Sejarah Gambelan Bali

This post was written by madesuardipa on Juli 12, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

 Bali yang ditandai dengan kebudayaan hidu, mempunyai jenis-jenis gambelan (musik) dari yang paling tua (sederhana) sampai dengan yang paling baru (modern). Kehidupan gambelan bali tidak dapat dipisahkan dari agama, tidak ada upacara keagamaan yang selesai tanpa ikut sertanya gambelan dan tari. Gambelan bali dapat berfungsi sebagai pengiring upacara keagamaan, hiburan danpresentasi yang artistic, hal mana menyebabkan banyak ahli-ahli music dari luar negeri yang tertarik untuk mempelajari gambelan bali baik dari segi praktis maupun ilmiah. Dan tidak jarang juga iantara mereka telah membicarakan gambelan bali dari pendekan sejarah. Gama, sosiology, filsafat, tari, purbakala dan lain-lainnya.

Adapun musical yang pernah menulis tentang gambelan bali di antaranya :

  1. Dr. jaap Kunst, ahli ethnomusicology dari Negara belanda menulis sebuah buku yang berjudul “De Toonkunst van Bali” (music dari bali) pada tahun 1924. Buku yang setebal 240 halaman itu membicarakan tentang sejarah, instrumentasi,larasdan dan aspek-aspek lainny.
  2. Colin McPhee, seorang composer dan guru besar pada University of California Los Angeles menerbitkan buku yang berjudul “Music in bali : A study in form dan Instumental Organization in Balinese music”, pada tahun 1966. Study ini disamping menguraikan masalah gambelan secara deskriptifia menitik beratkan pula uraiannya dari segi komposisi lagu (gending).
  3. Dr. Mantle Hood, seorang pendiri Ethnomusicology dari USA dengan lebar menguraikan perbedaan antara musik Bali dengan music Amerika, didalam bukunya yang berjudul “the Ethnomusicologist”, tahun 1971.

Dari semua karya-karya tersebut diatas satu sama lain ada kekurangan dan kelebihannya, karena ahli-ahli itu mempunyai keahlian dan pengetahuan budaya yang berbeda-beda. Maka itu lah untuk menyusun sejarah gambelan Bali secara singkat atas dasar pengetahuan budaya sendiri dan harus dilihat peninggalan-peninggalan kebudayaan yang berupa lontar, relief, prasasti dan lain-lainnya. Di Bali diketemukan sebuah prasasti yang menyebut adanya istilah music atau gambelan yaitu prasasti bebetin yang antar lain bunyinya demikian:

. . . .pande mas, pande besi,pande tembaga,pemukul(juru tabuh bunyi-bunyian), pagending (biduan),pabunjing(penari,papadaha(juru gupek),pabangsi(juru rebab),partapuka(tapel-topeng),parbwayang(wayang) . . . . turun dipanglapuan Singhamandawa (dibuat oleh pegawai di Singhamandawa ), di bulan beksha ( bulan ke X ), hari pasaran wijaya manggala, tahun Q818 = 896 masehi. Yaitu pada pemerintahan raja Ugrasena di Bali. Lebih lanjut kitab Epigraphia Balica door Dr. P.V. van Stein Callenfels, Bali Museum no. 80/v, tersebut turunan prasasti Pandak Badung, yang antara lain berbunyi demikian :

“. . . . . . .yan amukul (juru tabuh ), snuling(seruling), stapukan (tapel-topeng), abanwol (bebanyolan), pirus (badut), menmen (tontonan), aringgit (wayang), prasasti dibuat pada pemerintahan anak wungsu, tahun caka 993 atau tahun 1045 masehi. Disamping prasasti tersebut diatas yang menyebutkan adanya gambelan yang disebut dengan pemukul dan beberapa instrument lainnya seperti rebab, suling, kendang, dll, maka masih ada sebuah lontar Aji Gurnita yang mengungkap adanya gambelan di Bali. Lontar ini tidak berangka tahun, namun mengungkap hampir semua gambelan Bali. Dibawah ini dikutip bagian lontar yang menyebabkan adanya gambelan gambuh yang di sebut dengan nama Gambelan Meladprana. Adapun bunyi lontar itu sebagai berikut : “ . . . . . .kunang purwakaning gegambelan, deniya meladprana tiniladan saking semaralaya doniya rum amanis karungu, yogya huniyan ira sang nata ratu amangun resta ing karaton ira. Kalan ia pinalu sthananiya radaganing para hasyanira sang prabu ring yawa. . . . . . kunang gegambelan si Meladprana ika, gendingnya Pegambuhan, patutniya hana sepuluh suara : dang, ding, deng, dung, dong, ngaran pelok ; ndang, nding,ndeng,ndung,ndong, ngaran slendro iki. Dadiniya pelok tinabeh mwang salendro, maemaniya dinding lemes kang tetabuhan. Ikang gegambelan si Meladprana ika patut – pelok – keselendroan.

Kunang bebarunganiya :

  1. Kempul asiki, pasawur pakatutan ding pelok sinarengan dening pasawur salendro.
  2. Rebab sawiji.
  3. Suling pagabah, wanguniya lewih ageng dening suling pengageng sawiji, pasawurniya angubang.
  4. Suling pengageng sepasang, pasawurniya ngumbang isep.
  5. Suling bebarangan sepasang, pesawurniya ngumbang isep.
  6. Mwah suling panitir wanguniya Iwih alit dening suling bebarangan sawiji, pasawurniya ngisep alit.
  7. Kenyor satungguh, pawanguniya sakdi ngangsa, dawun iya kartini, same pateh swara ndeng, pasawur pelok kaselendroan.
  8. Kemong sawiji sawurniya ndong pelok keselendroan.
  9. Kajar sawiji sawurniya ndung pelok.
  10. Gupek apasang, lanang – wadon.
  11. Gumanak tigang wiji alit.
  12. Kangsi kalih tungguh alit-alit.
  13. Ricik petang tungguh alit-alit.

Jangkep kayeki, lian saking pinalu kadi ring ajeng, ingangge tatkala sang natha asususuguh ring wadwan ira mwah ring para wiku, ring tanda mantra, sumantri, adimantri, mwang tanda rakryan, sewatek sahubing waringin. Makadi rikala amangan nginum sang natha sedeng angelila-lila dinuluran sarwa kinidungan, hingangge gegambelan ileb-ilen sang prabu ikang hingaranan gambelan. Cerita nira sawusing tatwa uttara, mwang parwa sangkatha, ika pinaka lalakon. Kunang ikang ngigel, pinilih rupaniya kang anom apekik, anom ahayu, pada wus tamong tatning papajaran tan lan uga anking sehibing waringin kang pinuji-puji ika wan gang ngigel. Kunang iwiring gegambelan hameladprana ika iningati take witaniya aneng Semaralaya, tabang-tabang ira sang hyang Semara Ratih, tinabuh desang Widyadara Widyadari sewateking samara loka. Kunang gegambelan si Meladprana hadungniya demung pelok kaselendroan. Ika wekasanta tinuru ring sekala loka, mwang sang para prabu sakti saha wak bajra Marwaniya hana katekang mengke ring sekala “.

Selain gambelan melaprana yang paling ditonjolkan disitu, dipersoalkan pula gambelan-gambelan dibawah ini yang dikatakan semuanya menurut pada gambelan Melaprana tersebut.

  1. Gambelan bebonangan
  2. Gambelan gong.
  3. Gambelan samara hataru = semar pagulingan
  4. Gambelan samara petangyan = jogged pingitan.
  5. Gambelan samara palinggihan = bebarongan/barong ket.
  6. Gambelan samara pendirian = pelegongan.

Disamping gegambelan-gegambelan di atas itu disebut pula gambelan selonding yang dibuat dari kayu hipil ( bilahnya ) dengan resonator dari batok kelapa. Gambelan selonding ini dikatakan dimainkan oleh para per-tapa di hutan-hutan. Dari semua gambelan tersebut di atas bahwa gambelan Meladpranalah yang tercipta paling pertama di semaralaya oleh sang hyang Semara ratih, menurut Aji Gurnita. Disamping kutipan-kutipan yang di muat oleh prasasti maupun lontar tersebut di atas yang semuanya ditandai oleh kebudayaan hindu, besar pula kemungkinanya bahwa pada jaman Pra-Hindu orang-orang bali sudah memiliki alat-alat musinya sendiri. Adapun gambelan-gambelan itu bentuknya sangat sederhana, berupa alat tiup maupun pukul seperti kukul atau slit drum, lesung,genggong, teluktak, dan lain-lainnya. Instrument-instrumen tersebut diatas masih terpelihara di Bali sekarang bahkan sudah dikembangkan, menjadi barungan-barungan yang konplit yang dipakai untuk pertunjukan.

SUMBER : ( Dr. I Made Bandem,1974:46 )

Comments are closed.