September 2013 Archives
ORNAMEN I DESAIN INTERIOR ISI-DPS
ORNAMEN I (GBPP ) th 2012
INTITUT SENI INDONESIA DENPASAR
PROGRAM STUDI : Desain Interior
Matakuliah (MK) : Ornamen I
Kode MK : SRD 0611 JUMLAH SKS : 2
A. DISKRIPSI MATAKULIAH : Tujuan akhir mata kuliah ini agar mahasiswa mampu
mengerjakan dan menghasilkan gambar ornamen Bali
(Keketusan, Pepatran dan Kekarangan), sesuai dengan pahatan
aslinya pada bangunan Padmasana.
B. TUJUAN PENGAJARAN : Mahasiswa mampu mengerjakan, menghasilkan gambar
ornamen Bali (Keketusan, Pepatran dan Kekarangan) sesuai
dengan pahatan aslinya pada bangunan Padmasana.
C. METODE PENGAJARAN
1) TATAP MUKA
2) DISKUSI/PEMBAHASAN KASUS
3) TUGAS/KASUS
D. METODE PENILAIAN
1) Ujian Tengah Semester(UTS) 70%
2) Ujian Akhir Semester (UAS) 70%
3) Tugas-Tugas Penilaian A = (80-100), B = (65-79), C = (55-60), D = (40-54), E = (0-39).
4) Kehadiran Perkuliahan Tatap muka minimal 75%
TIM PENGAMPU
1 ) Drs. I Nyoman Parnama Ricor
2) I Gusti Ngurah Agung Jaya CK., SSn., M.Si.
ACARA PERKULIAHAN/DISKUSI
PERTEMUAN KE |
TOPIK BAHASAN |
BAHAN/ REFERENSI |
DOSEN PENGAMPU |
I |
Perkenalan, kontrak perkuliahan, tatatertib, jumlah tugas, membahas mengenai mengambar ornamen yang dikerjakan. |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
– Drs. I Nyoman
Parnama Ricor -I Gusti Ngurah Agung Jaya CK., SSn., M.Si. |
II |
Teori dan praktek ornamen Bali (Keketusan) yang diterapkan pada bangunan padmasana. Tugas satu (1) keketusan (kakul-kakulan, mas-masan dan batun timun, teknik pensil (gelap terang). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
III |
Teori dan praktek ornamen Bali (Keketusan) yang diterapkan pada bangunan padmasana. Melanjutkan tugas satu (1) keketusan (kakul-kakulan, mas-masan dan batun timun, teknik pensil (gelap terang). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
IV |
Teori dan praktek ornamen Bali (pepatran) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas dua (2) pepatran (patra samblung, patra olanda dan patra punggel). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
V |
Teori dan praktek ornamen Bali (pepatran) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas dua (2) pepatran (patra samblung, patra olanda dan patra punggel). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
VI |
Teori dan praktek ornamen Bali (Kombinasi) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas tiga (3) pepatran kombinasi dengan tempat tirta. |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
VII |
Teori dan praktek ornamen Bali (Kombinasi) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas tiga (3) pepatran kombinasi dengan tempat tirta. |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
VIII |
UJIAN TENGAH SEMESTER |
– |
IDEM |
IX |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas empat (4) menggambar kekarangan (karang Goak). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
X |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas lima (5) menggambar kekarangan (karang tapel). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
XI |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas enam(6) menggambar kekarangan (karang bentulu). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
XII |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas tujuh (7) menggambar kekarangan (karang gajah). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
XIII |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas tujuh (7) menggambar kekarangan (karang gajah). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
XIV |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas delapan (8) menggambar kekarangan (karang boma). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
XV |
Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas delapan (8) menggambar kekarangan (karang boma). |
1,2,3,4,5,6,7,8 |
IDEM |
XVI |
UJIAN AKHIR SEMESTER |
– |
IDEM |
G. BUKU REFERENSI
1. Gelebet, I Nyoman, dkk. 1981-1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar:
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
2. Mudia, I Ketut. 2003. Penggayaan Bentuk pada Relief Padmasana (Jurnal Rupa).
Denpasar: STSI Denpasar.
4. Gelebet, I Nyoman, dkk. 1981-1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar:
Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
5. Susanto Damid, dkk. 1984. Pengetahuan Ornamen. Jakarta: Departemen dan
kebudayaan
6.Soehadji, M. 1980. Motif-Motif Klasik Tradisional. Yogyakarta: Balai Penelitian
Batik.
7. Soepratno. 2007.Ornamen Ukiran Kayu Tradisional Jawa I. Semarang: Effhar.
8. Soepratno. 2007.Ornamen Ukiran Kayu Tradisional Jawa I. Semarang: Effhar.
Denpasar, 18 agustus 2012
TIM Dosen Pengampu
Kordinator
Drs. I Nyoman Parnama Ricor
NIP: 1958041119880310012
I Gusti Ngurah Agung jaya CK.,SSn.,M.Si
NIP: 196805161998021001
PELESTARIAN BENTUK ORNAMEN PADA BANGUNAN BALE KULKUL DESA KUWUM PURA DALEM MENGWI.
ORNAMEN 3
PELESTARIAN BENTUK ORNAMEN PADA BANGUNAN BALE KULKUL DESA KUWUM PURA DALEM MENGWI.
OLEH IGUSTI NGURAH AGUNG JAYA CK.,SSN.,M.SI
PS KRIYA SENI, FSRD, ISI DPS
04MARET2013
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Dilapangan karekter dari ornament yang diterapkan pada bangunan bale kulkul Pura Dalem, yang berada di desa kuwum mengwi bahwa: nilai-nilai senirupa sangat menonjol sekali, dilihat dari bentuk, proporsi, komposisi, keseimbangan, dan karakter seniman sangat menonjol. Bale kulkul di desa kuwum dibuat sekitar tahun 1970an, yang masih kokoh bertahan sampai sekarang. Namun ada beberapa bagian sudah mulai patah, retak, dan beberapa bagian bawah tempat dari ornamen karang gajah/asti sudah dikubur oleh beberapa limbah bangunan, karena meninggikan batas irigasi. Padahal bentuk karakteristik ornamen karang gajah sangat realistis dalam artian sudah menampilkan bentuk anatomi. Dari keseluruhan oranmen yang ditampilkan sangat kental bernuansa anatomi yang memperlihatkan lekukan tumbuh dan gaya dari masing-masing karakter yang ditampilkan. Untuk lebih jelasnya anda bisa lihat beberapa gambar foto yang diambil pada tanggal 01 maret 2013, sekitar jam 10 wita. Makin berkembangnya pengaruh global, bangunan bale kulkul pura dalem desa kuwum mengwi, bisa saja diganti dengan bale kulkul yang baru, sehingga nilai estetik dan istoris dari ornamen yang pernah ada di desa kuwum pura dalem mengwi akan hilang. Mudah-mudahan dengan adanya dokumentasi kecil ini bisa berguna bagi masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat kuwum pada kususnya.
SENI TATAH WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MASYARAKAT BALI
Dalam perjalanannya, Seni Tatah wayang Kulit, sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ini diawali oleh banyaknya seniman pedalangan yang mementaskan wayang kulit bali, sebagai media komunikasi dalam penyebararan agama, dan juga sebagai pelengkap upacara agama Hindu di Bali. Di era globalisasi Sekarang Ini, seni tatah wayang kulit, gaungnya tidak sehebat wayang kulit yang Dipestaskan, hal ini disebabkan oleh para dalang muda mendapatkan taksunya, dalam memainkan Wayang kulit, dan nilai humeris dalam dialeknya. Seniman dalam penerapan seni tatah wayang kulit, Banyak dipengaruhi oleh multikultur dan etnisitas. Sukarja dalam makalahnya yang berjudul ” Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur”, menyatakan bahwa difinisi multikultur adalah Bangsa yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, masing -masing dengan kebudayaannya sendiri,
Sehingga masyarakat multikultur sekilas tampak sama dengan, masyarakat yang pluralistik dalam adat, agama, dan bahasa. Namun masyarakatr multikulur dewasa ini, lebih berkembang, karena lebih menonjolkan dimensi politik dan falsafahnya ( Swasono, 2003). Multikultur dalam seni tatah wayang kulit Itu, tercermin dalam masuknya berbagai unsur seni rupa seperti; Seni ornamen, seni kerajinan, seni lukis. Seni Ornamen yang diterapkan adalah Ragam hias berupa stiliran dari beberapa bentuk-bentuk benda alam yang mati dan hidup. Benda alam itu berupa batu, tanah air, tanaman dan binatang. Pencampuran multikultur ini, menghasilkan guratan-guratan dan reringgitan berupa duri-duri estetika.
Peranan ornamen pada tatah wayang kulit, sudah ada pakem-pakem yang mengikat diantaranya a. Muka wayang hidung runcing, tentu matanya sayu, ini menggambarkan orang yang berbadan pendek dan kecil. B. Muka wayang hidung mancung, tentu matanya tajam , ini menggambarkan orang yang berbadan perkasa. C. Muka wayang hidung besar dan tumpul, tentu matanya besar dan tajam, menggambarkan orang yang berbadan tinggi dan besar ( susanto, DKK, 1984,hal 170).
Dengan melihat muka wayang dan hidungnya, kita bisa mengetahui masing-masing tokoh dalam wayang itu. Selain pakem yang telah disebutkan ada juga, unsur-unsur yang mendominasi penerapan ornamen diantaranya: 1. Titik dalam artian ornamen adalah sebuah lingkaran kecil, yang relatif tergantung ukuran media yang dikerjakan. 2. Garis dalam arti ornamen adalah sesuatu penunjang dan mempunyai arah tertentu dan memiliki kualitas esensial. 3. Bidang dalam artian ornamen adalah segala bentuk persegi, menghasilkan batasan-batasan garis, baik riil atau maya. 4. Bentuk dalam artian ornamen adalah sesuatu , memiliki ukuran dua dan tiga dimensional, dan mempunyai isi atau masa, volume seperti kesan cekung, cembung dan bulat. 5. Ruang dala artian ornamen adalah suatu wadah, untuk menempatkan warna secara melebar, dan mendalam, mendekat dan menjauh, sehingga mempunyai kualitas tersendiri. 6. Warna dalam artian ornamen adalah menyampaikan nuansa adanya dinamika dalam keharmonisan penglihatan kasat mata. ( Susanto, 1989, hal 24-31).
Melihat hal diatas, bahwa multikultur dalam seni tatah wayang kulit, sangat beragam dan tercampur baur menjadi satu kesatuan etnis, yang harmonis dimanis, saling ketergantungan antara unsur-unsur yang mendukung terwujudnya satu karya seni tatah wayang kulit.
Etnis menurut sukarja dalam makalahnya berjudul ” stereotip Etni Dalam Masyarakat Multikultur”, adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis, tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri (Trandis dan Vasso, Vasserliou,1967, serta Gardner,1973).
Etnisitas masyarakat Desa puaya, Sukawati, gianyar, mempunyai ciri dalam bentuk seni tatah wayang kulit, ini bisa kita lihat dari pemilihan bahan dasar kulit. Kulit yang bagus dipakai untuk seni tatah kulit ini adalah kulit sapi betina, sebab ditatah sangat lemes dan kuat. Dari segi ornamen etnisitas munculnya, dilihat dari reringgitannya seperti, duri pandan yang penuh dan rumit. Dari segi warna sangat manis dan harmonis antara warna satu dengan yang lain saling ketergantungann Satu sama lainnya. Seni tatah wayang kulit diterapkan dalam dua dimensional, ini bisa dilihat dari dua sisi, sehingga kesan yang ditimbulkan adalah pipih, dalam perwujudannya menggunakan teknik tatah, yaitu cara mengukir lebih halus lembut dan teliti, sehingga menghasilkan detail yang rumit, dengan alat pahat yang kecil. Dapat dicapai artistik dan estetik tinggi, disebut juga carving (Murianto, DKK, 1982,hal 76).Prof.Dr. Ida Bagus Mantra mengatakan ,ia tidak mau mendengar keluhan-keluhan cengeng yang mengatakan bahwa budaya bali sudah dirusak oleh wisatawan asing yang berkunjung kebali, malah masuknya wisatawan asing, itu justru telah membantu menghidupkan dan membangkitkan multikulutur budaya Bali dan etnis kesenian tradisional, yang tadinya hampir tidak dikenal lagi dalam masyarakat Bali sendiri. Selama menjabat sebagai Gurbernur Bali, ia telah menghidupkan suatu tradisi etnis, untuk menyelenggarakan pesta kesenian rakyat,yang terkenal dengan Pesta Kesenian Bali. Ternyata pesta kesenian semacam ini, telah membangkitkan kembali hasrat untuk menggali kesenian rakyat yang sudah lama hilang, dalam kehidupan masyarakat Bali, (Oka A. Yoety,1987,Hal 36).
Membaca pendapatanyan Pak Mantra diatas, bahwa walaupun Bali dikrumuni oleh masyarakat multikultur dari berbagai budaya,dan etnis yang ada didunia ini, akibat harus pariwisata dan globalisasi, masyarakat Bali tetap eksis dalam memajukan etnisitas seni tatah wayang kulit yang tetap dipertahankan, dan yadnya yang dilakukan di Bali, selalu dilengkapi dengan pentas wayang, dengan populernya pentas wayang Bali, lewat dalang-dalang muda, mampu menggetarkan dunia hiburan di Bali, nasional bahkan luar negeri. Seni tatah wayang kulit tetap diminati oleh orang Bali sendiri dan wisatawan domistik dan manca Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Marianto, DKK, 1982. “Tinjauan Seni Rupa I”. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . Sukarja Putu. 2008.”Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur” . Makalah disajikan dalam Martikulasi Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, UNUD Denpasar,11-27 Agustus.
Susanto,Damid, DDK, “Pengetahuan Ornamen “. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Yoety, Oka A. 1987, “Komersialisasi Seni Budaya dalan Pariwisata”. Bandung, Angkasa.
Dalam perjalanannya, Seni Tatah wayang Kulit, sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ini diawali oleh banyaknya seniman pedalangan yang mementaskan wayang kulit bali, sebagai media komunikasi dalam penyebararan agama, dan juga sebagai pelengkap upacara agama Hindu di Bali. Di era globalisasi Sekarang Ini, seni tatah wayang kulit, gaungnya tidak sehebat wayang kulit yang Dipestaskan, hal ini disebabkan oleh para dalang muda mendapatkan taksunya, dalam memainkan Wayang kulit, dan nilai humeris dalam dialeknya. Seniman dalam penerapan seni tatah wayang kulit, Banyak dipengaruhi oleh multikultur dan etnisitas. Sukarja dalam makalahnya yang berjudul ” Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur”, menyatakan bahwa difinisi multikultur adalah Bangsa yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, masing -masing dengan kebudayaannya sendiri,
Sehingga masyarakat multikultur sekilas tampak sama dengan, masyarakat yang pluralistik dalam adat, agama, dan bahasa. Namun masyarakatr multikulur dewasa ini, lebih berkembang, karena lebih menonjolkan dimensi politik dan falsafahnya ( Swasono, 2003). Multikultur dalam seni tatah wayang kulit Itu, tercermin dalam masuknya berbagai unsur seni rupa seperti; Seni ornamen, seni kerajinan, seni lukis. Seni Ornamen yang diterapkan adalah Ragam hias berupa stiliran dari beberapa bentuk-bentuk benda alam yang mati dan hidup. Benda alam itu berupa batu, tanah air, tanaman dan binatang. Pencampuran multikultur ini, menghasilkan guratan-guratan dan reringgitan berupa duri-duri estetika.
Peranan ornamen pada tatah wayang kulit, sudah ada pakem-pakem yang mengikat diantaranya a. Muka wayang hidung runcing, tentu matanya sayu, ini menggambarkan orang yang berbadan pendek dan kecil. B. Muka wayang hidung mancung, tentu matanya tajam , ini menggambarkan orang yang berbadan perkasa. C. Muka wayang hidung besar dan tumpul, tentu matanya besar dan tajam, menggambarkan orang yang berbadan tinggi dan besar ( susanto, DKK, 1984,hal 170).
Dengan melihat muka wayang dan hidungnya, kita bisa mengetahui masing-masing tokoh dalam wayang itu. Selain pakem yang telah disebutkan ada juga, unsur-unsur yang mendominasi penerapan ornamen diantaranya: 1. Titik dalam artian ornamen adalah sebuah lingkaran kecil, yang relatif tergantung ukuran media yang dikerjakan. 2. Garis dalam arti ornamen adalah sesuatu penunjang dan mempunyai arah tertentu dan memiliki kualitas esensial. 3. Bidang dalam artian ornamen adalah segala bentuk persegi, menghasilkan batasan-batasan garis, baik riil atau maya. 4. Bentuk dalam artian ornamen adalah sesuatu , memiliki ukuran dua dan tiga dimensional, dan mempunyai isi atau masa, volume seperti kesan cekung, cembung dan bulat. 5. Ruang dala artian ornamen adalah suatu wadah, untuk menempatkan warna secara melebar, dan mendalam, mendekat dan menjauh, sehingga mempunyai kualitas tersendiri. 6. Warna dalam artian ornamen adalah menyampaikan nuansa adanya dinamika dalam keharmonisan penglihatan kasat mata. ( Susanto, 1989, hal 24-31).
Melihat hal diatas, bahwa multikultur dalam seni tatah wayang kulit, sangat beragam dan tercampur baur menjadi satu kesatuan etnis, yang harmonis dimanis, saling ketergantungan antara unsur-unsur yang mendukung terwujudnya satu karya seni tatah wayang kulit.
Etnis menurut sukarja dalam makalahnya berjudul ” stereotip Etni Dalam Masyarakat Multikultur”, adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis, tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri (Trandis dan Vasso, Vasserliou,1967, serta Gardner,1973).
Etnisitas masyarakat Desa puaya, Sukawati, gianyar, mempunyai ciri dalam bentuk seni tatah wayang kulit, ini bisa kita lihat dari pemilihan bahan dasar kulit. Kulit yang bagus dipakai untuk seni tatah kulit ini adalah kulit sapi betina, sebab ditatah sangat lemes dan kuat. Dari segi ornamen etnisitas munculnya, dilihat dari reringgitannya seperti, duri pandan yang penuh dan rumit. Dari segi warna sangat manis dan harmonis antara warna satu dengan yang lain saling ketergantungann Satu sama lainnya. Seni tatah wayang kulit diterapkan dalam dua dimensional, ini bisa dilihat dari dua sisi, sehingga kesan yang ditimbulkan adalah pipih, dalam perwujudannya menggunakan teknik tatah, yaitu cara mengukir lebih halus lembut dan teliti, sehingga menghasilkan detail yang rumit, dengan alat pahat yang kecil. Dapat dicapai artistik dan estetik tinggi, disebut juga carving (Murianto, DKK, 1982,hal 76).Prof.Dr. Ida Bagus Mantra mengatakan ,ia tidak mau mendengar keluhan-keluhan cengeng yang mengatakan bahwa budaya bali sudah dirusak oleh wisatawan asing yang berkunjung kebali, malah masuknya wisatawan asing, itu justru telah membantu menghidupkan dan membangkitkan multikulutur budaya Bali dan etnis kesenian tradisional, yang tadinya hampir tidak dikenal lagi dalam masyarakat Bali sendiri. Selama menjabat sebagai Gurbernur Bali, ia telah menghidupkan suatu tradisi etnis, untuk menyelenggarakan pesta kesenian rakyat,yang terkenal dengan Pesta Kesenian Bali. Ternyata pesta kesenian semacam ini, telah membangkitkan kembali hasrat untuk menggali kesenian rakyat yang sudah lama hilang, dalam kehidupan masyarakat Bali, (Oka A. Yoety,1987,Hal 36).
Membaca pendapatanyan Pak Mantra diatas, bahwa walaupun Bali dikrumuni oleh masyarakat multikultur dari berbagai budaya,dan etnis yang ada didunia ini, akibat harus pariwisata dan globalisasi, masyarakat Bali tetap eksis dalam memajukan etnisitas seni tatah wayang kulit yang tetap dipertahankan, dan yadnya yang dilakukan di Bali, selalu dilengkapi dengan pentas wayang, dengan populernya pentas wayang Bali, lewat dalang-dalang muda, mampu menggetarkan dunia hiburan di Bali, nasional bahkan luar negeri. Seni tatah wayang kulit tetap diminati oleh orang Bali sendiri dan wisatawan domistik dan manca Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Marianto, DKK, 1982. “Tinjauan Seni Rupa I”. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . Sukarja Putu. 2008.”Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur” . Makalah disajikan dalam Martikulasi Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, UNUD Denpasar,11-27 Agustus.
Susanto,Damid, DDK, “Pengetahuan Ornamen “. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Yoety, Oka A. 1987, “Komersialisasi Seni Budaya dalan Pariwisata”. Bandung, Angkasa.