September 2013 Archives

MENGGAMBAR WAYANG 1-2

  • Posted on September 30, 2013 at 5:10 pm

WAYANG 1-2
(HASIL PENELITIAN DIJADIKAN BUKU, BERTUJUAN
UNTUK MEMPERMUDAH BELAJAR MENGGAMBAR WAYANG BALI.
BAGI MAHASISWA FSRD ISI DPS DAN MASYARAKAT UMUM BAGI YANG BERMINAT)
Oleh : I Gusti Ngurah Agung Jaya CK, SSN. M.Si. NIP.196880516 199802 1 001
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN PS KRIYA PRODUK
INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2012
A. Sejarah Berkembangnya Seni Lukis Wayang di Bali
Bila kita amati perjalan sejarah seni lukis wayang Bali, maka akan diawali dengan asal mula manusia purba, dalam perjalanannya banyak ditemukan bukti-bukti peninggalan berupa keahlian nenek moyang kita melukis didinding-dingding goa. Di Bali peninggalan gambar lukisan digoa-goa belum ada diketemukan, tetapi gambar-gambar yang terdapat pada sebuah nekara dan relief dinding ada ditemukan seperti Di pura Nekara pejeng dan relief yeh pulu dan goa gajah. Adanya peninggalan ini membuktikan bahwa karya seni yang berkembang di Bali sudah ada sejak jaman dahulu dan masih berkembang sampai saat ini (Gung Tjidera, 1995: 11).
Melihat perkembanganya, sekarang seni lukis wayang Bali , diakui kebedaradanya sejak jaman pra-sejarah. Buktinya banyak ditemukan pada gedong kuno penuh hiasan (Nekara) yang berada dipejeng. Nekara berbentuk genderang yang bagian pinggirnya berhiasakan ragam hias yang berkembang saat itu (Neka Museum, 1986: 8).
Pada jaman raja-raja di Bali, Kerajaan yang terkenal pada saat itu adalah Pemerintahan Ugrasena (818 Icaka/ 896 Masehi). Hal ini dibuktikan pada prasasti “Prabhwayang” pada pemerintahan Raja Anak Wungssu (1045-1047) disebut “Aringgit” (Goris, 1954: 3).
Kedua Istilah itu berarti “Wayamg”, merupakan perkembangan lanjutan dari gambar dan relief yang berkembang sebelumnya. Dalam kitab Insulinda karangan Dr Setyabudi, wayang Bali diperkirakan sudah berkembang pada jaman Raja Sidodana (tahun 518-630 masehi). Hal ini disebutkan pula pada prasasti Bebetin dalam Buku Parasasti Bali satu oleh Dr Relof Goris, turunan prasasti Bebetin halaman 44-45 berbunyi seperti ini. “… Pande tembaga, pemukul, pegendeng, pabunying, papadaha, parbhangci, pertapukan, parbhwayang… turun di Panglapuran di Singamandawa, di bulan besakga caka pancami, rggas bwijaya manggala, di caka 818…”. Artinya sebagai berikut “ pande tembaga, pemukul gambelan, penyayi, pemukul bunyi-bunyian dari bambu, pemukul kendang, peniup seruling, penari topeng, dalang wayang… turun dipanglipuran di singamandawa, pada bulan 10, hari ke 5, patorang, hari pasar wijaya manggala, pada tahun 818 caka…” ( Callenfels, 1926: 12)..
Pada sat itulah diperkirakan seni lukis Bali telah ada. Kemungkinan sudah ada gambar wayang sebagai media sosial budaya dan sudah dikonsepkan dalam bentuk wayang kulit. Selain itu dalam babad Dalem di Desa Gelgel, Sri Dalem Semara Kepakisan, pernah pergi ke Majapahit dan pulang membawa hadiah dari Keraton Majapahit, berupa keris Bengawan Canggu, ikat pinggang Sebuh Jagat dan sekeropak wayang kulit(Musium Bali, 1989: 13). Pada Abad 14 Pemerintahan di Bali, pindah dari Samprangan ke Gegel, kesenian wayang semakin mendapat pembinaan dan mengalami perkembangan. Runtuhnya Keraton Gelgel ke tangan I Gusti Agung Maruthi dari Kekuasaan Dalem Dimade, membangkitkan semangat putra-putranya untuk merebut kembali Keraton Gelgel. Setelah kekuasaan di pegang oleh Dewa Agung Jambe, pusat pemerintahan di pindahkan ke Semarapura Klungkung. Pada masa itu pula kesenian mengalami puncak keemasan. Raja Dewa Agung Jambe memanggil I Gede Mersandi seorang warga desa Kamasan untuk melukis. Oleh karena indahnya hasil karya I Gede Mersandi, maka raja memberikan hadiah sebidang tanah dan tempat tinggal dan mendapat gelar I gede Modara pada tahun 1771(Kanta, 1978: 35). Hasil karya I Gede Mondara lebih dikenal dengan nama lukisan wayang gaya Kamasan. Gaya lukisan ini menyebar keseluruh Bali dan dikenal dengan nama lukisan Bali klasik. Pemerintah mengabadikan nama I Gede Modara di taman budaya Denpasar yaitu “Mahandra Mandara Giri Bhuana” yang artinya Modara terkenal di Bali dari dahulu, kini dan masa yang akan datang (Museum Bali, 1940: 2). Berkuasanya penjajah Belanda, hampir diseluruh Indonesia tak terkecuali Bali. Pada tahun 1908 adalah awal komunikasi Bali dengan daerah luar. Orang-orang Belanda yang begitu terkesan dengan keindahan dan keunikan ragam seni dan budaya Bali. Menjadikan Bali sebagai objek pariwisata. Pada tahun 1926, salah satu orang asing yang bernama Walter Spies yang menetap di Ubud, dan seorang pelukis Rodolf Bonnet ke Bali tahun 1928. Kedatangan kedua seniman asing ini memberikan nuansa seni barat yang sangat kental dengan bentuk anatomi plastisnya. Pada saat itu seni lukis wayang Ubud berbentuk dekoratif dengan sentuhan kedua seniman barat tersebut menjadi lukisan wayang Ubud lebih realis dan tetap dengan atribut wayang tetap dipakai sebagai kekuatan lokal ginius (Moerdowo, 1967: 8). Pada tahun 1936, kedua seniman barat tersebut bersama-sama Cokorda Gde Agung Sukawati, mendirikan “Pita Maha” sebagai wadah berkumpulnya seniman Ubud, dengan tujuan Mempromosikan , meningkatkan mutu dan membantu pemasaran hasil karya pelukis yang ada di Ubud (Neka, 1986: 9). Melihat perjalanan seni lukis wayang Bali sudah ada sejak dahulu dan sampai sekarang tetap bertahan dan lestarai, selain itu kegiatan adat istiadat keagamaan yang ada di Bali sebgaia alat untuk mempertahankan seni lukis wayang Bali. Selain itu seni lukisan wayag berkembang pula di daerah tabanan yang dikenal dengan lukisan gaya Kerambitan, begitu juga di Jembrana ternekal dengan kain pengider-ider yang bergambarkan wayang gaya Jembrana, di Buleleng terkenal dengan lukisan kaca yang bergaya Nagasepaha.Tema cerita diambil dari cerita pewayangan mahabharata, Ramayana dan cerita rakyat Bali, yang berhubungan dengan masyarakat Bali.

B. PROSES MENGGAMBAR WAYANG BALI
1. Pembuatan Kanvas (Nganjinin/Mubuhin. Kain blacu dengan ukuran yang telah ditentukan, kain dicuci
kemudian dijemur sampai setengah kering. Kain diremas dan dicelupkan ke dalam bubur (tepung beras
yang sudah matang) dijemur sampai kering. Tujuan semua ini adalah untuk menutupi pori-pori kain.
Selanjutnya kain tersebut di gosok (digerus) secara bertahap diatas lempengan papan dan digososk dengan
kerang(bulih- bulih) sampai rata dan halus.
2. Seketsa(Ngereka) adalah cara mengkomposisikan tokoh-tokoh wayang yang akan digambar, kemudian
membuat bentuk global wayang dan atribut wayang dipakai wayang, dan menebalkan seketsa wayang
dengan tinta hitam
3. Pewarnaan adalah memberikan warna secara keseluruhan. Adapun teknik pewarnaanya adalah dengan
memberikan warna yang bergradasi ( warna muda kewarna lebih tua/ dari terang kegelap) Tujuannya
untuk memberikan efek yang lebih tinggi terang dan makin kedalam semakin gelap. Hal ini dilakukan
disebuah objek wayang. Hal ini yang menyebabkan proses menggambar wayang menjadi lama. Setelah
itu dilanjutkan memberikan warna hitam pada masing-masing pinggir dari seluruh badan wayang,
untuk memberikan kesan volume pada semua badan wayang.
4. Nyawi adalah memberikan ketegasan pada masing-masing garis wayang dan ornamen yang digunakan
Secara keseluruhan, sehingga gambar wayang lebih mempertegas bentuk wayang secara keseluruhan.
Selanjutnya memberikan aksen terakhir yaitu pecahayaan pada beberapa permata yang ada pada ornamen
wayang untuk memberikan kesan hidup.

C. PROPORSI MENGGAMBAR WAYANG
1. Proporsi Rentet adalah bentuk wayang pendek-pendek yang diterapkan pada media daun lontar yang bisa
disebut parasi.
2. Proporsi Nyepek adalah bentuk wayang hampir sama dengan ukuran manusia, biasanya digambar pada
media kain kanvas.
3. Proportsi Lanjar yaitu bentuk wayang dibuat panjang-panjang sesuai dengan bidang yang lebar dan panjang,
seperti lanse, kober dan umbul-umbul.

D. TEKNIK MENGGAMBAR MUKA WAYANG
Contoh: D.

bandicam 2013-02-23 13-39-57-699

E. HIASAN PADA KEPALA WAYANG (GELUNGAN)
Ada 10 gelungan wayang, dimana masing-masing ada namanya sesuai dengan nama Wewaran di Bali
(dasawara: pandita, pati, suka, duka, sri, manuh, manusa, raja, dewa dan raksasa.

E.1. Gelungan Pandita/Ketu adalah gelungan yang digunakan pada tokoh resi Drona, Bisma dan Narada.
Contoh: E.1.

bandicam 2013-02-23 13-40-06-496

E.2. Gelungan Pati/Supit Urang adalah delungan seperti capit udang, yang digunakan pada tokoh kesatria Bima,
Arjuna, Nakula, Sahadewa dan Hanoman.
Contoh:E. 2.

bandicam 2013-02-23 13-40-14-367

E.3. Gelungan Suka/ Kekendon adalah delungan yang dipergunakan oleh tokoh wayang Aswatama, Wilmana,
Garuda dan yang lainnya.
Contoh: E.3.
bandicam 2013-02-23 13-40-20-873
E.4. gelungan Duka/ Pakis Rebah adalah gelungan yang digunakan oleh tokoh wayang Abimayu.
Contoh:E. 4.
bandicam 2013-02-23 13-40-25-175
E.5. Gelungan Sri/Papudakan /Candi Rebah adalah gelungan yang dipergunakan oleh tokoh wayang Salya,
Duryodana dan yang lainnya.
Contoh: E.5.
bandicam 2013-02-23 13-40-29-983
E.6. Gelungan Manuh/Kekeling yaitu gelungan yang dipergunakan oleh Darma wangsa/Yudistira.
Contoh: E.6.
bandicam 2013-02-23 13-40-35-871
E.7. Gelungan Manusa/ udeng-udeng yaitu gelungan yang dipergunakan oleh Panakawan, Bala-bala dan rakyat.
Contoh: E. 7.
bandicam 2013-02-23 13-40-40-456
E.8. Gelungan Raja/ Candi Kurung yaitu gelungan yang dipergunakan oleh tokoh wayang Karna, Betara Ciwa,
Dasarata dan yang lainnya. Contoh 8.

bandicam 2013-02-23 13-40-45-726

E.9.Gelungan Dewa/Candi Kusuma yaitu gelungan yang dipergunakan oleh tokoh wayang Dewa, Baladewa,
Kresna, Rahwana dan sebagainya.
Contoh: E. 9.
bandicam 2013-02-23 13-40-49-553
E.10. Gelungan Raksasa/ Bok Gambah yaitu gelungan yang dipergunakan oleh tokoh raksasa, cupak dan
lainnya. Contoh: E,10.
bandicam 2013-09-30 16-49-28-299
F. PROSES MENGGAMBAR BADAN WAYANG
Contoh F.
bandicam 2013-02-23 13-40-57-766
G. PROSES MENGGAMBAR KAKI WAYANG
Contoh G.

bandicam 2013-02-23 13-41-01-616

H. BENTUK KESELURUHAN WAYANGI
Contoh H.

bandicam 2013-02-23 13-41-07-055

I. BENTUK TOKOH WAYANG PADA WUKU
Wuku adalah hari baik buruk waktu, untuk melakukan kegiatan seperti hari kelahiran, bercocok tanam,
memelihara binatang, membuat senjata, membuat rumah dan lain sebagainya. Masing- masing wuku ada
Dewa yang mempengaruhinya. Tokoh dewa pada wuku ini berbentuk gambar wayang.

bandicam 2013-02-23 13-41-11-332 bandicam 2013-02-23 13-41-15-556 bandicam 2013-02-23 13-41-20-113 bandicam 2013-02-23 13-41-24-156 bandicam 2013-02-23 13-41-30-082 bandicam 2013-02-23 13-41-36-138 bandicam 2013-02-23 13-41-41-435 bandicam 2013-02-23 13-41-49-089 bandicam 2013-02-23 13-41-53-365 bandicam 2013-02-23 13-41-57-914 bandicam 2013-02-23 13-42-02-628 bandicam 2013-02-23 13-42-08-546 bandicam 2013-02-23 13-42-13-242 bandicam 2013-02-23 13-42-18-010 bandicam 2013-02-23 13-42-22-332 bandicam 2013-02-23 13-42-26-415 bandicam 2013-02-23 13-42-32-126 bandicam 2013-02-23 13-42-41-346 bandicam 2013-02-23 13-42-46-414 bandicam 2013-02-23 13-42-50-681 bandicam 2013-02-23 13-42-55-221 bandicam 2013-02-23 13-43-00-267 bandicam 2013-02-23 13-43-06-033 bandicam 2013-02-23 13-43-12-636 bandicam 2013-02-23 13-43-18-739 bandicam 2013-02-23 13-43-22-966 bandicam 2013-02-23 13-43-27-576 bandicam 2013-02-23 13-43-33-898 bandicam 2013-02-23 13-43-39-535 bandicam 2013-02-23 13-43-46-765 bandicam 2013-02-23 13-43-53-332 bandicam 2013-02-23 13-43-59-340 bandicam 2013-02-23 13-44-04-181 bandicam 2013-02-23 13-44-08-394 bandicam 2013-02-23 13-44-13-288 bandicam 2013-02-23 13-44-18-203 bandicam 2013-02-23 13-44-23-398 bandicam 2013-02-23 13-44-29-614 bandicam 2013-02-23 13-44-34-731 bandicam 2013-02-23 13-44-39-649 bandicam 2013-02-23 13-44-43-994 bandicam 2013-02-23 13-44-48-804 bandicam 2013-02-23 13-44-56-334 bandicam 2013-02-23 13-45-04-458 bandicam 2013-02-23 13-45-12-672 bandicam 2013-02-23 13-45-20-811 bandicam 2013-02-23 13-45-26-474 bandicam 2013-02-23 13-45-30-762

 

J. Contoh penerapan warna pada salah satu tokoh wayang.

bandicam 2013-02-23 13-45-35-487 bandicam 2013-02-23 13-45-40-372 bandicam 2013-02-23 13-45-49-232 bandicam 2013-02-23 13-45-54-250 bandicam 2013-02-23 13-45-58-802

K. Contoh wayang yang di terapkan pada media kain bludru dan kain kanvas modern, Karya I Gusti Ngurah Agung Jaya CK

bandicam 2013-02-23 13-46-09-702  bandicam 2013-02-23 13-46-15-187

L. Contoh seketsa wayang  pada sebuah kain.

bandicam 2013-02-23 13-46-19-713 bandicam 2013-02-23 13-46-24-390 bandicam 2013-02-23 13-46-28-466 bandicam 2013-02-23 13-46-33-592 bandicam 2013-02-23 13-46-39-100 bandicam 2013-02-23 13-46-43-673 bandicam 2013-02-23 13-46-49-469 bandicam 2013-02-23 13-46-54-876 bandicam 2013-02-23 13-47-00-073 bandicam 2013-02-23 13-47-04-304 bandicam 2013-02-23 13-47-09-860 bandicam 2013-02-23 13-47-18-764 bandicam 2013-02-23 13-47-25-666 bandicam 2013-02-23 13-47-30-169 bandicam 2013-02-23 13-47-34-796 bandicam 2013-02-23 13-47-38-769 bandicam 2013-02-23 13-47-43-122 bandicam 2013-02-23 13-47-47-663 bandicam 2013-02-23 13-47-51-909 bandicam 2013-02-23 13-47-57-759 bandicam 2013-02-23 13-48-01-689 bandicam 2013-02-23 13-48-06-725 bandicam 2013-02-23 13-48-10-776 bandicam 2013-02-23 13-48-15-099 bandicam 2013-02-23 13-48-19-485 bandicam 2013-02-23 13-48-23-298 bandicam 2013-02-23 13-48-27-867 bandicam 2013-02-23 13-48-32-546 bandicam 2013-02-23 13-48-37-061 bandicam 2013-02-23 13-48-41-706 bandicam 2013-02-23 13-48-46-079 bandicam 2013-02-23 13-48-50-639 bandicam 2013-02-23 13-48-56-679

M.Contoh wayang Kamasan

bandicam 2013-02-23 13-49-01-737 bandicam 2013-02-23 13-49-09-723 bandicam 2013-02-23 13-49-13-999 bandicam 2013-02-23 13-49-17-749 bandicam 2013-02-23 13-49-21-378 bandicam 2013-02-23 13-49-24-937 bandicam 2013-02-23 13-49-29-582 bandicam 2013-02-23 13-49-33-450

N. Contoh karya Kolaburasi antara Dosen dan Mahasiswa ISI-dps pada tembok panggung terbuka, Koordinator Bapak Yasana.

bandicam 2013-02-23 13-49-38-295 bandicam 2013-02-23 13-49-42-241 bandicam 2013-02-23 13-49-45-812 bandicam 2013-02-23 13-49-50-100 bandicam 2013-02-23 13-49-54-074 bandicam 2013-02-23 13-49-57-609 bandicam 2013-02-23 13-50-01-700 bandicam 2013-02-23 13-50-05-799 bandicam 2013-02-23 13-50-09-688 bandicam 2013-02-23 13-50-16-298 bandicam 2013-02-23 13-50-21-832 bandicam 2013-02-23 13-50-26-970 bandicam 2013-02-23 13-50-31-272 bandicam 2013-02-23 13-50-34-904 bandicam 2013-02-23 13-50-38-701 bandicam 2013-02-23 13-50-42-633 bandicam 2013-02-23 13-50-47-554 bandicam 2013-02-23 13-50-57-988 bandicam 2013-02-23 13-51-02-433 bandicam 2013-02-23 13-51-06-874 bandicam 2013-02-23 13-51-11-657 bandicam 2013-02-23 13-51-18-335 bandicam 2013-02-23 13-51-25-832 bandicam 2013-02-23 13-51-29-680 bandicam 2013-02-23 13-51-33-505 bandicam 2013-02-23 13-51-37-902 bandicam 2013-02-23 13-51-41-990 - Copy bandicam 2013-02-23 13-51-41-990 bandicam 2013-02-23 15-58-03-489 - Copy bandicam 2013-02-23 15-58-03-489 bandicam 2013-02-23 15-58-13-166 - Copy - Copy bandicam 2013-02-23 15-58-13-166 - Copy bandicam 2013-02-23 15-58-13-166 bandicam 2013-02-23 15-58-17-053 bandicam 2013-02-23 15-58-20-750 bandicam 2013-02-23 15-58-24-745 bandicam 2013-02-23 15-58-28-883 bandicam 2013-02-23 15-58-32-701 bandicam 2013-02-23 15-58-36-274 bandicam 2013-02-23 15-58-40-264 bandicam 2013-02-23 15-58-44-677 bandicam 2013-02-23 15-58-47-852 bandicam 2013-02-23 15-58-52-679 bandicam 2013-02-23 15-58-56-145 bandicam 2013-02-23 15-58-59-533 bandicam 2013-02-23 15-59-03-092 bandicam 2013-02-23 16-01-14-286

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA
Callenfels, P.V. Van Stein. 1926. Epigraphie Balica I. V.B.E. Kolf & Co.
Goris, Roelof. 1954. Prasasti Bali I. Bandung: N.V. Masa Baru
Kanta, Made. 1978. Seni Lukis Wayang Kamasan. Denpasar: Sasana Budaya Bali.
Moerdowo, R.M. 1963. Seni Budaya Bali. Surabaya: Fajar Bakti.
Musium Bali. 1940. Katalog Museum Bali. Denpasar.
Stuteja Neka. 1986. Museum Neka Ubud. Gianyar.
Tjidera, Gung Wayan. 1995. Wujud Pisik dan Falsafah Lukisan Wayang Bali. Denpasar:UNUD
Tjidera, Gung Wayan. 2007. Lukisan Wayang Bali. Denpasar:UNUD.

 

 

ORNAMEN I DESAIN INTERIOR ISI-DPS

  • Posted on September 30, 2013 at 4:33 pm

ORNAMEN I (GBPP ) th 2012

INTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

 

PROGRAM STUDI                 : Desain Interior

 

Matakuliah (MK)                     : Ornamen I

 

Kode MK                                 : SRD 0611                                JUMLAH SKS :   2

 

A. DISKRIPSI MATAKULIAH : Tujuan akhir mata kuliah ini agar mahasiswa mampu

mengerjakan dan menghasilkan gambar ornamen Bali

(Keketusan, Pepatran dan Kekarangan), sesuai dengan pahatan

aslinya pada bangunan Padmasana.

 

B. TUJUAN PENGAJARAN      : Mahasiswa mampu mengerjakan, menghasilkan gambar

ornamen Bali (Keketusan, Pepatran dan Kekarangan) sesuai

dengan pahatan aslinya pada bangunan Padmasana.

 

C. METODE PENGAJARAN

1) TATAP MUKA

2) DISKUSI/PEMBAHASAN KASUS

3) TUGAS/KASUS

 

D. METODE PENILAIAN

1) Ujian Tengah Semester(UTS) 70%

2) Ujian Akhir Semester (UAS)   70%

3) Tugas-Tugas Penilaian A = (80-100), B = (65-79), C = (55-60), D = (40-54), E = (0-39).

4) Kehadiran Perkuliahan Tatap muka minimal 75%

 

TIM PENGAMPU

1 ) Drs. I Nyoman Parnama Ricor

2) I Gusti Ngurah Agung Jaya CK., SSn., M.Si.

 

ACARA PERKULIAHAN/DISKUSI

PERTEMUAN

KE

TOPIK

BAHASAN

BAHAN/

REFERENSI

DOSEN PENGAMPU

I

Perkenalan, kontrak perkuliahan, tatatertib, jumlah tugas, membahas mengenai mengambar ornamen yang dikerjakan.

1,2,3,4,5,6,7,8

– Drs. I Nyoman

Parnama Ricor

-I Gusti Ngurah

Agung Jaya CK.,

SSn., M.Si.

II

Teori dan praktek ornamen Bali (Keketusan) yang diterapkan pada bangunan padmasana. Tugas satu (1) keketusan (kakul-kakulan, mas-masan dan batun timun, teknik pensil (gelap terang).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

III

Teori dan praktek ornamen Bali (Keketusan) yang diterapkan pada bangunan padmasana. Melanjutkan tugas satu (1) keketusan (kakul-kakulan, mas-masan dan batun timun, teknik pensil (gelap terang).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

IV

Teori dan praktek ornamen Bali (pepatran) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas dua (2) pepatran (patra samblung, patra olanda dan patra punggel).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

V

Teori dan praktek ornamen Bali (pepatran) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas dua (2) pepatran (patra samblung, patra olanda dan patra punggel).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

VI

Teori dan praktek ornamen Bali (Kombinasi) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas tiga (3) pepatran kombinasi dengan tempat tirta.

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

VII

Teori dan praktek ornamen Bali (Kombinasi) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas tiga (3) pepatran kombinasi dengan tempat tirta.

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

VIII

UJIAN TENGAH SEMESTER

IDEM

IX

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas empat (4) menggambar kekarangan (karang Goak).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

X

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas lima (5) menggambar kekarangan (karang tapel).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

XI

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas enam(6) menggambar kekarangan (karang bentulu).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

XII

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas tujuh (7) menggambar kekarangan (karang gajah).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

XIII

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas tujuh (7) menggambar kekarangan (karang gajah).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

XIV

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Tugas delapan (8) menggambar kekarangan (karang boma).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

XV

Teori dan praktek ornamen Bali (kekarangan) dengan  teknik sigar masing (dari terang kegelap/dari gelap keterang) menggambar ornamen. Melanjutkan tugas delapan (8) menggambar kekarangan (karang boma).

1,2,3,4,5,6,7,8

IDEM

XVI

UJIAN AKHIR SEMESTER

IDEM

 

G. BUKU REFERENSI

1. Gelebet, I Nyoman, dkk. 1981-1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar:

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

2. Mudia, I Ketut. 2003. Penggayaan Bentuk pada Relief  Padmasana (Jurnal Rupa).

Denpasar: STSI Denpasar.

4. Gelebet, I Nyoman, dkk. 1981-1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar:

Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

5. Susanto Damid, dkk. 1984. Pengetahuan Ornamen. Jakarta: Departemen  dan

kebudayaan

6.Soehadji, M. 1980. Motif-Motif Klasik Tradisional. Yogyakarta: Balai Penelitian

Batik.

7. Soepratno. 2007.Ornamen Ukiran Kayu Tradisional Jawa I. Semarang: Effhar.

8. Soepratno. 2007.Ornamen Ukiran Kayu Tradisional Jawa I. Semarang: Effhar.

 

 

 

 

Denpasar, 18 agustus 2012

TIM Dosen Pengampu

Kordinator

 

 

 

Drs. I Nyoman Parnama Ricor

NIP: 1958041119880310012

I Gusti Ngurah Agung jaya CK.,SSn.,M.Si

NIP: 196805161998021001

 

 

bandicam 2013-02-19 16-45-46-299 bandicam 2013-02-19 16-45-53-658 bandicam 2013-02-19 16-45-59-740 bandicam 2013-02-19 16-46-04-463 bandicam 2013-02-19 16-46-08-372 bandicam 2013-02-19 16-46-13-220 bandicam 2013-02-19 16-46-32-089 bandicam 2013-02-19 16-46-37-308 bandicam 2013-02-19 16-46-46-670 bandicam 2013-02-19 16-46-54-080 bandicam 2013-02-19 16-46-58-425 bandicam 2013-02-19 16-47-47-506 bandicam 2013-02-19 16-47-53-679 bandicam 2013-02-19 16-47-59-090 bandicam 2013-02-19 16-48-05-242 bandicam 2013-02-19 16-48-35-007 bandicam 2013-02-19 16-48-43-572 bandicam 2013-02-19 16-48-58-020 bandicam 2013-02-19 16-49-03-928 bandicam 2013-02-19 16-49-08-572 bandicam 2013-02-19 16-49-13-196 bandicam 2013-02-19 16-49-18-129 bandicam 2013-02-19 16-49-22-663 bandicam 2013-02-19 16-49-27-784 bandicam 2013-02-19 16-49-32-940 bandicam 2013-02-19 16-49-38-998 bandicam 2013-02-19 16-49-43-050 bandicam 2013-02-19 16-49-48-153 bandicam 2013-02-19 16-49-51-917 bandicam 2013-02-19 16-49-56-664 bandicam 2013-02-19 16-50-07-190 bandicam 2013-02-19 16-50-11-793 bandicam 2013-02-19 16-50-16-331 bandicam 2013-02-19 16-50-20-346 bandicam 2013-02-19 16-50-24-879 bandicam 2013-02-19 16-50-29-507 bandicam 2013-02-19 16-50-33-334 bandicam 2013-02-19 16-50-36-918 bandicam 2013-02-19 16-50-41-256 bandicam 2013-02-19 16-50-46-192 bandicam 2013-02-19 16-50-50-975 bandicam 2013-02-19 16-50-57-372 bandicam 2013-02-19 16-51-01-687

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PELESTARIAN BENTUK ORNAMEN PADA BANGUNAN BALE KULKUL DESA KUWUM PURA DALEM MENGWI.

  • Posted on September 27, 2013 at 11:41 am

ORNAMEN 3

PELESTARIAN BENTUK ORNAMEN PADA BANGUNAN BALE KULKUL DESA KUWUM PURA DALEM  MENGWI.

OLEH IGUSTI NGURAH AGUNG JAYA CK.,SSN.,M.SI

PS KRIYA SENI, FSRD, ISI DPS

04MARET2013

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan. Dilapangan karekter dari ornament yang diterapkan pada bangunan bale kulkul Pura Dalem, yang berada di desa kuwum mengwi bahwa: nilai-nilai senirupa sangat menonjol sekali, dilihat dari bentuk, proporsi, komposisi, keseimbangan, dan karakter seniman sangat menonjol. Bale kulkul di desa kuwum dibuat sekitar tahun 1970an, yang masih kokoh bertahan sampai sekarang. Namun ada beberapa bagian sudah mulai patah, retak, dan beberapa bagian bawah tempat dari ornamen karang gajah/asti sudah dikubur oleh beberapa limbah bangunan, karena meninggikan batas irigasi. Padahal bentuk karakteristik ornamen karang gajah sangat realistis dalam artian sudah menampilkan bentuk anatomi. Dari keseluruhan oranmen yang ditampilkan sangat kental bernuansa anatomi yang memperlihatkan lekukan tumbuh dan gaya dari masing-masing karakter yang ditampilkan. Untuk lebih jelasnya anda bisa lihat beberapa gambar foto yang diambil pada tanggal 01 maret 2013, sekitar jam 10 wita. Makin berkembangnya pengaruh global, bangunan bale kulkul pura dalem desa kuwum mengwi, bisa saja diganti dengan bale kulkul yang baru, sehingga nilai estetik dan istoris dari ornamen yang pernah ada di desa kuwum pura dalem mengwi akan hilang. Mudah-mudahan dengan adanya dokumentasi kecil ini bisa berguna bagi masyarakat Bali pada umumnya dan masyarakat kuwum pada kususnya.

P01-03-13_10-26

P01-03-13_10-18 P01-03-13_10-18[1] P01-03-13_10-19 P01-03-13_10-19[1] P01-03-13_10-19[2] P01-03-13_10-20 P01-03-13_10-20[1] P01-03-13_10-21 P01-03-13_10-21[1] P01-03-13_10-21[2] P01-03-13_10-22 - Copy P01-03-13_10-22 P01-03-13_10-23 P01-03-13_10-23[1] - Copy P01-03-13_10-23[1] P01-03-13_10-24 - Copy P01-03-13_10-24 P01-03-13_10-24[1] - Copy P01-03-13_10-24[1] P01-03-13_10-25 P01-03-13_10-25[1]  P01-03-13_10-26[1]

 

SENI TATAH WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI MASYARAKAT BALI

  • Posted on September 20, 2013 at 9:47 am

Dalam  perjalanannya, Seni  Tatah wayang  Kulit,  sudah   mengalami  perkembangan  yang  sangat  pesat.  Ini diawali  oleh  banyaknya  seniman  pedalangan  yang  mementaskan  wayang  kulit  bali,  sebagai  media komunikasi  dalam   penyebararan  agama,  dan  juga  sebagai  pelengkap  upacara  agama Hindu di Bali.  Di  era  globalisasi Sekarang Ini,  seni tatah wayang kulit, gaungnya tidak sehebat wayang kulit yang Dipestaskan, hal ini disebabkan oleh para dalang muda mendapatkan taksunya, dalam memainkan Wayang kulit, dan nilai humeris dalam dialeknya.                                                                                                                                            Seniman dalam penerapan seni tatah wayang kulit, Banyak dipengaruhi oleh multikultur dan etnisitas.  Sukarja dalam makalahnya yang berjudul ” Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur”,  menyatakan bahwa difinisi multikultur adalah Bangsa yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, masing -masing dengan kebudayaannya sendiri,    

Sehingga masyarakat multikultur sekilas tampak sama dengan, masyarakat yang pluralistik dalam adat, agama, dan bahasa.  Namun masyarakatr multikulur dewasa ini, lebih berkembang, karena lebih menonjolkan dimensi politik dan falsafahnya ( Swasono, 2003).  Multikultur dalam seni tatah wayang kulit Itu, tercermin dalam masuknya berbagai unsur seni rupa seperti; Seni ornamen, seni kerajinan, seni lukis.  Seni Ornamen yang diterapkan adalah Ragam hias berupa stiliran dari beberapa bentuk-bentuk benda alam yang mati dan hidup.  Benda alam itu berupa batu, tanah air, tanaman dan binatang.  Pencampuran multikultur ini,  menghasilkan guratan-guratan dan reringgitan berupa  duri-duri estetika.

Peranan ornamen pada tatah wayang kulit,  sudah ada pakem-pakem yang mengikat diantaranya  a. Muka wayang hidung runcing, tentu matanya sayu, ini menggambarkan orang yang berbadan pendek dan kecil.   B. Muka wayang hidung mancung, tentu matanya tajam , ini menggambarkan orang yang berbadan perkasa.  C.  Muka wayang hidung besar dan tumpul, tentu matanya besar dan tajam, menggambarkan orang yang berbadan tinggi dan besar ( susanto, DKK, 1984,hal 170).

Dengan melihat muka wayang dan hidungnya, kita bisa mengetahui masing-masing tokoh  dalam wayang itu.  Selain pakem yang telah disebutkan ada juga,  unsur-unsur yang mendominasi penerapan ornamen diantaranya:  1.  Titik dalam artian ornamen adalah sebuah lingkaran kecil, yang relatif tergantung ukuran media yang dikerjakan.  2. Garis dalam arti ornamen adalah sesuatu penunjang dan mempunyai arah tertentu dan memiliki kualitas esensial.  3.  Bidang dalam artian ornamen  adalah segala bentuk persegi, menghasilkan batasan-batasan garis, baik riil atau maya.  4.  Bentuk dalam artian ornamen adalah sesuatu , memiliki ukuran dua dan tiga dimensional, dan mempunyai isi atau masa, volume seperti kesan cekung, cembung dan bulat. 5. Ruang dala artian ornamen  adalah suatu wadah, untuk menempatkan warna secara melebar, dan mendalam, mendekat dan menjauh, sehingga mempunyai kualitas tersendiri.  6. Warna dalam artian ornamen adalah menyampaikan nuansa adanya dinamika dalam keharmonisan penglihatan kasat mata. ( Susanto, 1989, hal 24-31).

Melihat hal diatas, bahwa multikultur dalam seni tatah wayang kulit, sangat beragam dan  tercampur baur menjadi satu kesatuan etnis,  yang harmonis dimanis, saling ketergantungan antara unsur-unsur yang mendukung terwujudnya  satu karya seni tatah wayang kulit.

Etnis menurut sukarja dalam makalahnya berjudul ” stereotip Etni Dalam Masyarakat  Multikultur”, adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis, tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri (Trandis dan Vasso, Vasserliou,1967, serta Gardner,1973).

Etnisitas masyarakat Desa puaya, Sukawati, gianyar,  mempunyai ciri dalam bentuk seni tatah wayang kulit, ini bisa kita lihat dari pemilihan bahan dasar kulit.  Kulit yang bagus dipakai untuk seni tatah kulit ini adalah kulit sapi betina, sebab ditatah sangat lemes dan kuat.  Dari segi ornamen etnisitas  munculnya, dilihat dari reringgitannya seperti, duri pandan yang penuh dan rumit.  Dari segi warna sangat manis dan harmonis antara warna satu dengan yang lain saling ketergantungann Satu sama lainnya.  Seni tatah wayang kulit diterapkan dalam dua dimensional, ini bisa dilihat dari dua sisi, sehingga kesan yang ditimbulkan adalah pipih, dalam perwujudannya menggunakan teknik tatah, yaitu cara mengukir lebih halus lembut dan teliti, sehingga menghasilkan detail yang rumit, dengan alat pahat yang kecil. Dapat dicapai artistik dan estetik tinggi, disebut juga carving (Murianto, DKK, 1982,hal 76).Prof.Dr. Ida Bagus Mantra mengatakan ,ia tidak mau mendengar keluhan-keluhan cengeng yang mengatakan bahwa budaya bali sudah dirusak oleh wisatawan asing yang berkunjung kebali, malah masuknya wisatawan asing,  itu justru telah membantu menghidupkan dan membangkitkan  multikulutur budaya Bali dan etnis kesenian tradisional, yang tadinya hampir tidak dikenal lagi dalam masyarakat Bali sendiri.  Selama menjabat sebagai Gurbernur Bali, ia telah menghidupkan  suatu tradisi etnis, untuk menyelenggarakan pesta kesenian rakyat,yang terkenal dengan Pesta Kesenian Bali.  Ternyata pesta kesenian semacam ini, telah membangkitkan kembali hasrat untuk menggali kesenian rakyat yang sudah lama hilang, dalam kehidupan masyarakat Bali, (Oka A. Yoety,1987,Hal 36).

Membaca pendapatanyan Pak Mantra diatas, bahwa walaupun Bali dikrumuni oleh masyarakat multikultur dari berbagai budaya,dan etnis  yang ada didunia ini, akibat harus  pariwisata dan globalisasi,  masyarakat Bali tetap eksis dalam memajukan etnisitas seni tatah wayang kulit yang tetap dipertahankan, dan yadnya yang dilakukan di Bali, selalu dilengkapi dengan pentas wayang, dengan populernya pentas wayang Bali, lewat dalang-dalang muda, mampu menggetarkan dunia hiburan di Bali, nasional bahkan luar negeri.  Seni tatah wayang kulit tetap diminati oleh orang Bali sendiri dan wisatawan domistik dan manca Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Marianto, DKK, 1982. “Tinjauan Seni Rupa I”. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .           Sukarja Putu. 2008.”Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur” . Makalah  disajikan dalam                                         Martikulasi  Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, UNUD Denpasar,11-27 Agustus.

Susanto,Damid, DDK, “Pengetahuan Ornamen “.  Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yoety, Oka A. 1987, “Komersialisasi Seni Budaya dalan Pariwisata”. Bandung, Angkasa.

Dalam  perjalanannya, Seni  Tatah wayang  Kulit,  sudah   mengalami  perkembangan  yang  sangat  pesat.  Ini diawali  oleh  banyaknya  seniman  pedalangan  yang  mementaskan  wayang  kulit  bali,  sebagai  media komunikasi  dalam   penyebararan  agama,  dan  juga  sebagai  pelengkap  upacara  agama Hindu di Bali.  Di  era  globalisasi Sekarang Ini,  seni tatah wayang kulit, gaungnya tidak sehebat wayang kulit yang Dipestaskan, hal ini disebabkan oleh para dalang muda mendapatkan taksunya, dalam memainkan Wayang kulit, dan nilai humeris dalam dialeknya.                                                                                                                                            Seniman dalam penerapan seni tatah wayang kulit, Banyak dipengaruhi oleh multikultur dan etnisitas.  Sukarja dalam makalahnya yang berjudul ” Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur”,  menyatakan bahwa difinisi multikultur adalah Bangsa yang terdiri atas kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kecil, masing -masing dengan kebudayaannya sendiri,    

Sehingga masyarakat multikultur sekilas tampak sama dengan, masyarakat yang pluralistik dalam adat, agama, dan bahasa.  Namun masyarakatr multikulur dewasa ini, lebih berkembang, karena lebih menonjolkan dimensi politik dan falsafahnya ( Swasono, 2003).  Multikultur dalam seni tatah wayang kulit Itu, tercermin dalam masuknya berbagai unsur seni rupa seperti; Seni ornamen, seni kerajinan, seni lukis.  Seni Ornamen yang diterapkan adalah Ragam hias berupa stiliran dari beberapa bentuk-bentuk benda alam yang mati dan hidup.  Benda alam itu berupa batu, tanah air, tanaman dan binatang.  Pencampuran multikultur ini,  menghasilkan guratan-guratan dan reringgitan berupa  duri-duri estetika.

Peranan ornamen pada tatah wayang kulit,  sudah ada pakem-pakem yang mengikat diantaranya  a. Muka wayang hidung runcing, tentu matanya sayu, ini menggambarkan orang yang berbadan pendek dan kecil.   B. Muka wayang hidung mancung, tentu matanya tajam , ini menggambarkan orang yang berbadan perkasa.  C.  Muka wayang hidung besar dan tumpul, tentu matanya besar dan tajam, menggambarkan orang yang berbadan tinggi dan besar ( susanto, DKK, 1984,hal 170).

Dengan melihat muka wayang dan hidungnya, kita bisa mengetahui masing-masing tokoh  dalam wayang itu.  Selain pakem yang telah disebutkan ada juga,  unsur-unsur yang mendominasi penerapan ornamen diantaranya:  1.  Titik dalam artian ornamen adalah sebuah lingkaran kecil, yang relatif tergantung ukuran media yang dikerjakan.  2. Garis dalam arti ornamen adalah sesuatu penunjang dan mempunyai arah tertentu dan memiliki kualitas esensial.  3.  Bidang dalam artian ornamen  adalah segala bentuk persegi, menghasilkan batasan-batasan garis, baik riil atau maya.  4.  Bentuk dalam artian ornamen adalah sesuatu , memiliki ukuran dua dan tiga dimensional, dan mempunyai isi atau masa, volume seperti kesan cekung, cembung dan bulat. 5. Ruang dala artian ornamen  adalah suatu wadah, untuk menempatkan warna secara melebar, dan mendalam, mendekat dan menjauh, sehingga mempunyai kualitas tersendiri.  6. Warna dalam artian ornamen adalah menyampaikan nuansa adanya dinamika dalam keharmonisan penglihatan kasat mata. ( Susanto, 1989, hal 24-31).

Melihat hal diatas, bahwa multikultur dalam seni tatah wayang kulit, sangat beragam dan  tercampur baur menjadi satu kesatuan etnis,  yang harmonis dimanis, saling ketergantungan antara unsur-unsur yang mendukung terwujudnya  satu karya seni tatah wayang kulit.

Etnis menurut sukarja dalam makalahnya berjudul ” stereotip Etni Dalam Masyarakat  Multikultur”, adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis, tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis mereka sendiri (Trandis dan Vasso, Vasserliou,1967, serta Gardner,1973).

Etnisitas masyarakat Desa puaya, Sukawati, gianyar,  mempunyai ciri dalam bentuk seni tatah wayang kulit, ini bisa kita lihat dari pemilihan bahan dasar kulit.  Kulit yang bagus dipakai untuk seni tatah kulit ini adalah kulit sapi betina, sebab ditatah sangat lemes dan kuat.  Dari segi ornamen etnisitas  munculnya, dilihat dari reringgitannya seperti, duri pandan yang penuh dan rumit.  Dari segi warna sangat manis dan harmonis antara warna satu dengan yang lain saling ketergantungann Satu sama lainnya.  Seni tatah wayang kulit diterapkan dalam dua dimensional, ini bisa dilihat dari dua sisi, sehingga kesan yang ditimbulkan adalah pipih, dalam perwujudannya menggunakan teknik tatah, yaitu cara mengukir lebih halus lembut dan teliti, sehingga menghasilkan detail yang rumit, dengan alat pahat yang kecil. Dapat dicapai artistik dan estetik tinggi, disebut juga carving (Murianto, DKK, 1982,hal 76).Prof.Dr. Ida Bagus Mantra mengatakan ,ia tidak mau mendengar keluhan-keluhan cengeng yang mengatakan bahwa budaya bali sudah dirusak oleh wisatawan asing yang berkunjung kebali, malah masuknya wisatawan asing,  itu justru telah membantu menghidupkan dan membangkitkan  multikulutur budaya Bali dan etnis kesenian tradisional, yang tadinya hampir tidak dikenal lagi dalam masyarakat Bali sendiri.  Selama menjabat sebagai Gurbernur Bali, ia telah menghidupkan  suatu tradisi etnis, untuk menyelenggarakan pesta kesenian rakyat,yang terkenal dengan Pesta Kesenian Bali.  Ternyata pesta kesenian semacam ini, telah membangkitkan kembali hasrat untuk menggali kesenian rakyat yang sudah lama hilang, dalam kehidupan masyarakat Bali, (Oka A. Yoety,1987,Hal 36).

Membaca pendapatanyan Pak Mantra diatas, bahwa walaupun Bali dikrumuni oleh masyarakat multikultur dari berbagai budaya,dan etnis  yang ada didunia ini, akibat harus  pariwisata dan globalisasi,  masyarakat Bali tetap eksis dalam memajukan etnisitas seni tatah wayang kulit yang tetap dipertahankan, dan yadnya yang dilakukan di Bali, selalu dilengkapi dengan pentas wayang, dengan populernya pentas wayang Bali, lewat dalang-dalang muda, mampu menggetarkan dunia hiburan di Bali, nasional bahkan luar negeri.  Seni tatah wayang kulit tetap diminati oleh orang Bali sendiri dan wisatawan domistik dan manca Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Marianto, DKK, 1982. “Tinjauan Seni Rupa I”. Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .           Sukarja Putu. 2008.”Stereotip Etnis Dalam Masyarakat Multikultur” . Makalah  disajikan dalam                                         Martikulasi  Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya, UNUD Denpasar,11-27 Agustus.

Susanto,Damid, DDK, “Pengetahuan Ornamen “.  Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yoety, Oka A. 1987, “Komersialisasi Seni Budaya dalan Pariwisata”. Bandung, Angkasa.

bandicam 2013-09-19 10-09-00-851 bandicam 2013-09-19 10-08-51-601bandicam 2013-09-19 10-08-29-501bandicam 2013-09-19 10-09-15-073bandicam 2013-09-19 10-08-17-634bandicam 2013-09-19 10-07-58-348

 

Top