Pengertian Gambelan Bali

This post was written by madesuardipa on Juli 12, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

 Gambelan merupakan alat seni suara Daerah Indonesia. Yang dimaksud gambelan disini ialah suatu bebarungan alat-alat seni suara yang bentuk dan komposisinya diatur sedemikian rupa, dipergunakan sebagai sarana memanivestasi lagu-lagu yang diinginkan, khususnya lagu-lagu daerah Bali, Jawa, Madura, Sunda dan daerah-daerah lain di Indonesia. Dengan kata lain, bahwa gambelan adalah ensambel music daerah Indonesia. Gambelan atau gambelan tidak hanya terdapat di Bali atau di Jawa/ Madura saja, tetapi terdapat dibeberapa kepulauaan di Indonesia. Ir. Poerbodininggratdalam kertas kerjanya yang dibacakan waktu seminar tentang gambelan di Yogjakarta tahun 1958 mengatakan, bahwa diseluruh ke pulauaan di Indonesia terdapat gambelan. Ternyata dengan adanya alat-alat komunikasi yang serba maju seperti televise, radio, Koran, majalah dll. Kini dengan mudah dapat diketahui dengan adanya alat-alat gambelan di berbagai daerah Indonesia. Di Bali orang pada umumnya menyebut bebarungan alat-alat seni suara daerah itu dengan istilah gambelan. Di Jawa orang menyebut gambelan dan orang-orang asing menyebutnya Musical Instrument. Buku-buku yang ditulis oleh para ahli di luar negeri yang isinya mengenai permasalahan gambelan di Indonesia diberi judul Music antara lain Music In Bali oleh Colin Mc. Phae, Music In Jawa oleh Yaap Kunst. Music Of Lombok oleh tim survey T. Seebass, Drs. I G. B. N. Panji. I N. Rembang, Poedijono tahun 1976. Walaupun istilah yakni gambelan , gambelan dan music itu maknanya sama, namun hingga kini orang Bali maupun orang Jawa menanggapi pengertian antara music dengan gambelan tetap berbeda. Orang Bali kalau membaca atau mendengar perkataan music pikirannya sudah berkelana pada Instrumen yang berasal dari Eropa seperti Piano, Biola, Gitar dll. Mereka belum biasa menyebut alat-alat seni suara Eropa itu dengan istilah gambelan. Oleh karena itu hingga sekarang peristilahan untuk alat-alat seni suara di Indonesia masih dualis. Di beberapa tempat di Bali terjadi kebiasaan-kebiasaan orang menyebut jenis-jenis bebarungan gambelan tanpa melengkapi kata gambelan. Kalau mereka menyebut gambelan selonding, disebut saja selonding, gambelan gambang, disebut saja gambang, gambelan gong, disebut saja gong dan begitu seterusnya untuk gambelan-gambelan yang lain. Cara-cara ini dianggap biasa dan tidak menimbulkan suatu masalah.tetapi yang sering membingungkan ialah adanya kebiaaan beberapa masyarakat di Bali menyebut jenis-jenis bebarungan gambelan (ensambel) dengan istilah”gong”. Mereka mengatakan : gong selonding, gong gambang, gong angklung, gong kebyar dan seterusnya untuk gambelan-gambelan lainnya. Gambelan-gambelan tersebut diatas tidak menggunakan alat gong. Di samping itu ada bebarungan gambelan yang namanya gambelan gong. Oleh karena itu sering terjadi salah pengertian, bahwa kalimat gong selonding juga dinamakan gambelan gong dan gambelan selonding : gong gambang di duga gambelan gong dan gambelan gambang. Ternyata istilah gong disini berfungsi sebagai pengganti kata gambelan. Suatu missal, pada upacara potong gigi, ada orang bertanya, apakah gongnya sudah datang ? yang dimaksud atau diharapkan datang itu adalah satu set gender wayang, bukan gambelan gong. Sebab lagu-lagu gender wayang dikaitkan sebagai pendukung sebagai upacara potong gigi di Bali. Selain hal diatas ada pula kebiasaan-kebiasaan di masyarakat seperti mempersempit pengertian istilah gambelan. Mereka menganggap hanya alat-alat seni suara yang dibuat dari logam berstatus gambelan misalnya yang bahannya kerrawang(perunggu) dan besi. Alat-alat yang terbuat dari bahan bambu, kayu dll. Seakan akan bukan gambelan, melainkan sekedar alat-alat permainan. Sehubung dengan hal tersebut maka orang yang dianggap ahli dan berstatus sebagai pembuat gamblan hanya pane gambelan saja. Sedangkan orang yang ahli membuat gambelan gelunggang, gambang, saron, rindik gandrung, gerantang jogged, suling, kendang dll. Tidak mendapat status ebagai pembuat gambelan. Sebab gambelan itu bahanya hanya kayu dan bambu. Mungkin tanggapan semacam ini terjadi akibat hubungan gambelan sebagai pendukung upacara adat-agama di Bali di mana pelaksanaan upacara yadnya melibatkan sebagian besar gambelan-gambelan yang bahannya dari logam. Gambelan-gambelan yang bahannya kayu dan bambu sedikit sekali yang terkait yakni gambang dan saron saja. Kalau pada suatu tempat terdengar suara gambelan mengalun indah, orang akan berfikir ditempat itu ada pertunjukan atau setidak-tidaknya latihan untuk tujuan pertunjukan. Memang gambelan sebagai alat seni suara di Bali sebagian ditunjukan untuk kepentingan pertunjukan atau hiburan baik sebagai pendukung tari-tarian maupun permainan lagu-lagu tanpa iringan. Sebagaimana telah diketahui, bahwa pertunjukan keseniaan di Bali tidak selalu berfungsi sebagai hiburan melainkan juga sebagai pendukung upacara keagamaan. Kedudukan gambelan di Bali sudah dapat dikatakan memasyarakat yang tak terpisahkan dari kehidupan rakyat sehari-hari. Oleh karena itu di tiap desa bahkan hampir tiap balae banjar di Bali terdapat gambelan. Hampir setiap pelaksanaan upacara yadnya memerlukan dukungan gambelan. Upacara yadnya tanpa gambelan dirasakan ibarat masakan tanpa garam. Demikian erat kedudukan dalam hubungannya dengan upacara keagamaan, mendorong setiap masyarakat di Bali memiliki gambelan. Di beberapa desa ada gambelan yang kedudukannya amat penting yaitu gambelan selonding. Dalam hubungn ini, bukan gambelan sebagai pendukung upacara, tetapi upacara yang mendukung gambelan. Sebab gambelan ini dianggap lambing roh suci yang dianugrahkan oleh Tuhan kepada manusia. Jadi melalui gambelan itulah orang memuja pancaran Sinar Suci Hyang Maha Kuasa. Gambelan-gambelan selonding yang dikramatkan itu tidak boleh disentuh badan manusia sembarangan, kecuali penabuh yang telah diangkat melalui upacara-upacara yang berlaku didesa itu, gambelan selonding semacam itu terdapat didesa Tenganan Pageringsingan, Bungaya dan beberapa desa di Kabupaten Karangasem. Latihan-latihan menabuh pada masyarakat di Bali baik didesa-dea maupun dikota-kota sejak dulu hingga sekarang selalu berjalan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Kejadian yang demikian merupakan tradisi sebagai rakyat di Bali pada umunya. Pasang surut kehidupan seni tabuh di masyarakat setempat dianggap hal yang biasa. Dan latihan-latihan menabuh dengan guru yang ahli. Dapat dinggap kegiatan pendidikan seni non-formal. Sebab mereka melaksanakan kewajibannya dengan tat tertib yang berlaku dimasyarakat. Hasil pendidikannya telah terbukti melestarikan kehidupan seni tabuh sebagai salah satu cabang seni yang penting artinya. Kemudian gambelan diperlukan disekolah sebagai alat pendidikan seni tabuh secara formal teristimewa S M K I dan A S T I. dengan timbulnya kesadaran yang lebih mendalam dari masyarakat dan pemerintah, telah dianjurkan setiap sekolah melaksanakan latihan-latihan seni tabuh (karawitan) yang menggunakan gambelan sebagai sarana pendidikan. Jual beli gambelan di Bali sudah biasaterjadi dan sudah dianggap biasa sejak dulu hingga sekarang. Tidak sedikit gambelan yang pindah tangan dari pemilik pertama kepemilik yang kedua dan kepemilik yang berikutnya dengan jual beli yang sah. Bukan hanya pande atau pembuat gambelan saja yang bertindak sebagai penjual, tetapi banyak pula orang yang berkedudukan sebagai pedagang memasarkan atau melaksanakan penjualan gambelan itu. Dalam hal jual beli gambelan tidak terbatas hanya di daerah Bali saja, melainkan dapat dijual kemanapun asal ada yang memerlukan. Gambelan Bali telah banyak terjual ke berbagai daerah di Indonesia bahkan ke beberapa di daerah Eropa, Asia, dan Amerika Serikat. Di dalam prasasti-prasasti yang berangkat tahun 882 Masehi sampai dengan tahun 1342 Masehi yang membuat nama alat-alat seni suara ternyata belum pernah ada yang memakai kata / istilah Gambelan ataupun gambelan . istilah yang termuat di prasati-prasasti yang jumlahnya kira-kira17 buah antara lain terdapat istilah-istilah sbb :

Padaha                                     ganding                        salunding

Padahi                          gendang                       salunding wesi

Bangsi                          suling                           calung

Banjing                                    curing                          galunggang

Gending                       tembang

Istilah untuk alat seni suara yang terdapat pada naskah-naskah kekawin, parwa, babad dan kidung. Mulai tampak istilah gamelan dan gagambelan jadi bukan kata gambelan. Berikut ini beberapa nama alat seni suara yang termuat pada naskah tersebut :

Gamel                          tabang-tabang                          suling

Gamelan                      sekati                                      saron

Gagamelan                  sumangkirang                           unen-unen

Tabe-tabehan               curing                                      unian-unian

Tabeh-tabehan            gambang                                   rebab

Tabuh-tabuhan            semarpagulingan                       gangsa

Tatabuhan                   luwang

Pada lampiran 5.4 halaman 62 termuat kutipan HINDU JAVANESE MUSICAL Instruments karangan Yaap Kunt halaman 91-99 daftar prasasti yang memuat nama-nama alat seni suara.

SUMBER : ( I Nyoman Rembang, 1984:1s/d5)

Comments are closed.