Tari Legong Tombol
Posted Under: Tak Berkategori
Tari Legong Tombol adalah bentuk garapan tari yang sudah tua dan sudah hampir punah. Awalnya tarian ini diciptakan oleh maestro tari legong, Wayan Rindi. Tarian ini awalnya lahir di daerah kerajaan Karangasem sekitar tahun 1950-an. Iringannya saat itu masih menggunakan gamelan samara pegulingan. Saat itu, tarian ini digunakan untuk tari penyambutan. Namun karena situasi politik, tarian ini tidak pernah ditarikan lagi di lingkungan kerajaan Karangasem.
Wayan Rindi kemudian membawa Tari Legong Tombol itu ke Desa Banyuatis sekitar tahun 1959. Di Banyuatis tarian itu dihidupkan kembali bersama keluarga Manikan di Desa Banyuatis. Di Banyuatis tarian ini kembali disesuaikan dengan pakem tari Bali Utara. Gamelan yang sebelumnya digunakan adalah samara pegulingan, namum saat di Banyuatis gamelan yang digunakan adalah gamelan mepacek khas Bali Utara milik keluarga Manikan Banyuatis. Tari pelegongan yang tentu saja berbeda dengan pelegongan di Bali Selatan. Di Buleleng, sesuai dengan karakternya, legong bisa tampak lebih keras, dinamis dan kadang gerakannya tak terduga, tapi tetap menampilkan kesan manis-mendayu sebagaimana tari pelegongan pada umumnya. Legong Tombol pun lahir kembali dan hidup di Banyuatis. Sekitar tahun 1960, tari itu sempat dibawakan oleh penari dari Desa Banyuatis di Istana Tampaksiring untuk menyambut Presiden Soekarno.
Namun seiring berjalannya waktu, pamor Legong Tombol terus memudar. Salah satu penyebabnya adalah masalah regenerasi. Sampai akhirnya tarian itu punah dan tak banyak yang mengingatnya.
Beberapa tahun lalu, ada keinginan dari sejumlah tokoh Banyuatis untuk menghidupkan kembali Tari Legong itu. Keinginan itu muncul setelah di desa itu dibangun semacam pusat pengembangan seni Gerbang Nusantara. Upaya itu diberkati karena di Banyuatis ternyata masih ada penari Legong Tombol yang masih hidup. yakni Men Gumbring. Selain itu ada juga seorang penabuh yang menjadi bagian penabuh pertama tari Legong Tombol, Bapa Gede Suweca, yang masih bisa mengingat dengan baik nada-nada gamelan Legong Tombol itu.
Upaya rekonstruksi itu semakin mendekati sempurna ketika Yudi Gautama, salah seorang penggagas sanggar Gerbang Nusantara, bertemu dengan Ida Ayu Wimba Ruspawati. Kepada dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu, Yudi menceritakan tentang keinginannya untuk menghidupkan kembali Legong Tombol di desanya.
Ida Ayu Wimba pun menanggapi dengan senang, bahkan rekonstruksi itu kemudian dijadikan bahan penelitian sekaligus objek disertasi untuk pendidikan doktoralnya di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Dengan bantuan iringan tabuh dari Sanggar Santhi Budaya yang dikelola oleh I Gusti Ngurah Eka Prasetya, tarian yang sudah punah itu akhirnya bisa hidup kembali pada tahun 2015 setelah 40 tahun tidak ada regenerasi.