Penerapan Metode Group Investigation Untuk Meningkatkan Standar Kompetensi Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Metode Penelitian I, Disampaikan dalam Seminar Hibah Pengajaran Due Like Batch IV Jurusan Karawitan Desember 2007
Tulisan ini dibuat bersama Wardizal, SSn., MSi
Latar Belakang
Dalam dekade belakangan ini, kondisi pendidikan di Indonesia secara kuantitatif mengalami peningkatan yang cukup berarti, tetapi belum dibarangi dengan peningkatan secara kualitatif. Masih banyak para pakar pendidikan yang mempermasalahkan tentang rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. Jika dirunut kebelakang, Keterpurukan kualitas pendidikan di Indonesia, tidak terlepas dari perjalanan panjang sejarah dunia pendidikan di Indonesia seperti jaman penjajahan Jepang, Belanda, dan zaman Orde Baru. Santiyasa dalam makalahnya yang berjudul, ”Menuju Pendidikan Indonesia Berparadigma Baru” mengatakan, paradigam lama proses/implementasi pendidikan yang berkembang dan dilaksanakan di Indonesia, dihadapkan kepada anomali-anomali dan penyebab potensial krisis yang dialami oleh dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Salah satu indikator kearah itu dapat dilihat dari tingkat ketrampilan tenaga kerja Indonesia terendah di Asia. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dan keseriusan semua anak bangsa, termasuk pemerintah untuk melakukan perubahan, evolusi, bahkan bila perlu revolusi menuju suatu paradigma baru pendidikan Indonesia yang dapat dijadikan pijakan mengakhiri krisis, meningkatkan kualitas dan kualitas pendidikan, sekaligus meningkatkan harkat dan martabat serta peradaban manusia ke arah yang lebih baik, dan bisa berkecimpung dalam percaturan global. (Santiyasa, 2007 :8).
Perguruan tinggi sebagai lembaga formal mempunyai peran yang sangat strategis untuk melahirkan sumber daya manusia yang cerdas dan kompetitif. Untuk itu, pemerintah telah melakukan langkah-langkah pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Fokus pembaharuan pendidikan diletakan pada implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada semua jenjang pendidikan. KBK merupakan bagian dari Pendidikan Berbasis Kompetensi (PBK), yaitu pendidikan yang mengacu pada stndar kompetensi yang ingin dicapai dan diperlukan oleh peserta didik (Koyan, 2007 :2). Dalam implementasinya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), mengacu kepada pemberdayaan dan pengembangan kecakapan hidup peserta didik. Kecakapan hidup yang harus dikembangkan tersebut adalah yang lebih relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat modern, yang mencakup domain-domain kecakapan personal, sosial, intelektual, akademis dan vaksional (Depdiknas dalam Sukadi, 2007 :1).
Berpijak pada paradigma baru pendidikan nasional dan strategi jangka panjang pendidikan tinggi sebagaimana tertuang dalam HELTS (higer education long term strategig) untuk melahirkan insan-insan cerdas dan kompetitif, maka pengembangan profesionalisme pendidik menjadi sangat penting. Dalam konteks pembaharuan pendidikan dan peningkatan kompetensi pedagodik pendidik, maka salah satu isu utama yang harus ditingkatkan adalah efektifitas metoda dan strategi pembelajaran dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran, dan secara mikro harus ditemukan strategi pembelajaran yang efektif di kelas yang lebih memberdayakan potensi mahasiswa. Pada dasarnya ada dua pendekatan dasar dalam proses belajar mengajar yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru/dosen (teacher-centered) dan pembelajaran yang berpusat pada mahasisw (student-centered). Pendekatan yang berpusat pada guru/dosen kadang-kadang diasosiasikan dengan ceramah dan pengajaran secara deduktif. Dengan sistem pengajaran seperti ini, guru/dosen mengontrol apa yang harus diajarkan dan bagaimana siswa harus mempelajari apa yang mereka pelajari. Sedangkan pengajaran yang berpusat pada siswa/mahasiswa sering diasosiasikan dengan discovery learning, inquiry learning atau pembelajaran secara induktif, memberikan penekanan yang lebih besar peranan siswa/mahasiswa dalam proses pembelajaran (Killen dalam Padwadewi, 2007 :4).
Metode dan strategi pembelajaran merupakan salah satu isu yang cukup krusial dalam proses belajar mengajar di lingkungan Program Studi Seni Karawitan ISI Denpasar. Realitas menunjukan, bahwa metode pengajaran yang selama ini sering digunakan dalam proses belajar mengajar hampir semua jenjang mata kuliah adalah metode konvensional (ceramah/demontrasi). Inti dari metode ini adalah dosen menyampaikan materi kuliah dengan ceramah (orasi) di depan kelas, mahasiswa mendengarkan dan mencatat. Metode kovensional ini banyak digunakan terutama pada mata kuliah yang bersifat teoritis. Adakalanya metode kovensional ini dielaborasikan dengan metode demonstrasi, dimana dosen mendemonstrasikan (memberikan contoh secara langsung) hal-hal yang berkaitan dengan materi perkuliahan. Hal ini misalnya dapat dilihat pada mata kuliah praktek Karawitan, disamping memberikan materi kuliah dengan ceramah (orasi), dosen juga memberikan contoh (demonstrasi), seperti tekhnik atau pola tabuhan (kotekan) dan lain sebagainya. Metode kovensional (ceramah/demontrasi) ini sering juga disebut Instructor Centered Learning, yaitu suatu bentuk proses pembelajaran yang berpusat pada dosen. Dengan perkataan lain, suatu metode yang bersifat transfer pengetahuan dari dosen kemahasiswa yang bersifat pasif (Bandem, 2003:3).
Penerapan metode konvensional (demontrasi dan ceramah) dalam proses pembelajaran di lingkungan Program Studi Seni Karawitan, secara umum masih menggambarkan praktek-praktek pendidikan yang bersifat otoriter, pendidikan berpusat pada guru, menjejalkan isi kurikulum yang kurang memenuhi kebutuhan anak didik, tidak adanya komunikasi interaktif antara guru dan siswa, murid dituntut menghafal secara akademis, guru cenderung bercerita menceritakan pelajaran, murid mendengarkan. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan tidak ubahnya seperti kegiatan menabung, murid adalah celengannya, guru adalah penabung, yang terjadi bukannya proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisi ”tabungan” yang diterima, dihafal, diulangi dengan patuh oleh musrid. Inilah konsep pendidikan ”gaya bank, murid hanya berada pada posisi menerima dan menyimpan, sebagai pengumpul barang-barang simpanan. Pada akhirnya manusia sendiri yang disimpan karena miskinnya daya cipta, daya ubah dan pengetahuan (Santiyasa, 2007:3).
Menyikapi berbagai kelemahan tentang metode dan strategi pembelajaran yang dipergunakan selama ini dilingkungan Program Studi Seni Karawitan (PSSK) dan untuk memperoleh hasil pembelajaran sesuai dengan tujuan, perlu diadakan pemilihan terhadap strategi pembelajaran yang tepat. Untuk itu, perlu ditentukan bagaimana cara untuk mengatur lingkungan belajar mahasiswa agar mereka memiliki pengalaman belajar yang dapat mengarahkan mereka untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan penerapan metode pengajaran baru (inovatif) yang diyakini dapat memecahakan masalah belajar mahasiswa. Metode pembelajaran baru (inovatif) yang dimaksud adalah sebuah perubahan paradigma pembelajaran yang didasarkan atas gagasan pembaharuan untuk mencapai efesisensi dan efektifitas pembelajaran. Perubahan paradigma pembelajaran tersebut didasarkan atas hasil refleksi terhadap paradigma lama pembelajaran yang mengalami anomali menuju paradigma baru yang diharapkan mampu memecahkan masalah. Secara defenitif, Inovasi pembelajaran adalah upaya mengemas pembelajaran atas dorongan dan gagasan baru yang merupakan produk dari learning how to learn, sehingga mampu melakukan langkah-langkah belajar dalam rangka kemajuan proses dan hasil belajar. Oleh karena itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk memfasilitasi mahasiswa dan siapaun fasilitator yang akan menemani mahasiswa belajar, seyagyanya bertolak dan berorientasi pada apa yang menjadi tujuan belajar mahasiswa. Tujuan belajar yang orisinil muncul dari dorongan hati (mode= intrinsic motivation). Paradigma pembelajaran yang mampu mengusik hati mahasiswa untuk membangkitkan mode mereka hendaknya menjadi fokus pertama dalam mengembangkan fasilitas belajar. Paradiga hati tersebut akan membangkitkan sikap positif belajar, sehingga mahasiswa siap melakukan olah pikir, rasa dan raga dalam menjalani event belajar (Santiyasa, 2007:2).
Group Investigation, merupakan salah satu diantara beberapa metode pengajaran inovatif yang akan diujicobakan dalam proses belajar mengajar di lingkungan Program Studi Seni Karawitan ISI Denpasar, khsusnya dalam mata kuliah Metode Penelitian. Group investigation (GI) merupakan salah satu metode dari pembelajaran kooperatif. Metode ini sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dibandingkan dengan metode lain dalam pembelajaran kooperatif (Padmadewi, 2007:21). Secara substansial, hal yang ditawarkan dalam metode ini adalah, suatu bentuk proses belajar mengajar dengan melibatkan mahasiswa sejak perencanaan, baik dalam penentuan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Pada awal perkuliahan, para mahasiswa akan dibekali dengan aspek teoritis (keilmuan) tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Metodologi Penelitian, dengan sasaran akhir mahasiswa mempunyai kompetensi dalam melakukan penelitian lapangan (field research) maupun dalam menyusun laporan akhir hasil penelitian. Aktualisasi dari pemahaman aspek teoritis tersebut akan diimplementasikan lewat sudi lapangan (field resarch). Untuk keperluan tersebut, akan ditentukan beberapa topik (dengan melibatkan mahasiswa) tentang berbagai fenomena seni budaya yang akan diinvestigasi. Dalam penerapan metode investigasi ini, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, beranggotakan 3-5 orang mahasiswa. Masing-masing anggota kelompok dengan karakteristik yang berbeda (heterogen) yang didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para mahasiswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi yang mendalam terhadap subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Dengan penggunaan metode baru (inovatif) ini, proses belajar mengajar diharapkan akan lebih efektif dan efisien. Proses pembelajaran tidak lagi semata-mata berpusat pada dosen (instructur centered learning), akan tetapi mengkondisikan terjadinya interaktif (interactive colaboration) antara dosen dan mahasiswa. Intinya adalah, bagaimana mahasiswa bisa belajar scara aktif dan mandiri. Dengan proses seperti ini, proses pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning) akan bisa diberdayagunakan.