Hilangnya gamelan Ki Pembayun tidak hanya telah meniadakan “bukti sejarah,” tetapi juga hilangnya gamelan terbesar satu-satunya yang pernah ada di Indonesia yaitu gamelan 17 nada yang diberi nama Ki Pembayun (si cikal atau si sulung). Gamelan ini dibuat pada tahun 1969 atas usulan Raden Machjar Angga Koesoemadinata untuk membuktikan kebenaran teorinya tentang rakitan 17 nada. Rakitan 17 nada yang merupakan puncak dari hasil penelitiannya mengandung beberapa nada sisipan, dengan jarak interval dari setiap nadanya sebesar 70 10/17 cent. Nada-nada pokok dan sisipan dari rakitan 17 nada ini diwujudkan ke dalam pembuatan gamelan (bentuk bilah dan pencu) sehingga gamelan tersebut memiliki nada-nada yang sangat lengkap dan bisa dimainkan untuk mengiringi lagu-lagu dari berbagai laras atau tangga nada, (Heri Herdini, Gamelan Ki Pembayun, Bukti Sejarah yang Hilang tanpa Jejak http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/26/khazanah/utama2.htm) Gamelan tersebut merupakan salah satu bukti kebesaran seorang etnomusikologi yang ada di Indonesia, merupakan sebuah karya adiluhung yang perlu dikaji dan untuk peningkatan kreativitas.
Pada saat ini di Bandung pada sanggar-sanggar tari, karawitan, dan wayang muncul gamelan-gamelan baru yang diberi nada sisipan (selap). Misalnya dalam gamelan Degung, yang mempunyai susunan interval gamelan Degung (laras Degung) susunan nada mutlaknya 1 (da) 2 (mi) 3 (na) 4 (ti) 5 (la) dengan mengganti nada 3 (na) dengan nada 3- (ni), sehingga yang menjadi nada mutlaknya menjadi 1 (da) 2 (mi) 3- (ni) 4 (ti) 5 (la), yang dinamakan dengan laras madenda. Dalam instrumen gamelan Degung yang menggunakan nada sisipan (selap), nada sisipan tersebut tidak dalam keadaan terpasang dalam instrumen, tetapi dapat langsung diganti ketika lagu yang dimainkan berubah pada laras madenda. Pergantian seperti ini terjadi pula dalam gamelan Jawa pada instrumen gambang laras pelog dengan cara mengganti nada 1 dengan nada 7 (pi).
Tabel 1. laras Degung dan Madenda
Nada mutlak | Degung | dibaca | madenda | dibaca |
1 (da) | 1 (da) | Da | 1 (da) | Na |
2 (mi) | 2 (mi) | Mi | 2 (mi) | Ti |
3- (ni) | 3- (ni) | La | ||
3 (na) | 3 (na) | Na | ||
4 (ti) | 4 (ti) | Ti | 4 (ti) | Da |
5 (la) | 5 (la) | La | 5 (la) | Mi |
1 (da) | 1 (da) | da | 1 (da) | na |
Patut diakui bahwa dengan munculnya gamelan Ki Pembayun, harkat derajat bangsa Indonesia sempat terangkat di kalangan dunia internasional. Seorang etnomusikolog Amerika, Andrew Weintraub telah menyatakan pendapatnya, bahwa munculnya gamelan selap yang berkembang sekarang, pada dasarnya merupakan pengaruh dari gamelan Ki Pembayun.
Menurut Atik Soepandi, jumlah seluruh waditra (instrumen) tersebut beratnya kurang lebih satu ton. Sementara itu, perangkat waditranya terdiri dari 2 buah saron, 18 bilah; 1 buah demung, 18 bilah; 1 buah peking, 18 bilah; 2 buah gender 45 bilah; 1 buah bonang, 36 pencon; 1 buah rincik, 36 pencon; 1 buah kenong, 20 pencon; satu buah gong dan kempul, 20 pencon, satu buah gambang, 52 bilah; kendang dan kulanter, 5 buah; dan 2 rebab.