Blusukan bukan saja disenangi oleh Jokowi. Hayam Wuruk pada masa jayanya kerajaan Majapahit, juga senang blusukan seperti tersirat dalam kitab Nagarakertagama. Hayam Wuruk pasti sangat mengenal negerinya dengan baik karena blusukan itu. Berikut saya sampaikan beberapa pupuh yang menyangkut blusukannya raja Hayam Wuruk dari pupuh 17 sampai dengan 21 kitab Nagara kertagama.
Pada pupuh 17, diceritakan bahwa pada Tahun Aksatisura (1275), Hayam wuruk melakukan perjalanan ke Pajang dengan membawa banyak pengiring. Tahun Saka angga-naga-aryama (1276), ke Lasem. Tahun Saka pintu-gunung-mendengar-indu (1279) menikmati pemandangan alam indah Lodaya, Tetu, dan Sideman.Tahun Saka seekor-naga-menelan bulan (1281), beliau pesiar keliling seluruh Negara menuju Kota Lumajang naik kereta diiringi semua raja Jawa serta permaisuri dan abdi, menteri, tanda, pendeta, pujangga, semua para pembesar ikut serta. Selanjutnya Japan dengan asrama dan candi-candi ruk rebah. Sebelah timur Tebu, hutan Pandawa, Duluwang, Bebala di dekat Kanci, Ratnapangkaja serta Kuti Haji Pangkala memanjang bersambung-sambungan. Mandala Panjrak, Pongging serta Jingan, Kuwu Hanyar letaknya di tepi jalan. Habis berkunjung pada candi makam Pancasara, menginap di Kapulungan. Selanjutnya, bermalam di Waru, di Hering, tidak jauh dari pantai.
Bagaimana antusias penduduk melihat Hayam Wuruk, diceritakan dalam pupuh 18 nagarakertagama, seperti berikut. Seberangkat Sri Nata dari Kapulungan, berdesak abdi berarak. Sepanjang jalan penuh kereta, penumpangnya duduk berimpit-impitan. Pedati di muka dan di belakang, di tengah prajurit berjalan kaki. Berdesak-desakan, berebut jalan dengan binatang gajah dan kuda. Tak terhingga jumlah kereta, tapi berbeda-beda tanda cirinya. Meleret berkelompok-kelompok, karena tiap menteri lain lambangnya. Rakrian sang menteri patih amangkubumi penatang kerajaan keretanya beberapa ratus berkelompok dengan aneka tanda. Segala kereta Sri Nata Pajang semua bergambar matahari. Semua kereta Sri Nata Lasem bergambar cemerlang banteng putih. Kendaraan Sri Nata Daha bergambar Dahakusuma emas mengkilat.
Pada pupuh 19 perjalanan dilanjutkan Paginya berangkat lagi menuju Baya, rehat tiga hari tiga malam. Dari Baya melalui Katang, Kedung Dawa, Rame, Menuju Lampes, Times. Serta biara pendeta di Pogara mengikuti jalan pasir lemak – lembut. Menuju daerah Beringin Tiga di Dadap, kereta masih terus lari. Tersebut dukuh Kasogatan Madakaripura dengan pemandangan indah. Tanahnya anugerah Sri Baginda kepada Gadjah Mada, teratur indah. Disitulah Baginda menempati pasanggrahan yang terhias sangat bergas. Sementara mengunjungi mata air, dengan ramah melakukan mandibakti.
Pupuh 20 masih menceritakan blusukannya Hayam wuruk sebagai berikut. Sampai di desa Kasogatan, Baginda dijamu makan minum Pelbagai penduduk Gapuk, Sada, Wisisaya, Isanabajra, Ganten, Poh, Capahan, Kalampitan, Lambang, Kuran, Pancar We Petang. Yang letaknya di lingkungan biara, semua datang menghadap. Begitu pula Desa Tunggilis, Pabayeman ikut berkumpul termasuk Ratnapangkaja di Carcan, berupa desa perdikan. Itulah empat belas desa kasogatan yang ber-akuwu Sejak dahulu, delapan saja yang menghasilkan bahan makanan.
Pupuh 21 juga masih menyampaikan bagaimana Hayam Wuruk melihat negaranya dari dekat Fajar menyingsing: berangkat lagi Baginda melalui Lo Pandak, Ranu Kuning, Balerah, Bare-bare, Dawohan, Kapayeman, Telpak, Baremi, Sapang, serta Kasaduran. Kereta berjalan cepat-cepat menuju Pawijungan. Menuruni Lurah, melintasi sawah, lari menuju Jaladipa, Talapika, Padali, Ambon dan Panggulan. Langsung ke Payaman, Tepasana ke arah Kota Rembang. Sampai di kemirahan yang letakknya di pantai lautan.