This post was written by raipurnayasa on Maret 22, 2018
Posted Under:
Tak Berkategori
ABSTRAK
Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali. Di Bali tengah dan selatan, gamelan gambang dimainkan pada upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali timur, gamelan gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di pura-pura (Dewa Yadnya). Gamelan dipergunakan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya adalah untuk membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti prosesi, agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran fokus kepada Tuhan. Dalam konteks ini gamelan memiliki nilai regilius, karena fungsinya sebagai pengiring upacara keagamaan, dan dapat menambah religiusitas sebuah prosesi keagamaan. Sebagai salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun, gamelan gambang memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gending-gending gambang yang lebih popular dengan sekar alit (mecepat), hingga kini masih lestari dalam kehidupan masyarakat Bali, namun keberadaannya semakin langka. Gamelan gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sakral, termasuk dari barungan alit, yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Gamelan gambang berlaras pelog (tujuh nada) dibentuk 6 buah instrument berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu. Yang dinamakan gambang, terdiri atas bilah paling kecil ke bilah paling besar (pemetit, penganter, penyelad, pamero, dan pengumbang). Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh, menggunakan sepasang panggul bercabang dua, untuk memainkan permainan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekali-sekali pukulan tunggal atau keklenyongan. Instrumen lainnya adalah dua tungguh saron krawang, yang terdiri atas saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantilan). Kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal keklenyongan.
Kata Kunci: Upacara, Riligius, Pelog, Berbilah, Langka
PENDAHULUAN
Di Bali tengah dan selatan, gamelan gambang dimainkan pada upacara ngaben (Pitra Yadnya), sementara di Bali timur, gamelan gambang juga dimainkan dalam kaitan upacara odalan di pura-pura (Dewa Yadnya). Dewa yadnya berarti persembahan suci kepada ida Sang Hyang Widi Wasa dengan berbagai manifestasinya. Pelaksanaan Dewa Yadnya biasanya di lakukan pada tempat-tempat pemujaan, seperti merajan, tempat pemujaan keluarga, dan pura, yang merupakan tempat persembahyangan bagi masyarakat umum. Dalam ritual upacara di pura-pura atau sanggah, pada tingkat tertentu, biasanya diiringi dengan seperangkat gamelan Gong Gede, Gong Kebyar, Semar Pagulingan dan beberapa jenis gamelan lainnya termasuk salah satu di antaranya, gamelan Gambang.
Pada pelaksanaan ritual upacara, salah satu kesenian yang menonjol penggunaannya adalah seni karawitan. Bunyi gamelan yang digunakan untuk mengiringi ritual keagamaan adalah untuk membimbing pikiran agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran dapat di arahkan atau dipusatkan kepada Tuhan. Dipergunakanya gamelan sebagai sarana pengiring upacara, karena esensinya adalah untuk membimbing pikiran umat yang sedang mengikuti prosesi, agar terkonsentrasi pada kesucian, sehingga pada saat persembahyangan pikiran fokus pada keberadaan Tuhan. Jadi, jelas bahwa dalam konteks tersebut gamelan memiliki nilai regilius. Oleh karena, keberadaan gamelan sebagai pengiring upacara keagamaan di suatu wilayah suci, dapat menambah religiusitas sebuah prosesi keagamaan.
Gamelan gambang diperkirakan telah muncul pada abad ke-9 di Bali, dibuktikan dari data-data sejarah dan prasasti yang memiliki angka tahun pada abad tersebut. Gambar gamelan gambang terdapat pada relief Candi Penataran di Jawa Timur (abad ke-15), dan istilah gambang disebut-sebut dalam cerita malat pada zaman Majapahit akhir. Hal ini menunjukan, bahwa gamelan gambang sudah cukup tua umurnya. Walau demikian, kapan munculnya gamelan gambang, adakah gambang yang disebut dalam malat sama dengan gamelan gambang yang kita lihat di Bali sekarang ini, nampaknya masih perlu penelitian yang lebih mendalam.
Gamelan gambang salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun dan memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gending-gending gambang yang lebih popular dengan sekar alit (mecepat) hingga kini masih lestari dalam kehidupan masyarakat Bali, namun keberadaannya semakin langka. Gamelan gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sakral, termasuk dari barungan alit, yang dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan.
Gamelan gambang berlaras pelog (tujuh nada) dibentuk 6 buah instrument berbilah. Yang paling dominan adalah 4 buah instrumen berbilah bambu. Yang dinamakan gambang, terdiri atas bilah paling kecil ke bilah paling besar (pemetit, penganter, penyelad, pamero, dan pengumbang). Setiap instrumen dimainkan oleh seorang penabuh, menggunakan sepasang panggul bercabang dua, untuk memainkan permainan kotekan atau ubit-ubitan, dan sekalisekali pukulan tunggal atau keklenyongan. Instrumen lainnya adalah dua tungguh saron krawang, yang terdiri atas saron besar (demung) dan kecil (penerus atau kantilan). Kedua saron biasanya dimainkan oleh seorang penabuh dengan pola pukulan tunggal keklenyongan.
PEMBAHASAN
Secara umum gamelan gambang, termasuk gambang yang ada di kampus ISI Denpasar, merupakan gamelan yang sangat langka. Meskipun orang memiliki gamelan gambang, tetapi belum tentu bisa memainkan gamelan tersebut. Oleh karena, gamelan gambang sangat sulit untuk dipelajari. Dengan semakin langkanya gamelan gambang, menyebabkan juga penggemar gamelan gambang sangat minim.
Setiap orang yang ingin bisa bermain gambang yang baik, harus memiliki alat terlebih dauhulu sebelum mempelajarinya. Kampus ISI Denpasar sebagai lembaga pendidikan tinggi seni yang memiliki barungan gamelan gambang, tetapi jarang digunakan. Sepantasnya dari adanya gamelan langka tersebut, lembaga kampus ISI Denpasar harus berupaya mengeksiskan kembali gamelan tersebut. Dengan cara, menambah mata kuliah dengan nama mata kuliah permainan gambang. Tidak hanya diajarkan bermain saja, melainkan alangkah bagusnya mahasiswa jurusan karawitan disuruh untuk belajar membuat gamelan gambang. Jadi, secara tidak langsung ISI Denpasar ikut mengeksiskan gamelan gambang dan memproduksi lebih banyak gamelan tersebut, demi melestarikan gamelan gambang supaya tidak punah.
Jadi, tugas ISI Denpasar sebagai salah satu perguruan tinggi seni di Indonesia, harus berupaya menyelamatkan kesenian yang keberadaannya hampir punah. Meskipun program tersebut sudah dilakukan, semoga program tersebut terus dilanjutkan dan terus dipantau. Tidak hanya gamelan gambang, gamelan golongan tua lainnya harus diperhatiakan juga. Contohnya, gamelan jegogan Jembrana, angklung keklentangan dan selonding, harus dibuatkan porsi mata kuliah yang mengkhusus dalam pelajaran tersebut.
Demikian pula keberadaan gamelan gambang di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, hingga kini belum dapat dipastikan kejelasnya. Hal ini disebabkan kurangnya data-data tertulis dan bukti fisik lainnya, seperti prasasti, lontar, nama gending hingga saih-saih apa yang di pakai dalam gamelan gambang di desa Munggu tersebut. Keberadaan gamelan langka tersebut data dijadikan bukti otentik tentang perbedaan gamelan gambang yang satu dengan gamelan gambang lainnya. Jika pun gamelan prasejarah tersebut itu ada di desa Munggu, besar harapan saya untuk dapat diapresiasi atau diberikan bantuan dalam bentuk perawatan gamelan.
SIMPULAN
Gamelan gambang sebagai salah satu instrumen musik tradisional yang diwarisi masyarakat Bali secara turun temurun dan memiliki banyak gending (pupuh), namun sebagian besar tanpa disertai teks. Gending-gending gambang yang lebih popular dengan sekar alit (mecepat) hingga kini masih lestari dalam kehidupan masyarakat Bali, namun keberadaannya semakin langka. Gamelan gambang merupakan salah satu gamelan langka dan sacral, termasuk dari barungan alit. Dimainkan hanya untuk mengiringi upacara keagamaan. Keberadaan gamelan langka tersebut dapat dijadikan bukti otentik tentang perbedaan gamelan gambang satu dengan gamelan gambang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sukahet, I Gusti Ngurah. Babad karangasem: Sejarah I Gusti Ngurah Sukahet pada Sejarah Gamelan Gambang/