REJANG

Dalam lontar Usana Bali disebutkan bahwa rejang adalah symbol Widyadari yang turun ke dunia menuntun Ida Bhatara pada waktu melasti atau tedun kepeselang. Oleh karena itu penarinya harus ditarikan oleh para daha-daha atau gadis-gadis yang belum kawin. Khususnya rejang renteng mempunyai tanda yang khas yaitu menuntun benang, dimana jempana linggih Ida Bhatara dituntun dengan benang yang panjang dan diikat pada pinggang setiap penari.

            Menurut Usana Bali, diceritakan bahwa ketika Bhatara Indra berhasil menewaskan raja Bali Aga yang bernama Mayadenawa dalam peperangan, maka para Dewa berkumpul semuanya di Manukraya menghadap Bhatara Indra. Pada waktu itu Bhatara Indra mendirikan 4 buah Kahyangan yang berada di Kedisan, Tihingan, Manukraya, dan Keluhuran. Setelah selesai para Dewa mengadakan keramaian di Manukraya yaitu para Widyadari menari Rejang, para Widyadara menari Baris, para Gendawa menjadi tukang tabuh, tukang suling, rebab, selonding, dan lain sebagainya. Oleh karena itulah semenjak itu jika ada odalan atau karya-karya di pura-pura harus mengadakan ilen-ilen rejang, baris gede, dan pendet.

            Jenis-jenis tari Rejang antara lain :

  1. Rejang Renteng
  2. Rejang Lilit
  3. Rejang Dewa
  4. Rejang Onying
  5. Rejang Bengkol
  6. Rejang Oyod Padi
  7. Rejang Ngrepong
  8. Rejang Alus
  9. Rejang Kuningan
  10. Rejang Nyangnyingan
  11. Rejang Luk Penyalin
  12. Rejang Glibag Ganjil

Dari beberapa tarian rejang diatas yang dapat diuraikan berdasarkan literatur adalah sebagai berikut :

  1. Rejang Renteng

Tari Rejang Renteng adalah salah satu jenis tari rejang yang ditarikan oleh sekelompok penari-penari wanita. Para penari bergerak secara beriring-iringan dan seragam. Keunikan dari tarian ini adalah penarinya diikat dalam satu untaian (rentang) dengan seutas benang berwarna putih.

  1. Rejang Dewa

Tari Rejang Dewa adalah salah satu tarian yang dibawakan oleh sekelompok penari wanita. Di beberapa tempat tarian ini hanya boleh dilakukan oleh para remaja. Setiap penari menari dengan membawa semacam boneka dari janur (dewa-dewi) yang diikatkan di sekitar pinggang penari. Versi lain tari Rejang Dewa adalaj dibawakan oleh sekelompok penari putri yang berbusana putih kuning, dan setiap orang memakai selendang dang megenakan hiasan kepala yang terbuat dari janur dihias dengan bunga berwarna-warni. Pada akhir tariannya, para penari bergerak melingkar sambil masing-masing memegang selendang penari yang di depannya.

  1. Rejang Onying

Tarian Rejang Onying ini gerakannya paling jelas dibandingkan dengan rejang yang lainnya. Dalam banyak hal gerak-gerak tari rejang onying menyerupai gerak tari Baris yang keras dan patah-patah. Para penarinya pada umunya dari kelompok wanita dewasa, dan di beberapa tempat tarian ini dibawakan oleh para pemangku, Keunikan tarian ini terlihat pada pemakaian keris terhunus oleh setiap penarinya. Pada akhir tarian para penari menikamkan keris ke dada masing-masing (ngurek).

  1. Rejang Kuningan

Rejang Kuningan adalah sebuah tarian rejang yang ditarikan hanya pada hari raya Kuningan dari masyarakat Hindu Bali. Tarian yang menggambarkan turunnya para Widyadari ini hanya bisa ditarikan oleh para remaja yang masih gadis. Para penari mengenakan busana adat ke pura dengan hiasan kepala terbuat dari janur atau daun enau muda yang dihias dengan bunga berwarna-warni. Tarian ini sudah muncul sejak abad XI dan hingga kini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat desa Duda dan Akah, Karangasem. Jika di Desa Duda tari rejang Kunigan diiringi dengan gamelan Gong Kebyar, di Desa Akah tari rejang Kuningan diiringi dengan gamelan Gambang.

Di desa Tenganan terdapat tarian Rejang yang pementasannya dikaitkan terutama dengan upacara “Aci Kas”. Tarian ini dibawakan oleh para remaja (deha) dengan mengenakan pakaian khas rejang yang terdiri dari kain Gringsing (Tenganan) dan bunga-bunga emas. Pengiring tarian ini adalah gamelan Selonding.

Di desa Batuan Sukawati dan sekitarnya, tari rejang juga di kenal sebagai tari Sutri. Tarian ini biasanya dilakukan menjelang waktu persembahyangan, ketika Pendeta atau Pemangku menghaturkan sesaji. Di desa Batuan, tarian Rejang dianggap mempunyai suatu kekuatan yang dapat melindungi warga masyarakat setempat dari marabahaya. Oleh karena itu, tradisi ngerejang masih tetap dipertahankan oleh warga setempat. Pada bulan-bulan tertentu, di Jaba Pura Desa Batuan dipentaskan tari Rejang yang dibawakan oleh kaum wanita dari Banjar-banjar di Lingkungan Desa Adat Batuan secara bergiliran. Kadangkala penarinya hanya memakai busana sederhana, dan pada hari-hari tertentu mereka berpakaian adat Bali madya.

GONG SULING

Latar Belakang

            Gong Suling pada dasarnya merupakan pengembangan dari Gong Kebyar, teknik tabuh yang digunakan hampir semuanya berasal dari Gong kebyar, hanya saja pembawa melodinya tidak lagi gangsa yang terbuat dari krawang melainkan sejumlah suling bambu dengan ukuran yang berbeda-beda. Gong Suling diperkuat dengan melodi bersifat unisono oleh ricikan rebab dengan memiliki dua utas dawai yang disebut wadon dan lanang. Terkait dengan fungsi suling dalam seni karawitan kebyar, hingga saat belum diketahui secara pasti kapan instrumen suling masuk sebagai bagian barungan gamelan tersebut. Munculnya gamelan gong kebyar sebagai salah satu bentuk ensambel baru dalam seni karawitan Bali pada abad XIX, tidak dijumpai adanya penggunaan suling dalam komposisi-komposisi kekebyaran yang diciptakan. Penyajian komposisi ”kebyar” yang dinamis, menghentak-hentak serta pola-pola melodi yang ritmis tidak memungkinkan bagi suling untuk dimainkan di dalamnya. Kesenian ini adalah salah satu kesenian tua yang ada di kabupaten Jembrana. kesenian ini hanya ditampilkan pada saat ada upacara keagamaan saja. Namun dengan perubahan jaman, kesenian ini berubah menjadi sebuah seni umum yang dipertontonkan.

Sajian Pertunjukan

            Sajian Gong Suling didominasi oleh suling. Diawali dengan ber­jajarnya para pemain suling dengan pemain tawa-tawa, klenang dan gong pulu di dalam sajiannya. Para pemain saling mengisi dalam sajian yang secara tidak langsung mengambil pola dari gong kebyar tersebut. Terjadinya per­kembangan fungsi suling tersebut merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik dimana suling yang pada awalnya memiliki fungsi sekunder yaitu instrumen pendukung, berkembang menjadi instrumen primer yaitu instrumen utama.

Organologi

            Salah satu instrumen dalam Gong Suling adalah terdapatnya suling bambu yang besar ukurannya. Panjangnya ada sekitar 35 inci dan berdiameter 1,7 inci. Wilayah nadanya lebih sedikit dari dua oktaf dan bermula pada nada B, di bawah nada C pusat. Ini adalah jenis suling vertikal dengan tiup ujung dan merupakan suling bass. Suling tersebut pada bagian bawah jika sedang dimainkan dalam kedudukan vertikal maka akan terbuka. Pada bagian bawah diraut atau diiris sedikit dari buku ruasnya. Lubang-lubang jari yang dinamakan song, terdapat pada bagian atas dari suling dan jumlahnya diselaraskan dengan tangga nada yang diperlukan. Ukuran suling pada kesenian Gong Suling yang panjang tersebut, mengharuskan pemainnya merentangkan tangannya dalam memainkan atau meniupnya dan ujungnya yang terbuka harus ditopangkan ke tanah.

Instrumen dari Gamelan Gong Suling

  1. Kendang

Kendang bali berbentuk truncated/bulat panjang dan memakai hourblass atau pakelit . kendang itu dibuat dari kayu nangka, jati, atau seseh yang dibungkus dengan kulit sapi pada kedua ujung dan dicancang dengan jangat. Fungsi kendang adalah sebagai pemurba irama, mengatur cepat lambat dan perubahan dynamio/dinamika, penghubung bagian-bagian lagu, dan sebagai pembuat angsel-angsel.

Adapun teknik permainan kendang di dalam gamelan gong suling, yaitu:

  • Gegulet: jalinan antara pukulan kendang lanang dan kendang wadon.
  • Cadang runtuh: pukulan yang terdapat pada muka kanan kendang wadon yang artinya mengimbangi pukulan dari kendang lanang.
  1. Ceng-ceng Ricik

Ceng-ceng Ricik yaitu ceng-ceng kecil yang berfungsi untuk memperkaya rythm dan mengikuti kendang saat memberikan aksen-aksen pada suatu tabuh.

  1. Kajar Pelegongan

Kajar Pelegongan adalah salah satu kajar yang teknik pukulannya mengikuti pukulan kendang lanang dan wadon.

  1. Timbung

Berfungsi sebagai kajar atau penentu cepat lambat jalannya tempo dalam memainkan sebuah repertoar lagu.

  1. Suling Kantil

Suling yang berfungsi seperti kantilan pada gong kebyar yaitu “ngotek”.

  1. Suling Gangsa atau Pemade

Suling yang berfungsi seperti gangsa atau pemade pada gong kebyar yaitu “ngotek”.

  1. Suling Calung

Suling yang berfungsi menjalankan melodi sebuah tabuh atau gending pada gamelan gong suling.

  1. Suling Jegog

Suling yang memainkan nada-nada akhir dari satu kalimat gending yang bertujuan memperjelas nada-nada akhir pada sebuah kalimat tabuh.

  1. Gong Pulu

Gong pulu berfungsi sebagai gong atau finalis dan bermain imbalan dengan tawa-tawa.

  1. Klenang

Klenang bermain imbalan/alternating dengan instrument timbung.

  1. Tawa-tawa

Tawa-tawa bermain imbalan dengan gong pulu atau sebagai semifinalis

 

Laras dan Tetekep

Laras yang dipakai dalam gamelan gong suling ialah laras Pelog dan Selendro, sesuai dengan tabuh atau lagu yang dimainkan. Masalah laras hanya terdapat pada suling, karena suling satu-satunya instrumen yang fix melody di dalam gamelan gong suling.

Tabuh atau Gending- Gending

            Didalam Gamelan Gong Suling ada beberapa gending petegak yang biasa dimainkan, di antaranya:

  1. Sekar Eled
  2. Pangecet Subandar
  3. Lengker
  4. Godeg miring
  5. Sinom ladrang
  6. Selisir
  7. Dan lain-lain.

GAMELAN BALAGANJUR

  1. Gamelan Balaganjur

Gamelan merupakan satu istilah yang tidak asing lagi didengar oleh kalangan parapengrawit. Bagi parapengrawit, gamelan menapakan alat/instrumen/ media ungkap/prabot garap yang digunakan untuk menggarap sebuah komposisi tabuli/gending. Secara umum gamelan mempunyai pengertian sebagai instrumen musik tradisional yang memakai sistem laras pelog dan selendro. Dalam kehidupan masyarakat Bali, gamelan mempunyai peranan yang sangat signifikan, yang mana peranannya selalu dapat dikakkan dengan beberapa buah sistem seperti sistem religi, sistem sosial, dan sistem mata pencaharian.

Gamelan yang merupakan hasil dari kreativitas manusia sudah tentunya tidak bersifat statis, akan tetapi selalu berkembang, bergerak menuju suatu pembenahan, perubahan dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan peradaban. Hal ini sejalan dengan teori evolusi sosial universal yang mengungkapkan bahwa manusia dan kebudayaannya akan terus berkembang dari tingkat yang rendah dan sederhana, ke tingkat-tingkat yang makin lama makin tinggi dan komplex (Koentjaraningrat, 1987:31). Di Bali, perkembangan gamelan telah melalui beberapa lintasan sejarah. Studi sejarah dan etnomusikologi telah banyak memberikan petunjuk yang sangat berharga guna melihat dan memahami perkembangan gamelan Bali secara konprehensip. I Nyoman Rembang seorang pakar karawitan Bali mengklasifikasikan perkembangan gamelan Bali menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) kelompok gamelan tua, yaitu gamelan yang diperkirakan sudah berkembang dengan baik sebelum abad X Masehi, 2) kelompok gamelan madya, yaitu gamelan yang diperkirakan berkembang sesudah abad X Masehi, dan 3) kelompok gamelan baru, yaitu gamelan yang diperkirakan berkembang sejak awal abad XX Masehi (Aryasa, 1976/1977:36-37).

Gamelan Balaganjur merupakan salah satu gamelan Bali yang digolongkan ke dalam kelompok gamelan madya dan diperkirakan berkembang setelah abad ke-10 (Yudarta, 1994:10). Gamelan ini merupakan sebuah bentuk musik prosesi yang memiliki perangai keras, didominasi oleh alat-alat perkusi dalam bentuk lepas (tanpa trampa). Dalam dekade terakhir ini, perkembangan gamelan Balaganjur dapat dikatakan mengalami masa kejayaannya. Terbukti dari semarak dan populemya musik Balaganjur di kalangan masyarakat Bali terutama di kalangan generasi muda. Barungan yang memiliki instrumentasi yang’cukup simpel ini memiliki karakter yang keras, berat, dinamis dan mendebarkan, sehingga sangat tepat dipakai sebagai musik penyemangat, apalagi dimainkan oleh generasi muda yang memiliki karakter sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh gamelan ini.

  1. Instrumentasi dan Fungsi Instrumen

Gamelan Balaganjur tenntegrasi dari beberapa jenis instrumen yang memiliki perangai keras dan didominasi oleh alat-alat perkusi dalam bentuklepas (tanpa trampa). Ditinjau dari aspek orkestrasi, secara umum keberadaan bamngan gamelan Balaganjur dapat merupakan barungan gamelan yang tersendiri, dan dapat juga merupakan barungan terbentuk dari pencopotan beberapa instrumen gamelan lainnya seperti gamelan Babonangan, Gong Gede,Gong Kebyar, dan lain-lainnya. Adapun instrumen-instrumen tersebut diantaranya: Kendang

Kendang merupakan salah satu instrumen yang digolongkan ke dalam jenis instrumen membranofon. Jenis kendang yang dipergunakan dalambaningan gamelan Balaganjur adalah sepasang (2 buah) kendang cedugan atau kendang pepanggulan lanang (male) dan wadon (female). Kendang ini dimainkan dengan mempergunakan panggul kendang. Fungsi kendang dalam barungan gamelan Balaganjur adalah sebagai pemurba irama, dan tugas pemain kendang adalah sebagai pemimpin di dalam memberikan aba-aba atau komando kepada penabuh lainya dalam memainkan sebuah reportoar Balaganjur

Ceng-ceng kopyak

Ceng-ceng adalah merupakan salah satu instrumen yang bahannya terbuat dari perunggu dan dikelompokkan ke dalam keluargapenco/7. Hampir dalam setiap barungan yang tergolong madya dan baru menggunakan instrumen ini. Kendati demikian, ceng-ceng yang dipergunakan dalam barungan Balaganjur adalah instrumen ceng-ceng kopyak. Ceng-ceng kopyak adalah ceng-ceng yang ukuran diameternya berkisar antara 21-25 cm. Cara memainkannya adalah dengan cara membenturkan dengan pasangannya. Untuk satu pasang ceng-ceng kopyak dikenal dengan istilah cakep. Dalam gamelan Balaganjur umumnya menggunakan 6-10 cakep ceng-ceng kopyak. Fungsi ceng-ceng kopyak adalah untuk memperkaya ornamentasi ritme dalam sebuah repertoar Balaganjur.

Riyong

Riyong adalah merupakan salah satu jenis instrumen idiophone yang juga digolongkan ke dalam keluarga pencon. Material intrumen ini terbuat dari perunggu. Dalam gamelan Balaganjur, secara umum memakai empat buah riyong yaitu dari nada dong (4), deng (5), dung (7), dan dang (1). Untuk memainkannya dalam sebuah prosesi Balaganjur, diperlukan empat orang penabuh, dan setiap penabuh membawa sebuah riyong. Fungsi riyong dalam sebuah penyajian repertoar Balaganjur adalah sebagai pemangku melodi.

Ponggang

Ponggang adalah instrumen yang sama bentuknya dengan riyong. Dalam satu tungguh reyong gamelan Gong Kebyar atau gamelan Gong Cede, ponggang terdapat pada nada dung (7)dan dang (1) yang paling besar dari sederetan nada riyong tersebut. Namun khusus dalam prosesi Balaganjur, ponggang merupakan instrumen lepas yang dimainkan oleh dua orang penabuh dengan mempergunakan alat pukul yang mirip dengan panggul riyong namun ukurannya lebih besar, dan dipukul secara bergantian mengikuti melodi riyong. Fungsi pong gang dalam barungan gamelan Balaganjur adalah sebagai peniti lagu dan memberi tekanan-tekanan atau aksen-aksen melodi.

Kajar dan Tawa-tawa ,

Instrumen kajar dan tawa-tawa adalah instrumen yang berfungsi sebagai pemegang matra atau tempo. Dalam gamelan Balaganjur, biasanya digunakan salah satu instrumen tersebut. Kendatipun kajardan tawa-tawa pada prinsipnya dalam gamelan Balaganjur memang sama sebagai pemegang tempo, namun kedua instrumen ini memiliki sedikit perbedaan pada bentuk instrumen dan cara memainkannya.

Kajar merupakan salah satu jenis instrumen pencon yangmaterialnya terbuat dari perunggu dan bentuk titngguhannya mernakai tatakan kajar, Untuk memainkan instrumen ini caranya adalah dengan memukul pada bagian pencowiyadan di bagian pinggirpenconnya ditutup dengan cara telapak tangan ditempelkan pada bagian itu. Alat yang dipakai untuk memainkan kajar adalah panggul kajar.

Tawa-tawa adalah sebuah instrumen pencon yang juga terbuat dari perunggu, berbentuk bundar dengan ukuran garis tengah sekitar 31 cm. Perbedaannya dengan kajar adalah dalam memainkan tawa-tawa tidak menggunakan tatakan seperti tungguhan kajar. Tawa-tawa dimainkan dengan cara meletakkannya di atas tekukan tangan kiri dan dipegang pada bagian bads. Selain itu, tawa-tawa dimainkan dengan tanpa menutup bunyinya seperti yang dilakukan saat memainkan kajar.

 

Kempli

Kempli adalah instrumen yang bentuknya sama seperti kajar. Instrumen kempli dalam gamelan Balaganjur dimainkan atau ditabuh oleh seorangpenabuh dengan menggunakan sebuah panggul yang bentuknya serupa dengan panggul kajar atau panggul kempur yang ukurannya relatif lebih kecil. Fungsi instrumen ini adalah sama seperti kajar, namun hitungan sekali pukulan kempliumumnya adalah dua kali pukulan kajar.

Gong

Gong adalah merupakan salah satu jenis instrumen pencon yang ukurannya paling besar dalam keluarga pencon. Gong bentuknya bulat dan materialnya ada yang terbuat dari besi dan ada yang terbuat dari perungu. Di dalam barungan gambelan Balaganjur yang komplit dipergunakan sepasang (2 buah) gong yaitu lanang-wadon. Penempatan instrumen ini biasanyadigantung dengan menggunakan sanan/sangsang gong. Untuk memainkannya, gong dipukul pada bagian penconnya dengan sebuah panggul gong. Fungsi gong dalam gamelan Balaganjur adalah sebagai tonika dan finalis dari suatu lagu yang dimainkan.

Kempur/kempul

Kempur/kempuljuga merupakan instrumen yang berasal dari keluarga pencon. Bentuk instrumen ini menyerupai instrumen gong namun ukurannya lebih kecil. Cara memainkan Kempur/kempul adalah sama dengan cara memainkan gong yaitu dipukul pada bagian penconnya, namun ukuran panggul yang dipergunakan untuk memukul kempur lebih kecil dari panggul gong. Adapun fungsi kempur dalam gamelan Balaganjur adalah sebagai pemangku lagu dan membagi ruas-ruas lagu.

 

Bebende

Bebende adalah sebuah instrumen yang menyerupai kempur akan tetapi permukaan moncolnya masuk kedalam sehingga terlihat rata dengan permukaannya. Dengan bentuk yang demikian warna suaranyapun menjadi berbeda dan khas. Panggul yang dipergunakan untuk memainkan instrumen ini adalah mirip seperti panggul gangsa. Fungsi instrumen ini dalam gamelan Balaganjur adalah untuk memperseru suasana.

  1. Musikalitas

Ditinjau dari aspek musikalitas, musik Balaganjur merupakan sebuah bentuk komposisi musik yang terjalin secara harmonis dari berbagai jenis warna suara yang dihasilkan oleh instrumen-instrumen gamelan Balaganjur. Masing-masing instrumen tersebut secara teknik telah diatur dengan pola permainannya sendiri, dan pengaturan pola teknik permainan tersebut juga dilandasi oleh fungsi dari masing-masing instrumen, baik sebagai pemegang melodi, pemurba irama, pemegang ritme, pemegang tempo, dan yang lainnya.

Meninjau aspek musikalitas gamelan Balaganjur secara lebih detail, ada beberapa hal yang dapat diamati, yaitu laras, bentuk dan struktur lagu, serta pola gegebug instrumen.

  1. Laras Gamelan Balanganjur

Laras adalah sederetan nada-nada yang berurutan dalam satu oktaf atau lebih, memiliki frekwensi getaran perdetik, tinggi rendah atau (pitch) dan jarak nada tertentu (Aryasa, lot. Cit.p.&3).

Laras Pelog dan Selendro merupakan dua jenis laras yang sudah lazim dikenal dalam karawitan Bali. Kedua laras tersebut dapat dibagai lagi dan pembagian tersebut didasarkan pada jumlah nada yang terdapat dalam setiap oktafnya. Dalam laras pelog terdapat tiga jenis pelog yaitu: pelog 4 nada, pelog 5 nada dan pelog 7 nada. Begitu pula dalam laras selendro terdapat tiga jenis selendro yaitu: Selendro 4 nada, selendro 5 nada, dan selendro 7 nada. Mengenai gamelan

Balaganjur, sesuai dengan nada-nada yang terdapat didalamnya maka dapat digolongkan pada gambelan yang berlaras pelog 4 nada. Nada-nada tersebut dapat dilihat pada instrumen riyong (Yudarta, 1994:17).

  1. Betuk dan Struktur Lagu Balanganjur

Gamelan Balaganjur memiliki repertoar lagu yang disebut dengan gending atau tabuh Balaganjur. Istilah gending atau tabuh menunjukkan sebuah komposisi musik (a musical composition) gamelan tersebut. Dengan demikian gending atau tabuh Balaganjur adalah bentuk repertoar yang dimainkan lewat gamelan Balaganjur.

Pengertian bentuk dalam konteks gending atau tabuh adalah lagu yang disusun secara terstruktur dalam satu kesatuan musikal yang utuh. Berakhirnya struktur lagu tersebut dilandai oleh satu pukulan gong. Dengan kata lain bahwa bentuk adalah satu unit gongan yang ukuran besar kecilnya bergantung pada panjang pendeknya kalimat lagu yang terdapat didalamnya. Oleh karenanya, bentuk gending dapat dicirikan dari tiga hal yaitu jumlah ketukan dalam satu gongan, pola pukulan instrumen peniti dan pemangku lagu, dan terakhir struktur lagu (Waridi, 2001:285).

Beberapa pakar karawitan Bali menyebutkan bahwa gending/tabuh Balaganjur berasal dari motif gending gilak. Hal ini dapat diamati dari struktur lagunya, pola permainan setiap instrumen, dan kesan yang ditimbulkannya. Gilak adalah sebuah lagu ostinato yang umumnya terdiri dari 8 hitungan berdasarkan peniti fay’aratau tawa-tawa, dengan tekanan berat yang ditandai dengan jatuhny a pukulan gong yaitu pada hitungan ke-4 sebagai semi finalis dan hitungan ke-8 sebagai finalis. Kendatipun dalam motif gilak ada banyak macamjenisnya, seperti gilak dengan 1 nada (kale), gilak 2 nada, gilak 4 nada, gilak 8 ketukan, gilak 16 ketukan, gilak 24 ketukan dan gilak dengan 32 ketukan, namun hitungan final yang tetap dipakai acuan hanya terbatas sampai hitungan 8, dan pola pukulan gong tetap jatuh pada hitungan ke-4 dan ke-8.

Gending/tabuh Balaganjur, kendatipun hanya menggunakan satu motif lagu yaitu gilak, namun diamati dari struktur gendingnya tetap memakai konsep Tri Angga yaitu merupakan tiga kerangka yang sangat disepakati sebagai pembentuk suatu gending/tabuh. Ketiganya itu terdiri dari kawitan, pengawak danpengecet. Kawitan artinya awal (mengawali) merupakan bagian introduksi sebuah gending. Bagian kawitan gending-gending Balaganjur biasanyadiawali dengan beberapa kalimat pukulan kendang atau riyong, kemudian sebagai awal permainan disambung dengan kebyar, dan dilanjutkan dengan lagu bermotif gilak yang biasanya disebut gilak kawitan.

Pengawak berasal dari kata awak yang artinya badan (body) sebuah lagu. Para ahli karawitan Bali juga mengatakan bahwa pengawak merupakan bagian inti dari suatu gending/lagu. Perbedaan antara bagian kawitan dengan pengawak dalam gending/tabuhBalaganjur dapat diamati dari perubahan tempo, yaitu penurunan dari tempo cepat menjadi tempo sedang atau lambat, serta perubahan pola permainan instrumen riyong. Jika bagian kawitan kecenderungan permainan instrumen riyong hanya memainkan pola kotekan/kekilitan gilak, namun dalam bagian pengawak, instrumen riyong sudah mulai memainkan bentuk-bentuk kalimat melodi yang ukurannya lebih panjang dari 8 peniti kajar tetapi masih tetap dalam bingkai gilak.

Pengecet adalah bagian akhir dari suatu gending/tabuh. Biasanya pada bagian ini ditandai dengan perubahan tempo kembali cepat seperti pada bagian gilak kawitan. Ciri lain dari bagian pengecet adalah terjadinya peningkatan ornamentasi dalam pokok lagu sehingga menimbulkan kesan lebih lincah dan lebih dinamis.

  1. Pola Teknik Permainan Instrumen Balaganjur

Teknik-permainau intrumuen dulam istilah karawitan Bali juga disebut dengan gagebug. Menurut lontar Prakempa dikatakan bahwa hampir setiap instrumen mempunyai gagebug tersendiri dan mengandung aspek “physical bahavior dari instrumen tersebut. Sifatfisik dari instrumen-instrumen gamelan tersebut akan memberikan keindahan tersendiri pada masing-masing penikmatnya (Bandem, 1986:27).

Seperti yang sudah diketahui bahwa gamelan Balaganjur dominan instrumentasinya berasal dari kelompok alat musik perkusi. Untuk memainkan alat musik jenis ini biasanya dimainkan dengan cara dipukul. Umumnya, teknik gagebug setiap instrumen gamelan Baleganjur sudah dibingkai dengan pola gilak.

  1. Tata Penyajian Balanganjur

Ditinjau dari penyajian, gamelan Balaganjur merupakan barungan yang disajikan untuk kepentingan prosesi. Biasanya gamelan ini disajikan/atau dimainkan oleh golongan pria. Dalam suatu prosesi umumnya gamelan ini difungsikan sebagi musik pengiring. Pengiring maksudnya disini adalah sebagai “pengikut”, atau dengan kata lain gamelan Balaganjur diposisikan di belakang perangkat-perangkat pokok dari suatu prosesi yang dilaksanakan. Mengamati tata penyajiannya, umumnya penabuh yang berada pada barisan paling depan adalah penabuh kendang, kemudian di belakang penabuh kendang berjejer penabuh ceng-ceng, setelah itu dibelakangnya diikuti oleh barisan penabuh

SULING BALI

SULING

Pengertian suling secara umum

Suling sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Musik adalah flute tradisional yang umumnya terbuat dari bambu. Secara fisik, suling yang terbuat dari bambu memiliki 6-7 lubang nada pada bagian batangnya dan lubang pemanis (song manis) pada bagian ujungnya. Sebagai salah satu instrument dalam barungan gamelan Bali, terdapat berbagai bentuk ukuran dari yang panjang, menengah dan pendek. Dilihat dari ukurannya tersebut, suling dapat dibedakan jenisnya dalam beberapa kelompok yaitu: Suling Pegambuhan, Suling Pegongan, Suling Pearjan, Suling Pejangeran dan Suling Pejogedan . Dari pengelompokan tersebut masing-masing mempunyai fungsi, baik sebagai instrumen pokok maupun sebagai pelengkap. Penggunaan suling sebagai instrumen pokok biasanya terdapat pada jenis barungan gamelan Gambuh, Pe-Arjan, Pejangeran dan Gong Suling.

 

Pengertian Suling menurut I Wayan Karta (Cover)

Suling merupakan salah satu alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Suling berasal dari kata “Su” yang berarti Baik dan “Ling” berarti Pikiran. Jadi Suling berarti pikiran yang baik. Suling merupakan alat musik yang bisa menghibur dewi kemakmuran. Pengertian itu terdapat dalam cerita “Sri Sedana” dimana dalam cerita tersebut diceritakan, singkatnya pada saat Dewi Sri ditinggalkan oleh Sang Hyang Sedana, beliau melubangi bambu untuk menghibur dirinya sendiri. Maka dari kutipan tersebut I Wayan Karta atau yang akrab dipanggil Cover, yaitu seorang seniman dan sekaligus pembuat suling menyatakan bahwa sudah jelas kalau suling itu terbuat dari bambu, khususnya suling bali.

Kemunculan suling pada gamelan kekebyaran

Dalam seni karawitan kekebyaran, hingga saat ini belum diketahui secara pasti kapan instrumen suling masuk sebagai bagian barungan gamelan tersebut. Munculnya gamelan gong kebyar sebagai salah satu bentuk ensambel baru dalam seni karawitan Bali pada abad XIX, tidak dijumpai adanya penggunaan suling dalam komposisi-komposisi kekebyaran yang diciptakan. Penyajian komposisi ”kebyar” yang dinamis, menghentak-hentak serta pola-pola melodi yang ritmis tidak memungkinkan bagi suling untuk dimainkan di dalamnya. Sebagai salah satu contoh, dalam komposisi ”Kebyar Ding”, yang diciptakan pada tahun 1920-an tidak terdengar tiupan suling. Ini dapat dijadikan salah satu indikator bahwa pada awal munculnya gamelan gong kebyar, suling masih berfungsi sebagai instrumen sekunder dan belum menjadi bagian yang penting dalam sebuah komposisi.

 

Fungsi suling dewasa ini

Dewasa ini, telah terjadi pergeseran atau perubahan fungsi beberapa instrumen yang terdapat dalam barungan gamelan gong kebyar. Salah satu perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya fungsi instrumen suling dalam barungan gamelan tersebut,dan pada beberapa barungan gamelan lainnya termasuk gamelan gong kebyar suling berfungsi sebagai instrumen ”pemanis” lagu dan memperpanjang suara gamelan, sehingga kedengarannya tidak terputus. Dalam fungsinya itu, suling hanya menjadi instrumen pelengkap dalam arti bisa dipergunakan ataupun tidak sama sekali. Sebagai salah satu tonggak penting perkembangan fungsi suling dalam komposisi kekebyaran, dapat disimak dari salah satu komposisi yaitu Tabuh Kreasi Baru Kosalia Arini, yang diciptakan oleh I Wayan Berata dalam Mredangga Uttsawa tahun 1969,dalam komposisi tersebut mulai diperkenalkan adanya penonjolan permainan suling tunggal. Terjadinya perkembangan fungsi suling tersebut merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik, suling yang pada awalnya memiliki fungsi sekunder yaitu instrumen pendukung, berkembang menjadi instrumen primer atau instrumen utama.

Sebagaimana terjadi dalam perkembangan komposisi tabuh kekebyaran saat ini, suling memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan komposisi kekebyaran, melodi yang dimainkan tidak hanya terpaku pada permainan laras pelog lima nada, namun sudah dikembangkan oleh para komposer sebagai jembatan penghubung hingga mampu menjangkau nada-nada atau melodi menjadi lebih luas melingkupi berbagai patet seperti tembung, sundaren bahkan mampu memainkan nada-nada selendro. Dari pengembangan fungsi tersebut komposisi tabuh kekebyaran yang tercipta pada dua dekade belakangan ini menjadi lebih inovatif dan kaya dengan nada atau melodi.Adanya pengembangan fungsi instrumen suling dalam komposisi kekebyaran terkadang menimbulkan fenomena yang lebih ekstrim, dalam sebuah karya komposisi instrumen ini muncul sebagai alat primer dan vital, tanpa kehadiran instrumen tersebut sebuah komposisi tidak akan dapat dimainkan sebagaimana mestinya.

 

Teknik permainan suling

Sebagai salah satu alat musik tradisional, suling tergolong alat musik tiup (aerophone) yang dalam permainan karawitan Bali dimainkan dengan teknik ngunjal angkihan yaitu suatu teknik permainan tiupan suling yang dilakukan secara terus menerus dan memainkan motif wewiletan yang merupakan pengembangan dari nada-nada pokok atau melodi sebuah kalimat lagu. Bunyi suling dihasilkan melalui sebuah teknik pernafasan dari proses pemompaan dari rongga perut, kemudian udara disalurkan melalui rongga mulut yang diatur pengeluaranya oleh perubahan bentuk bibir yang seterusnya udara masuk melalui sebuah lubang suling yang telah dibingkai oleh seutas tali rotan yang biasa disebut “siwer” kemudian masuk ke dalam rongga bambu (resonator), yang akhirnya suara atau bunyi dapat didengar melalui lubang-lubang nada, serta lubang pembuangan. Untuk menghasilkan warna-warna suara, baik suara tinggi sedang atau rendah, sangat tergantung pada tekanan udara yang disalurkan melalui lubang sumber suara pada suling, selain itu posisi mulut dan bibir memiliki peran untuk menghasilkan perbedaan dinamika atau warna suara. Dengan demikian teknik tiup yang dilakukan dengan baik dan benar akan berpengaruh terhadap kualitas bunyi yang dihasilkan dengan baik pula.

Kalau dilihat secara umum suling tradasional Bali memiliki 3 bentuk yakni suling kecil (suling cenik), suling menengah (suling sedang), suling besar (suling gede). Memiliki 6 lubang nada tutupan serta satu lubang pemanis. Dalam permainan Gong kebyar tutupan (tetekep) suling yang umumnya digunakan adalah tetekep ndeng : ndeng, ndung, ndang, nding, ndong (laras pelog)

Adapun teknik tutupan dalam tetekep ndeng  :

  • Nada deng ( menutup semua lubang nada).
  • Nada dung ( membuka  lubang 5 dan 6 saja)
  • Nada dang ( membuka lubang 4,5,dan 6 saja)
  • Nada ding ( menutup  lubang 1 dan 3 saja yang lainnya dibuka)
  • Nada dong( membuka lubang 1 dan 4 saja yang lainnya ditutup)

Ket      : lubang 1 mulai dari lubang atas suling

Suling merupakan instrument melodis yang dalam komposisi lagu sebagai pemanis lagu. Teknik permainan bisa simetris dengan lagu atau memberikan ilustrasi gending baik mendahului maupun membelakangi melodi gending. Tetekep dan cara meniup akan berubah itu tergantung kebutuhan dari pada nada lagu yang dimainkan  sebagai melodi atau ilustrasi lagu serta ketika ada suling yang dipakai memiliki saih gamelan lain, sehingga harus menyesuaikan dengan nada gamelan dengan mengubah tetekep, sepeerti menggunakan tetekep nding, ndong, dan tetekep yang lainnya.

Cara membuat suling

 

Adapun beberapa langkah yang dilakukan untuk membuat sebuah suling:

–          Dimulai dari pemilihan bambu, bambu yang dipakai adalah bambu jajang.

–          Kemudian bambu direbus sampai matang kira-kira 8 jam dengan air yang dicampur dengan tanaman kantawali dan tembakau.

–          Setelah direbus, kemudian dibersihkan dengan air dan dikeringkan.

–          Setelah bambu kering dilanjutkan dengan pengasapan yang dilakukan di dapur selama kurang lebih 4 bulan agar kualitas bambu benar-benar bagus.

–          Kemudian setelah pengasapan, bambu dibersihkan dengan kain dan dihaluskan dengan amplas halus.

–          Barulah bambu siap untuk pembuatan suling

–          Membuat tempat siwer

–          Membuat lubang manis (song manis)

–          Membuat siwer

–          Menyetel nada sesuai dengan yang diinginkan

–          Membuat lubang nada

–          Dan yang terakhir menghias suling dengan plaster untuk memperindah tampilan suling

Reindra Dwipayana

reindra

Nama saya I MadeReindra Dwipayana. Nama panggilan saya Ade Reindra. Saya lahir pada hari Rabu tanggal 8 Pebruari tahun 1995. Jadi saat ini saya berumur 19 tahun. Saya berjenis kelamin laki-laki. Saya beralamat di banjar Nyuh Kuning, desa Mas, kecamatan Ubud, kabupaten Gianyar.

Saya adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara dari pasangan I Wayan Berata dan Ni Ketut Seni Nurnaningsih. Ayah saya I Wayan berata lahir tanggal 31 Desember tahun 1964. Pekerjaan beliau saat ini adalah wiraswasta. Sedangkan ibu saya Ni Ketut Seni lahir tanggal 14 September tahun 1970. Ibu saya juga bekerja sebagai wiraswasta.

Saya memiliki 2 saudara laki-laki. Kakak saya bernama I Wayan Doddy Pratama yg bisa di panggil Doddy. Ia lahir tanggal 19 Nopember tahun 1990. Jadi ia 5 tahun lebih tua daripada saya. Kakak saya telah menikah 1 tahun yg lalu dan sudah memiliki seorang anak laki-laki yang baru berumur 6 bulan.Kini ia sudah bekerja sebagai tour guide. Sedangkan adik saya bernama I Komang Galang Triwikrama Putra. Ia lahir tanggal 6 September tahun 2003. Jadi ia 8 tahun lebih muda daripada saya. Saat ini ia masih sekolah kelas 4 sekolah dasar.

Pada tahun 2001 saat umur saya baru 6 tahun saya di sekolahkan di sebuah Taman Kanak-Kanak yang bertempat di banjar Mekarsari desa Padang Tegal yg bernama TK Kumara Sari. Disanasaya mulai belajar mengenal banyak teman bermain. Saya TK selama 1tahun.

Setelah TK saya melanjutkan sekolah ke sekolah dasar yaitu di SD Negeri 7 Mas pada pertengahan tahun 2002. Sekolah ini tempatnya tidak jauhdari rumah saya, jadi biasanya saya berangkat sekolah dengan berjalan kaki bersama teman-teman.Pada saat SD saya memiliki beberapa prestasi. Saat pertengahan kelas 1SD saya di pilih untuk mewakili sekolah untuk mengikuti olimpiade matematika se-Bali dan syukur saat itu saya mendapat juara 1. Saya juga pernah beberapa kali diikutkan dalam beberapa lomba cerdas cermat saat masih kelas 3 dan kelas 4 SD dan pernah juga mendapat juara 3 dan juara 2. Padawaktu SD saya juga senang bermain sepak bola. Saat kelas 5 SD saya dan teman” mengikuti kompetisi se-desa Mas dan mendapat juara 1. SD kami pun di pilih untuk mewakili desa untuk berkompetisi di kecamatan. Saat itu kami juga mendapat juara 2. Saat SD saya cenderung lebih menekuni dunia olahraga daripada seni. Saya mulai belajar megambel sudah dari kelas 3 SD tetapi tidak terlalu serius. Tetapi hal yg paling tidak bias terlupakan adalah saat saya dipilih untuk mewakili sekolah dalam pemilihan siswa teladan se-kecamatan Ubud. Saat itu saya sangat senang karena bisa mendapat juara 3 dari seluruh siswa laki-laki yang mewakili sekolah dasar se-kecamatan Ubud. Itu adalah suatu kebanggaan untuk saya, keluarga, dan sekolah. Kebanggaan saya pun bertambah saat saya tamat dari sekolah SD Negeri 7 Mas dengan nilai terbaik.

Setelah 6 tahun bersekolah di SD Negeri 7 Mas, saya melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Ubud. Perli perjuangan yang sangat keras untuk bisa masuk di sekolah ini, karena SMP Negeri 1 Ubud merupakan salah satu SMP terfavorit di Gianyar. Langkah pertama yang saya lakukan adalah dengan mengikuti tes MIPA. Tes ini hanya meloloskan 20 orang dari ratusan orang yang mengikuti tes ini. Saya bersyukur karena saat itu saya mendapat peringkat ke-18, sedikit lagi sudah hampir tidak lolos. Tapi dengan hasil itu saya berhasil masuk ke SMP Negeri 1 Ubud. Dan saat penerimaan siswa baru dilakukan tes lagi untuk pemilihan kelas, karena kelas-kelas disana dibagi sesuai dengan kemampuan siswa. Kelas A merupakan kelas unggulan yang lebih unggul di bidang matematika dan sains, kelas B merupakan kelas bahasa, kelas Cdan D merupakan kelas kesenian, dan kelas E dan F merupakan kelas olahraga. Dan saat pengumuman hasil tes ternyata saya mendapat kelas A yaitu kelas unggulan di bidang matematika dan sains. Selama di kelas A pelajaran-pelajaran tentang matematika dan sains memang lebih diutamakan. Oleh karena itu untuk menyegarkan otak dengan mengikuti extrakurikuler sepak bola karena sepak bola merupakan hobi yang sangat saya gemari saat itu. Tapi setelah 1 tahun mengikuti extrakurikuler sepak bola, saya tertarik dengan extrakurikuler menabuh karena sering melihat teman-teman yang lain berlatih menabuh di sekolah. Akhirnya saya memutuskan untuk pindah ke extrakurikuler menabuh. Setelah saya menjalani extrea tabuh dan seringnya saya diajak ngayah, saya semakin tertarik dengan seni khususnya seni tabuh. Sampai pada saat perpisahan kelas 3 saya dan teman-teman membuat suatu garapan tabuh kreasi sebagai persembahan terakhir kami bersekolah di SMP Negeri 1 Ubud.

Karena ketertarikan saya terhadap seni tabuh, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke SMK Negeri 3 Sukawati (KOKAR BALI) dengan mengambil jurusan karawitan. Awal pertama saya bersekolah disana saya merasa tidak percaya diri karena saya lihat banyak teman-teman yang sudah pintar menabuh. Tapi semua itu saya jadikan motivasi agar belajar lebih giat lagi. Akhirnya pada pertengahan kelas 1 sekolah kami ditunjuk untuk mewakili kabupaten Gianyar dalam parade Gong Kebyar Dewasa di Pesta Kesenian Bali. Tapi saat itu yang dipilih adalah anak-anak kelas 3. Karena kekurangan penabuh, tiba-tiba saya ditelpon oleh salah satu teman saya untuk ikut dalam acara tersebut. Saya merasa sangat senang karena dapat dilibatkan dalam acara itu walaupun hanya main suling, tapi itu pengalaman yang tidak bisa dilupakan. Diawali dari mengikuti parade Gong Kebyar tersebut, saat sudah kelas 2 saya juga dipilih bersama 9 orang teman lainnya untuk mewakili sekolah dalam Lomba Kompetensi Siswa (LKS). Suatu kebanggaan untuk saya karena diantara seluruh siswa karawitan kelas 2 saya termasuk 10 siswa yang berkompetensi. Tapi setelah 1 minggu latihan saya mengalami musibah kecelakaan saat perjalanan pulang dari ngayah di Petang. Tangan dan kaki saya mengalami luka yang lumayan parah hingga saya tidak mampu berjalan selama kurang lebih 1 minggu. Karena itulah saya tidak jadi mengikuti LKS. Saya sangat kecewa terhadap diri saya saat itu. Tapi saya selalu mendukung teman-teman yang lain sampai akhirnya sekolah kami mendapat juara 1. Setelah kelas 3 saya bersama teman-teman sekelas mulai bersiap untuk mengikuti ujian UKK (Ujian Kompetensi Keahlian). Setelah berembug dengan teman-teman, akhirnya kami memutuskan untuk membuat garapan dengan menggabungkan 2 barung gamelan yaitu Gong Luang dan Selonding. Saat penggarapan kami mengalami berbagai masalah karena sifat keegoisan masing-masing teman dan kurang kompaknya kami dalam menggarap suatu garapan bersama ini. Tapi akhirnya kami pun bisa menyelesaikan garapan kami dengan tepat waktu dan hasilnya juga lumayan memuaskan. Garapan kami berjudul “Pada Rasa”. Kami mengambil judul “Pada Rasa” karena kami mengambil konsep dari pertama kami mulai bersekolah di KOKAR hingga kelas 3 kami merasakan banyak rasa yang berbeda dan kami satukan di akhir kami bersekolah menjadi suatu garapan Ujian Kompetensi Keahlian sebagai hasil akhir kami belajar di SMK Negeri 3 Sukawati (KOKAR BALI).

Setelah saya tamat dari KOKAR, saya ingin melanjutkan pendidikan lagi di ISI Yogyakarta dengan mengambil jurusan Etnomusikologi. Tapi karena keluarga saya kurang mampu, saya mencoba bicara dengan orang tua tentang keinginan saya untuk melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. Ternyata orang tua saya mendukung keinginan saya tersebut. Akhirnya saya pun berangkat ke Yogyakarta bersama 2 orang teman saya yang ingin kuliah disana juga. Tapi mungkin takdir saya untuk tidak jauh dari keluarga, sampai disana saya tidak bisa mendaftar karena kerusakan di pusatdikti. Oleh karena itu saya memutuskan untuk pulang dan melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia Denpasar sampai saat ini saya sudah memulai di semester 2.