Monthly Archives: Maret 2012

MANFAAT TRI HITA KARANA

Posted by Arsa Wijaya on Maret 07, 2012
Tulisan / 55 Comments

Mpu Kuturan yang datang di Bali pada abad ke-11 atas permintaan Raja Udayana dan Gunapriadharmapatni tidak hanya berhasil menyatukan berbagai sekte agama Hindu yang ada ketika itu dalam wadah kepercayan Tri Murti, tetapi juga telah meletakkan dasar-dasar kehidupan sosial religius dalam bentuk tatanan Desa Pakraman.

Desa Pekraman yang merupakan komunitas Hindu-Bali dibangun dengan kepercayaan Tri Murti di mana Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Brahma, Siwa, dan Wisnu distanakan di Pura Desa untuk Brahma, Pura Dalem untuk Siwa, dan Pura Segara atau Pura Puseh untuk Wisnu. Ketiga Pura ini dikenal sebagai Tri Kahyangan.

Atas dasar itu dikembangkan pula konsep Tri Hita Karana yang mengambil peranan manusia sebagai sentral atau penentu terwujudnya kebaikan dan kesejahteraan.

Istilah Tri Hita Karana pertama kali muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada waktu diselenggarakan Konferensi Daerah l Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat di Perguruan Dwijendra Denpasar. Konferensi tersebut diadakan berlandaskan kesadaran umat Hindu akan dharmanya untuk berperan serta dalam pembangunan bangsa menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini berkembang, meluas, dan memasyarakat.

Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. (Tri = tiga, Hita = sejahtera, Karana = penyebab). Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara:

  1. Manusia dengan Tuhan (Parahayangan)
  2. Manusia dengan alam lingkungannya (Palemahan)
  3. Manusia dengan manusia (Pawongan)

Konsep Tri Hita Karana memiliki konsep yang dapat melestarikan keanekaragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi.  Pada dasarnya hakikat ajaran Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Banyak manfaat yang bisa kita dapat jika kita bisa menerapkan ajaran Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana, berasal dari bahasa sansekerta. Kata Tri yang berarti tiga, Hita berarti sejahtera dan Karana berarti penyebab. Jadi pengertian  Tri Hita Karana adalah tiga hal pokok yang menyebabkan kesejahteraan, kebahagian dan kemakmuran hidup manusia. Bagian-bagian dari Tri Hita Karana yaitu, Parahyangan, Pawongan, dan Palemahan. Parahyangan adalah hubungan baik antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, Pawongan adalah hubungan antara manusia dengan manusia, dan Palemahan adalah hubungan baik antara manusia dengan lingkungan.

Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu sebagai berikut.

  1. Hubungan antara manusia dengan Tuhannya yang diwujudkan dengan Dewa yadnya.

Manusia adalah ciptaan Tuhan, sedangkan Atman yang ada dalam diri manusia merupakan percikan sinar suci kebesaran Tuhan yang menyebabkan manusia dapat hidup. Dilihat dari segi ini sesungguhnya manusia itu berhutang nyawa terhadap Tuhan. Oleh karena itu umat Hindu wajib berterima kasih, berbhakti dan selalu sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rasa terima kasih dan sujud bhakti itu dapat dinyatakan dalam bentuk puja dan puji terhadap kebesaran-Nya, yaitu :

  1. Dengan bersembahyang dan melaksanakan yadnya.
  2. Dengan melaksanakan Tirtha Yatra atau Dharma Yatra, yaitu kunjungan ke tempat-tempat suci.
  3. Dengan melaksanakan Yoga Semadhi
  4. Dengan mempelajari, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama.
  5. Hubungan manusia dengan alam lingkungannya yang diwujudkan dengan Bhuta yadnya.

Sebagai mahluk sosial, umat Hindu tidak dapat hidup menyendiri. Mereka memerlukan bantuan dan kerja sama dengan orang lain. Karena itu hubungan antara sesamanya harus selalu baik dan harmonis. Hubungan antar manusia harus diatur dengan dasar saling asah, saling asih dan saling asuh, saling menghargai, saling mengasihi dan saling membingbing. Hubungan antar keluarga dirumah tangga harus harmonis. Hubungan dengan masyarakat lainya juga harus harmonis. Hubungan baik ini akan menciptakan keamanan dan kedamaian lahir batin di masyarakat. Masyarakat yang aman dan damai akan menciptakan Negara yang tenteram dan sejahtera.

  1. Hubungan antara manusia dengan sesamanya diwujudkan dengan Pitra, Resi, Manusia Yadnya.

Manusia hidup dalam suatu lingkungan tertentu. Manusia memperoleh bahan keperluan hidup dari lingkungannya. Manusia dengan demikian sangat tergantung kepada lingkungannya. Oleh karena itu umat Hindu harus selalu memperhatikan situasi dan kondisi lingkungannya. Lingkungan harus selalu dijaga dan dipelihara serta tidak dirusak. Lingkungan harus selalu bersih dan rapi. Lingkungan tidak boleh dikotori atau dirusak. Hutan tidak boleh ditebang semuanya, binatang-binatang tidak boleh diburu seenaknya, karena dapat menganggu keseimbangan alam. Lingkungan justu harus dijaga kerapiannya, keserasiannya dan kelestariannya. Lingkungan yang ditata dengan rapi dan bersih akan menciptakan keindahan. Keindahan lingkungan dapat menimbulkan rasa tenang dan tentram dalam diri manusia.

Penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di Bali dapat dijumpai dalam perwujudan:

    1. Parahyangan
      1. Parahyangan untuk di tingkat daerah berupa Kahyangan Jagat
      2. Di tingkat desa adat berupa Kahyangan desa atau Kahyangan Tiga
      3. Di tingkat keluarga berupa pemerajan atau sanggah
    2. Palemahan
      1. Pelemahan di tingkat daerah meliputi wilayah Propinsi Bali
      2. Di tingkat desa adat meliputi “asengken” bale agung
      3. Di tingkat keluarga meliputi pekarangan perumahan
    3. Pawongan
      1. Pawongan untuk di tingkat daerah meliputi umat Hindu di Bali
      2. Untuk di desa adat meliputi krama desa adat
      3. Tingkat keluarga meliputi seluruh anggota keluarga

Dengan menerapkan Tri Hita Karana secara mantap, kreatif dan dinamis akan terwujudlah kehidupan harmonis yang meliputi pembangunan manusia seutuhnya yang astiti bakti terhadap Sanghyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada kelestarian lingkungan serta rukun dan damai dengan sesamanya. Setiap bagian-bagian Tri Hita Karana memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Keseimbangan, ketentraman, dan kedamaian tercapai apabila, manusia hidup dengan berpedoman pada segala tindakan yang baik. Hubungan antara manusia dengan alam lingkungan perlu terjalin secara harmonis, bilamana keharmonisan tersebut di rusak oleh tangan-tangan jahil, bukan mustahil alam akan murka dan memusuhinya. Perlu kita sadari bahwa alam lingkungan telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memanfaatkan alam lingkungan sebesar-besarnya guna kesejahteraan hidupnya.

Banyak sekali manfaat yang bisa kita terima jika kita sudah menerapkan ajaran Tri Hita Karana. Misalnya, jika kita sebagai manusia menjalin hubungan yang baik dengan manusia lain maka kita pastinya akan bisa hidup rukun, tentram dan damai dengan sesama manusia. Dan juga, jika kita sebagai manusia memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya (Palemahan) maka tidak akan terjadi bencana alam dan terciptalah lingkungan yang harmonis. Dan yang terakhir, jika kita menjalin hubungan yang baik dengan Tuhan Yang Maha Esa yaitu dengan melakukan persembahyangan secara teratur  maka kita selalu mendapatkan perlindungan dan anugerah dari-Nya.

Ogoh-ogoh dalam Rangkaian Hari Raya Nyepi di Banjar Petapan Kelod, Desa Pergung

Posted by Arsa Wijaya on Maret 07, 2012
Tulisan / 56 Comments

Ogoh-ogoh adalah karya seni patung dalam kebudayaan Bali yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala. Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merepresentasikan kekuatan (Bhu) alam semesta dan waktu (Kala) yang tak terukur dan tak terbantahkan.

Dalam perwujudan patung yang dimaksud, Bhuta Kala digambarkan sebagai sosok yang besar dan menakutkan (biasanya dalam wujud Raksasa).

Selain wujud Raksasa, ogoh-ogoh sering pula digambarkan dalam wujud makhluk-makhluk yang hidup di Mayapada, Surga dan Neraka, seperti: naga, gajah, garuda, Widyadari, bahkan Dewa. Dalam perkembangannya, ada yang dibuat menyerupai orang-orang terkenal, seperti para pemimpin dunia, artis atau tokoh agama bahkan penjahat. Terkait hal ini, ada pula yang berbau politik atau SARA walaupun sebetulnya hal ini menyimpang dari prinsip dasar ogoh-ogoh. Contohnya ogoh-ogoh yang menggambarkan seorang teroris.

Dalam fungsi utamanya, ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala dibuat menjelang Hari Nyepi dan diarak beramai-ramai keliling desa pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi.

Menurut para cendekiawan dan praktisi Hindu Dharma, proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup, khususnya manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran. Semua ini tergantung pada niat luhur manusia, sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.

Di setiap banjar baik di kota ataupun desa, tampil ogoh-ogoh dengan aneka macam bentuk dan rupa. Di satu banjar, mereka tak hanya membuat satu ogoh-ogoh. Ada yang dibuat oleh seka teruna (kelompok pemuda) ada pula yang dibuat oleh seka anak-anak (kelompok anak-anak).

Begitu juga dengan Banjar Petapan Kelod, Desa Pergung, seka teruna dan seka anak-anak membuat ogoh-ogoh yang berwujud Raksasa. Ogoh-ogoh itu dibuat tiga minggu sebelum hari pengrupukan. Ogoh-Ogoh digelar sebagai salah satu rangkaian acara perayaan Hari Raya Nyepi.

Ogoh-ogoh di Banjar Petapan Kelod ini berfungsi sebagai sarana ritual untuk menetralisir sifat negatif manusia atau alam menjelang datangnya Tahun Baru Saka dengan harapan sifat buruk manusia bisa dibersihkan sehingga pada Hari Raya Nyepi seluruh umat Hindu di Banjar Petapan Kelod ini dapat menyongsong kehidupan baru yang lebih bersih, baik dan damai sejahtera dan juga berfungsi sebagai upacara Bhuta Yadnya yang dilakukan untuk menyucikan keseimbangan alam. Selain itu, ogoh-ogoh juga berfungsi sebagai hiburan untuk menyemarakkan malam pengrupukan.

Sebelum di arak, ogoh-ogoh dipajang di pinggir jalan. Ogoh-ogoh yang diusung dan diarak keliling banjar itu diiringi suara gambelan Baleganjur yang bertalu-talu serta tingkah riuh sorak yang mengandung makna mengusir roh-roh jahat dan menetralisasi alam semesta. Setelah ogoh-ogoh di arak, ogoh-ogoh itu dibakar di perbatasan banjar.

DHARMA DALAM KEPEMIMPINAN

Posted by Arsa Wijaya on Maret 07, 2012
Tulisan / 52 Comments

Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup manusia perlu berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan. Manusia dilahirkan dengan dianugerahi kemampuan berpikir, memilah dan memilih mana yang baik dan buruk. Dengan kelebihan itulah seharusnya manusia memiliki jiwa pemimpin. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok, dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik dan sulit. Disinilah diperlukan seorang pemimpin yang berpedoman pada ajaran Dharma agar bisa mengatasi masalah dengan baik.

Dalam memimpinan sering kali seorang pemimpin itu tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Dan sering kali juga mereka tidak bisa memenuhi kewajibannya sebagai seorang pemimpin dan hanya mengutamakan haknya saja. Sehingga anggota atau orang atau rakyat yang dipimpinnya menjadi menderita. Pelajaran Dharma mestinya sudah diajarkan sejak dini agar ketika dewasa bisa memimpin dengan baik. Memimpin di mulai dari tingkat keluarga. Jika kita bisa memimpin dengan baik di dalam keluarga maka kita sudah bisa mengaplikasikan pelajaran Dharma dalam kehidupn berumah tangga dan kita juga harus bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Seorang pemimpin yang tidak mengamalkan ajaran Dharma pasti hanya akan bisa menyengsarakan orang yang dipimpinnya saja. Maka dari itu perlu adanya pelajaran Dharma bagi seorang pemimpin.

Dalam tugas menyanyikan kekawin, saya memilih satu kekawin dari Kekawin Ramayana yang berbunyi:

Prihen temen dharma dumaranang sarat

saraga Sang sadhu sireka tutana

tan artha tan kama pidonya tan yasa

ya sakti sang sajjana dharma raksaka

Terjemahan bebasnya :

Usahakan dharma dalam kehidupan di dunia ini.

Mereka yang bijaksana hendaknya dijadikan panutan

bukanlah harta, nafsu atau kemasyuran

keberhasilan sang bijaksana adalah karena paham benar hakekat dharma.

Ulasannya :

Dalam Catur Purusa Artha disebutkan tujuan hidup adalah Dharma, Artha, Kama, Moksha.

Dharma adalah sarana untuk mencapai Artha, Kama dan Moksa.

Dalam memimpin pastilah membutuhkan sarana seperti harta, usaha keras/kama dan tujuan. Tapi hendaknya tetap dalam jalur Dharma. Dharma dalam hal ini diartikan sebagai Agama.

Sebagai pemimpin hendaklah jangan congkak, sombong dan berbangga diri, janganlah mementingkan diri sendiri. Seorang pemimpin harus peka pada suara hati rakyat. Memperjuangkan kepentingan rakyat. Mengutamakan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya.

Dia mestilah selalu belajar, terus meningkatkan diri seiring dengan persaingan yang semakin tajam. Mau menerima pendapat dan kritikan dari sang bijaksana/profesional, dan menjadikan masukan para bijaksana ini sebagai kebijakan negara.

Keberhasilan seorang bijaksana/seorang Profesional adalah karena mereka paham benar akan Dharmanya. Dharma dalam hal ini berarti kewajiban/bidangnya.

Dalam budaya bali, ada sebuah nilai yang disebut “puputan”, artinya sampai selesai/mati. Untuk masa saat ini semangat ini bisa diarahkan untuk mengoptimalkan potensi diri (taksu) sampai pada titik maksimum yang mampu dieksplorasi. Sehingga setiap insan bisa memberikan kontribusi yang bermakna bagi kehidupan di dunia ini.

Dalam ajaran Agama Hindu kita mengenal istilah Catur Purusa Artha. Catur Purusa Artha adalah empat tujuan hidup yang utama. Bagian-bagian Catur Purusa Artha adalah Dharma, Artha, Kama, dan Moksa. Dharma berasal dari kata “dr” dan  akar kata “dhr” yang artinya menjinjing, memangku, memelihara dan mengatur. Dalam arti luas Dharma berarti hukum, kodrat, kewajiban, agama dan kebahagiaan. Artha berarti tujuan, harta benda (kekayaan). Harta benda sangat diperlukan dalam kehidupan baik dalam melaksanakan ajaran agama maupun kehidupan sehari-hari. Kama adalah keinginan yang dapat membiarkan kepuasan, kebahagiaan, kenikmatan yang di dapat melalui indra. Kata Kama artinya keinginan, kasih sayang, cinta kasih, kesenangan dan kenikmatan. Moksa berarti bebas dari kehidupan duniawi, bebas dari karma phala, dan bebas dari kelahiran. Moksa adalah ketenangan spiritual yang abadi (sukha tanpa wali dukha).

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan bersama. Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang–orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas. Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau pun jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi lingkungan pekerjaannya, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya.

SERVE adalah singkatan dari lima kunci dalam memimpin:

S – See the Future (Melihat Masa Depan)

E – Engage and Develop Others (Libatkan dan Kembangkan Orang Lain)

R – Reinvent Continuously (Temukan Kembali Terus Menerus)

V – Value Results and Relationship (Hargai Hasil dan Hubungan)

E – Embody The Values (Mewujudkan Nilai)

Dalam Pancasila, pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :

Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan bagi orang–orang yang dipimpinnya.

Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang–orang yang dibimbingnya.

Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang–orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.

Dalam memimpin seseorang harus mengetahui ajaran Dharma dan bisa menerapkannya. Jika sudah melaksanakan ajaran Dharma maka akan cepat mencapai Artha, Kama dan Moksa. Modal awal dari semua itu adalah bersumber pada Dharma. Seorang pemimpin itu pastilah membutuhkan Artha, Kama, dan Moksa dalam menjalankan kewajibannya. Sebagai pemimpin harus tetap berada pada jalur/ajaran Dharma agar dapat memimpin dengan baik. Pemimpin tidak boleh sombong, angkuh, berbangga diri dan jangan mementingkan kepentingan sendiri, haruslah mengutamakan kepentingan orang banyak. Pemimpin mestinya belajar meningkatkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin. Menerima pendapat orang lain atau mendengarkan kritik dari orang lain merupakan suatu evaluasi bagi seorang pemimpin itu sendiri. Optimalkanlah bekerja sebagai pemimpin, lakukanlah sesuatu yang dapat memberi makna.

Pemimpin yang baik atau sudah mengamalkan ajaran Dharma pastinya akan bisa mensejahterakan orang yang dipimpinnya dan terutama sekali pemimpin yang baik pasti akan disegani oleh rakyatnya. Maka dari itu jika menjadi seorang pemimpin, jadilah pemimpin yang bisa melakukan hal terbaik untuk rakyatnya dan bersumber pada ajaran agama (Dharma).

TUGAS BAHASA INDONESIA

Posted by Arsa Wijaya on Maret 07, 2012
Tulisan / 55 Comments

Persoalan: Pergaulan Bebas

  1. Kebebasan dalam pergaulan remaja sungguh sangat mengkhawatirkan.
  2. Banyak indikator yang dapat mempengaruhi dan sangat berbahaya untuk para remaja.
  3. Orang tua memiliki peranan yang besar dalam mendidik para remaja.
  4. Membentengi para remaja dengan agama dan keimanan yang kuat.
  5. Pendidikan moral diharapkan menghasilkan remaja yang berkompeten dan menjadi penerus bangsa yang baik.

 

Pergaulan Bebas

 

Kebebasan dalam pergaulan remaja sungguh sangat mengkhawatirkan. Santer terdengar para remaja lebih sering melakukan perbuatan yang menyimpang, misalnya minum-minuman keras, judi, narkoba, seks bebas, dan sebagainya. Hal ini tidak bisa ditoleransi mengingat para remaja merupakan generasi penerus bangsa yang akan melanjutkan estafet memimpin negara ini. Apa jadinya negara ini apabila para remaja dibiarkan terperosok dalam jurang kenistaan.

Banyak indikator yang dapat mempengaruhi dan sangat berbahaya bagi pergaulan para remaja. Misalnya, media TV dan internet. Media TV ini banyak menyajikan tontonan yang merangsang dan mendorong para remaja untuk berbuat amoral. Sulit dicari tontonan yang mendidik untuk para remaja. Selain media TV, internet juga bias berdampak buruk bagi para remaja. Banyaknya terdapat situs-situs porno dalam media internet ini yang dapat merusak moral para remaja.

Orang tua memiliki peranan yang besar dalam mendidik para remaja. Secara otomatis seorang remaja akan membawa nilai hasil bimbingan orang tua. Anak merupakan cerminan dari orang tuanya sehingga jika anaknya berkualitas bisa dipastikan bahwa dia dilahirkan dan dididik oleh oarng tuanya dengan baik. Orang tua adalah sosok yang penting untuk membentuk pribadi para remaja. Posisi mereka lebih dekat dan lebih sering mengadakan kontak langsung dengan para remaja itu (anaknya).

Ada hal utama yang dapat dilakukan agar para remaja dapat terhindar dari gaya pergaulan yang bebas seperti sekarang ini, yaitu dengan membentengi para remaja dengan agama dan keimanan yang kuat. Kemungkinan besar para remaja tidak akan terjerumus untuk melakukan perbuatan tercela karena dalam agama apapun pasti ditekankan nilai-nilai kehidupan yang baik, bermoral, dan bertanggung jawab. Dalam memberikan ajaran agama ini juga tidak sebatas material saja, tetapi contoh konkret yang dapat dilihat secara langsung oleh para remaja. Dalam hal ini, sikap, ucapan dan perbuatan yang sangat berpengaruh.

Pendidikan moral baik dalam keluarga, masyarakat dan instansi pendidikan dapat membantu para remaja mengenal dan menghayati nilai-nilai moral yang seharusnya dijadikan panduan bagi sikap dan perilakunya untuk tidak melakukan pergaulan bebas. Jika semua komponen telah menyadari akan kewajibannya atas tanggung jawab terhadap remaja maka dapat dipastikan nantinya kita dapat menghasilkan remaja yang berkompeten dan mampu menjadi penerus bangsa yang baik.

Sejarah Singkat Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Dasar Pancasila

Posted by Arsa Wijaya on Maret 07, 2012
Tulisan / 56 Comments

Sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya berjalan berabad-abad, dengan cara bermacam-macam dan bertahap. Karena sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak berabad-abad yang lalu itu panjang sekali, maka perlulah diterapkan tonggak-tonggak sejarah tersebut, yakni peristiwa-peristiwa yang menonjol, terutama dalam hubungannya dengan Pancasila.

Pada zaman kerajaan Sriwijaya dan Majapahit itu dijadikan tonggak sejarah, karena pada waktu itu bangsa Indonesia telah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa yang mempunyai negara. Baik Sriwijaya atau Majapahit merupakan negara yang berdaulat, bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara. Unsur-unsur Pancasila yakni: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan Sosial telah terdapat sebagai asas-asas yang menjiwai bangsa Indonesia, yang dihayati serta dilaksanakan pada waktu itu, hanya saja belum dirumuskan secara konkrit.

Pada masa penjajahan Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda, apa yang telah dimiliki oleh bangsa Indonesia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit menjadi hilang. Kedaulatan Negara hilang, persatuan dihancurkan, kemakmuran lenyap, dan wilayah di injak-injak penjajah. Penjajahan bangsa Barat yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia itu tidak dibiarkan begitu saja oleh segenap bangsa Indonesia. Sejak Imperialis itu menjejakkan kakinya di Indonesia, di mana-mana bangsa Indonesia melawannya dengan semangat patriotik. Apabila diperhatikan, maka sebenarnya perlawanan terhadap penjajahan bangsa Barat itu terjadi di setiap daerah di Indonesia. Akan tetapi perlawanan itu terjadi sendiri-sendiri pada tiap-tiap daerah. Tidak adanya persatuan serta koordinasi perlawanan itu mengakibatkan tidak berhasilnya bangsa Indonesia menghalau kolonialis pada waktu itu.

Bangsa Indonesia mengubah cara-caranya di dalam melawan koloniais Belanda. Kegagalan-kegagalan perlawanan secara fisik yang tidak terkoordinir pada masa lampau mendorong pemimpin-pemimpin Indonesia menggunakan bentuk perlawanan yang lain. Bentuk perlawanan itu adalah dengan menyadarkan bangsa Indonesia akan pentingnya bernegara. Maka lahirlah pada waktu itu bermacam-macam organisasi politik di samping organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial yang dipelopori oleh Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Mereka yang tergabung dalam organisai-organisasi itu mulai merintis jalan baru ke arah tercapainya cita-cita perjuangan bangsa. Pada tanggal 28 Oktober 1982 pemuda-pemuda Indonesia mengumandangkan Sumpah Pemuda Indonesia yang berisi pengakuan akan  adanya Bangsa, Tanah Air, dan Bahasa yang satu, yakni Indonesia. Dengan Sumpah Pemuda ini maka tegaslah apa yang di inginkan bangsa Indonesia adalah kemerdekaan.

Pada tanggal 8 Maret 1942 Jepang masuk ke Indonesia, meghalau penjahah Belanda. Pada waktu itu Jepang mengetahui apa yang di inginkan oleh bangsa Indonesia, yakni kemerdekaan. Untuk mendapatkan bantuan rakyat Indonesia, Jepang mempropagandakan bahwa kehadirannya di bumi Indonesia adalah justru untuk membebaskan bangsa Indonesia dari cengkraman penjajah Belanda. Untuk meyakinkan propagandanya Jepang memperbolehkan rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera merah putih  serta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Tetapi kenyataan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada waktu itu adalah bahwa sesungguhnya Jepang pun menjajah Indonesia. Oleh kenyataan itu rakyat Indonesia kecewa dan merasa di tipu oleh Jepang. Maka timbulah perlawanan-perlawanan terhadap Jepang. Perang Pasifik menunjukan tanda-tanda akan berakhir dengan kekalahan Jepang diman-mana. Untuk mendapatkan bantuan rakyat Indonesia, maka Jepang menjanjikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia.

Sebagai tindak lanjut dari janjinya, Jepang mengumumkan akan di bentuknya BPUPKI (Badan Persiapan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Dengan dibentuknya BPUPKI ini bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan kemerdekaanya. Pada tanggal 29 Mei 1945, BPUPKI menyelenggarakan sidang pertamanya, Muh. Yamin mendapat giliran pertama untuk mengemukakan pidatonya yang berisi tentang lima asas dasar, yakni:

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

Setelah berpidato Muh. Yamin menyampaikan usul tertulis mengenai rancangan UUD Republik Indonesia. Di dalam rancangan UUD itu tercantum perumusan lima asas dasar Negara yang berbunyi sebagai berikut.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan pewakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno mengemukakan lima dasar Negara yang diusulkan namanya adalah Pancasila. Lima dasar tersebut, yakni:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Menurut Ir. Soekarno, Pancasila bisa diperas menjadi Trisila yakni “Sosio-Nasionalisme”, “Sosio-Demokrasi”, dan “Ketuhanan”. Kemudian Trisila ini diperas lagi menjadi Ekasila yaitu “Gotong Royong”.

Pada tanggal 22 Juni 1945 sembilan tokoh nasional menyusun sebuah Piagam yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta, yang di dalamnya terdapat perumusan dan sistematika Pancasila sebagai berikut.

  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan pewakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Pada tanggal 9 Agustus 1945 dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Ir. Soekarno diangkat sebagai ketua dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketuanya. PPKI yang mula-mula bersifat Badan buatan Jepang untuk menerima hadiah kemerdekaan dari Jepang, setelah takluknya Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia lalu menpunyai sifat Badan Nasional Indonesia.

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu. Pada saat itu terjadilah kekosongan kekuasaan Indonesia. Situasi kekosongan itu dimanfaatkan oleh pemimpin-pemimpin bangsa untuk mempersiapkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penyelenggaraan Proklamasi Kemerdekaan disiapkan oleh PPKI yang kita anggap mewakili bangsa Indnesia seluruhnya dan yang merupakan sebagai pembentuk Negara Republik Indonesia. Naskah Proklamasi Kemerdekaan itu ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia, bertanggal 17 Agustus 1945. Dari kenyataan sejarah itu dapatlah diketahui, bahwa kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari Jepang, melainkan sebagai suatu perjuangan dan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan Negara Republik Indonesia.

PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara yang kini terkenal dengan sebutan UUD 1945. UUD 1945 yang telah disahkan itu terdiri dari dua bagian, yakni bagian Pembukaan dan bagian Batang Tubuh UUD yang berisi 37 pasal, 1 Aturan Peralihan terdiri atas 4 pasal, dan 1 Aturan tambahan terdiri dari 2 ayat. Di dalam bagian Pembukaan yang terdiri dari empat alinea itu, di dalam alinea ke empat tercantum perumusan Pancasila yang berbunyi sebagai berikut.

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarahan/pewakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Dasar Negara Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang sah dan benar, karena disamping mempunyai kedudukan konstitusionil, juga disahkan oleh suatu badan yang mewakili seluruh bangsa Indonesia (PPKI) yang berarti disepakati oleh seluruh banga Indonesia. Jiwa Pancasila yang merupakan Jiwa Bangsa Indonesia mempunyai sifat statis dan juga mempunyai sifat yang dinamis, sehingga menimbulkan keinginan, cita-cita sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia. Cita-cita luhur bangsa Indonesia ini, yang dijiwai Pancasila, oleh bangsa Indonesia diperjuangkan untuk menjadi suatu kenyataan.