya.” (dari kitab Islam wa Qishshah).

Kebenaran ajaran Islam terus-menerus dibuktikan oleh penemuan demi penemuan ilmu pengetahuan. 1.400 tahun yang lalu, Rasulullah SAW sudah menyatakan dalam haditsnya bahwa kelak matahari akan terbit dari Barat sebagai bukti keagungan Allah SWT dan ciri-ciri kiamat sudah semakin dekat: ““Tidak akan terjadi kiamat sehingga matahari terbit dari tempat terbenamnya, apabila ia telah terbit dari barat dan semua manusia melihat hal itu maka semua mereka akan beriman, dan itulah waktu yang tidak ada gunanya iman seseorang yang belum pernah beriman sebelum itu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. Dan riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah).

Sumber: Moeflich

Posted in Lainnya.

Tagged with .


Kenapa ISI DPS Menggunakan Mail dari Google?

Mail resmi isiKaget ketika saya membuka email SPI ISI Denpasar nggak bisa dibuka ternyata sudah pindah ke google mail. Yang perlu diperhatikan adalah kenapa pindah? jawabannya adalah sudah ada persetujuan rektor untuk pindah. Malah jadi timbul pertanyaan lagi, apakah rektor sudah diberikan pertimbangan dan penjelasan tentang UU Rahasia Negara dan UU ITE? seharusnya penelaahan terhadap UU ada di perangkat teknis, tidak mungkin rektor sampai detail kesana.Tolong jangan menjerumuskan rektor kami!

Keputusan untuk pindah menggunakan email google apakah sudah mempertimbangan UU rahasia negara dan UU ITE? Bukan tidak boleh bekerjasama dengan pihak asing (google), tetapi harus diperhatikan kira-kira bisa dipergunakan untuk apa? Misalnya terbatas untuk mahasiswa.

Gambar yang ada di atas itu di buat oleh Bapak IDB Trinawindhu dosen prodi DKV, kemudian diutak-atik untuk keperluan tampilan mail ISI Denpasar. Gambar tersebut merupakan tampilan awal dari website ISI Denpasar pertama kali tahun 2005, karena bersifat statis webnya kemudian berubah formatnya seperti sekarang ini. Bandingkan dengan gambar tampilan mail yang dibawah yang seperti robot, tidak mencerminkan institusi seni.

Dulu ketika membangun Website ISI Denpasar dengan  “berdarah-darah”, terlebih dahulu sudah pertimbangkan berbagai macam hal termasuk pertimbangan akan UU rahasia negara dan UU ITE? ISI Denpasar yang berbeda karakternya dengan PT lain, jelas berbeda pula kebutihan akan infrastrukturnya. Oleh  karena ISI Denpasar berbeda jenis dan kebutuhannya maka ISI Denpasar memerlukan infrastruktur TIK yang cukup besar, namun berapapun biaya kebutuhan untuk TIK perlu dipenuhi standar kebutuhan minimal.

Berikut saya copykan dari setkab.go.id tentang penggunaan email resmi pemerintah oleh PNS.

Mulai 1 Januari 2014, seluruh Pegawai Negeri Sipil (PNS) diwajibkan menggunakan media surat elektronik atau email untuk urusan kedinasan. Himbauan ini tertuang dalam amanat Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 dalam upaya percepatan reformasi birokrasi. Untuk urusan kedinasan wajib memanfaatkan media surat elektronik (email), sebagaimana amanat Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 dalam upaya percepatan reformasi birokrasi.

mail google isiMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar melalui Surat Edaran Nomor 06 Tahun 2013 tertanggal 27 Mei 2013 meminta, setiap PNS agar menggunaan alamat email resmi pemerintah, yaitu yang menggunakan domain @pnsmail.go.Id atau yang dimiliki masing-masing pemerintah dengan alamat (nama instansi masing-masing).go.Id.

Menurut Menteri PAN-RB Azwal Abubakar,  saat ini seluruh instansi pemerintah telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pendukung dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Namun demikian, masih banyak ditemukan pegawai/pejabat yang menggunakan email non pemerintah sebagai alat komunikan persuratan elektronik dalam kegiatan kedinasan, termasuk yang dimiliki oleh pihak asing. “Ini berisiko dan tidak aman dalam konteks kerahasiaan data dan informasi negara,” tulis Menteri PAN-RB dalam Surat Edaran itu.

Karena itu, Kementerian PAN-RB memandang perlu  diupayakan suatu langkah strategis dengan menyediakan email resmi pemerintah sebagai alat komumikasi persuratan elektronik kegiatan kedinasan yang diberikan bagi PNS di seluruh Indonesia.

Melalui Surat Edaran itu, Menteri Azwar Abubakar mengingatkan kepada seluruh pegawai/pejabat instansi pemerintah bahwa wajib menggunakan email resmi pemerintah sebagai alat komunikasi persuratan elektronik dalam kegiatan kedinasan. Hal ini dimaksudkan, agar terwujud birokrasi modern yang cepat, efektif, efisien, dan aman di lingkungan instansi pemerintah.

Menurut Menteri PAN-RB Azwar Abubakar, untuk menjangkau komunikasi yang lebih baik antara pemerintah dan seluruh PNS, pemerintah menetapkan pemanfaatan email nasional bagi seluruh PNS dengan domain @pnsmail.go.Id.

“Email ini tidak mengesampingkan pemanfaatan email resmi kementerian/lembaga/pemda yang sudah ada, dan dimanfaatkan oleh PNS,” kata Menteri PAN-RB semberi menyebutkan, PNS tetap dapat memiliki email resmi pemerintah .go.id yang lain sesuai dengan aturan, peran dan peruntukannya.

Format alamat email PNSMail adalah [email protected]. “Setiap PNS hanya diijinkan memiliki satu alamat email nasional pada PNSMail,” tegas Menteri PAN-RB.

Disebutkan dalam Surat Edaran itu, dukungna layanan dilakukan melalui [email protected]. Sementara informasi dan pendaftaran alamat email di PNSMail dapat diakses melalui www.pnsmail.go.Id.

Ditegaskan dalam Surat Edaran itu, PNSMail dikelola sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik, khususnya dengan memperhatikan aspek-aspek keamanan dari sisi penyelenggaraannya.

Posted in Lainnya, Materi Pengetahuan multimedia.

Tagged with .


Instagram untuk Ani Yudhoyono dari Vita Sinaga-Hutagalung Korban Sinabung

kompasianaSurat terbuka ini membuat saya miris, apakah kita salah memilih lima tahun yang lalu?

Penulisnya seperti mengumbar kemarahan, kejengkelan dan keputusasaan yang sangat dalam. mungkin karena “karakter” daerah Sumatra yang seperti ini ceplas-ceplos apa adanya langsung diutarakan, berbeda dengan karakter Jawa silahkan disimak saja. Jangan sampai salah pilih kembali itulah yang ingin saya ungkapkan hanya dengan men CPkan dari sumber: detik.com diakses tanggal 20 Januari 2014 pukul 18.36. Ternyata tulisan ini pernah di muat dalam kompasiana, akan tetapi langsung di bredel, lihat saja penampakannya.

Ani Yudhoyono1_0 Thejakartapost.comYth. Ibu Ani Yudhoyono, nama sahaya Vita Sinaga-Hutagalung, satu dari puluhan ribu korban letusan Gunung Sinabung yang letaknya di Sumatera, bukan di Jogjakarta atau Magelang. Sahaya ingin sekali menuliskan dan melukiskan Sinabung lewat jepreten tustel seperti Ibu Ani lewat telegram, eh, Instagram. Atau melukiskan keindahan derita Sinabung dengan mengabadikan jepretan kamera dan menampilkan di Instagram. Namun, apa daya. Kami para pengungsi tak memiliki apa-apa lagi.

Ibu Ani yang cantik jelita bulat mukanya, surat ini sahaya tuliskan menjelang kedatangan Bapak Susilo Bambang Yudhonono – suami dan presiden Ibu Ani ke Tanah Karo. Sahaya dengar dan yakin Ibu Ani sangat berperan menentukan kebijakan negara Indonesia, sama halnya para koruptor yang selalu disetujui dan didukung oleh para isteri mereka. Sahaya dengar dari wartawan yang selalu datang ke mari selama enam bulan ini, bahwa Ibu Ani aktif sekali di dunia maya ya Ibu Ani. Kata para wartawan Ibu Ani hobby sekali main Instagram, Twitter dan Facebook.
Ibu Ani yang cantik bulat menarik hati, katanya Ibu bahkan senang sekali mengabadikan apapun. Bahkan bisa juga Ibu Ani ribet mengurus Instagram dan main tustel. Itu adalah aktivitas sangat positif sebagai Ibu Negara. Aktivitas Ibu Ani bermanfaat untuk bangsa dan negara Indonesia. Di situlah kedekatan rakyat sampah jelata dengan para pejabat dan istri pejabat tinggi yang menjulang ke langit ketujuh dapat terjembatani.

Ibu Ani, dengan aktivitas Ibu Ani di Istagram, maka kami sebagai korban Gunung Berapi Sinabung telah tertolong. Dengan melihat kebahagiaan Ibu Ani, Anissa Pohan – yang menjuluki Ibu Ani sebagai mertua terbaik di dunia dan akhirat, cucu-cucu yang cantik dan gagah menarik, Ibas yang berenang dengan baju mau menyelam padahal di kolam renang dangkal, lalu ke pantai dengan memakai batik resmi, itu pertunjukan yang mampu memberikan kebahagiaan buat kami.

Ibu Ani, kami para pengungsi tak membutuhkan apapun selain gambar-gambar di Instagram. Kami tak butuh tanah pertanian yang telah rusak untuk direhabilitasi. Kami tak butuh makanan. Kami tak butuh obat-obatan. Kami tak butuh selimut. Kami tak butuh pembalut wanita. Kami tak butuh pakaian. Kami tak butuh tempat tinggal karena tempat tinggal kami ya di 59 tempat pengungsian selama enam bulan ini. Kami pun tak butuh apa-apa selain melihat dan menonton foto-foto kebahagiaan Ibu Ani sekeluarga melalui Instagram. Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan kami.

Ibu Ani yang cantik jelita dengan muka bulat sempurna. Dari muka Ibu kami tahu Ibu adalah orang paling baik di Bumi, Langit dan Surga nanti. Untuk itu, kami sebagai warga negara merasa puas dan senang berbagi melihat kebahagiaan keluarga Ibu Ani. Sementara di pengungsian ini, kami selama enam bulan, merasakan kurang makan, kurang tidur, kurang nyaman dan kurang kebahagiaan – namun sekali lagi, melihat kebahagiaan keluarga Presiden RI, kami sudah kenyang dan berbahagia. Sudah selayaknya sahaya dan rakyat melayani pejabat dan orang besar serta penguasa. Maka, biarkanlah kami di Tanah Karo dan Sinabung menikmati pengorbanan sebagai hamba kepada penguasa.

Ibu Ani yang terhormat, bolehlah sahaya pesankan kepada Ibu agar memberi tahu Bapak Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhyono, suami Ibu yang besar badannya itu, untuk (1) jangan menetapkan bencana Sinabung sebagai bencana nasional, agar kami tak mendapatkan bantuan berskala nasional, (2) jangan kami diberi bantuan apapun karena kami bangsa Indonesia dan Batak akan pergi ke saudara-saudara kami untuk mencari kehidupan – itu yang banyak diperhatikan bahwa bangsa Batak memiliki kekuatan sendiri, (3) biarkan kami tetap di pengungsiaan selama-lamanya, (4) jangan Ibu Ani hentikan kegiatan main tustel, kamera standard professional seharga Rp 250 juta, untuk menampilkan foto-foto Ibu Ani, Annisa Pohan – anak koruptor bernama Aulia Pohan – dan juga cucu-cucu dan anak-anak tercinta, karena foto-foto Instagram Ibu Ani adalah kebahagiaan bagi kami semua: warga pengungsi yang tak memiliki apa-apa selain air mata.

Ibu Ani yang terhormat, demikian surat Instagram kami. Karena kami tak tahu Istagram itu apa maka mohon maaf yang sahaya tahu adalah telegram di kampung kami dulu. Sahaya pikir dengan menulis Instagram ini, yakni istagram tanpa foto karena tak memiliki tustel, maka pesan yang sahaya sampaikan rasanya sampai. Kami warga korban gunung berapi hanya membutuhkan gambar-gambar yang indah hasil jepretan Ibu Ani di Instagram. Kami di pengungisan sudah puas dan bahagia meskipun kami sakit, kurang makan, kurang pakain, tak memiliki tempat bekerja karena pertanian kami hancur, anak-anak mahasiswa kami sebanyak 25,000 terancam tak bisa bayar uang kuliah dan makan, namun itu semua tak penting. Yang penting kami menonton foto-foto Instagram Ibu Ani sekeluarga yang berbahagia. Itulah rentetan nestapa duka derita sengsara kami selama enam bulan letusan Gunung Sinabung paling dalam yang Ibu tak pernah pikirkan – sama dengan suamimu dan para menteri yang sibuk nyaleg lagi.

Salam bahagia ala saya Ibu Ani Yudhoyono yang cantik jelita bulat sempurna.

Posted in Lainnya.

Tagged with .


Petisi Mendesak Revisi Perpres 88 Tahun 2013 dan Perpres 65 tahun 2007

Kepada Yang Terhormat

Presiden Republik Indonesia

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan

 Pada tanggal 11 Desember 2013 telah disahkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013 (selanjutnya disebut Perpres 88/2013) mengenai Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya, dalam Pasal 3.1.f. Perpres ini menyatakan bahwa dosen dikecualikan sebagai penerima Tunjangan Kinerja di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Lahirnya Perpres 88/2013 menunjukkan ketidakadilan pemerintah terhadap profesi dosen di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.  Padahal di saat yang sama dosen-dosen di Indonesia dituntut untuk memacu produktivitas dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi agar dunia pendidikan tinggi Indonesia bisa berkompetisi secara global.

Berkaitan dengan lahirnya Perpres 88/2013 tersebut, ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan:

1. Perpres 88/2013 pasal 3.1.f menyandingkan ”Dosen dan Guru“ sebagai pihak yang dikecualikan sebagai penerima Tunjangan Kinerja. Dalam pandangan kami, Perpres ini gagal memahami status kepegawaian dosen sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pusat dan guru sebagai PNS daerah. Seharusnya dosen sebagai PNS pusat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki hak yang sama dengan PNS lainnya yang berada di bawah kewenangan Pemerintah Pusat. Sementara guru sebagai PNS yang berada di bawah naungan Pemerintah Daerah.

2. Salah satu alasan yang paling sering didengar mengenai dikecualikannya dosen di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk mendapatkan Tunjangan Kinerja adalah karena adanya Tunjangan Profesi berupa Sertifikasi Dosen. Menurut hemat kami, Tunjangan Kinerja dan Tunjangan Profesi (Sertifikasi) Dosen berbeda dalam banyak hal. Pertama, Tunjangan Kinerja menempel pada status PNS secara otomatis, lantas diukur aspek pengurangnya (ketidakhadiran, dsb). Sedangkan Sertifikasi Dosen didapatkan secara bertahap, melalui antrian panjang dan proses yang semakin lama semakin sulit (TOEFL, TPA, dsb.). Pertanyaan kami, apakah seluruh dosen di bawah Kemdikbud sudah lolos Sertifikasi Dosen? Jika ya, berapa persen yang sudah? Kedua, dosen yang sudah tersertifikasi tidak mendapatkan Tunjangan Sertifikasi Dosen ketika Tugas Belajar. Padahal di banyak instansi yang pegawainya mendapat Tunjangan Kinerja, ketika Tugas Belajar, tunjangan kinerjanya tetap dibayarkan (dengan prosentase beragam). Ketiga, besaran Sertifikasi Dosen setara setiap dosen, dalam arti sesuai gaji pokok pangkat/golongan. Beda satu golongan dengan golongan lain sedikit saja. Sementara besaran Tunjangan Kinerja berdasarkan kelas-kelas tertentu (Job Class) secara bertingkat.

3. Perpres 88/2013 menunjukkan bahwa di kalangan Pemerintah Pusat pun, rupanya para dosen di bawah Kemdikbud mengalami perbedaan perlakuan. Dosen di instansi lain seperti STIA LAN dan APP Kementerian Perindustrian misalnya, sebagaimana PNS Pusat yang lain, mendapatkan tunjangan kinerja berdasarkan job class sesuai Tunjangan Fungsional yang dimiliki. Walaupun kami paham bahwa dosen tidak akan mendapatkan Tunjangan Kinerja dan Sertifikasi Dosen secara bersamaan, namun mendapatkan selisihnya.  Lalu, mengapa dosen di Kemdikbud mesti didiskriminasi?

4. Selanjutnya, mengapa tidak diatur saja seperti penerima Tunjangan Profesi lain bahwa yang dibayarkan selisih antara Tunjangan Profesi dan Tunjangan Kinerja? Bagi negara ini juga tidak membebani anggaran terlalu besar, namun memberi keadilan terutama bagi dosen-dosen yang belum tersertifikasi dan dosen-dosen yang sedang Tugas Belajar.

Dengan disahkannya Perpres 88/2013, kami, dosen di bawah naungan Kemdikbud, merasa kawatir dengan dampak buruk sistemik kebijakan ini terhadap kualitas pendidikan tinggi Indonesia ke depan, seperti: orientasi berlebih pada jabatan struktural, enggannya anak-anak bangsa terbaik untuk menjadi dosen, dan motivasi kerja yang melemah. Sedangkan pada saat yang sama kita semua sedang berupaya keras mewujudkan World Class University.  Bukankah ini sebuah ironi?

Oleh sebab itu, kami mendesak dua hal berikut:

1. Pemerintah agar merevisi Perpres 88/2013 dengan mencabut pengecualian dosen di bawah Kemdikbud sebagai pihak yang tidak berhak mendapatkan Tunjangan Kinerja. Hal ini juga untuk membangun kesetaraan antara dosen Kemdikbud dengan dosen di instansi pemerintah pusat lainnya.

2.  Pemerintah agar merevisi Perpres 65/2007 tentang Tunjangan Dosen. Perpres tersebut sudah berumur enam tahun dan menempatkan Tunjangan Fungsional Dosen jauh berada di bawah Jabatan Fungsional yang lain. Padahal dosen dituntut untuk berpendidikan sampai jenjang doktor dan selain mengajar juga harus melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kenaikan Tunjangan Fungsional ini juga relevan dengan semakin sulitnya mendapatkan kenaikan jabatan fungsional dosen dengan adanya Permenpan 17/2013. Setidaknya Tunjangan Fungsional Dosen bisa setara atau lebih dari Tunjangan Fungsional Peneliti.

Demikian petisi ini kami sampaikan, untuk pendidikan tinggi Indonesia yang berkualitas.

Salam,

Dosen Indonesia

Bagi saudara yang kebetulan membaca, kemudian ingin menandatangani petisi ini silahkan klik link di bawah ini

Sumber: change.org

Posted in Lainnya.

Tagged with .


Tahun 2015 Indonesia Bisa Pecah

Tulisan antara ini tidak begitu mengagetkan, tapi kayaknya perlu perhatian pemerintah dengan baik

majapahit2Indonesia pada 2015 diperkirakan bisa pecah menjadi sedikit-dikitnya 17 negara bagian, dan sebagai induknya, Negara Republik Jamali yang terdiri atas Jawa-Madura dan Bali, sebagai cermin imperium Majapahit zaman dulu.

“Sudah merupakan suratan Tuhan Yang Maha Kuasa, setiap 70 tahun berjalan, suatu kerajaan atau negara kebanyakan terjadi perpecahan. Mungkin juga termasuk di Indonesia,” kata Direktur Utama Komite Perdamaian Dunia (The World Peace Committe), Djuyoto Suntani, dalam peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis.

Lembaga Swadaya Internasional, kata Djuyoto, membuat garis kebijakan mendasar pada patron penciptaan tata dunia baru. Peta dunia digambar ulang. Uni Soviet dipecah menjadi 15 negara merdeka, kemudian Yugoslavia dipecah menjadi enam negara merdeka, dan demikian juga Cekoslowakia.

“Di Irak saat ini sedang terjadi proses pemecahan dari masing-masing suku,” katanya.

Indonesia, kini juga sedang digarap untuk dipecah-pecah menjadi sekitar 17 negara bagian oleh kekuatan kelompok kapitalisme dan neoliberalisme yang berpaham pada sekularisme.

Pokok pikiran tersebut, kata Djuyoto, “Saya tuangkan pada Bab II yang juga memberikan jalan keluar agar Indonesia tetap menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia/NKRI”.

Peluncuran buku yang dihadiri para tokoh nasional, seperti Djafar Assegaf itu, Djuyoto memaparkan, adanya konspirasi global yang berupaya memecah dan menghancurkan Republik Indonesia.

Upaya memecah-belah Indonesia itu dilakukan melalui strategi “Satu dolar Amerika Serikat/AS menguasai dunia”, yang digarap oleh organisasi tinggi yang tidak pernah muncul di permukaan, namun praktiknya cukup jelas, yakni berbaju demokratisasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Jika pecahnya itu menuju kebaikan rakyat, tidak menjadi soal, tetapi pecahnya NKRI itu justru akan menyulitkan rakyat karena semua aset penting dan berharga dikuasai investor asing di bawah kendali organisasi keuangan internasional,” katanya.

Sementara itu, Dirjen Bina Sosial di Departemen Sosial, Prof DR Gunawan Sumodiningrat, yang mewakili Menteri Sosial (Mensos), Bachtiar Chamsyah, menyatakan bahwa ancaman perpecahan NKRI tersebut kini tampak nyata.

“Saya sendiri sampai saat ini merasa bingung, mengapa rakyat Indonesia dapat bersatu, padahal banyak perbedaan, di antara suku-suku yang ada,” katanya.

Perbedaan itu dapat disatukan, menurut dia, lantaran adanya Pancasila, di antara sila pertama adalah Ketuhanan yang Maha Esa, kemudian dibingkai dalam lambang Burung Garuda, yakni Bhineka Tunggal Eka.

“Atas nama Tuhan Yang Maha Esa, kita dapat disatukan, melalui simbol Pancasila. Oleh karena itu, saya mendorong pemerintah sebaiknya melakukan kaji ulang untuk menerapkan Penataran Pedoman Penghayatan Pancasila (P4),” katanya.

Jika dulu cara penyampaiannya menggunakan model indoktrinasi, ia mengusulkan, saat ini perlu diubah melalui diskusi dan membuka wacana luas, dengan substansi Pancasila masih diperlukan untuk mempererat NKRI.

Ia menilai, pada dasarnya Indonesia ini mudah akan terjadi perpecahan, jika generasi penerus tidak menyadari adanya pihak asing yang ingin membuat Indonesia tidak kuat.

Buku berjudul “Indonesia Pecah” yang terdiri atas 172 halaman, termasuk foto-foto, kata Gunawan, menarik untuk dibaca karena sedikit-dikitnya ada tujuh penyebab Indonesia terancam pecah, seperti siklus sejarah tujuh abad atau 70 tahun.

Kemudian, tidak adanya figur atau tokoh pemersatu yang berperan menjadi Bapak Seluruh Bangsa, pertengkaran sesama anak bangsa yang terus terjadi, upata stategis dari konspoirasi global, dan adanya nama Indonesia yang bukan asli dari Nusantara.

“Semua itu perlu diteliti lebih lanjut, apakah ada relevansinya dengan kejadian saat ini dimana banyak daerah ingin memisahkannya,” katanya menambahkan.

Sumber: antaranews.com

Posted in Lainnya.

Tagged with .


Seni Raja Dogar

DSCF1054Raja Dogar adalah sebuah seni pertunjukan yang berasal dari Kabupaten Garut. Kabupaten Garut terkenal dengan hasil ternaknya yaitu Domba Garut atau disingkat dengan DoGar. Seni pertunjukan ini mengadopsi dari ketangkasan tarung domba atau dikenal dengan adu domba Garut. Domba Garut sendiri merupakan salah satu domba yang berkualitas baik.

Pertunjukan seni Raja Dogar membutuhkan waktu hanya sekitar 20 menit yang terdiri dari pembukaan dengan menampilkan 2 atau tiga pemain silat perempuan, setelah itu kemudian dilanjutkan dengan adu raja Gomba Garut. kenapa disebut Raja Domba Garut, Karena ukuran dari propertinya yang cukup besar yang dimaikan oleh 2 orang, mirip dengan pertunjukan Barong di bali maupun pertunjukan Barong Say. dalam adu Raja Domba Garut ini diikuti oleh beberapa orang bobotoh seperti pada ketangkasan adu domba biasa, tetapi pada pertunjukan Raja domba Garut ini ada tambahan fungsi disamping sebagai penyemangat, juga tugasnya adalah sebagai pembawa lawakan.

DSCF1062Dalam pertunjukan yang memakan waktu sekitar 2 Jam, pertunjukan Raja dogar terdiri dari beberapa jenis pertunjukan seperti yang dipertunjukan dalam pertunjukan lintas budaya di aula RRI jalan Melati Denpasar yang bekerja sama dengan Bamus Sunda Bali, antara lain:

1. Longser yang memakan waktu sekitar 30 menit, dan sekaligus menjadi pengantar pada pertunjukan selanjutnya. Yang menarik, Longser ini di mainkan oleh 3 orang kakek-kakek yang umurnya lebih dari 60 tahunan.

2. Silat dimainkan oleh 3 orang penari putri yang terdiri dari Jurus kembangan, keterampilan memainkan senjata golok, dan yang terakhir atraksi perkelahian.

3. Selanjutnya adalah pertunjukan Calung Sunda,

4. Kemudian Pertunjukan Kacapi Jenaka yang dimainkan oleh 3 orang Kakek-kakek yang cukup mengocok perut. Kacapi janaka ini diberi nama dengan ABG (aki-aki baru Gelo).

5. Adu Raja Domba Garut.

DSCF1065Pergelaran yang dilaksanakan pada tanggal 30 Nopember 2013 di RRI pada jam 20.00 wita ini, cukup mendapat perhatian yang signifikan dari kalangan masyarakat Sunda di Bali. Buktinya penonton dalam pertunjukan ini lumayan banyak sekitar 300 orang yang terdiri dari warga sunda di Bali teruma warga asal Garut yang terhimpun dalam perkumpulan Asgar dan Pasgar. Sebagai penyelenggara, Bamus Sunda mengharapkan kerjasama yang intensif antara bumus dengan kabupaten Garut dalam segala bidang, seperti yang disampaikan oleh Ketua Umum Bamus Sunda Bapak Agus Hamijaya, SH., MH dalam sambutannya. Bapak Mlenik selaku Kadis kebudayaan dan pariwisata, juga mengharapkan masukan dan kerjasamanya bagi perkembangan pariwisata di Garut.

Selain di pentaskan di Aula RRI, Seni Raja Dogar juga memberikan workshop untuk mahasiswa-mahasiswa ISI Denpasar yang diselenggarakan di Gedung Candra Metu, yang diikuti oleh sekitar 70 orang mahasiswa dari fakultas seni Pertunjukan. Dalam sambutannya Dekan Fakultas Seni Pertunjukan, Bapak I Wayan Suharta, SSKar., MSi., mengharapkan kerja sama yang berkelanjutan dan diharapkan bahwa pertunjukan Seni Raja Dogar dapat berpartisipasi di PKB tahun 2014.

Pelaksanaan worshop sendiri sangat menarik terutama bagi mahasiswa Jurusan Seni karawitan dan mahasiswa Jurusan seni Tari. Mahasiswa Seni Karawitan dapat mencoba permainan kendang pencak yang terdiri dari instrumen terompet, kendang anak, kendang indung dan sebuah bende. Sedangkan untuk mahasiswa seni Tari mereka mempelajari jurus kembangan tepak tilu, selanjutnya bagi mahasiswa yang terpilih sebanyak 8 orang langsung ikut dalam pertunjukan Raja Dogar. Mahasiswa sangat senang dengan kehadiran rombongan, dan mereka mengharapkan kedatangannya kembali di masa yang akan datang.

Sinopsis

DSCF0076Seperti nama dan ukuran tubuhya melebihi Domba yang sebenarnya. Seni Raja Dogar diciptakan oleh Sdr. Entis Sutisna diilhami oleh keberadaan serta ketenaran Domba Garut yang menjadi kebanggaan masyarakat Garut akan salah satu hewan ternak yang diakui sebagai ras domba dengan kualitas terbaik di dunia.

Seni Raja Dogar (Rajanya Domba Garut) salah satu jenis kesenian yang hidup dan berkembang di Kecamatan Wanaraja  Kabupaten Garut dan menjadi salah satu kesenian Unggulan Kabupaten Garut. Seni Raja Dogar pernah mewakili Provinsi Jawa Barat tampil di Singapura.

Bentuk pertunjukan Seni Raja Dogar adalah ketangkasan laga domba yang saling beradu kekuatan dengan mengandalkan beradu kepala layaknya ketangkasan domba yang sebenarnya.

Bobotoh, Wasit permainan dan musik pengiring adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam setiap event ketangkasan adu domba. Begitu pula di Seni Raja Dogar ini identik dengan keberadaan Bobotoh dan wasit selalu hadir sebagai penggembira.

DSCF1045Seni Raja Dogar dalam pertunjukannya diiringi oleh seperangkat Kendang Pencak dengan jumlah personil sebanyak +  40 orang. Seni raja Dogar ini dipimpin oleh Bapak Entis Sutisna

 

 

 

Nama Grup

Pimpinan

Alamat

Materi Tampilan

Durasi Waktu

Jumlah Pemain

Contak Person

:

Raja Dogar

Entis Sutisna

Ds. Pakemitan Kec. Wanaraja Kab. Garut

Pagelaran Seni

20 – 30 Menit

25 Orang

1. Wawan Somarwan, S.Sn (Disbudpar Garut)

2. Entis Sutisna (Seniman)

Posted in Kasundaan, Lainnya, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .


Dilema Pariwisata Bali dan Seni Pertunjukan III

HanomanPerubahan seni pertunjukan dari sistem arena kedalam sistem panggung maupun televisi telah membawa dampak yang luas dalam kehidupan seni pertunjukan Bali. kemasan-kemasan seni pertunjukan dengan sistem panggung banyak bermunculan. Hal inipun berdampak pada dinamika penonton. Di era sebelum tahun 1970-an seniman tertantang untuk mencapai potensi terbaiknya karena ada penonton-penonton yang datang untuk menguji. Kedekatan jarak antara penonton dan penari karena panggung yang kecil menciptakan kondisi untuk komunikasi saling apresiasi, komunikasi rasa mecingak.

Peneliti berpendapat bahwa seni pertunjukan tradisional Bali mengalami penurunan dari segi kualitas karena berkurangnya intensitas pelatihan, perenungan dan pendalaman. Taksu atau daya pikat yang terpancar dari para penari generasi sekarang tidak sekuat para penari generasi tua. Hal ini sedikit banyak disebabkan faktor-faktor yang serba instan, dan siap saji. Perlu kiranya di buatkan sebuah standar jelas tentang berbagai seni tradisional untuk sajian pariwisata yang berkualitas. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keajegan Bali itu sendiri.

Pariwisata Berbasis Masyarakat (Community Based Tourism) di Bali Sejalan dengan berkembangnya wacana Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) maka berkembang pula wacana pariwisata berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan untuk pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi penerus untuk memenuhi kebutuhan mereka (lihat WCED, Our Common Future 1987) mengandung tiga prinsip yaitu keberlajutan secara ekologi, sosial-budaya, dan ekonomi (Pitana., 53-54). Pariwisata yang diyakini dapat mengakomodasi konsep-konsep Pembangunan Berkelanjutan adalah Pariwisata Berbasis Masyarakat (PBM) atau bersinonim dengan Ekowisata; bukan pariwisata massal seperti sekarang ini. Konsepsi dasar dari PBM adalah pariwisata yang menitikberatkan pada pemeliharaan mutu dan kelanjutan sumberdaya alam dan budaya; pariwisata yang mengemban misi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dengan tetap menjaga keseimbangan antara sumber daya alam dan budaya dengan kepuasan wisatawan. Pariwisata di Bali seharusnya dicapai dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat mulai dari perencanaan, pembangunan, pelaksanaan, pemeliharaan, keberlanjutan, penjaminan kualitas/mutu pariwisata, dan yang paling penting adalah mengevaluasi pariwisata itu sendiri.

Pariwisata yang berkembang selama ini di Bali memang kurang sekali melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal. Usaha-usaha yang mengarah pada pariwisata berbasis masyarakat masih minim. Sepengetahuan penulis hanya Yayasan Wisnu dengan program Jaringan Ekowisata Desa-nya bekerjasama dengan empat desa yaitu Tenganan, Nusa Ceningan, Pelaga dan Sibetan yang secara serius menggarap PBM. Walau usaha yang dirintis lima tahun belakangan diakui oleh Yayasan Wisnu belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang berarti karena para pelaku masih gamang akan tugas dan peran masing-masing; salah menafsirkan keinginan turis; alasan klise permasalahan SDM; dan kurang totalnya para pelaku didalam melaksanakan program. Kurang keberhasilan ini tentunya tidak lepas dari kurangnya perhatian pemerintah, pelaku pariwisata dan masyarakat sendiri terhadap ekowisata atau PBM, karena rumit, memerlukan proses panjang sehingga dianggap tidak menguntungkan dalam jangka pendek. Namun Yayasan Wisnu tetap bertekad untuk melanjutkan proses yang sudah dijalani (Ardika. p. 22).

Terkait dengan konsep PBM maka pemberdayaan seni pertunjukan atau budaya secara umum perlu dilakukan. Perlu ada kajian-kajian tentang sejauh dampak pariwisata terhadap seni pertunjukan. Perlu adanya dialog antara pemerintah melalui instansi terkait seperti dinas kebudayaan, LISTIBIYA, dinas pariwisata dengan para pelaku kesenian, para penyedia pertunjukan pariwisata, serta institusi atau insan-insan yang peduli terhadap kualitas seni pertunjukan termasuk kesejahteraan para senimannya.

Kajian-kajian tentang kepariwisataan Bali yang sudah berjalan hampir satu abad pada umumnya masih tergolong terbatas tidak sebanding dengan keberadaan pariwisata yang sudah begitu dominan di Bali. Hal yang sama terjadi pada seni pertunjukan tradisional dalam hubungannya dengan pariwisata. Pariwisata yang berkonsekwensi sangat besar terhadap tatanan kehidupan masyarakat Bali perlu mendapat kajian-kajian yang serius terutama dampak-dampak jangka pendek dan panjangnya terhadap kesinambungan alam dan kebudyaan Bali.

Globalisasi seni pertunjukan terutama di bidang musik haruslah kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk menegakan kesinambungan kesenian Bali. Alit Bona dengan beragaio garapannya telah membuat sebuh nuansa baru dalam seni Pertunjukan Bali. dengan sentuhan-sentuhan Bali yang kuat dalam ciptaannya. Nuansa World music sangat kental. Musik merupakan sebuah media penyampaian atas keinginannya tentang Bali. Pendapatnya tentang sesuatu yang telah ada dan berkembang di lingkungan masyarakat Bali biarlah demikian adanya. Tetapi dia ingin sesuatu yang baru dibuat dan disesuaikan dengan latar belakang budaya Balinya. Kembali ke Bagian I

Posted in Lainnya, Literatur karawitan, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .


Dilema Pariwisata Bali dan Seni Pertunjukan II

GowaksaKiranya idealisme untuk tidak mengkomersialkan tari wali dan bebali tidak bisa dijalankan sepenuhnya. Sekarang pertunjukan-pertunjukan untuk pariwisata sudah mulai mempertontonkan imitasi tari Sang Hyang Dedari; Sang Hyang Jaran, Calonarang, dan sebagainya. Dan yang terakhir berkembang adalah istilah pertunjukan kemasan baru sebagai gabungan aspek prosesi ritual dengan pagelaran berbagai jenis pertunjukan secara simultan seperti wayang, tari cak api, joged bungbung, dan pertunjukan selama makan malam berupa legong, beberapa tari lepas dan drama tari barong. Pertunjukan seperti ini kerap dilakukan dalam paket wisata puri (keraton) berupa royal dinner seperti yang dilakukan di puri Mengwi, Kerambitan dan ditiru oleh puri-puri lain. Hotel-hotel besar ketika menyelengarakan konvensi atau gala dinner juga kerap memakai pertunjukan kemasan baru. Tekanan pasar untuk senantiasa menawarkan sesuatu yang baru akhirnya berpengaruh pada penciptaan jenis-jenis pertunjukan baru.

Disamping permasalahan komodifikasi dan penggerusan, masalah yang sering menjadi pembicaraan adalah kurangnya penghormatan atau apresiasi para pengusaha pariwisata terhadap para seniman tradisional. Disamping pembayaran yang diberi tergolong masih rendah seni pertunjukan sering diposisikan sebagai suatu pelengkap acara, biasanya makan malam di hotel/restoran. Seniman diberi fasilitas sekedarnya dan sering tidak diperkenalkan dengan semestinya. Bagaimana apresiasi mendalam bisa terjadi ketika perhatian penonton harus terbagi antara menyantap makanan dan menonton pertunjukan? Sudah menjadi rahasia umum bahwa di tempat-tempat pertunjukan pariwisata guide atau supir yang mengantar wisatawan mendapat komisi 25-50% dari harga tiket masuk. Demikian pula para makelar kesenian (perantara antara seniman dan pemesan) mengambil persentase yang tinggi dari harga yang ditawarkan sehingga upah yang diterima oleh seniman sangat minim. Hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya jumlah seniman /kelompok keseniann di Bali (supply yang tinggi), ditambah dengan rendahnya pengetahuan dan kemampuan manajerial kebanyakan seniman/kelompok seniman, dan karena faktor tradisi budaya ngayah (pertunjukan sebagai sebuah persembahan dan kepuasan batin) yang masih kental di kalangan penggiat seni. Posisi tawar para seniman di hadapan pengusaha pariwisata menjadi rendah, tercermin dengan adanya persaingan dalam menurunkan harga antara kelompok satu dengan yang lain.

Memang ada segelintir hotel dan tempat tontonan pariwisata yang berusaha memposisikan seni pertunjukan tradisioanl sebagai suatu yang istimewa kepada tamunya. Seniman yang ditampilkan adalah seniman yang berkualitas atau seniman-seniman ternama; pementasan dilakukan tidak pada saat makan; ada usaha-usaha untuk memberi informasi yang baik (pendidikan) kepada tamu; dan mereka bersedia memberi harga yang disodorkan seniman. Seniman-seniman yang sudah yakin dengan kualitasnya biasanya berani mematok harga; mereka mempunyai posisi tawar yang tinggi. Semua ini bisa terjadi tidak lepas dari adanya keberagaman jenis wisatawan yang datang. Ada wisatawan yang puas dengan sekedar melihat pertunjukan, ada juga yang mau melihat yang terbaik.

Ada usaha-usaha Pemda Bali melalui LISTIBIYA-nya untuk melindungi seniman dari eksploitasi dan sebaliknya memberi dukungan dan bimbingan kepada mereka agar menjaga atau malah meningkatkan kualitas. LISTIBIYA mengeluarkan semacam lisensi layak pentas untuk umum/pariwisata yang bernama Pramana Patram Budaya kepada kelompok-kelompok kesenian. Pemerintah terus menghimbau agar para pelaku usaha pariwisata memberi penghargaan yang lebih baik kepada seniman, baik secara finansial maupun perlakuan. SK Gubernur No. 394 dan 395 tahun 1997 misalnya membuat patokan-patokan upah bagi berbagai jenis kelompok kesenian yang ada. Seberapa jauh implementasi dari upaya ini memang masih perlu ditelusuri. Penulis masih mengamati banyak pementasan yang dilakukan di hotel-hotel/restoran yang terkesan seadanya, dan membaca di media massa tentang keluhan kurangnya penghargaan pariwisata kepada para seniman. Barangkali pementasan yang rutin bisa jadi membuat sang penari mengalami kejenuhan, disamping ada anggapan bahwa wisatawan toh tidak bisa membedakan antara pertunjukan yang berkualitas dengan yang tidak.

Dampak positif pariwisata bisa dihubungkan dengan peningkatan kuantitas jenis kesenian dan jumlah seniman, dan umumnya peningkatan penghasilan. Para seniman berharap untuk dapat kesempatan pentas di hotel karena lebih sering atau rutin ketimbang pertunjukan untuk adat/upacara. Perlu diketahui bahwa seni pertunjukan tidak pernah lepas dari ritual-ritual yang dipercaya harus dilanjutkan. Ritual-ritual melibatkan beberapa bentuk pertunjukan seperti Sang Hyang, wayang lemah, topeng pajegan, pendet, berbagai jenis tari baris sakral; dan masih dalam konteks ritual tetapi juga untuk hiburan seperti Wayang Kulit pada malam hari, Calon Arang, atau Gambuh. Meningkatnya daya beli masyarakat secara umum memungkinkan desa adat atau banjar untuk membeli perangkat gamelan yang biasanya juga merangsang terbentuknya kelompok drama/tari.

Dalam penelitian terdahulu di kuta, pariwisata memberi lebih banyak dampak positif dari pada dampak negatif. Pertunjukan yang rutin memberi kesempatan lebih banyak untuk berlatih sehingga menjadikan kesenian lebih kreatif dan bervariasi. Dia tidak mempermasalahkan misalnya pertunjukan yang dilakukan saat dinner karena percaya bahwa wisatawan otomatis akan lebih memperhatikan pementasan dari makanan bila pertunjukannya berkualitas. Letak permasalahan utama ada pada si seniman—apakah dia memang seniman yang berkualitas sehingga berani mematok harga atau seniman rata-rata yang mau dihargai rendah. Ia menyarankan memang perlu adanya fasilitator yang mempertemukan pengusaha pariwisata dengan seniman untuk berdialog: bahwa mereka saling membutuhkan. Pemerintah juga bisa memfasilitasi dengan membuat batasan-batasan atau rambu-rambu. Perihal tudingan bahwa telah terjadi profanisasi pertunjukan sakral dia menyarankan agar definisi sakral itu dipertegas.

Disisi lain generasi tua melihat telah terjadi penurunan kualitas atau nilai-nilai. Ini tidak terlepas dari perkembangan jaman yang semakin modern dimana banyak hal yang menyita perhatian baik si seniman maupun masyarakat (penonton), ditambah lagi dengan berkembangnya sindrom cepat jadi, instan, tercermin pada keinginan murid-murid (termasuk orang tuanya) agar cepat bisa menari dan dipentaskan. Tantangan untuk seniman-seniman sekarang tidak seberat yang dulu. Jarang ada guru-guru yang mengajar sekeras dan seintensif dulu. Lanjut bagian III

Posted in Lainnya, Literatur karawitan, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .


Dilema Pariwisata Bali dan Seni Pertunjukan I

Kapi AnggadaDilema pariwisata terhadap kelangsungan hidup alam dan budaya Bali sudah dikhawatirkan oleh para sarjana sejak tahun 1930-an. Selama ini Pariwisata Bali berkonotasi dengan intervensi pihak luar: di jaman kolonial pihak Belanda dan segelintir orang asing lainnya, dan di jaman kemerdekaan pihak Pemerintah Pusat (dibantu para birokrat lokal) bersama para pemodal besar luar Bali. Penduduk lokal beserta budayanya dipandang sebagai obyek atau komoditas semata: penyedia atraksi budaya menjadi tontonan dan penyedia pelayanan. Perencanaan dan pengelolaan tidak menjadi porsi keterlibatan lokal. Sampai sekarang pun pola-pola ini tetap berjalan. Contoh termutakhir adalah pembabatan daerah kawasan hutan lindung di daerah Bedugul untuk hotel yang mengantongi ijin dari Jakarta tanpa sepengetahuan orang lokal; juga rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi yang dicurigai sebagai bagian dari skenario penguasaan lahan luas untuk pengembangan resort walau jelas-jelas mendapat penolakan luas dari masyarakat (Berbagai koran lokal memberitakan penolakan).

Tidak dipungkiri bahwa hingga saat ini pariwisata membawa berkah ekonomi kepada Bali, walau tidak merata karena ada sekelompok kecil orang lokal yang mendapat porsi yang besar. Namun secara umum, karena efek multiplier, terjadi peningkatan pendapatan perkapita atau daya beli masyarakat. Masuknya pemodal besar berpengaruh pada meningkatnya jumlah dan kualitas sarana pariwisata serta sarana pendukung termasuk perbaikan jalan-jalan di Bali yang memperlancar kegiatan ekonomi secara umum. Demikian juga industri pendukung atau ikutan berkembang pesat.

Peningkatan pendapatan perkapita oleh masyarakat Bali dialokasikan pada pemenuhan kebutuhan penunjang kehidupan modern, seperti biaya pendidikan, sarana transportasi, dan produk-produk modern lainnya. Sebagaimana manusia umumnya orang Bali juga tergiur godaan barang-barang konsumerisme. Dan tentu saja sebagian dialokasikan pada kegiatan ritual adat dan keagamaan, termasuk juga di dalamnya seni pertunjukan. Pola kehidupan dalam dua dunia ini menekan orang Bali untuk senantiasa memiliki uang. Ketergantungan Bali pada pariwisata untuk kelangsungan hidup Bali modern sudah sedemikian besar. Pariwsata sudah menjadi andalan utama, menggantikan pertanian dan industri kecil.

Dampak atau pengaruh pariwisata terhadap kebudayaan Bali oleh para peneliti dikatakan sebagai negatif dan positif. Dampak negatif adalah terjadinya komersialisasi, komodifikasi dan profanisasi yang mengarah pada penggerusan; sedang dampak positif adalah terpacunya kreativitas seni budaya penduduk lokal untuk memenuhi kepentingan pariwisata (Ruastiti, lihat pula Ardika). Dalam konteks seni pertunjukan tradisional pengaruh positif dan negatif juga terjadi. Munculnya kreativitas nyata sekali terlihat pada berkembang pesatnya berbagai jenis seni pertunjukan di Bali termasuk meningkatnya jumlah penggiat kesenian, namun pada saat yang sama beberapa tarian sakral termasuk elemen prosesi ritual mengalami profanisasi karena mulai dipertunjukkan kepada wisatawan.

Sementara itu orang Bali juga menyaksikan dan merasakan perubahan-perubahan drastis yang terjadi di sekitar mereka terutama sejak boom pariwisata tahun 1980-an. Dampak-dampak yang mereka lihat adalah berubahnya lahan-lahan pertanian menjadi kawasan wisata dan pemukiman; laut, danau dan sungai yang terpolusi; volume sampah terutama yang anorganik meningkat tajam; energi dan air bersih terhambur-hamburkan; meningkatnya kepadatan penduduk sebagian oleh masuknya migran dari luar Pulau Bali, domestik maupun asing; serta meningkatnya kriminalitas, penyalah-gunaan alkohol dan narkoba, dan penyebaran HIV/AIDS. Belum lagi permasalahan-permasalahan lain, dan yang masih terpendam di bawah permukaan. Jumlah orang Bali yang mulai terjerumus ke dalam perilaku yang membahayakan dan melanggar hukum juga bertambah banyak.

Belakangan ini, sejak tahun 2003 menyusul Bom Bali 2002, muncul wacana yang sekarang tersebar luas yang disebut Ajeg Bali. Wacana yang pada intinya muncul dari kekhawatiran atau kebingungan orang Bali melihat berbagai situasi negatif yang terjadi di Bali, termasuk kekhawatiran orang Bali menjadi minoritas di pulaunya akibat serbuan pendatang dari pulau-pulau lain, terutama Jawa dan Lombok. UU No. 22/ 1999 dan PP No. 25/ 2000 tentang otonomi daerah yang berfokus pada daerah Tingkat II juga dikhawatirkan bisa menggoyahkan Bali sebagai satu kesatuan alam dan budaya karena interpretasi dan kepentingan yang berbeda dari kabupaten-kabupaten yang ada di Bali. Sehingga masih ada wacana-wacana agar Bali mendapat otonomi khusus yaitu otonomi di tingkat provinsi (Lihat Tim Perumus Bali Post 2004, dan pemberitaan berbagai koran daerah lainnya).

Budaya Seni Pertunjukan Tradisional adalah elemen budaya yang paling konkret yang bisa segera ditawarkan kepada wisatawan karena sifat universal seni tari dan musik sebagai pengiringnya lebih mudah untuk dinikmati (diapresiasi) wisatawan tanpa perlu keterlibatan yang mendalam; dan mudah dipaket/dikemas untuk didatangkan ke hotel-hotel, termasuk dipertontonkan ke luar negeri dalam wujud misi kesenian untuk promosi pariwisata. Reputasi seni pertunjukan tradisional Bali sudah diakui secara luas baik oleh para spesialis maupun wisatawan kebanyakan. Seni pertunjukan adalah salah satu aset terpenting bagi citra pariwisata budaya.

Secara umum seni pertunjukan Bali dapat dikatagorikan menjadi tiga: wali (seni pertunjukan sakral) yang hanya dilakukan saat ritual pemujaan; bebali pertunjukan yang diperuntukkan untuk upacara tetapi juga untuk pengunjung; dan balih-balihan yang sifatnya untuk hiburan belaka di tempat-tempat umum. Pengkatagorian ini ditegaskan pada tahun 1971 oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (LISTIBIYA) Bali sebagai respon dari semakin merambahnya pertunjukan untuk pariwisata ke seni-seni yang sifatnya sakral. Pertemuan ini merekomendasikan agar kesenian yang sifatnya wali dan bebali tidak dikomersialkan. Bandem dan deBoer dalam bukunya Kaja and Kelod: Balinese Dance in Transition secara rinci mengklasifikasi berbagai seni pertunjukan yang ada di Bali hingga awal tahun 1980-an. Tergolong ke dalam wali misalnya: Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede; bebali seperti: Gambuh, Topeng Pajegan, Wayang Wong; dan balih-balihan diantaranya: Legong, Parwa, Arja, Prembon, dan Joged.

Bisa dibayangkan bahwa pertunjukan drama dan tari sering tidak sepenuhnya bisa difahami oleh para wisatawan terutama karena faktor bahasa; disamping pada umumnya jadwal tour wisatawan yang padat. Karena itu intervensi dilakukan oleh agen perjalanan wisata agar pertunjukan bisa dipersingkat ke format yang lebih bisa dimengerti dan dinikmati oleh wisatawan. Genre-genre campuran mulai bermunculan yang mengkombinasikan genre satu dengan yang lain, misalnya Cak sebagai perpaduan cerita Ramayana dengan vokal dari Sang Hyang Dedari yang dilakukan oleh Spies dan seorang penari bernama Limbak; atau tari Barong dan Kris dengan cuplikan dari Mahabarata. Pertunjukan yang biasanya berdurasi satu jam. Disamping itu juga bermunculan tari-tari lepas (tari yang berdiri sendiri, tidak merupakan bagian dari drama); dan paket pementasan yang menggabungkan berbagai tari lepas dari genre topeng, baris, legong dan lainnya. Seni pertunjukan Bali yang sifatnya sakral biasanya memiliki nilai eksotisme dan magis sehingga dicari-cari oleh wisatawan. Ada ketergiuran para penyedia jasa pariwisata pun kemudian menawarkan paket-paket tiruan seni sakral tersebut. Pertunjukan barong-rangda dengan unying (tari keris) adalah salah satu contoh klasik profanisasi yang terjadi (Bandem, I Made dan deBoer, F.E. (1981) Kaja and Kelod Balinese Dance in Transition, Oxford University Press, Kuala Lumpur, New York, Melbourne. P. 145-150). Lanjut bagian II

Posted in Lainnya, Literatur karawitan, Pengetahuan Karawitan.

Tagged with .