Mendengar kata akustik, apa yang terlintas dalam benak anda? Musik tanpa efek distorsi gitar, cajon, atau Nirvana Unplugged ? Boleh jadi. Tapi sebenarnya makna akustik sangat luas. Bahkan stadion olahraga pun punya kaitan dengan soal akustik.
Sebagai tempat untuk menyelenggarakan even dan menampung ribuan orang, stadion olahraga sebenarnya juga berperan besar membuat atmosfer yang lebih semarak, agar membawa atmosfer antusiasme positif, baik untuk penonton atau atlet yang bertarung di lapangan. Di sinilah instalasi akustik begitu penting.
“Secara umum, ilmu akustik adalah bagian dari ilmu fisika yang menggali, mempelajari dan menerapkan hal-hal yang berhubungan dengan gelombang mekanis suara atau bunyi yang merambat melalui medium udara, cair dan, atau padat ke dalam berbagai bidang keilmuan. Komponen utama dari akustik itu adalah adanya sumber suara,bunyi,getaran, adanya medium dan adanya penerima,” kata dosen, Peneliti dan Konsultan Architectural Acoustics & Noise Control Teknik Fisika – Institut Teknologi Bandung, I Gde Nyoman Merthayasa.
Di stadion-stadion Eropa yang terbilang “baru”, pembangunan arsitekturnya tidak hanya dibuat dengan tujuan membuat stadion kokoh dan artistik, tapi segi desain akustik juga punya porsi yang tidak sepele. Seperti di Stadion Emirates, yang pembangunannya sampai 2006 menelan dana 470 juta pounds. Penginstalasian desain akustiknya dikerjakan oleh konsultan AMS yang berbasis di London.
“Kemegahan akustik Emirates sangat jelas terlihat saat pembawa acara mengumumkan nama skuad untuk pertama kalinya sebelum pertandingan. Sejak mengunjungi Bayern Munich dua musim lalu, Arsenal mengadopsi tradisi Jerman di mana sebelum pertandingan, nama-nama pemain dibacakan, di mana fans kemudian meresponsnya dengan menyebut nama kecilnya. Mereka melakukan itu dengan suara penuh, terutama, dan terprediksi, saat menyebut Thierry Henry,” kata penulis Guardian, Paolo Bandini menceritakan pengalaman pertamanya merasakan Emirates di awal-awal stadion itu digunakan pada 2006.
Tak heran, Old Trafford, stadion yang dipakai jadi markas Manchester United juga akhirnya berbenah untuk memperbaiki sisi akustik stadion. Tujuannya mereka ingin memporsir keriuhan agar atmosfer stadion lebih semarak.
Bagaimana bila dibandingkan Stadion Utama Gelora Bung Karno? Sepanjang pengalaman menonton even sepakbola di stadion kebanggaan Indonesia itu, satu hal yang paling terasa langsung ialah, akustik sound system yang kurang mendukung. Sehingga, pengumuman melalui pengeras suara tidak terdengar jelas.
Sementara, untuk problem akustik yang berkaitan dengan desain stadion, mungkin karena luasnya stadion, dan tidak adanya konstruksi yang memperhatikan masalah akustik, suara sorakan di salah satu sektor, tidak terdengar keras di sektor lain.
Nah, itu sebagian isu yang menyoroti desain akustik pada sebuah stadion. Mau mengetahui lebih jauh soal isu akustik dalam stadion, I Gede Nyoman Merthayasa memberi uraian seperti dalam penjelasannya kepada Okezone berikut ini:
Apa fungsi dari penerapan desain akustik, dan kenapa bisa mempengaruhi “keriuhan” atmosfer stadion?
Fungsi desain akustik adalah untuk menghasilkan kondisi medan suara yang spesifikasinya sesuai dengan fungsi ruangan yang sudah ditentukan sejak awal. Medan suara yang spesifik tersebut dapat dirancang sejak awal yaitu pada tahapan perancangan arsitektur dari stadion tersebut. Sementara pada stadion yang sudah jadi dapat dilakukan perbaikan kondisi akustiknya (jika diperlukan sesuai dengan kriteria yang ditentukan) setelah dilakukan evaluasi dan pengukuran kondisi akustiknya dan akan menghasilkan renovasi fisik yang umumnya akan memakan biaya cukup mahal (tergantung kepada objektif dan kondisi akustik ‘existing’nya).
Kondisi akustik stadion yang secara subjektif dinilai menghasilkan ‘atmosfer riuh’, disebabkan karena karakteristik akustik, luasan dan posisi dari semua bidang-bidang permukaan yang ada di dalam stadion.
Untuk bidang-bidang permukaan yang bersifat memantulkan suara cukup kuat (permukaan mempunyai koefisien absorbsi suara yang kecil) akan menghasilkan atmosfer yang lebih ‘riuh’ jika dibandingkan dengan yang bidang permukaan yang menyerap suara (koefisien absobsi suaranya tinggi).
Di Indonesia, apakah sepengetahuan anda ada stadion yang dibangun dengan memperhatikan aspek akustik, “acoustics in mind” ?
Setahu saya belum ada. Karena aspek akustik atau ‘acoustics in mind’-nya belum menjadi bahan pertimbangan dan perhatian dari pemilik dan perancang stadion.
Secara umum, bagaimana persoalan akustik di stadion-stadion di Indonesia?
Sesuai dengan jawaban saya di atas, kondisi akustik dari stadion-stadion di Indonesia ini belum memperoleh pertimbangan dan perhatian dari pemilik dan perancang-nya, disamping juga ‘mungkin’ dirasa belum ada urgensi dan persoalannya, sehingga kondisi-nya seadanya saja.
Untuk stadion tanpa tribun, apakah bisa juga dipasang sistem akustik untuk memaksimalkan keriuhan atmosfer? Stadion Gede Bage misalnya, atau Si Jalak Harupat?
Jika yang dimaksud dengan ‘sistem akustik’ di sini (bukan sistem tata suara/’public address’) adalah bidang-bidang permukaan yang akan menambah ‘keriuhan atmosfer’ (‘mungkin’ yang dimaksudkan adalah peningkatan ‘tingkat tekanan suara ataupun kekerasan suara’ alami dari keriuhan penonton), tentu saja bisa dirancangkan dan diimplementasikan. Objektif medan akustik yang ingin dicapai mesti ditetapkan terlebih dahulu.
Terus terang, saya belum tahu kondisi fisik (termasuk spesifikasi bangunan/bidang-bidang permukaan) dari Stadion Gede Bage atau Si Jalak Harupat, namun jika diinginkan untuk memiliki kondisi akustik dengan spesifikasi tertentu, dari sisi teknologi akustiknya dapat dirancang dan diinstalasikan.
Perlu juga untuk dipahami bahwa kondisi mendengarkan suara yang alami (misalnya keriuhan suara penonton langsung) dan suara buatan (keriuhan suara penonton yang diperkuat dan direkayasa dengan perangkat sistem tata suara) akan menghasilkan kesan dan apresiasi yang berbeda dari pendengarnya. Suara alami akan memberikan kesan dan apresiasi yang lebih baik, karena terjadinya sinkronisasi antara apa yang didengarkan dengan apa yang dilihat.
Jika yang dimaksudkan dengan ‘sistem akustik’ itu adalah sistem tata suara (sound system), maka pada umumnya yang diperlukan di stadion itu adalah sistem tata suara untuk keperluan ‘public address’ yaitu untuk keperluan menyampaikan pemberitahuan/pengumuman dari satu sumber (misalnya dari penyelenggara event) ke penonton.
Tidak umum jika sistem tata suara ini dimanfaatkan untuk memperkuat suara dari penonton karena karakteristik medan suara yang terdengar menjadi ‘sangat artifisial’. Namun, jika hal itu dimaksudkan untuk menambah suasana ‘keriuhan atmosfer’nya, meskipun medan suaranya ‘tidak alami’ bisa saja dilakukan/dipasangkan.
Secara sederhana, apa saja yang dipasang dalam penerapan sistem akustik yang menunjang untuk stadion?
Jika ‘sistem akustik’ yang dimaksud adalah bidang-bidang permukaan, yang perlu diperhatikan adalah hampir semua bidang-bidang permukaan yang ada di dalam stadion itu sendiri, misalnya permukaan-permukaan bangunan tribunnya, atapnya, tembok pembatas stadion dan sebagainya.
Sementara jika yang dimaksudkan ‘sistem akustik’ itu adalah “sound system”, maka yang diperlukan adalah sound system biasa yang cukup lengkap dan tepat kapasitas dayanya dengan pemilihan speaker, penempatan dan set-up sistemnya yang tepat. Semuanya itu bisa dirancang dan di-instalasi dengan ‘ketepatan parameter akustik-nya’ sekelas dengan ‘ketelitian’ Concert Hall. Dalam hal ini penentuan besaran ‘parameter akustik’nya perlu di-definisikan sejak awal.
Bila diterapkan di Stadion Gelora Bung Karno di Senayan, kira-kira berapa gambarannya biaya penerapannya? Dan berapa lama? Apakah ada rasionya, perhitungannya berdasarkan kapasitas stadion?
Jika yang dimaksudkan adalah penerapan sistem tata suara (sound system), maka perkiraan biayanya tentunya akan berbasis kepada kondisi parameter akustik yang ingin dicapai, dan mesti dilakukan survei dan perancangan awalnya. Perkiraan waktu perancangan dan instalasi sound system tidak lebih dari 6 bulan. Dengan perkembangan teknologi akustik saat ini, sudah dapat dilakukan ‘Auralisasi’ yaitu diperdengarkan dan ditunjukkan secara simulasi elektronik karakteristik suara yang akan dihasilkan dari perancangan dan instalasi sistem tata suara & perancangan akustiknya.
Dalam kasus Stadion Gede Bage yang sedang dalam tahap pengerjaan apakah, bila belum ada sistem akustik dalam perencanaannya, masih bisa dibenamkan di saat proses finishing bangunan?
Tentu saja masih bisa dirancangkan dan diinstalasikan sistem tata suara (berbasis sound system) yang sesuai dengan objektif yang diinginkan, meskipun belum tentu dapat menghilangkan ‘cacat akustik’ yang sudah ‘tertanam’ di dalam design arsitekturnya. Jika terjadi ‘cacat akustik’ (misalnya echo yang panjang, flutter echo dsb.) ‘mungkin’ akan diperlukan re-design dari sisi arsitektur atau interior-nya.
Untuk sistem akustik di stadion tertutup, atau indoor apakah ada bedanya dengan outdoor dalam hal tujuan pemasangannya?
Tentu saja akan berbeda, karena pada ruang tertutup akan menghasilkan apa yang disebut dengan dengung (di ruang setengah terbuka juga terjadi dengung tersebut). Prospek terjadinya ‘cacat akustik’ berupa dengung yang berkepanjangan atau echo menjadi sangat mungkin terjadi.
Dalam hal ini, penanganan dan penanggulangannya tidak bisa hanya berbasis kepada penerapan sound system saja, karena cacat akustik itu mesti ditangani dari sisi arsitektur dan/atau interiornya. Objektif dari karakteristik akustik yang diinginkan, yang dinyatakan dengan besaran kuantitatif parameter-parameter akustiknya (parameter temporal, spektral dan spatial) perlu untuk ditetapkan secara tepat sejak awal dan menjadi ukuran keberhasilan perancangan dan instalasinya. Instalasi yang asal pasang atau asal keras suaranya tanpa dilengkapi dengan besaran kuantitatif parameter-parameter akustiknya akan menghasilkan kualitas medan suara yang buruk.
Biasanya apa yang dilakukan untuk mengaplikasikan desain akustik di stadion?
Secara umum, untuk memperkuat suara alami dari penonton ke arah lapangan, maka yang diperlukan adalah adanya panel permukaan-permukaan pemantul suara (terutama sekali pada posisi di belakang dan di atas area penonton. Hal ini akan mengubah tampilan interior di area tribune penonton.
Rancangannya akan sangat bersifat ‘customize’ yang akan berbeda antara satu stadion dengan stadion lainnya. Di samping itu, pemasangan panel-panel akustik mesti dikoordinasikan juga dengan arsitek atau juga sipil, untuk menjamin sisi konstruksi & kekuatannya. Sementara tempat duduk penonton sebaiknya memakai bahan material yang keras (tidak empuk) agar tidak menghasilkan penyerapan suara.
Untuk stadion yang bersifat terbuka (tanpa atap di tribun penonton) maka suara keriuhan penonton tidak dapat diperkuat dari bagian atasnya. Pada kondisi ini, pemantulan suara hanya dapat dilakukan dari pemasangan panel pemantul suara di belakang tribun penonton saja. Dan penguatan yang dihasilkannya tidak begitu besar.
Kalau di Stadion Gelora Bung Karno misalnya, bagaimana?
Dalam hal stadion GBK, pemasangan pemantul suara di atas area tribun penonton sangat memungkinkan untuk dilakukan. Perlu dilakukan perancangan dan pemilihan material yang tepat serta pemasangannya yang tepat pula.Tentunya, capaian nilai parameter akustik yang dihasilkan di posisi target design-nya akan terbatas oleh dimensi spatial yang ada.
Perancangan dengan dukungan software komputer akan dapat menunjukkan seberapa besar perubahan kondisi medan suara yang dihasilkannya (memanfaatkan kemampuan untuk melakukan ‘auralisasi’). Untuk kasus stadion GBK, karena merupakan stadion kebanggaan bangsa, memang sangat perlu untuk dievaluasi dan diperbaiki kondisi akustiknya, sehingga dapat menghasilkan ‘suasana yang khas’ dan ber’gengsi’. Semoga dengan hasil evaluasi dan perbaikan tersebut, dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan kebanggaan insan olahraga khususnya dan bangsa secara umum.
Sumber: Okezone.com