OGOH-OGOH WARINGIN SUNGSANG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Nyepi merupakan Hari Raya Umat Hindu untuk memperingati perayaan Tahun Baru Caka. Bagi masyarakat Bali Nyepi identik dengan hari dimana kita tidak keluar rumah seharian, Sehari setelah Ngerupuk dengan ogoh-ogoh buta kalanya, dimana malam harinya sepi dan gelap gulita karena tidak boleh menyalakan lampu, hari yang memberi kesempatan untuk “mulat sarira”(introspeksi/kembali ke jati diri) dengan merenung atau meditasi. Nyepi berasal dari kata “sepi”, “sipeng” yang berarti sepi, hening, sunyi, senyap. Seperti namanya perayaan tahun baru caka bagi umat hindu di Indonesia ini dirayakan sangat berbeda dengan perayaan Tahun Baru lainnya, dimana perayaan umumnya identik dengan gemerlapnya pesta dan kemeriahan, dan euforia dan hura-hura tetapi umat Hindu dalam merayakan Nyepi malah dilaksanakan dengan Menyepi, “Sepi”, “Hening”,”Sunyi”,”Senyap”. Dimana jika kita renungi secara mendalam perayaan Nyepi mengandung makna dan tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud.Sehingga melalui Perayaan Nyepi, dalam hening sepi kita kembai ke jati diri (mulat sarira) dan menjaga keseimbangan/keharmonisan hubungan antara kita dengan Tuhan, Alam lingkungan (Butha) dan sesama sehingga Ketenangan dan Kedamaian hidup bisa terwujud.
Pelaksanaan Nyepi di Bali memang unik dan istimewa, konsep“mulat sarira” dengan “Catur Brata Penyepian” nya memang sangat relevan dengan kondisi dunia sekarang ini. Saat ini bumi kita sedang menghadapi berbagai masalah seperti global warming, alam yang rusak karena polusi dan eksploitasi besar-besaran, krisis energi dan permasalahan lainnya yang disebabkan oleh kemerosotan moral.Perayaan Nyepi dengan Catur Brata Penyepiannya membuat Bali sebagaisatu-satunya pulau di dunia yang mampu mengistirahatkan seisi pulau secara total sehari penuh dari berbagai aktivitas. Ada beberapa rangkaian upacara dalam hari raya nyepi yang diawali dari melasti kemudian upacara tawur kesanga atau pengerupukan yg dilaksanakan pada tilem kesanga. Keesokan harinya, pada pinanggal apisan sasih kadasa yang tepatnya hari raya nyepi dilaksanakan catur brata penyepian. Setelah hari raya nyepi dilangsungkan upacara ngembak geni dengan melaksanakan Dharma Santi.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hari raya nyepi di Bali.
2. Untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang bagaimana pelaksanaan pengerupukan di banjar tambak sari desa kapal

1.3 MANFAAT
1. Dapat memperkenalkan pelaksanaan hari raya nyepi yang ada di Bali kepada masyarakat.
2. Bisa meningkatkan keperdulian masyarakat tentang kegiatan pengerupukan yang ada di daerahnya masing – masing.

1.4 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana deskripsi tentang judul ogoh-ogoh yang di laksanakan dalam upacara pengerupukan?
2. Bagaimana penjelasan gamelan yang mengiringi ogoh-ogoh tersebut?
3. Bagaimana peran dan keterliban dalam kegiatan untuk menyambut pengerupukan?
4. Apa bukti keterlibatan anda dalam menyambut pengerupukan tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 JUDUL OGOH-OGOH
Dalam rangkain hari raya nyepi ada upacara pengerupukan dimana biasanya dirayakan dengan pembuatan ogoh-ogoh di setiap daerah. Demikian juga di daerah saya yang setiap tahunnya membuat ogoh-ogoh untuk menyambut hari raya nyepi. Dan di tahun ini sekaha teruna Taruna Jaya di banjar saya tepatnya banjar Tambak Sari Kapal membuat ogoh-ogoh yang berjudul “WARINGIN SUNGSANG”.

SINOPSIS OGOH – OGOH WARINGIN SUNGSANG
Leak adalah ilmu kesaktian yang menjadikan manusia berubah wujud menjadi sesosok menyeramkan, salah satunya adalah Waringin Sungsang. Banyaknya ilmu pengeleakan di Bali menjadikan Waringin Sungsang sebagai energi leak yang maha sakti tingkat tinggi. Kesaktian ilmu pengeleakan Waringin Sungsang maha dasyat,ilmu tersebut bisa merubah wujud seseorang menjadi pohon beringin yang terbalik, kekar, besar menjulang tinggi dan berwarna gelap terbakar. Maka muncul ketertarikan berimajinasikan untuk mewujudkan Waringin Sungsang dalam visual bentuk ogoh-ogoh dengan kreativitas yang berpegangan teguh dengan spirit tradisi Bali.

2.2 GAMELAN YANG MENGIRINGI

Dalam pementasan ogoh – ogoh ini saya menggunakan gamelan baleganjur. di baleganjur ini saya menggunakan 4 tawa-tawa sebagai melodi, menggunakan 6 cakep ceng – ceng, 2 tungguh Gong, 1 tungguh Kempur, 2 buah Kendang, 1 tawa-tawa sebagai tempo dalam baleganjur, dan 1 tungguh bebende. Konsep iringan tabuh ogoh – ogoh ini yang pertama pengawit yaitu menggunakan motif kekebyaran untuk memunculkan suasana semangat pada saat memulai suatu tabuh. Dan yang kedua yaitu pengawak, seperti biasa dalam pengawak ini tempo tidak terlalu cepat karena tari-tarian ogoh-ogoh yang tidak begitu rumit yang dengan gerak-gerak yang sederana.Dan terakhir yaitu pada waktu keluarnya ogoh – ogoh, disini menggunakan tempo yang cepat dan juga berisi motif kekebyaranan atau batel untuk menimbulkan suasana yang murka, karena di ogoh – ogoh ini menceritakan tentang murkanya Dewi Danu. Disini saya menggarap tidak sendiri melainkan dibantu oleh tokoh – tokoh seni di banjar tambak sari, karena tanpa bantuannya kami STT TAruna JayaYouTube Preview Image belum tentu bisa menyelesaikan garapan baleganjur dan ogoh – ogoh ini.

2.3PERAN dan KETERLIBATAN dalam KEGIATAN UNTUK MENYAMBUT PENGERUPUKAN

Ada beberapa peran dan keterlibatan saya dalam kegiatan yang dilaksanakan selama pengerupukan, yaitu: saya sebagai salah satu pembuat garapan (gending) untuk mengiringi pementasan ogoh-ogoh tersebut. Dan tidak lupa juga saya meminta para tokoh – tokoh seni yang biasanya membuat gending dari tahun-tahun yang lalu untuk mengevaluasi dan memperbaiki lagu yang saya sudah buat tersebut karena, saya sebagai pemula belum terlalu bisa memahami bagaimana cara untuk membuat garapan dengan baik dan bisa sesuai dengan suasana cerita yang diangkat. Selain itu dalam balaganjur saya juga sebagai penabuh dan alat yang saya mainkan yaitu kendang. Saya juga ditugaskan sebagai seksi kesenian, yang ditugaskan mempersiapkan alat – alat dan hiasan – hiasan untuk gamelan dan panitia pengalian dana.

2.4 Bukti keterlibatan saya dalam bentuk foto menyambut pengerupukan

1.foto ogoh-ogoh waringin sungsang

2.iringan ogoh-ogoh waringin sungsang

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari beberapa paparan diatas dapat di simpulkan bahwa hari raya nyepi, ogoh-ogoh dan balaganjur pengiring ogoh-ogoh adalah budaya Bali yang harus di lestarikan. Supaya kedepanya kebudayaan yang ada di Bali tetap ajeng dan lestari. Serta masyarakat Bali harus melestarikan ogoh-ogoh dari bahan ramah lingkungan agar kedepanya tidak ada lagi ogoh-ogoh yang di buat menggunakan sterofoam agar pencemaran lingkungan akibat limbah sterofoam dapat di atasi. Peran seniman-seniman juga penting dalam proses pembuatan garapan balaganjur supaya kedepanya kedepanya balaganjur yang di ciptakan semakin menarik dan inovatif.
3.2 SARAN
Menurut penulis makalah masih jauh dari kata sempurna. Penulis mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dalam penulisan makalah ini. Penulis berharap agar Bapak/Ibu dosen bisa membimbing penulis supaya makalah ini menjadi lebih baik dan menjadi lebih sempurna, serta berguna bagi masyarakat yang membacanya

sejarah gamelan selonding dan pura dalem salunding desa adat kapal

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali merupakan pulau dengan mayoritas penduduknya Agama Hindu.Agama Hindu yang telah menyatu dengan kebudayaan Bali membuat kebudayaan Bali yang kita jumpai sekarang ini tidak terlepas dari pengaruh Agama Hindu.Kebudayaan Bali pada hakikatnya dilandasi oleh nilai-nilai yang bersumber pada ajaran Agama Hindu. Masyarakat Bali mengakui Adanya perbedaan (rwa bhineda), yang sering ditentukan oleh faktor ruang (desa), waktu (kala) dan kondisi riil di lapangan (patra). Budaya Bali sesungguhnya menjunjung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi mengenai hubungan manusia dengan Tuhan (parhyangan), hubungan sesame manusia (pawongan), dan hubungan manusia dengan lingkungan (palemahan),yang tercermin dari Tri Hita Karana (tiga penyebab kesejahteraan). Kemampuan menjaga hubungan yang seimbang dan harmonis dengan ketiga aspek tersebut dapat mewujudkan kesejahteraan. Salah satu bentuk budaya Bali seperti seni tabuh, seni tari, seni patung dan lain sebagainya menjadikan pulau Bali sebagai pulau dengan berbagai kebudayaan unik dan menarik dengan ciri khas tersendiri.
Masyarakat Bali sekarang ini telah berusaha untuk menanamkan konsep ajeg Bali.Konsep ajeg Bali merupakan upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat Bali untuk mempertahankan keajegan Bali.Saat ini kebudayaan tradisional semakin terhimpit oleh kebudayaan global.Kebudayaan tradisional yang merupakan warisan nenek moyang dianggap sesuatu yang kuno.Hanya sebagian kecil masyarakat yang memperhatikan kelestarian kebudayaan tradisional.Fenomena seperti itu juga terlihat pada beberapa kebudayaan tradisional di Bali.Kebudayaan tradisional Bali juga mulai ditinggalkan oleh masyarakat.Pengaruh kebudayaan glogal menjadi salah satu penyebabnya.Masyarakat saat ini berpacu pada sesuatu yang modern.Sehingga bagi mereka hal yang tradisional dianggap ketinggalan jaman.Belakangan ini Perkembangan musik di Bali setiap tahun perkembangannya kian pesat.Pada era saat ini telah berbeda dengan musik yang ada di masa lalu.Saat ini mayoritas penikmat musik Bali lebih suka menikmati sajian musik modern dibandingkan sajian musik tradisi.
Pada hakikatnya musik tradisi adalah musik yang tumbuh dan berkembang di bali, tetapi pada saat ini musik-musik tersebut tidak terlalu menarik perhatian peminat musik tradisi. Gamelan pada saat ini telah mengalami banyak perkembangan dan sedikit modifikasi atau pertambahan alat musik modern.Gamelan yang akan saya bahas di sini yaitu keberadaan gambelan Selonding yang ada di Pura Dalem Salunding Desa Adat Kapal.Mengingat Gambelan ini termasuk kuno maka sangat sulit mencari data-data dan sejarah keberadaan Gambelan Selonding di Pura Dalem Salunding yang diwariskan oleh leluhur pada masa lalu.Oleh karena itulah kami berusaha mencari sejarah keberadaan gambelan Selonding ini yang masih banyak belum diketahui oleh generasi muda masa kini yang merupakan pewaris seni budaya Bali yang sangat luhur ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana sejarah gamelan selonding di Pura Dalem Salunding, Kapal?
1.2.2 Apa akibat gambelan selonding tidak dilestarikan?
1.2.3 Bagaimanakegunaan gamelan selonding dalam upacara keagamaan di Pura Dalem Salunding, Kapal?
1.3 Tujuan
Penulisan ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui sejarah budaya Bali dan dapat melestarikan.Tujuannya merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam penulisan serta tercapainya maksud dan makna tulisan kepada pembacanya. Tujuan penulisan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penulisan ini menjadi sebuah karya tulis yang bertujuan untuk melestarikan seni musik tradisional Bali, sekaligus sebagai media penyampaian dan penyaluran akanpentingnya melestarikan seni musik tradisional Bali. Selain itu hasil penulisan ini juga diharapkan mampu memperkaya khasanah masyarakat atau seniman-seniman Bali.
1.3.1 Tujuan Khusus
Secara khusus tulisan ini bertujuan untuk mengungkap pengertian, perwujudan, dan makna Selondingdalam seni karawitan Bali yang disampaikan dalam media pertunjukan karawitan Bali.
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa dapat mengetahui sejarah gambelan Selonding di Pura Dalem Salunding.
1.4.2 Dapat menghargai dan mencintai warisan budaya dari leluhur kita.
1.4.3 Menyelamatkan keberadaan benda peninggalan sejarah, sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akandatang.
1.4.4 Membantu dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan memanfaatkan untuk obyek penelitian.
1.4.5 Meningkatkan kesadaran remaja Bali untuk mempelajari berbagai kebudayaan tradisional Bali, disamping kebudayaan-kebudayaan global yang sekarang ini berkembang pesat.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup penelitian ini akan difokuskan di Desa Adat Kapal, tepatnya di Pura Dalem Salunding.Gambelan ini termasuk kuno maka sangat sulit mencari data-data dan sejarah keberadaan Gambelan Selonding di Pura Dalem Salunding yang diwariskan oleh leluhur pada masa lalu.Oleh karena itulah kami berusaha mencari sejarah keberadaan gambelan Selonding ini yang masih banyak belum diketahui oleh generasi muda masa kini yang merupakan pewaris seni budaya Bali yang sangat luhur ini.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Gamelan Salonding
Sudah amat jelas tidak banyak yang tahu tentang keberadaan Gambelan Selonding di Pura Dalem Salunding. Menurut cerita Pemangku pura, Kelian Pura,serta Pengurus Pura Dalem Salunding yang diduga bahwa setelah kerajaan Bali dikalahkan oleh Majapahit yang dipimpin oleh Maha Patih Gajah Mada dan di Desa Kapal ditaruhlah seorang pemimpin (penguasa) dari Majapahit yang bernama Arya Dalancang sebagai penguasa mewakili kerajaan majapahit di wilayah Desa kapal.
Menurut lontar Arya Dalancang milik Ketut Sudarsana selengkapnya di tulis pada purana Pura Dalem Salunding.dalam tulisan lontar ini menguraikan tentang Gambelan Salunding,sebagai berikut:Pada tahun caka 1255 (tahun 1333 masehi) Patih Majapahit yang bernama Gajah Mada menyerang kerajaan Bali. Gajah Mada yang dibantu Oleh Arya Dhamar.Raja Bali saat itu bernama Asta Sura Ratna Bhumi Banten.Setelah gugurnya Raja Asta Sura Bhumi Banten, Bali dikuasai oleh Gajah Mada dan Arya Dhamar pada tahun caka 1265 (tahun 1343 masehi).Bali kemudian dipimpin oleh Arya Dhamar.Arya Dhamar memiliki tiga orang putra yaitu Arya Kenceng, Arya Dalancang, dan Arya Tan Wikan (Arya Belog).Tidak beberapa lama Arya Dhamar memimpin Bali, beliau kemudian menugaskan putranya yang bernama Arya Dalancang memimpin Jagat Kapal.Setelah beberapa lama memimpin Jagat Kapal, beliau ingin membuat gambelan salunding.Keinginannya ini didukung oleh para kerabat dan keluarga kerajaan.Namun, beliau juga memohon petunjuk dari Ida Bhatara. Pada hari yang baik Arya Dalancang bersama para kerabat dan rakyat bawahan beliau memohon waranugraha Ida Bhatara Dhalem Gelgel dan Hyang Upasadana (Ida Bhatara ring Pura Desa). Setelah itu juga beliau memohon panugrahan Ida Bhatara ring Pura Purusadha. Saat itu beliau mendengar sabda agar beliau mewujudkan keinginnannya untuk membuat gambelan selonding dengan memohon panugrahan ida Hyang Upasadana dan Ida Hyang Dhalem Gelgel. Setelah beberapa bulan, akhirnya gambelan selonding selesai dibuat Arya Dalancang bersama rakyat Kapal hidup bahagia.Akan tetapi, setelah beberapa tahun kemudian Gambelan Selonding ini tidak diperhatikan, maka munculah bencana rakyat Kapal saat itu kena marabahaya, semua rakyat kena sakit menular. Dalam mengatasi masalah ini, Arya Dalancang bersama rakyat Kapal kembali memohon petunjuk kepada Ida Bhatara Hyang Upasadana dan Ida Hyang Dalem Gelgel. Saat itu di dengar Sabda Hyang Dalem Gelgel “ Wahai, Manusia semuanya ! Jika kamu ingin seperti dulu, kamu harus membangun palinggih Aku yang bernama Salunding yang letaknya di barat daya palinggih ini. Jika engkau menghaturkan upakara, upakara dan yang dipersembahkan di tempat ini boleh digunakan palinggih disana sebab Aku berstana di sana. Demikianlah petunjuk-ku kepadamu semuanya. Jangan lupa !oleh karena daerah pelinggih itu rawa-rawa, namakanlah daerah itu Tambak’’.
Berdasarkan sabda itulah 66 orang krama, membangun pura.Pura tersebut diupakarai pada tahun Caka 1393 (tahun 1471 masehi) dan dinamai palinggih Salunding (sekarang menjadi Pura Dalem Salunding). Dalam pengertiannya, Salu artinya tempat dalam bahasa Balinya genah dan Nding yang berarti seni.Jadi, Salunding adalah tempat Seni atau genah Seni yang ada di Desa Kapal.Daerah ini kemudian bernama banjar Tambak.Tahun 1963 kata “Tambak” ditambahkan dengan kata “Sari”, sehingga banjar ini menjadi ‘’Tambak Sari’’ sampai sekarang.Gambelan Selonding ini kembali dibangun tahun 2009 karena tokoh-tokoh masyarakat resah dengan masyarakat yang terus terkena penyakit. Akan Tetapi gambelan Selonding yang dulu tidak ditemukan karena tidak ada yang tahu entah tertanam dimana.Sampai saat ini tidaklah banyak masyarakat tahu tentang keberadaan penguasa Majapahit di Desa Kapal pada masa dahulu,sehingga sejarah dan peninggalan-peninggalannya sepertinya tidak terhiraukan dan tidak terdata yang masih terpendam dan tercecer di sepanjang wilayah Desa Adat Kapal.
2.2Akibat Gambelan Selonding Tidak Dilestarikan
Kalau dilihat dari sejarah gambelan selonding yang sangatlah sakral, sudah barang tentu gambelan ini harus dilestarikan, karena kalau bukan kita sebagai generasi muda yang melestarikannya lalu siapa lagi yang harus melestarikan kesenian gambelan selonding ini. Mengingat anak- anak muda sekarang yang lebih banyak waktu luangnya untuk kumpul-kumpul untuk tujuan yang tidak positif , maka sudah barang tentu generasi-generasi penerus kita akan lupa dengan kesenian serta adat istiadat kita. Jadi kita sebagai generasi penerus utamanya yang senang berkesenian marilah kita menjaga dan melestarikan gambelan-gembelan apapun termasuk yang sacral, supaya dapat diturunkan kepada anak cucu kita.
2.3 Penggunaan Gamelan Selonding Dalam Upacara Keagamaan di Pura Dalem Salunding
Gambelan Selonding dalam konteks parahyangan memiliki arti sangat penting dan berfungsi mengiringi ritual Hindu. Di pura Dalem Salunding gambelan selonding adalah gambelan yang begitu keramat dan disucikan.Sebelum gambelan ini diupakarai tidak boleh ada yang berani memainkan gambelan ini, karena sekha atau penabuhnya harus disucikan sebelum menabuh.Saat menabuh sekha selonding ini mengelilingi upakara atau banten.Pada saat Ida Bhatara tedun, ngaturang piodalan, dan penyamblehan pada akhir piodalan (ngelebar), gambelan ini iharus dimainkan (tabuh).Selain sekha selonding yang ada di pura Dalem Salunding, tidak boleh ada orang luar yang memainkan karena sekha tersebut sudah di sucikan dalam istilah Bali mewinten.Gambelan selonding ini tidak boleh di bawa ke pura-pura lain, kecuali pura Purusadha dan pura Desa Adat Kapal, karena gambelan selonding ini berstana di sana juga.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Jadi, pura Dalem Salunding adalah tempat Seni atau genah Seni yang ada di Desa Kapal.Daerah ini kemudian bernama banjar Tambak.Kata “Tambak” ditambahkan dengan kata “Sari”, sehingga banjar ini menjadi ‘’Tambak Sari’’ sampai sekarang.Gambelan Selonding ini kembali dibangun tahun 2009 karena tokoh-tokoh masyarakat resah dengan masyarakat yang terus terkena penyakit. Akan Tetapi gambelan Selonding yang dulu tidak ditemukan karena tidak ada yang tahu entah tertanam dimana.Gambelan Selonding tersebut erat kaitannya dengan konteks keagamaan, dimana pada saat Ida Bhatara tedun, ngaturang piodalan, dan penyamblehan pada akhir piodalan (ngelebar), gambelan ini iharus dimainkan (tabuh).Kalau dilihat dari sejarah gambelan selonding yang sangatlah sakral, sudah barang tentu gambelan ini harus dilestarikan, karena kalau bukan kita sebagai generasi muda yang melestarikannya lalu siapa lagi yang harus melestarikan kesenian gambelan selonding ini. Didalam kebudayaan Bali sangat kental dengan adat dan budayanya oleh karena itu lestarikanlah budaya kita terutama Gambelan sakral yang ada di Pura Dalem Salunding, karena peninggalan adalah warisan dari nenek moyang kita.Dapat menghargai dan mencintai warisan budaya dari leluhur dan menyelamatkan keberadaan benda peninggalan sejarah, sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.
3.2 Saran

Berdasarkan penemuan yang diperoleh dari penulisan ini, dapat dianjurkan beberapa saran sebagai berikut :
• Meningkatkan pengetahuan tentang dunia seni tradisional.
• Perlunya penelitian lebih lanjut bagaimana sejarah asli dari gambelan Selonding yang ada di Pura Dalem Salunding.
• Dari karya tulis ini diharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk mengkaji gambelan Selonding di Pura Dalem Salunding.

DAFTAR PUSTAKA

Ketut Sudarsana: Lontar Arya Dalancang

Silsilah Pura Dalem Salunding.,SadKahyangan: Bali 2001.Paramitha Penerbit.

GAMELAN GAMBANG DI BALI MEMPRIHATINKAN

ABSTRAK

Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali. Di Bali tengah dan selatan, gamelan gambang dimainkan pada upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali timur, gamelan gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di pura-pura (Dewa Yadnya). Gamelan dipergunakan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya adalah untuk membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti prosesi, agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran fokus kepada Tuhan. Dalam konteks ini gamelan memiliki nilai regilius, karena fungsinya sebagai pengiring upacara keagamaan, dan dapat menambah religiusitas sebuah prosesi keagamaan. Sebagai salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun, gamelan gambang memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gending-gending gambang yang lebih popular dengan sekar alit (mecepat), hingga kini masih lestari dalam kehidupan masyarakat Bali, namun keberadaannya semakin langka. Gamelan gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sakral, termasuk dari barungan alit, yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Gamelan gambang berlaras pelog (tujuh nada) dibentuk 6 buah instrument berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu. Yang dinamakan gambang, terdiri atas bilah paling kecil ke bilah paling besar (pemetit, penganter, penyelad, pamero, dan pengumbang). Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh, menggunakan sepasang panggul bercabang dua, untuk memainkan permainan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekali-sekali pukulan tunggal atau keklenyongan. Instrumen lainnya adalah dua tungguh saron krawang, yang terdiri atas saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantilan). Kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal keklenyongan.

Kata Kunci: Upacara, Riligius, Pelog, Berbilah, Langka

PENDAHULUAN

Di Bali tengah dan selatan, gamelan gambang dimainkan pada upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali timur, gamelan gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di pura-pura (Dewa Yadnya). Dewa yadnya berarti persembahan suci kepada ida Sang Hyang Widi Wasa dengan berbagai manifestasinya. Pelaksanaan Dewa Yadnya biasanya di lakukan pada tempat-tempat pemujaan, seperti merajan, tempat pemujaan keluarga, dan pura, yang merupakan tempat persembahyangan bagi masyarakat umum. Dalam ritual upacara di pura-pura atau sanggah, pada tingkat tertentu, biasanya diiringi dengan seperangkat gamelan Gong Gede, Gong Kebyar, Semar Pagulingan dan beberapa jenis gamelan lainnya termasuk salah satu di antaranya, gamelan Gambang.

Pada pelaksanaan ritual upacara, salah satu kesenian yang menonjol penggunaannya adalah seni karawitan. Bunyi gamelan yang digunakan untuk mengiringi ritual keagamaan adalah untuk membimbing pikiran agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran dapat di arahkan atau dipusatkan kepada Tuhan. Dipergunakanya gamelan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya adalah untuk membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti prosesi, agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran fokus pada keberadaan Tuhan. Jadi, jelas bahwa dalam konteks tersebut gamelan memiliki nilai regilius. Oleh karena, keberadaan gamelan sebagai pengiring upacara keagamaan di suatu wilayah suci, dapat menambah religiusitas sebuah prosesi keagamaan.

Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali, dibuktikan dari data-data sejarah dan prasasti yang memiliki angka tahun pada abad tersebut. Gambar gamelan gambang terdapat pada relief Candi Penataran di Jawa Timur (abad ke-15), dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita malat pada zaman Majapahit akhir. Hal ini menunjukan, bahwa gamelan gambang sudah cukup tua umurnya. Walau demikian, kapan munculnya gamelan gambang, adakah gambang yang disebut dalam malat sama dengan gamelan gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini, nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam.

Gamelan gambang salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun dan memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gending-gending gambang yang lebih popular dengan sekar alit (mecepat) hingga kini masih lestari dalam kehidupan masyarakat Bali, namun keberadaannya semakin langka. Gamelan gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sakral, termasuk dari barungan alit, yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan.

Gamelan gambang berlaras pelog (tujuh nada) dibentuk 6 buah instrument berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu. Yang dinamakan gambang, terdiri atas bilah paling kecil ke bilah paling besar (pemetit, penganter, penyelad, pamero, dan pengumbang). Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh, menggunakan sepasang panggul bercabang dua, untuk memainkan permainan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekalisekali pukulan tunggal atau keklenyongan. Instrumen lainnya adalah dua tungguh saron krawang, yang terdiri atas saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantilan). Kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal keklenyongan.

PEMBAHASAN

Secara umum gamelan gambang, termasuk gambang yang ada di kampus ISI Denpasar, merupakan gamelan yang  sangat langka. Meskipun orang memiliki gamelan gambang, tetapi belum tentu  bisa memainkan gamelan tersebut. Oleh karena, gamelan gambang sangat sulit untuk dipelajari. Dengan semakin langkanya gamelan gambang, menyebabkan juga penggemar gamelan gambang sangat minim.

Setiap orang yang ingin bisa bermain gambang yang baik, harus memiliki alat terlebih dauhulu sebelum mempelajarinya. Kampus ISI Denpasar sebagai lembaga pendidikan tinggi seni yang memiliki barungan gamelan gambang, tetapi jarang digunakan. Sepantasnya dari adanya gamelan langka tersebut, lembaga kampus ISI Denpasar harus berupaya mengeksiskan kembali gamelan tersebut. Dengan cara, menambah mata kuliah dengan nama mata kuliah permainan gambang. Tidak hanya diajarkan bermain saja, melainkan alangkah bagusnya mahasiswa jurusan karawitan disuruh untuk belajar membuat gamelan gambang. Jadi, secara tidak langsung ISI Denpasar ikut mengeksiskan gamelan gambang dan memproduksi lebih banyak gamelan tersebut, demi melestarikan gamelan gambang supaya tidak punah.

Jadi, tugas ISI Denpasar sebagai salah satu perguruan tinggi seni di Indonesia, harus berupaya menyelamatkan kesenian yang keberadaannya hampir punah. Meskipun program tersebut sudah dilakukan, semoga program tersebut terus dilanjutkan dan terus dipantau. Tidak hanya gamelan gambang, gamelan golongan tua lainnya harus diperhatiakan juga. Contohnya, gamelan jegogan Jembrana, angklung keklentangan dan selonding, harus dibuatkan porsi  mata kuliah yang mengkhusus dalam pelajaran tersebut.

Demikian pula keberadaan gamelan gambang di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, hingga kini belum dapat dipastikan kejelasnya. Hal ini disebabkan kurangnya data-data tertulis dan bukti fisik lainnya, seperti prasasti, lontar, nama gending hingga saih-saih apa yang di pakai dalam gamelan gambang di desa Munggu tersebut. Keberadaan gamelan langka tersebut data dijadikan bukti otentik tentang perbedaan gamelan gambang yang satu dengan gamelan gambang  lainnya. Jika pun gamelan prasejarah tersebut itu ada di desa Munggu, besar harapan saya untuk dapat diapresiasi atau diberikan bantuan dalam bentuk perawatan gamelan.

SIMPULAN

Gamelan gambang sebagai salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun dan memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gending-gending gambang yang lebih popular dengan sekar alit (mecepat) hingga kini masih lestari dalam kehidupan masyarakat Bali, namun keberadaannya semakin langka. Gamelan gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sacral, termasuk dari barungan alit. Dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Keberadaan gamelan langka tersebut dapat dijadikan bukti otentik tentang perbedaan gamelan gambang satu dengan gamelan gambang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sukahet, I Gusti Ngurah. Babad karangasem: Sejarah I Gusti Ngurah Sukahet pada Sejarah Gamelan Gambang/

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!