Skip to content


Pidato Kang Dedi Bagian ka Opat

Ketika berkata: kulihat mata mu yang bening itu terjatuh ia bodo itumah sastrawan, tapi lamun kalimatna berulang-ulang teu daekeun wae, kosong euweuh khodaman eta, moal jadi nanaon, engke eta jadi penulis teu laku, jadi pembaca puisi euweuh nu manggil pan rugi, sawah geus dijual pikeun biaya kuliah di UNPAD teu jadi nanaon, kan ini harus dilakukan kenapa? karena perguruan tinggi harus mengajak orang-orang yang memiliki kesaktian. Kesaktian itu ialah kemampuan kita mewujudkan seluruh ide dan gagasan itu, maka menurut saya perlu dirombak tata pikir itu. Tidak usah lagi kumpulan kalimat, ulah aya profesor doktor internis kena struk, kan aneh gitu loh, kan aneh Profesor Dokter jurusan Internis kedokteranana, tapi setruk kan aneh boroning mikiran batur, mikiran dirina ge geus teu mampu.

Heu heu heu heu… kadieunakeun teh loba profesor pohoan. Mangkat weh ka kampus sapatu sabeulah sendal sabeulah. Poho  heu heu.. kan bahaya menurut saya, nah artinya Bahwa gelar-gelar perguruan tinggi jangan membuat orang menjadi pikun, tetapi harus membuat orang semakin mengingat sesuatu dengan baik kemudian memikirkan sesuatu yang baik, kemudian berucap dengan penuh makna, sehingga seluruh ucapannya menjadi perubahan dan menjadi peradaban. Sehingga sejarah kita ini mengalami kesalahan, kesalahannya apa? Ketika menemukan tesis-tesis gitu loh coba engkema bu Nina ganti atuh da tulisan tesisteh geus gaya ulah disebut mantra, coba tesis-tesis yang ditulis oleh tokoh-tokoh sejarah dulu apakah itu raja atau apapun, maka yang ada dalam pikiran kita adalah untuk meneliti seluruh kata-kata itu, sehingga saya mengajak pada fakultas sastra, kemudian fakultas sejarah, dan fakultas yang disini barangkali  memahami tentang nilai-nilai identitas, tolong itu ucapan-ucapan debus itu anda teliti dengan baik kunaon eta jampe debus beut bisa teu teurak dikadek? Itu diteliti, ada makna apa? kalimat itu memiliki isi apa di dalamnya? Dan itu tidak boleh di mistikfikasi harus diakademisasi ketika diakademisasi maka itu akan menjadi sumbangan peradaban sebagaimana Cina melakukan itu.

Karena itulah kita memiliki riwayat saya katakan, karena memiliki riwayat maka seluruh keilmuan itu harus berdasarkan riwayat yang kita miliki. Karena tuhan menciptakan kita dengan alamnya, dengan riwayat alamnya, maka mereka yang menghuni mahluk pertama di alam ini adalah mereka yang paham betul tentang cita-cita dan sejarah peradaban kemanusiaannya. Maka bekajar identitas pembangunan tidak boleh berlari dari yang lain. Kita harus belajar dari sejarah peradaban kita sendiri. Karena kita tidak mungkin membangun peradaban diri kita dengan peradaban orang lain. Nah karena empat hal ini saya katakan nilai kebudayaan sesunguhnya adalah nilai agama sebenarnya ageuman, karena itu bersifat ageuman maka membentuk karakter dirinya, maka orang terbentuk pada wilayah identitas-identitasnya, maka disitulah orang memiliki ketuhanannya masing-masing itu baru secara komunal belum secara individual. Karena itulah yang harus dilakukan hari ini adalah sinergitas bihari  yaitu masa lalu, kiwari masa kini dan masa depan, ketiga-tiganya tidak boleh terpisah. Kerena ketiga-tiganya tidak boleh terpisah, maka para pemikir para cendikiawan, profesor, doktor, dan sejenisnya, itu harus mencoba mengkolaborasikan, mengasimilasikan, mengartikulasikan seluruh nilai ini yang pada akhirnya menjadikan kebijakan-kebijakan strategis, ini yang harus dilakukan. Kalau tidak, maka kita akan masuk pada sebuah wilayah kehidupan dimana kita sudah tidak bisa hidup lagi pada alamnya. Inilah prinsip-prinsip berpikir tentang kebudayaan yang saya miliki karena saya tidak mungkin ngomong tentang teori kebudayaan di depan para budayawan. Jadi kalau tadi apalah bu Nina menyebut saya, saya jelema gele sebenarna. Jadi saya memimpin dengan gaya gila dan semua yang saya lakukan itu tanpa sebuah konsep yang dimiliki, yang ada hanya aliran air yang masuk ke pikiran saya, nah sehingga saya mencoba, ini sebenarnya masih tesis juga, seluruh tesis itu saya tulis lagi dengan judul lagu itu ada identitas ketuhanan, identitas nilai-nilai universitalitas, yang orang menyebutnya Islam, sebagai nilai penyerahan diri, dalam wujud lagu namanya simpena peuting.

Sistem nilai tanah, air, dan udara,  yang terinternalisasi dalam diri manusia dan bersenyawa maka melahirkan perilaku dan budaya. Perilaku budaya itu melahirkan kekuatan komunitas. Kekuatan komunitas inilah yang semestinya terjaga dalam sepanjang masa melahirkan berbagai kebijakan strategis negara. Jadi dalam pemahaman saya adalah kalau sebuah wilayah ini beragama, sebuah lingkungan alamnya, bagi saya beragama Islam itu adalah sikap mental yang tidak boleh melawan kepada kehendak alam, ini pemahaman yang saya miliki. Penyerahan diri pada Allah yang disebut dengan kalimat syawal tentang penyerahan diri orang pada tuhan pada Allah, dalam pemahaman saya adalah penyerahan diri pada qodlo dan qodar. Ketika penyerahan diri pada qodlo dan qodar, maka dia sesungguhnya melakukan penyerahan diri pada sistem kausalitas, ketika menyerahkan diri pada kausalitas, maka kita menyerahkan diri pada ukuran dan takaran, pada ukuran dan takaran itu adalah pada kehendak alam raya tanpa batas ini. Sehingga kalimat, kalau orang menyebutnya fiqih, kalau fikih itukan disebutnya hukum maka ahli sejarah kemudian nanti ahli geografi, itu harus memberikan hukum pada nilai kebudayaan. Hukum bagi wilayah ini rumahnya seperti apa? Tingginya seperti apa? Menghadapnya kemana? Guncangan gempanya berapa? Itulah yang harus menjadi rumusan membangun manusia yang beradab. Makanan yang harus dikonsumsi makanan apa? Sehingga  setiap wilayah terjadi perbedaan hukum. Hukum tentang makanan, kalau dalam kalimat kaidah Islam disebutnya haram, maka bisa jadi di Jawa Barat di Indonesia itu ada yang makanan haram di satu tempat, halal di tempat lain kenapa? Karena faktor udara, faktor matahari, faktor air yang membentuk karakter manusia yang mana yang memberikan daya tahan tubuhnya pada penyakit maka mana yang melemahkan diri. Saya berikan contoh, saya di Purwakarta ini, ada wilayah namanya kecamatan Wanayasa, Bojong, Darangdan, Kiara Pedes, itu kecamatan yang udaranya bersih dan dinginnya luar biasa, kemudian airnya mengalir dengan jernih, tata nilai masyarakatnya relatif tenang, tetapi kenapa angka tekanan darah tinggi sangat luar biasa? Struk itu sangat banyak sekali? Tetapi kenapa? setelah saya amati memang kebiasaan masyarakat setempat makannya dengan ikan asin secara terus menerus karena ikan asin pakai sambel kejona gede ngeunah tibra hees leuh karena udaranya dingin maka dia punya kebiasaan habis makan itu diharudung sarung  hees. Iyakan makan, sambel tibra gitu loh ini heu heu heu ini kebiasaan. Rupanya ini termasuk orang yang garap saya. Sama setruk juga, ari sia nyatuna naon? Asin ceunah, rombak sia teh, kunaon eta haram?ceuk saha? Ceuk hukum Sunda. Kenapa? Karena konsumsi ikan asin itu semestinya di daerah yang panas, bukan di daerah yang dingin. Sedangkan Allah sudah menciptakan disitu, aya serowot, aya mujaer, fakultas sastra nyahoeun teu serowot? Aya ondol, ondol teh geleng dage, ternyata di daerah yang dingin itu, ikan itu tidak bisa tumbuh dengan besar, ya ikannya kecil-kecil dan lincah, rupanya memang alam sudah mengtakdirkan, mengqodlokan dan mengqodharkan itu dan kemudian tumbuh daun-daunnan dengan subur, buah-buahan dengan subur, lalab-lalaban dengan subur semestinya yang menjadi makanan yang disunahkannya adalah itu.

Ini membentuk karakter dan kemudian melahirkan karakter rata-rata orang pegungungan itu cantik-cantik. Aduuuuh abdi ti laut cantik. Tapi kenapa? Karena memang rupanya memang alam lingkungan karakter makanan membentuk karakter tubuhnya melahirkan genetika yang memadai ditambah memang romantis. Mangkanya karya sastra itu banyak lahir dari gunung. Ditambah romantis. Saya perhatikan, saya punya ayam pelung,  nggak tahu fakultas sastra meneliti nggak sama sejarah, biasana lamun hayam nu sejen mah lamun ngabogohan bikangna teh sok kitu heula mepetkeun heula mun model urang mah susuitan, gupay, sms atau apalah anu kararitu, medsos etamah, nah lagi usum medsos dan sekarang lagi banyak kecewa pada medsos, nah kemudian ternyata hayam pelung tidak melakukan itu, hayam pelung itu ternyata cukup “kongkorongok”, nyampeurkeun bikangna teh. Berarti saya bilang ayam itu bersastra dengan baik dengan karya sastranya weuleuh hebat. Jadi kecantikan anda, ketampanan anda itu bukan dengan gaya pakaian, gaya menyerang, gaya apapun, bukan ternyata, ayam pelung yang memiliki karya sastra tinggi untuk dunia ayam, itu ternyata cukup kongkorongok bisa memikat ribuan bikang untuk menghampirinya. Artinya bahwa kecerdasan, ini ngomong kecerdasan, kecerdasan seorang fakultas sastra itu bukan make up bukan shedow, bukan rambutnya dimacam-macam, ada pada untaian katanya yang penuh makna yang disitu tertrantendensi, tersublimasi nilai-nilai ketuhanan sehingga mampu menggetarkan pikiran dan perasaan siapapun sebenarnya kekuatannya ada disitu. Jadi saya memberikan saran yang di fakultas sastra jangan membuat skripsi. Ya cukup saja selembar  karya sastranya bisa mendunia apa tidak tumpukan skripsi tidak berarti kalau tidak punya karya sastra yang baik. Nah inilah yang menjadi fenomena  menarik, fenomena menariknya adalah ini agak melantur sedikit, banyak orang yang jurusan seni, itu yang D O. D. O itulah yang hebat. Yang tamat sampai S1 teu payu, kan ini aneh gitu loh inikan fenomena menarik dalam dunia perguruan tinggi. Yang D.O itu banyak yang hebat, ini D.O tapi hebat. Tapi yang tamat-tamat eta hese ngan tinu ngajar wungkulmeunang duit nateh. Heu heu heu heu … artinya pormalisme keilmuan, melahirkan keberhalaan menurut saya. Saya katakan disini, formalisme keilmuan melahirkan pemberhalaan. Jangan sampai juga bahwa kita melakukan pemberhalaan terhadap tumpukan kalimat, pemberhalaan terhadap sistematika perguruan tinggi itu yang tidak melahirkan orang unggulan sebenarnya karena apa? orang unggulannya untuk menuju keunggulannya, terhalang oleh berbagai bentuk formalisme birokrasi yang membuat dia terkerangkeng identitas-identitasnya, pikiran dan kebudayaannya.

Posted in Kasundaan.