CV I Made Suardipa

by depooo

Saya I Made Suardipa yang sering di sapa (Dekpo) , saya tinggal di kapal dan lahir di wangaya pada tanggal 27 April thn 1995. Dan saya mecari ilmu di ( TK KUMARASTANA 2 KAPAL)dan SD NEGERI 2 KAPAL , SMP NEGERI 2 mengwi , SMA 5 DENPASAR, dan sekarang melanjutkan ke ISI DENPASAR. Saya dua bersaudara ,memiliki kakak tetapi kakak saya sudah menikah dan sekarang sayapun sendiri dirumah bersama kedua orang tua saya tercinta . di masa saya Tk saya sangat terkenal bengalnya tapi agak belengih istilah balinya, kalau diibaratkan kekata indonesia adalah seperti anak cengeng. Tapi meskipun saya dibilang cengeng sama temen-temen di kelas saya sangat rajin menjawab pertanyaan dari guru yang mengajar saya waktu Tk. Tidak kalah menariknya lagi di Smp saya di bilang anak yang berbakat dari segala bidang, terutama di bidang olah raga dan seni budaya. Setiapa ada perlombaan di bidang olahraga saya selalu di panggil oleh guru olah raga di Smp untuk mewakili sekolah dalam perlombaang teni meja dan sepak bola. Disana saya mendapatkan banyak pengalaman yang tak bisa saya lupakan. Karena saya mendapat juara 1 antar Smp di wilayah kecamatan mengwi, dan saya pun di kirim ke tingkat kepropinsi tapi disini saya di uji mental yang sangat berat karna sulit untuk mengalahkan lawan-lawan dari sekolah lain, jelas tentu karena saya melawan orang yang sudah menjuarai disetiap kecamatan di seluruh Bali. Disana saya mendapatkan pengalaman yang sangat luar biasa karena saya sudah mampu ketingkat provinsi.

Saya sangat bangga memiliki orang tua seperti mereka ,mereka sangat bekerja keras mencari uang untuk memberikan apa yang saya perlukan untuk kuliah . saya memiliki hobi bermain sepak bola dan bermain musik bali ( Gambelan ) .saya sangat banyak mendapatkan pengalaman karena hobi saya bermain music bali ,ada satu pengalaman saya saat mengikuti kompetisi beleganjur tingkat kabupaten badung . saya sangat senang dan bangga dapat mengikuti kompetisi trsebut . karna disana saya mendapatkan suatu hal yang sangat berguna bagi diri saya sendiri . saya akan sedikit bercerita tentang pengalaman saya saat mengikuti kompetisi di kabupaten badung .

Suatu ketika pada malam minggu saya berkumpul bersama teman-teman saya di suatu sanggar yang bernama ( sanggar lingga jati ) disana saya dan kawan-kawan sedang bercanda tawa dan melakukan parum besar atau istilah bali di sebut sangkep. Disana kita melakukan parum tentang kesiapan kita dalam melakukan perlombaan tersebut dan semua kawan-kawan bersemangat dan siap untuk melakukan perlobaan itu. Dan ketua sanggar pun tidak berkata apa lagi dan segera menyusun jadwal latyand. Semuapun sepakat dengan jadwal yang di susun oleh ketua . latyand pun sepakat setiap hari senin , rabu , dan minggu . hari senin pun sudah tiba , saya bersama teman-teman pun semngat untuk latihan pada hari pertama yang sering juga di sebut nuasen.tak disangka watu berjalan sangat cepat proses demi demi proses sudah dilewakan .terwujulah garapan beleganjur yang diberi nama SURA BELAWA . Seiring berjalannya waktu dan ltyand pun sudah dilaksanakan dengan baik dan matang . tepat pada tanggal 8 April perlombaan akan dilakukan ,disna saya merasakan ketegangan yang sangat besar dan tanggung jawab yang besar. Saya pun bersam teman-teman bergegas menuju pure untuk melakukan persembahyangan dan meminta restu biar kita di berikan kekuatan ,ketenangan ,dan kesuksesan saat pentas . pentaspun telah usai , sambil beristirahat setelah pentas dan menunggu hasil keputusan juri. Dan apa yang di harapkan terwujudkan dengan pengemuman penabuh SURA BELAWA mendapakan juara satu. Amat sangat senang dan gembiranya penabuh dan ketua . karna SURA BELAWA akan di pentaskan kembali di ajang yang lebih besar yaitu pentas ke PKB .

Kesempatan untuk pentas ke PKB sangat membanggakan karna jarang orang mendapatkan kesempatan untuk pentas di PKB . tak menunggu waktu banyak lagi ketua pun mulai menyusun jadwal latihan untuk pentas di PKB. Jadwal pun sudah di umukan oleh ketua yaitu pada hari selasa dan minggu . hari selasa pun telah tiba dan latyand segera dilaksanakan , semangat yang gebu – gebu di dalam hati para penabuh tak mensulitkn untuk membuat karya baru lagi. SURE BELAWA akan di pakai lagi sebagai judul garapan . seiringnya waktu kemalasan dan disiplin para penabuh menurun dratis , tak sering ltyand selalu di batalkan karna bnyak penabuh yang tak bisa datang . hal itu sudah terbisa dalam suatu proses latyad . ketidak disiplinan para penabuh itu segera di rubah dengan penatar oleh pelatih tabuh kami. Dan latyand pun kembali semngat , para penabuh kembali memperindah dan membuat sempurna lagi garapan tersebut . hari demi hari berjalan dan lantihan pun sangat padat dilakukan oleh penabuh demi mempreroleh garapan yang sangat sempurna. Siang, malam, pagi terus seperti dan tak kenal lelah. Sewaktu setika ada penabuh sura belawa terkena penyakit yang sangat parah disini lah pengalaman kebersamaan para penabuh yang sangat erat diperlihatkan, demi cepat sembuhnya teman kita yang sangat penting di penabuh sura bekawa. Menunggu kesembuhan teman kita, kita terus melanjutkan latyand untuk memuaskan gaerah pelatih. 2minggu suadah berjalan teman kita yang kita tunggu sudah sembuh dari penyakitnya dan bisa melanjutkan latyand kembali seperti semula. Tinggal menunggu hasil handingnya aja semngat teman-teman (suara lantang dari pelatih). tak disangka waktu pun sangat cepat berlalu . tepat pada tanggal 28 JUNI pementasan SURA BELAWA akan dilaksanakan .

tgl 28 JUNI telah datang dan kecemasan dan keteganggan para penabuh telah muncul . pementasan akan dilaksana kan di GEDUNG NATYA MANDALA .karna pementasan ini sangat ditunggu – tunggu oleh para seniman bali dan masyarakat di seluruh bali. Pementasan ini yang akan memperlombakan setiap kabupaten 1 kontingen . pementasan akan di segera di mulai . SURA BELAWA mendapatkan no undi 3 dan no undi 2 pun telah usai di pentaskan . dan semngat yang menggebu-gebu telah dirasakan oleh para penabuh . saya tidak lupanya memanjatkan doa terus menerus untuk menghilangkan rasa tegang dan rasa cemas saya. rasa cemas dan ketegangan semakin menambah . sewaktu pentas saya selalu tersenyum dan menampilkan pementasan yang terbaik demi Kabupaten Badung yang saya banggakan. Sayup-sayup terdengar dari jauh yang diberikan pendukung atau penonton yang sudah mau datang dan berpartisipasi untuk member semangat kepada penabuh Sura Belawa. Semgat saya pun bersama teman-teman semakin menggebu-gebu untuk bisa memberikan penampilan terbaik. pentas pun telah dilaksana kan oleh penabuh SURA BELAWA . para penabuh sangat puas dengan penampilan tadi. Setelah pentas para penabuh menunggu hasil pementasan tadik . dan akhirnya rasa cemas ,tegang,lelah,sudah terbayarkan oleh hasil yang kita tunggu –tunggu dari dulu , kita mendapatkan juara 1…..se bali ….. hidup SURA BELAWA….sejak dari lesei pementasan itu saya merasa sangat bangga dan bahagia karena bisa membanggakan orang tua saya . saya pun memulai mersakan kehidupan yang sangat bersyukur menjadi seniman di masa muda. Tantangan yang saya alami pada oroses pembuatan garapan beleganjur tersebut diantaranya kedisiplinan antar penabuh , penabuh dengan pelatih tabuh , waktu kedatangan yang paling sering menjadi pembicara di antara teman- teman penabuh .demikianlah cerita cerpen saya dan pengenalan tentang diri saya ,tentang pengalaman saya semoga dapat bermaafaat bagi yang membacanya ……

 

Gamelan Jegog APRIL 27, 2014 GAMELAN JEGOG DENGAN KEKAYAAN KESENIANNYA

Kekayaan seni tradisi di Indonesia termasuk di dalamnya seni musik, merupakan kekayaan luar biasa yang tak semua negara dan bangsa memilikinya. Keberagaman seni tradisi yang ada di Indonesia merupakan anugerah yang tumbuh dan berkembang dari daerah dan kepercayaan masyarakat yang juga sangat beragam. Masing-masing daerah di Indonesia yang memiliki sejarah panjang tentang peralihan kepercayaan dalam kehidupan sehari-harinya juga turut memperkaya seni tradisi, selain secara demografis perbedaan daerah satu dengan yang lainnya, yang melahirkan perbedaan adat dan kebiasaan, yang juga merupakan salah satu elemen penting dalam perkembangan seni tradisi, seperti gamelan Jegog misalnya.
Secara ringkas bahwa sejarah seni musik dan tradisi yang terdapat di suatu daerah akan memiliki hubungan dengan adat istiadat, selera masyarakat, kepercayaan dan letak wilayah geografinya. Hubungan tersebut mempengaruhi bentuk kesenian, seni musik, dan alat musik yang dimainkan. Salah satu contohnya adalah gamelan Jegog. Karena itulah satu kesenian yang tumbuh di satu daerah akan berbeda dengan daerah lain sekalipun kesenian tersebut menggunakan instrument atau alat musik yang sama. Keberagaman ini tentu saja akan menjadi kekayaan tak ternilai bagi bangsa dan negara Indonesia. Kekayaan berupa keberagaman seni tradisi itu akan benar-benar menjadi salah satu kekuatan apabila pemerintah secara arif dan bijaksana memelihara sekaligus mengembangkan masing-masing seni tradisi ini. Namun sebaliknya apabila tidak dipelihara dan dikembangkan, lambat laun seni tradisi yang beragam ini akan terlindas oleh seni modern yang tumbuh dan berkembang dari budaya kapitalis modern.
Tentu saja bila hal ini terjadi maka pada suatu hari nanti, generasi muda Indonesia selanjutnya akan semakin asing dan terasingkan dari seni tradisi. Bisa jadi misalnya mereka tak akan kenal lagi dengan yang namanya gamelan, apalagi memainkannya. Atau bisa jadi kesenian tradisi yang sebenarnya tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat tradisional Indonesia ini akan dicaplok negara lain, karena diketahui bahwa pemerintah dan masyarakatnya sendiri sudah tidak peduli dan enggan memelihara serta mengembangkan kesenian tersebut.
Tempat Asal Gamelan Jegog
Gamelan Jegog berasal dari daerah Jembrana, Bali, yang memiliki keadaan tanah yang tidak rata. Keadaan alamnya kering, berbeda dengan daerah lainnya di Bali yang berupa pegunungan landai yang ditunjang oleh pertanian. Di Jembrana banyak tumbuh pohon bambu dengan ukuran yang besar-besar. Kondisi alam seperti itulah yang mendorong seniman di sana untuk menciptakan alat musik dari bamboo, salah satunya adalah gamelan Jegog ini.
Kabupaten Jembrana terletak di Bali bagian barat. Di utara berbatasan dengan Kabupaten Buleleng, di timur berbatasan dengan Kabupaten Tabanan, di selatan berbatasan dengan samudera Hindia dan di barat dengan Selat Bali. Di Bali terdapat kurang lebih 28 jenis alat musik atau perangkat gamelan yang memiliki bentuk dan gending dengan warna suara, fungsi instrumentasi, karakter dan repertaire gending yang berbeda-beda.
Jembrana terkenal dengan masyarakatnya yang menyukai perlombaan/ pertandingan, khususnya kesenian jegog, seperti mabarung (adu kendang), jegog mabarung (adu jegog), makepung (balapan kerbau), mabente (adu kaki), majengka (adu panco), dan mapentilan (adu nyentil jari).
Sifat masyarakat yang gemar melakukan pertandingan tersebut terlihat pada bentuk kesenian/alat musiknya, seperti gamelan Jegog yang dibuat dengan ukuran yang besar agar tidak kalah tersaingi dengan alat musik lainnya. Tentu saja dari kebiasaan ini pula melahirkan bentuk gamelan dan kesenian yang berbeda dibanding dengan tempat lain. Gamelan Jegog melahirkan melodi yang sangat khas, sehingga sekali dengar akan mudah membedakannya dengan gamelan Jawa atau gamelan Sunda.
Gamelan Jegog
Gamelan jegog adalah seperangkat gamelan yang dibuat dari bahan bambu dengan bentuk dan ukuran yang besar. Gamelan Jegog adalah gamelan yang masih terbilang baru, muncul pada awal abad XX Masehi. I Nyoman Rembang menyatakan bahwa perkembangan gamelan Bali dibedakan mejadi tiga kelompok, yaitu:
• Kelompok gamelan tua, yaitu gamelan yang diperkirakan sudah berkembang dari sebelum abad X Masehi. Gamelan ini merupakan bagian dari peralatan ibadah masyarakat pada waktu itu. Sehingga gamelan ini berfungsi tidak saja sebagai alat bermain musik melainkan bagian dari tradisi ibadat sehingga dianggap sakral seperti gamelan sekaten di Jawa Tengah.
• Kelompok gamelan madya, yaitu gamelan yang diperkirakan berkembang sesudah abad X Masehi.
• Kelompok gamelan muda, yaitu gamelan yang diperkirakan berkembang sejak awal abad XX Masehi.
Kesenian Jegog
Dalam perkembangannya seni tradisi tidak bisa dipisahkan dari pengaruh asing atau pengaruh dari luar yang tidak semuanya bersifat negatif. Beberapa pengaruh dari luar itu ketika disikapi dengan bijaksana, bisa merupakan sumber inspirasi sehingga pada akhirnya bentuk kesenian itu menjadi lebih kaya warna. Tentu saja pengaruh itu diterima setelah terjadi perenungan dan berbagai pertimbangan semata-mata untuk perkembangan dan kemajuan kesenian itu sendiri. Pengaruh luar itu datang dari daerah lain baik pengaruh sosial, budaya, adat istiadat maupun dalam bentuk kesenian. Bisa juga pengaruh itu datang dari luar negeri yang secara tradisi, sosial, budaya memang sangat berbeda.
Kesenian Jegog misalnya dalam perkembangannya terlihat sekali telah mendapat pengaruh dari luar/asing. Hal ini dapat disaksikan dari kostum yang digunakan oleh para pemainnya, perempuan menggunakan celana pendek dan stoking, laki-laki menggunakan celana, jaket, dasi, kacamata hitam, dan sepatu bot. Kostum yangdigunakan oleh pemain perempuan dan laki-laki ini tampak sekali menyerap dari pengaruh Eropa atau Amerika. Pengaruh ini terjadi sebagai dampak dari pertemuan, persinggungan yang terus-menerus dari orang-orang asing terhadap kehidupan seniman dan masyarakat Jembrana secara khusus dan masyarakat Bali pada umumnya. Pengaruh dari cara berpakaian ini kemudian diadopsi sehingga pada akhirnya kesenian gamelan Jegog terlihat lebih modern atau setidak-tidaknya telah berani menerima perubahan.
Demikian pula pada sisi keseniannya, Gamelan Jegog dipengaruhi pula oleh Hadrah yaitu jenis kesenian musik dari komunitas Loloan. Lama-kelamaan kesenian Jegog dilengkapi dengan tari-tarian, dan sempat menjadi drama Jegog, yaitu drama tradisional yang diiringi oleh gamelan Jegog.
Setiap instrumen dalam gamelan Jegog memiliki fungsinya sendiri dalam menyajikan suatu materi gending. Gabungan dari fungsi setiap instrumen tersebut menghasilkan gending yang menjadi ciri khas gamelan Jegog.
Kesenian gamelan Jegog kemudian tumbuh dan berkembang sebagai kesenian yang multi kultur dengan tetap menitik beratkan gamelannya yang terbuat dari bambu, salah satu potensi dan kekayaan masyarakat Jimbrana. Gamelan Jegog yang lebih atraktif dengan kostum yang terlihat lebih simple inilah semakin mengesankan bahwa kesenian ini yang tidak kaku atau siap menerima pengaruh tidak saja dalam bentuk kostum tapi juga pada nyanyian dan melodinya sepanjang bisa dihasilkan oleh alat musik yang terbuat dari bambu. Hal ini pula yang menyebabkan gamelan Jegog kemudian lebih popular dan diterima masyarakat modern dibanding kesenian tradisi lainnya.
Sumber : ( Pak Sutama, 1990:55 )

ENSAMBEL GONG KEBYAR April 22, 2014 ENSAMBLE GONG KEBYAR MERUPAKAN BARUNGAN BESAR

1.1 Landasan Teori
Gong Kebyar adalah sebuah barungan baru. Sesuai dengan nama yang diberikan kepada barungan ini (Kebyar yang bermakna cepat, tiba-tiba dan keras) gamelan ini menghasilkan musik-musik keras dan dinamis. Gamelan ini dipakai untuk mengiringi tari-tarian atau memainkan tabuh-tabuhan instrumental. Secara fisik Gong Kebyar adalah pengembangan kemudian dari Gong Gede dengan pengurangan peranan, atau pengurangan beberapa buah instrumennya. Misalnya saja peranan trompong dalam Gong Gebyar dikurangi, bahkan pada tabuh-tabuh tertentu tidak dipakai sama sekali, gangsa jongkoknya yang berbilah 5 dirubah menjadi gangsa gantung berbilah 9 atau 10 . cengceng kopyak yang terdiri dari 4 sampai 6 pasang dirubah menjadi 1 atau 2 set cengceng kecil. Kendang yang semula dimainkan dengan memakai panggul diganti dengan pukulan tangan. Gong Kebyar berlaras pelog lima nada dan kebanyakan instrumennya memiliki 10 sampai 12 nada, karena konstruksi instrumennya yang lebih ringan jika dibandingkandengan Gong Gede. Tabuh-tabuh Gong Kebyar lebih lincah dengan komposisi yang lebih bebas, hanya pada bagian-bagian tertentu saja hukum-hukum tabuh klasik masih dipergunakan, seperti Tabuh Pisan, Tabuh Dua, Tabuh Telu dan sebagainya. Lagu-lagunya seringkali merupakan penggarapan kembali terhadap bentuk-bentuk (repertoire) tabuh klasik dengan merubah komposisinya, melodi, tempo dan ornamentasi melodi. Matra tidak lagi selamanya ajeg, pola ritme ganjil muncul di beberapa bagian komposisi tabuh.
Barungan Gong Kebyar bisa diklasifikasikan menjadi 3 :
Utama = Yang besar dan lengkap
Madya = Yang semi lengkap
Nista = Yang sederhana
1.2 Struktur Gong Kebyar
Gong Kebyar merupakan salah satu perangkat/barungan gambelan Bali yang terdiri dari lima nada(panca nada) dengan laras pelog, tetapi tiap-tiap instrument terdiri sepuluh bilah.
Oleh karenanya gong kebyar menjadi satu barungan gambelan tergolong baru jika dibandingkan dengan jenis-jenis gambelan yang ada saat ini seperti misalnya, gambelan Gambang, Gong Gde, Slonding,Semara Pegulingan dan masih banyak yang lainnya.
Barungan gong kebyar terdiri dari :
Dua buah (tungguh) pengugal/giying
Empat buah (tungguh) pemade/gansa
Empat buah (tungguh) kantilan
Dua buah (tungguh) jublag
Dua buah (tungguh) Penyacah
Dua buah (tungguh) jegoggan
Satu buah (tungguh) reong/riyong
Satu buah (tungguh) terompong
Satu pasang gong lanang wadon
Satu buah kempur
Satu buah kemong gantung
Satu buah bebende
Satu buah kempli
Satu buah (pangkon) ceng-ceng ricik
Satu pasang kendang lanang wadon
Satu buah kajar
1.3 FUNGSI MASING-MASING INSTRUMENT & TEKNIK PERMAINAN
Gamelan gong kebyar memiliki instrumentasi yang cukup besar. masing-masing instrument dalam barungan memiliki fungsinya tersendiri sesuai dengan ciri khas gamelan gong kebyar yaitu “ngebyar”. Sesuai dengan namanya gong kebyar, penerapan teknik juga enerjik. Repertoar gamelan gong kebyar memakai teknik-teknik yang sangat komplek. Masing-masing instrument telah memiliki teknik tersendiri dalam sebuah lagu. Begitu juga fungsi alat dalam perangkat/barungan saat memainkan lagu disesuaikan dengan kebutuhan lagu yang dibawakan.
Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkansebagai berikut:
• Satu tungguh Trompong Dalam barungan gong kebyar memiliki sepuluh buah Moncol/pencon Yang merupakan nada dan rendah sampai nada ndung tinggi. Instrumen ini dimainkan oleh seorang penabuh dengan dua tangan memakai panggul yang disebut panggul trompong. Dalam sebuah barungan, instrumentini berfungsi untuk pembawa lagu, juga membuka/pengawit sebuah gending yang dalam barungan membawa melodi dengan tekniknya tersendiri. Gagebug trompong Sekar tanjung susunnamanya. Sistem ini adalah gambaran keindahan permainantrompong yang dalam sub tekniknya seperti: Ngembat,ngempyung, nyilih asih, nguluin, nerumpuk, ngantu, niltil, ngunda dan ngoret .(bandem:1991:18).
• Satu tungguh instrument reyong. Instrumen riyong adalah suatuinstrument yang berbentuk memanjang. Instrumen ini memiliki jumlahm Moncol/pencon Sebanyak 12 buah dengan susunan nadadari nada : 5 7 1 3 4 5 7 1 3 4 5 7 dibaca Ndeng, ndung, ndang,nding, ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng, danndung. Reyong Dimainkan oleh empat orang penabuh dengan mempergunakan masing-masing dua buah panggul pada tangan kanan dan kiri. Teknik permainan yang diterapkan adalah tehnikubit-ubitan yang dalam barungan gamelan sepadan dengan Cecandetan, kotekan, tetorekan Yang mengacu pada teknik permainan polos dan sangsih Yang dalam lontar prakempa disebut Gagebug (bandem:1991:16). Lebih lanjut dalam lontar ini Gagebug rereyongan Disebut i gajah mina namanya. Pemain reyong pertama dan ketiga (dari kiri) memainkan pukulan polos , sedangkan pemain kedua dan keempat memainkan pukulan Sangsih. Setiap pemain reyong memiliki wilayah nada untuk dapat memainkan teknik-teknik di atas.
• Dua buah instrumen ugal. Instrumen Ugal/giying Adalah sebuahinstrument yang mempunyai jumlah bilah 10 (sepuluh) buah Dengan susunan nada-nadanya dari kiri ke kanan. 4 5 7 1 3 4 5 7 13 dibaca Ndong, ndeng, ndung, ndang, nding, ndong, ndeng,ndung, ndang, dan nding Instrumen ini dimainkan oleh seorang pemain dengan alat pemukul (panggul) . Fungsi dalam barungan adalah sebagai pembawa melodi dan memulai sebuah gending yang dibawakan. Selain itu instrument ugal dapat mengendalikan atau memimpin sebuah lagu untuk pemberian keras lirih/Nguncab-ngees Sebuah gending. Beberapa tehnik pukulannya adalah: Ngoret, ngerot, netdet, ngecek, neliti, ngucek,gegejer, oncang-oncangan dan ngantung.
• Gansa pemade dan gangsa kantil Barungan gong kebyar memiliki empat instrument gangsa pemade dan empat instrument gangsa kantil. Instrumen ini memiliki sepuluh nada dalam tungguhnya, dan urutan nadanya sama dengan instrument ugal.hanya saja instrument kantil lebih tinggi oktafnya dari gangsa pemade. Jadi secara estetika perbedaan oktaf tersebut untuk mendapatkan keseimbangan dan harmonisasi. Kedelapan instrumen ini berfungsi membuat jalinan-jalinan/Kotekan Dalam sebuah gending. Pemberian ilustrasi oleh instrument ini dapat memperkuat lagu pokok. Beberapa teknik Gagebug /pukulan yang diterapkan dalam instrument gangsa seperti: teknik pukulan Nyogcag, bebaru, tetorekan, norot, ngoret, niltil, ngucek, oncang- oncangan Dan lain –lain sesuai dengan kebutuhan gendingnya.
• Dua instrument Penyacah : instrumen ini mempunyai jumlah bilahsebanyak tujuh buah dengan susunan nada: 1 3 4 5 7 1 3 dibaca Ndang, nding, ndong, ndeng, ndung, ndang. Berfungsi sebagai pemangku lagu/mempertegas jalannya melodi (pukulannya lebihrapat dari jublag).secara fisik ukurannya lebih kecil dari instrument jublag. Teknik permainannya sangat melodis pada setiap matra lagu.
• Dua instrument Jublag . Instrumen jublag adalah suatu instrument yang memiliki jumlah bilah lima buah, dengan susunan nada 3 4 5 7 1 dibaca Nding, ndong, ndeng, ndung,ndang Besar kecilnya nada diambil dari instrument ugal/giying. Funfsinya dalam sebuah barungan adalah Sebagai pemangku lagu, memperkuat/mempertegas melodi pada ruas-ruas gending. Teknik pukulan yang diterapkan adalah: Neliti,magending, nyele/nyelah.
• Dua instrument Jegogan Instrumen jegogan merupakan instrument bilah yang paling besar ukurannya dalam barungan gong kebyar. Instrument ini memiliki bilah sebanyak lima buah dengan susunan nada 3 4 5 7 1 dibaca Nding, ndong, ndeng, Ndung ndang . Instrumen ini berfungsi sebagai pemangku Lagu dan memberikan aksentuasi kuat pada ruas-ruas gending (pukulannya lebih jarang dari jublag)
• Satu kempur: merupakan instrument berpencon yang besarnyamemiliki diameter 50-60 cm. Dengan digantung pada sebuah Sangsangan , instrument ini berfungsi sebagai pemangku Irama(ritme) dan sebagai pematok ruas-ruas gending serta sebagaipemberi aksen-aksen sebelum jatuhnya gong. Pola pukulannya dapatmemberikan identitas ukuran tabuh yang dibawakannya. Sepert:tabuh pisan satu kempur dalam satu gong, tabuh dua, ada duakempur dalam satu gongannya, dan seterusnya.
• Satu instrument Kemong : instrumen kemong adalah merupakaninstrument berpencon yang dalam Settingya Digantung pada Sangsangan Kecil yang disebut Trampa . Fungsinya dalambarungan adalah untuk pengisi ruas-ruas lagu. Biasanyapenerapan pukulan kemong pertanda gending yang dibawakantelah mencapai setengah dari gending secara utuh (kecualipengawak palegongan). Pola pukulannya adalah: Tunjang sari.
• Dua buah gong Lanang dan wadon : instrumen gong adalah instrument berpencon yang ukurannya paling besar dalam gong kebyar. Terbuat dari kerawang dan memiliki ukuran diameter 65 – 90 cm. Dilihat dari fungsinya, instrument ini berfungsi sebagaifinalis lagu (menghakhiri lagu). Sebagai finalis lagu instrument inimemiliki jenis pukulan yang disebut Purwa tangi
• Kendang lanang wadon: di atas telah dipaparkan tentanginstrument kendang. Akan tetapi dalam sebuah barungankendang berfungsi sebagai pemurba irama. Disamping itukendang dapat mengatur tempo, keras liris gending dan lain-lain.beberapa pukulan kendang antara lain: motif Bebaton, gegulet, jejagulan, bebaturan, gupekan, milpil , dan lain-lain.
• Beberapa suling dengan berbeda ukuran: suling merupakaninstrument melodis yang dalam komposisi lagu sebagai pemanislagu. Teknik permainan bisa simetris dengan lagu ataukahmemberikan ilustrasi gending baik mendahului maupunmembelakangi melodi gending.
• Satu ceng ceng kecek: secara fisik ceng ceng gecek memiliki dua bagian yaitu: dua alat pemukul (penekep) disebut bungan ceng ceng, dan ceng ceng tatakan. Dalam tatakan terdapat kurang lebih lima buah ceng ceng yang diikat pada pangkonnya. Untuk Memunculkan suara, ceng ceng penekep dipegang oleh dua tangan dan dimainkan dengan dibenturkan sesuai tekniknya. Adapun beberapa jenis pukulannya adalah: pukulan malpal, ngecek,ngelumbar dan lain-lain. Sedangkan fungsinya dalam barungan adalah untuk memperkaya ritme/angsel-angsel tanpa memakai tehnik jalinan.
• Satu buah kajar: instrument ini merupakan salah satu inmstrumen bermoncol/pencon yang berfungsi sebagai pembawa irama. Adapun jenis pukulannya adalah pukulan piñatas lampah yang artinya pola pukulan kajar yang mengikuti pola ritme yang ajeg dari satu pukulan ke pukulan berikutnya dalam jangka waktu serta jarak yang sama.
• Satu buah rebab: instrument rebab merupakan instrument gesek yang dalam barungan gamelan sebagai penyeimbang/ harmonisasi lagu. Instrumen ini membutuhkan pengeras suara karena secarakualitas suara sangat nyaring, namun tidak mampu menimbulkan suara keras. Sehingga instrument rebab sangat tepat diharmoniskan dengan suling, dan pada saat pementasan dibantu oleh pengeras suara
1.4 TATA PENYAJIAN
Sikap memainkan gamelan Bali memiliki makna yang sangat penting. Tidak hanya menyangkut kajian estetik keindahan, akan tetapi bagaimana energi disalurkan ketika memainkan gamelan. Posisi duduk seorang pemain gamelan ideal yaitu mengambil posisi silasana yaitu posisi duduk dimana kaki dilipat tertumpuk (kanan dan kiri) sedangkan posisi badan tegak, dan pandangan kedepan (lihat gambar). Dengan posisi yang benar dapat mendukung penampilan dan secara estetik tertata adanya. Aspek penampilan menjadi sangat besar pengaruhnya terhadap sebuah pementasan karena tanpa didukung oleh penampilan yang baik dan apik serta mempertimbangkan aspek keindakan akan tidak tercapai kaidah pertunjukan yang ada seperti: kompak, harmonis, selaras serasi dan seimbang. Sisi lain dari posisi duduk yang benar dapat memberikan energi yang penuh/total, sebab secara penyaluran energi yang seimbang keseluruh tubuh dapat menyebabkan kualitas pukulan terjaga intensitasnya.
Posisi tangan: Untuk dapat memainkan gamelan secara baik tentunya memegang panggul harus diperhatikan. Posisi tangan yang benar untuk memainkan instrument berbilah adalah tangkai panggul dipegang oleh tangan kanan dengan ibu jari berada sejajar dengan tangkai panggul bagian lebarnya, sedangkan keempat jari lainnya posisi terlipat (lihat gambar). Sedangkan untuk memainkan instrument berpencon posisi tangan mengikuti arah panggul, sedangkan telunjuk tanpa dilipat. Begitu juga pada instrument lainnya.
Menutup/tatekep: Barungan Gong Kebyar merupakan seperangkat gamelan yang memiliki instrumentasi yang sangat banyak. Hampir 30 -40 buah instrument yang sebagian besar merupakan instrument perkusif. (dipukul). Tehnik-teknik tersebut menyebabkan setiap kelompok instrument memiliki bunyi dan warna nada yang berlainan. Instrumen-instrumen Gong Kebyar yang dimainkan secara dipukul baik memakai tangan maupun memakai alat pemukul/panggul dalam gamelan Bali lazim disebut gagebug. Sedangkan instrument tidak dimainkan secara dipukul diantaranya: instrument suling (ditiup) dan instrument rebab (digesek). Setiap instrument memiliki jenis-jenis pukulan yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena terbatasnya informasi tentang identifikasi pukulan yang ada, maka dalam tulisan ini dicoba memberikan teknik dasar tentang memainkan gamelan Gong Kebyar secara konvensional serta mengacu pada sumber-sumber yang telah diakui keabsahannya.

Sumber:
• 1. I Wayan, 2002. Wayan Beratha Pembaharu Gamelan Gong Kebyar. Yogyakarta, Tarawang.
• 2. I Made Bandem, Mengenal Gamelan Bali ( Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar, 1982).
• 3. I Gusti Ngurah Rai Mirsha, et.al., Sejarah bali (Denpasar; Proyek Penyusunan Sejarah Bali Pemerintah Daerah Tingkat I Bali, 1986), hal. 165-202
• Windha, I Nyoman, dkk.. 1985. “Aspek-Aspek Penggarapan Karawitan Bali di ASTI Denpasar”. Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.
• Mustika, Pande Gede, I Nyoman Sudiana dan I Ketut Partha. 1996. Menenal Jenis-Jenis Pukulan dalam Barungan Gamelan Gong Kebyar.Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar

Ensambel besar gambelan balaganjur Posted on selasa , April 29 ,2014 in Karya GAMBELAN BALAGANJUR ENSAMBEL BESAR

1 . Gambelan Balaganjur
Gambelan merupakan satu istilah yang tidak asing lagi didengar oleh kalangan parapengrawit. Bagi parapengrawit, gambelan menapakan alat/instrument/media ungkap/prabot garap yang digunakan untuk menggarap sebuah komposisi tabuh/gending. Secara umum gambelan mempunyai pengertian sebagai instrumen musik tradisional yang memakai system laras pelog dan selendro. Dalam kehidupan masyarakat Bali, gambelan mempunyai peranan yang sangat signifikan, yang mana peranannya selalu dapat dikatakan dengan beberapa buah sistem seperti sistem religi, sistem social, dan sistem mata pencaharian.
Gambelan yang merupakan hasil dari kreaktivitas manusia sudah tentunya tidak bersifat statis, akan tetapi akan selalu berkembang, bergerak menuju sesuatu pembenahan, perubahan dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan peradaban. Hal ini sejalan dengan teori evolusi sosial universal yang mengungkapkan bahwa manusia dan kebudayaannya akan terus berkembang dari tingkat yang rendah dan sederhana, ketingkat-tingkat yang makin lama makin tinggi. Di Bali, perkembangan gambelan telah melalui beberapa lintasan sejarah. Studi sejarah dan eknomusikologi telah banyak memberikan petunjuk yang sangat berharga guna melihat dn memahami perkembangan gambelan Bali secara konprensip.
Gambelan Balaganjur merupakan salah satu gambelan Bali yang digolongkan ke dalam kelompok gambelan madya dan diperkirakan berkembang setelah abad ke-10. Gambelan ini merupakan sebuah bentuk music prosesi yang memiliki perangai keras, didominasi oleh alat-alat perkusi dalam bentuk lepas (tanpa trampa). Dalam decade terakhir ini, perkembangan gambelan Balaganjur dapat dikatakan menglami masa kejayaannya. Terbukti dari semarak dan populernya music Balaganjur di kalangan masyarakat Bali terutama dikalangan generasi muda. Barungan ynag memiliki instrumentasi yang cukup simple ini memiliki karakter yang keras, berat, dinamis dan mendebarkan, sehingga sangat tepat dipakai sebagai music penyemangat, apalagi dimainkan oleh para generasi muda memiliki krkter sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh gambelan ini.
2 . Instrumentasi dan Fungsi Instrumen Gambelan Balaganjur
Gambelan balaganjur tentegrasi dari beberapa jenis instrumen yang memiliki perangai keras dan didominasi oleh alat-alat perkui dalam bentuk lepas (tanpa trampa). Ditinjau dari aspek orkestrasi, secara umum keberadaan barungan gambelan Balaganjur dapat merupakan barungan gambelan yang tersendiri, dan dapat juga merupakan barungan terbentuk dari pencopotan beberapa instrumen gambelan lainnya seperti gambelan Babonangan, Gong Gede, Gong Kebyar, dan lain-lainnya. Adapun instrumen-instrumen tersebut diantaranya : Kendang
Kendang merupakan salah satu instrumen yang digolongkan kedalam jenis instrumen membranofon. Jenis kendang yang dipergunakan dalam barungan gambelan Balaganjur adalah sepasang (2buah) kendang cedugan atau kendang pepanggulan lanang (male) dan wadon (female). Kendang ini dimainkan dengan mempergunakan panggul kendang. Fungsi kendang dalam barungan gambelan Balaganjur adalah sebagai pemurba irama, dan tugas pemain kendang adalah sebagai pemimpin didalam memberikan aba-aba atau komando kepada penabuh lainnya dalam memainkan reportoar Balaganjur.
Ceng-ceng Kopyak
Ceng-ceng adalah merupakan salah satu intrumen yang bahannya terbuat dari perunggu dan timah dikolompokan kedalam keluargapencon. Hampir dalam setiap barungan yang tergolong madya dan baru menggunakan instrument ini. Kendati demikian, ceng-ceng yang dipergunakan dalam barungan gambelan Balaganjur adalah instrument ceng-ceng kopyak. Ceng-ceng kopyak adalah ceng-ceng yang ukuran diameternya berkisar antara 21-25cm. cara memainkannya adalah dengan cara membenturkan dengan pasangannya. Untuk satu pasang ceng-ceng kopyak dikenal dengan istilah cakep. Dalam gambelan Balaganjur umumnya menggunakan 8-10 cakep ceng-ceng kopyak. Fungsi ceng-ceng kopyak adalah untuk memperkaya ornamentasi ritme dalam sebuah reportoar Balaganjur.
Riyong
Riyong adalah merupakan salah satu jenis instrument idiophone yang juga digolongkan kedalam keluarga pencon. Material instrument ini terbuat dari perunggu. Dalam gambelan Balaganjur, secara umum memakai empat buah riyong yaitu dari nada dong(4), deng (5), dung (7), dan dang(1). Untuk memainkannya dalam sebuah prosesi Balaganjur, diperlukan empat orang penabuh, dan setiap penabuh membawa sebuah riyong. Fungsi riyong dalam sebuah penyajian reportoar Balaganjur adalah sebagai pemangku melodi.
Ponggang
Ponggang adalah instrument yang sama bentuknya sama dengan riyong. Dalam dalam satu tungguh riyong gambelan Gong Kebyar atau gambelan Gong Gede, ponggang terdapat pada nada dung (7)dan dang(1) yang paling besar dari sederetan nada riyong tersebut. Namun khusus dalam prosesi Balaganjur, ponggang merupakan instrument lepas yang dimainkan oleh dua orang penabuh dengan mempergunakan alat pukul yang mirip dengan riyong namun ukurannya lebih besar, dan dipukul secara bergantian mengikuti melodi riyong. Fungsi ponggang dalam barungan gambelan Balaganjur adalah sebagai peniti lagu dan member tekanan-tekanan atau aksen-aksen melodi.
Kajar dan Tawa-tawa
Instrumen Kajar dan Tawa-tawa adalah instrument yang berfungsi sebagai pemegang mantra atau tempo. Dalam gambelan Balaganjur, biasanya digunakan salah satu instrument tersebut. Kendatipun Kajar dan Tawa-tawa pada prinsipnya dalam gambelan Balaganjur memang sama sebagai pemegang tempo, namun kedua instrument ini memiliki sedikit perbedaan pada bentuk instrument dan cara memainkannya.
Kajar merupakan salah satu jenis instrument pencon yang materialnya terbuat dari perunggu dan bentuk tungguhannya memakai tatakan kajar, untuk memainkan instrument ini caranya adalah dengan memukul pada bagian penconnya dan bagian pinggirpenconnya ditutup dengan cara telapak tangan ditempelkan pada bagian itu. Alat yang dipakai untuk meainkan kajar adalah panggul kajar.
Tawa-tawa adalah sebuah instrument pencon yang juga terbuat dari perunggu, berbentuk bundar dengan ukuran garis tengah sekitar 31cm. Perbedaannya dengan kajar adalah dalam memainkan tawa-tawa tidak menggunakan tatakan seperti tungguhan kajar. Tawa-tawa dimainkan dengan dengan cara meletakannya diatas tekukan tangan kiri dan dipegang pada bagian bads. Selain itu, tawa-tawa dimainkan dengan tanpa penutup bunyinya seperti yang dilakukan saat memainkan kajar.
Kempli
Kempli adalah instrument yang bentuknya sama seperti kajar. Instrument kempli dalam gambelan Balaganjur dimainkan atau ditabuh oleh seorang penabuh dengan menggunakan sebuah panggul yang bentuknya serupa dengan panggul kajar atau panggul kempur yang ukurannya relative lebih kecil. Fungsi instrument ini adalah sama seperti kajar, namun hitungan sekali pukulan kempli umumnya adalah dua kali pukulan kajar.
Gong
Gong adalah merupakan salah satu jenis instrument pencon yang ukurannya paling besar dalam keluarga pencon. Gong bentuknya bulat dan materialnya ada yang terbuat dari besi dan ada yang terbuat dari perunggu. Didalam barungan Balaganjur yang konplit dipergunakan sepasang (2buah) gong yaitu lanang-wadon. Penempatan instrument ini biasanya digantung dengan menggunakan sebuah sanan/sangsang gong. Untuk memainkannya, gong dipukul pada bagian penconnya dengan sebuah panggul gong. Fungsi gong dalam gambelan Balaganjur adalah sebagai tonika dan finalis dari suatu lagu yang dimainkan.
Kempur/Kempul
Kempur/Kempul juga merupakan instrument yang berasal dari keluarga pencon. Bentuk instrument ini menyerupai instrument gong namun ukurannya lebih kecil. Cara memainkan Kempur/Kempul adalah sama dengan memainkan gong yaitu dipukul pada bagian penconnya, namun ukuran panggul yang dipergunakan untuk memukul kempur lebih kecil dari panggul gong. Adapun fungsi Kempur dalam gambelan Balaganjur adalah sebagai pemangku lagu dan membagi ruas-ruas lagu.
Bebende
Bebende adalah sebuah instrument yang menyerupai kempur akan tetapi permukaan moncolnya masuk kedalam sehingga terlihat rata pada permukaannya. Dengan bentuk yang demikian warna suaranyapun menjadi berbeda dank has. Panggul yang dipergunakan untuk memainkan instrument ini adalah mirip seperti panggul gangsa. Fungsi instrument ini dalam gambelan Balaganjur adalah untuk memperseru suasana.

3 . Laras Gambelan Balaganjur
Laras adalah sederetan nada-nada yang berurutan dalam satu oktaf atau lebih, memiliki frekwensi getaran pendetik, tinggi rendah atau (pitch) dan jarak nada tertentu.
Laras Pelog dan Selendro merupakan dua jenis lars yang sudah lazim dikenal dalam karawitan Bali. Kedua laras tersebut dapat dibagi lagi dan pembagian tersebut didasarkan pada jumlah nada yang terdapat dalam setiap oktafnya. Dalam laras pelog terdapat tiga jenis pelog yaitu : pelog 4 nada, pelog 5 nada, dan pelog 7 nada. Begitu pula dalam laras selendro terdapat tiga jenis selendro yaitu : selendro 4 nada, selendro 5 nada, dan selendro 7 nada.
Sumber : ( Taksu Agung, 1995:12)

Ensambel Barungan Gambang dan Sejarah Gambang Posted on selasa, April 29,2014 in Karya SEJARAH GAMBANG

1.1 Ethimologi
Kata Gambang terdiri atas suku kata gam yang artinya ‘bergerak’ (berjalan) dan bang yang artinya ‘merah’ (menyiratkan warna darah). Secara umum, pupuh gambangyang ada teksnya mengisahkan ceritera kepahlawanan Raden Panji yang berhasil mendapatkan kembali kekasihnya yang hilang dengan memerangi musuhnya. Dengan kata lain, peperangan yang sampai mengeluarkan ceceran darah. Apakah kata gambang terkait dengan apa yang tersurat diatas? Untuk memastikannya sudah tentu memerlukan penelitian yang lebih mendalam.
Kata gambang kalau dilihat dari daerah artikulasinya g, k, ng, berarti kambang, ngambang. Memang, bila diamati hubungan antara bilah dan pelawahnya, bilahnya terkesan mengambang. Hal lain, kata gambang kemungkinan juga berasal dari kata kembang, yakni bunga/sekar. Terkait dengan hal tersebut, tidak sedikit gending bali mempergunakan nama bunga/sekar, sekar sandat, sekar jepun, sekar gendot, sekar sungsang, sekar gadung, kembang kuning, sekar eled, kembang jenar, dan kembang langkuas. Dengan mempergunakan nama bunga, sipenciptanya berharap agar lagu ciptaannya indah dan disenangi oleh para pendengarnya.
Menurut catatan dalam penyajiannya, ada pupuh gambang yang disajikan terkait dengan teksnya (vokal kidung). Namun sayang, jenis kesenian tersebut sudah cukup lama terlupakan. Almarhum Colin Mc. Phee dalam bukunya Music in Bali (1964:281) menyatakan: “The discontinuation of kidung accompanined by gambang is regrettable loss. Any survival would have thrown much-needed light on an earlier relationship existing between vocal and instrumental melody”. Seperti dimaklumi bahwa beliau mengadakan penelitian di Bali sejak tahun 1930-an kurang lebih sekitar 8tahun. Sesuai dengan pernyataannya pada waktu itu sudah sangat sulit untuk mendapatkan orang yang bisa menyanyi terkait dengan gambelan gambang. Kalaupun ada, irama kidungnya dinyanyikan parallel dengan pukulan gangsa gambang.
Sejak pertama kali membaca buku tersebut pada tahun1974, sewaktu penulis mendapakan kepercayaan untuk mengajarkan gambelan gambang, gambuh, semarpagulingan pada The Center For World Music di Berkeley, USA merasa terpanggil untuk menghidupkannya kembali walaupun tantangannya cukup berat karena minimnya informasi perihal gambang.
Kesenian gambang tersebar luas diseluruh kabupaten di Bali, kecuali dikabupaten daerah Tk. II jembrana, tetapi keberadaannya sungguh sangat memprihatinkan. Yang penulis maksudkan bahwa gambelannya masih cukup banyak, tetapi sekaa-nya kebanyakkan tidak aktif alias tidur. Kalaupun maih ada yang aktif, penabuhnya kebanyakan orang-orang tua. Lagi pula hanya mampu menabuhkan beberap buah gending saja. Secara umum, seniman Bali khususnya pengrawit-nya terkesan kurang berminat untuk mempelajarinya, padahal kesenian gambang memiliki keunikan tersendiri yang tidak di miliki oleh barung gambelan Bali lainnya.
Gambang adalah salah satu barung gambelan yang tertua di Bali. Hal tersebut dapat dilihat dari pupuh (gendingnya) cukup banyak yang ditransfer ke dalam gambelan slonding, gong luang, charuk/saron, legongan, gong kebiar, dan sebagiannya. Namun tidak ada satupun gending dari barungan lain yang ditransfer ke dalam gembelan gambang. Hal lain, irama dasar seni suara vocal kidung dan macapat juga mendapat inspirasi dari irama gangsa gambang. Oleh karena itu, penulis berpendapat bahwa “gambang adalah cikal bakal karawitan Bali”. Untuk menghidupkannya kembali di perlukan kesungguhan serta tekat yang kuat dengan dukungan moral maupun material dari semua pihak, khususnya pencinta seni budaya Bali.
Sebelum langgsung menggali keterkaitan gambang dan vocal (kidung) berturut –turut pada tahun 1978 dan 1982 pada festival gong kebiar se-Bali, penulis bersama para Pembina lainnya menciptakan satu komposisi baru dengan istilah gegitaan, yaitu mengaitkan vokal kidung dengan gambelan gong kebiar. Pada tahun 1981 penulis juga menciptakan gegitan silihasih yang mengaitkannya dengan gambelam semarpagulingan. Kemudian, pada tahun 1994/1995 penulis mengaitkan kidung malat dan gambelan gong luang, yaitu pada festival music tradisi seluruh Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta dan berasil meraih juara pertama. Kemudian, pada bulan maret tahun 2002 barulah penulis berhasil mengaitkan pupuh gambang (malat) dan gambelan gambang yang sudah di rekam oleh Maharani record dengan judul Gambang Manikasanti yang memuat beberapa pupuh, yaitu pupu bangkung arig, manukaba, panji marga, labda, dan malat.
Sesuai dengan catatan yang ada pada penulis, gambelan gambang memiliki pupuh (gending) yang jumlahnya ratusan, tetapi banyak yang tidak disertai dengan teks. Selain itu, ada pula pupuh gambang yang malahan lebih popoler di kenal sebagai bagian dari sekar alit/macapat, yaitu pupuh demung, semarandana, sinom, pangkur, mijil, dan kinanti.
Terkait dengan pupu gambang, penulis telah melakukan penelitian di beberapa tempat,di antaranya di Pusat Dokumentasi Denpasar, Fakultas Sastra Unud, Gedung Krtiya singaraja, Tenganan Pegringsingan, Gria Taman Sari Sanur, tempat tingal Ida Pedanda Made Sidemen (almarhum), Desa Tangkas- Klungkung, Kerobokan- Badung, Banjar Tengah Sempidi-Badung, Kedamapal-Badung, Banjar Gunung Pande Tumbakbayuh-Badung, Padang Bulia-Buleleng. Untuk sementara waktu, hasilnya baru sebatas seperti tersebut di atas. Selanjutnya, penulis bertekat untuk menggali lebuh banyak lagi.
1.2 Sejarah Gambang
Gambelan gambang diperkirakan sudah ada pada abad ke-11 Masehi, pada masa pemerintahan Prabu Erlangga, raja yang memerintah Bali dan JawaTimur dari tahun 1019-1042. Menjelang akhir pemerintahannya, Prabu Erlangga membagi kerajaannya menjadi dua bagian, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri. Ini menyiratkan bahwa sebelum kerajaan di bagi, Prabu Erlangga sudah dapat memerintah kedua kerajaan tersebut di atas.
Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Kediri lebih banyak mengisipanggung sejarah, sedangkan kerajaan jeggala kurang begitu dikenal. Salah seorang raja Kadiri yang terkenal adalah Prabu Jayabaya. Pada masa pemerintahannya seni budaya, seperti seni sastra, seni bangunan, dan seni karawitan berkembang dengan pesat. Pada masa itu sudah di kenal nama alat bunyi-bunyian, seperti seruling, gendang dan gambang. Pengaruh Kerajaan Kadiri terhadap Bali begitu kuat, sampai-sampai nama Kadiri diabadikan menjadi nama kota ataupun pura.
Disamping pembangunan di bidang kesusastraan, pembangunan di bidang seni bangunan, seperti candi juga berlangsung dari masa ke masa, seperti yang dapat kita saksikan adanya banyak bangunan yang berupa candi di Jawa Timur. Candi tersebut belum tentu dibuat oleh seniman lokal. Begitu eratnya hubungan Bali dan Jawa Timur dari masa ke masa, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Erlangga tidak tertutubp kemungkinan para seniman dari Bali di boyong ke Jawa Timur untuk membangun candi ataupun jenis kesenian lainnya. Hal tersebut dapat kita bandingkan dengan pembangunan Pura Semeru Agung di kaki Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang di Jawa Timur menjelang akhir abad ke-20 dan pembangunan Pura Gunung Salak di Bogor pada awal abad ke-21. Secara umum ke duanya di prakarsai/kerjakan oleh para seniman bali.
Terkait dengan pembangunan candi, salah satu candi, yaitu candi penataran, pada salah satu bagian reliefnya menggambarkan seorang pendeta yang sedang mengajarkan menabuh gambang kepada salah seorang muridnya, gambangnya mirip dengan gambang Bali. Hal tersebut menyiratkan bahwa seniman yang membuatnya adalah orang yang kemungkinan mendapat inspirasi dari bentuk gambang Bali. Sepintas, terkesan seolah-olah gambang yang ada di Bali brasal dari Jawa Timur. Namun, apabila disimak lebih dalam hal tersebut tidaklah benar. Gambang Bali yang simtem tuning-nya menggunakan sistem ngumbang-ngisep serta permainan instrumennya menggunakn sistem kotekan, menurut penulis, merupakan produk asli Bali karna hal itu tidak dijumpai di daerah dan Negara lain di dunia.
Untuk memperkuat keyakinan bahwa gambang/kidung sudah ada pada masa pemerintahan Prabu Erlangga, penulis mengungkap salah satu kidung, yaitu kidung jayendria yang menyinggung keberadaan kerajaan Janggala-Kadiri. Kidung Jayendria adalah kidung yang bertangga nada tujuh (saih pitu) secara total, kidung terpanjang, dan tersulit diantara kidung yang pernah penulis pelajari. Seluruhnya, kidung Jayendria terdiri atas 28 bait, yakni bait terakhir berbunyi, sebagai berikut : “lawan Sang Hyange Sang Wusman mwang dirgayusa Nira Sang Prabhu Nata ning nata wyakti nira ndewa sekala mangeketwaken Jenggala –Kadiri wastu tulusa cakrawarti jayeng satru wredya sekula sentana nira langgenge siwi nening bhumi”. Artinya : “ Akan halnya beliau yang sudah terbebas dari ikatan duniawi semoga beliau panjang umur, raja diraja yang bagaikan dewa menitis kedunia berhasil mempersatukan kerajaan Jenggala-Kadiri, berhasil menguasai dunia, serta mengalahkan musuh-musuhnya, semoga sejahtera keluarganya, dan berhasil memerintah sepanjang zaman”.
Sumber : ( Pak Sinti, 1983:32 )