Skip to content


Konser ISO 2013: Sajikan Beragam Warna Musik dalam Format Orkestra

Konsep & Aplikasi teknologi AKUSTIK yang SESUAI dan TEPAT juga bisa diterapkan pada PAGELARAN / Konser Musik Tradisional Indonesia, sehingga apresiasi PENONTON akan meningkat karena mereka mendengarkan Konser dengan ‘Preferensi yang OPTIMUM’. Dengan demikian, secara perlahan masyarakat ‘pemilik / stake holder’ Musik Tradisional Indonesia akan dapat lebih MEMAHAMI dan MENGHAYATI kedalaman filosofi, keberadaan dan kualitas Musik Tradisional Indonesia itu.
Note : JANGAN di-BIAR-kan Musik Tradisional Indonesia ter-DIKTE oleh sound system..! (tulisan Prof Komang Merthayasa di FB).

Istilahnya mungkin sebagai manipulasi suara, betulkan pak??

BANDUNG, itb.ac.id – ITB Student Orchestra (ISO) kembali menggelar konser tahunannya, Konser ISO 2013 dengan tajuk “Living in Differences” pada Minggu (21/04/13). Pada tahun ini, konser diadakan 2 kali melalui pertunjukan siang dan pertunjukan malam. Bertempat di Teater Tertutup Dago Tea House, kedua pertunjukan konser ini berhasil memukau para penonton dengan suguhan berbagai warna lagu dengan tema dan suasana yang berbeda-beda.

“Dengan presentase outsource pemain terkecil, Living in Difference merupakan konser ISO paling orisinil dengan durasi terpanjang dan penggunaan penuh reflektor. Penggunaan penuh reflektor ini melanjutkan pemakaian reflektor dari konser tahun sebelumnya, Da Capo,” papar Hendrianto (Aeronautika dan Astronotika 2010), Produser Konser ISO 2013.

Dengan reflektor, musik yang disajikan dalam format orkestra tidak menggunakan sound system sebagai pengeras suara. Suara yang dihasilkan murni berasal dari instrumen orkestra, dengan memanfaatkan pemantulan gelombang suara yang menggunakan reflektor. Reflektor yang digunakan dibuat sendiri oleh beberapa sarjana Fisika Teknik ITB di bawah bimbingan Dr. I Gde Nyoman Komang Merthayasa, M.Eng.

Konser terbagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pertama yang memainkan lagu-lagu klasik dan sesi kedua yang memainkan lagu-lagu populer yang lebih kontemporer. Mantras karya Richard Meyer membuka sesi pertama dengan alunan musiknya yang misterius, dilanjutkan dengan Capriol karya Peter Warlock yang bernuansa tari-tarian. Plink, Plank, Plunk yang ringan dan jenaka karya Leroy Anderson pun ikut meramaikan sesi pertama, diikuti dengan Asturias yang menampilkan Joseph Widagdo (Teknik Industri 2010) sebagai solois gitar. Sesi pertama ditutup dengan 1st Movement dari Holberg Suite yang megah, sebuah lagu yang menceritakan kebangsawanan Denmark-Norwegia.

Untuk sekaligus memperingati Hari Kartini yang jatuh pada hari yang sama, Ibu Kita Kartini disuguhkan sebagai lagu pembuka sesi kedua. Menyusul medley lagu-lagu Vina Panduwinata seperti Burung Camar, Di Dadaku, dan Surat Cinta, kemudian Bubuy Bulan yang menampilkan Arya Pugala Kitti (Kimia 2008) sebagai solois violin. Lagu dari permainan anak-anak Mario Bros juga ditampilkan dengan aransemen menarik, dan lagu-lagu populer yang diaransemen ulang dengan koreografi panggung seperti Heavy Rotation dari JKT-48.

“Living in Differences bagus dan kreatif sekali. Terkesan formal di awal dengan membawakan lagu-lagu klasik, tapi pada sesi kedua membawakan lagu-lagu kontemporer dengan gaya mereka yang seru. Mudah-mudahan ISO dapat menjadi insprasi orkestra-orkestra universitas lain,” kata Maria Nathania, pemain dari orkestra Universitas Padjajaran yang menyaksikan Konser ISO 2013.

Dokumentasi: Dixiezetha Azarine

Sumber: itb.ac.id

Posted in Akustika, Pengetahuan Karawitan.