Literatur Musik Nusantara I

Gamelan Bebarongan

  

Gamelan Bebarongan dalam Tutur Catur Muni-muni disebut dengan Smar Pandirian, lagunya Pakakincungan untuk iringan Barong Ket. Dilihat dari semua instrumen-instrumennya, gamelan ini sama dengan gamelan pelegongan, hal yang membedakan hanya terletak pada penggunaan instrumen kendang. Gamelan Bebarongan menggunakan sebuah kendang lanang dan dimainkan dengan alat pemukul yang disebut panggul kendang. Melalui permainan kendang yang khas Bebarongan dengan sinkopasinya dapat memberikan kesan musical yang berbeda dengan Pelegongan.

            Tari Barong di Bali, kini telah berkembang dari tarian Barong ngelembar kemudian dirangkai dengan bentuk dramatari yang cukup popular yaitu Calonarang. Dramatari Calonarang merupakan perpaduan antara tari barong dengan pegambuhan dan alur cerita dalam Calonarang pada prinsipnya sama dengan dramatari Gambuh. Gamelan bebarongan juga menganut system pelarasan pelog lima nada. Dengan demikian tidak mungkin dapat menurunkan patet seperti halnya gamelan Pegambuhan.

            Calonarang adalah tari barong yang digarap dalam bentuk dramatari dengan menggunakan tema Calonarang dan tokoh-tokoh tambahan seperti prabu, patih, condong, putri dan sebagiannya. Tokoh-tokoh tambahan tersebut pada dasarnya sama dengan tokoh-tokoh yang digunakan dalam dramatari Gambuh.

             Mengenai konsep penggabungan beberapa unsure dramatari yang telah ada menjadi sebuah dramatari yang baru disebut dengan istilah paprembonan ( per-imbuh-an ). Mengenai hal ini lihat I Wayan Dibia. 1993. “Prembon : Sebuah Dramatari dan Konsep Olah Seni”, dalam majalah Mudra Jurnal Seni Budaya, Denpasar : STSI Press, pp. 36-46.

              Berkembangnya tari Barong menjadi dramatari Calonarang juga menyebabkan berkembangnya lagu-lagu iringannya. Kini gamelam bebarongan memiliki repertoar lagu yang cukup banyak dan beragam mulai dari lagu-lagu instrumentalia (tabuh petegakan), lagu iringan tari barong ngelembar, sampai dengan iringan dramatari Calonarang. Dalam lagu-lagu bebarongan juga dikenal motif lagu seperti batel, bapang, perong, pengecet, batel maya, dan godeg miring, dan sebagiannya.

            Stuktur lagu-lagu bebarongan, khususnya yang berfungsi sebagai tabuh petegak (instrumentalia), dan iringan tari Barong ngelembar juga menganut konsep Tri Angga yaitu kawitan, pengawak dan pengecet. Awal permainan bersama (pengalihan) pada bagian kawitan bebarongan biasanya dimulai dengan kendang, ini dapat dipandang sebagai salah satu kekhasan lagu-lagu bebarongan. Kendang tunggal yang dimainkan dengan alat pukul ini selain sebagai pembuka lagu, juga menentukan perubahan irama dan pemberi tanda penutup sebuah lagu. Setelah pengalihan dilanjutkan dengan pemalpal dan bapang, ditandai nabuh bersama. Motif pukulan gangsa dan kantil pada bagian pemalpal mengikuti melodi pokok, namun setelah bapang barulah melakukan permainan kotekan ( ubit-ubitan ). Bagian pengawak biasanya berukuran tabuh pisan atau tabuh dua dengan motif lagu legodbawa. Setelah bagian pengawak dilanjutkan dengan bagian pengecet, dengan menggunakan motif lagu batel yang ukuran lagunya lebih pendek dari motif bapang, biasanya hanya empat hitungan dalam satu gong.

            Dalam fugsinya sebagai iringan dramatari Calonarang, gamelan bebarongan bahkan lebih banyak menggunakan motif lagu-lagu pegambuhan seperti misalnya batel, bapang, legodbawa, godeg miring, perong condong, dan lain sebagiannya. I Made Bandem dalam bukunya “Panitithalanging Pegambuhan” berkesimpulan bahwa lagu-lagu dramatari Calonarang merupakan kombinasi antara lagu-lagu pegambuhan dengan bebarongan. Hal ini berarti bahwa dari sekian banyak  jenis lagu yang mesti dimainkan dalam berbagai adegan, penokohan dan peran dalam dramatari Calonarang, kekhasan lagu-lagu bebarongan telah diakui dan kemudian disertai dengan lagu-lagu pegambuhan.

 

 

 

 

 

Judul Buku      : Gamelan Pegambuhan “ Tembang Emas “ Karawitan Bali

Oleh                : I Gede Arya Sugiartha, S.Skar. M. Hum

Penerbit           : ISI Denpasar & Sari Khayangan

 

LITERATUR MUSIK NUSANTARA I ( Ramayana )

       Ramayana adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Walmiki (Valmiki) atau Balmiki. Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana, dan gubahan-gubahannya dalam bahasa Jawa Baru yang tidak semua berdasarkan kakawin ini.

Wiracarita Ramayana menceritakan kisah Sang Rama yang memerintah di Kerajaan Kosala, di sebelah utara Sungai Gangga, ibukotanya Ayodhya. Sebelumnya diawali dengan kisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lakshmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata.

Pada suatu hari, Rsi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para rakshasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Rsi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lakshmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lakshmana diberi ilmu kerohanian dari Rsi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para rakshasa yang mengganggu upacara para Rsi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sita, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sita, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya.

Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lakshmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama.

Dalam masa pengasingannya di hutan, Rama dan Lakshmana bertemu dengan berbagai raksasa, termasuk Surpanaka. Karena Surpanaka bernafsu dengan Rama dan Lakshmana, hidungnya terluka oleh pedang Lakshmana. Surpanaka mengadu kepada Rawana bahwa ia dianiyaya. Rahwana menjadi marah dan berniat membalas dendam. Ia menuju ke tempat Rama dan Lakshmana kemudian dengan tipu muslihat, ia menculik Sinta, istri Sang Rama. Dalam usaha penculikannya, Jatayu berusaha menolong namun tidak berhasil sehingga ia gugur.

Rama yang mengetahui istrinya diculik mencari Rahwana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskindha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman dan ribuan wanara, mereka menyeberangi lautan dan menggempur Alengka.

Rahwana yang tahu kerajaannya diserbu, mengutus para sekutunya termasuk puteranya – Indrajit – untuk menggempur Rama. Nasihat Wibisana (adiknya) diabaikan dan ia malah diusir. Akhirnya Wibisana memihak Rama. Indrajit melepas senjata nagapasa dan memperoleh kemenangan, namun tidak lama. Ia gugur di tangan Lakshmana. Setelah sekutu dan para patihnya gugur satu persatu, Rahwana tampil ke muka dan pertarungan berlangsung sengit. Dengan senjata panah Brahmāstra yang sakti, Rahwana gugur sebagai ksatria.

Setelah Rahwana gugur, tahta Kerajaan Alengka diserahkan kepada Wibisana. Sinta kembali ke pangkuan Rama setelah kesuciannya diuji. Rama, Sinta, dan Lakshmana pulang ke Ayodhya dengan selamat. Hanuman menyerahkan dirinya bulat-bulat untuk mengabdi kepada Rama. Ketika sampai di Ayodhya, Bharata menyambut mereka dengan takzim dan menyerahkan tahta kepada Rama.

Dalam kekawin Ramayana disebutkan

 

 

“… tinabih ikang bahiri ring taman …”

artinya

“…bheri ditabuh di taman…”

Mungkin yang dimaksud dalam kekawin di atas adalah gong bheri yang dimainkan/dipukul pada saat raja hendak pergi ke taman, yang mungkin adanya pertemuan para pejabat kerajaan di taman. Selain itu, kemungkinan kalau bheri tersebut ditabuh ketika sedang ada upacara penobatan/ semacam peringatan seperti peringatan persiapan perang.

 

 

Sumber : http://bangsand.blogspot.com/2011/10/amazing-of-gamelan.html

 

LITERATUR MUSIK NUSANTARA I ( NADA DAN LARAS KARAWITAN BALI )

NADA DAN LARAS KARAWITAN BALI

 

Sebagaimana umumnya yang terjadi di dalam dunia karawitan, maka di dalam karawitan Bali dapat dikatakan tidak ada suatu standar nada yang pasti, setiap nada mempunyai variasi embat yang demikian banyak sesuai dengan selera masyarakat setempat. Hal ini berbeda dengan musik diatonis yang telah mempunyai nada-nada yang tetap. Dalam karawitan Bali gamelan yang terdiri lima buah nada yaitu : ndang, nding, ndong, ndeng, ndung. Selain itu ada juga dua nada tengahan yang disebut pemero yaitu:  ndaing (antara ndang dan nding ) dan ndeung ( antara ndeng dan ndung ). Nada yang memiliki gelombang / ombak yang lambat dinamakan pengumbang, sedangakn nada gelombang / ombaknya cepat dianamakan pengisep. Apabila kedua nada ( pengumbang dan pengisep ) ini di bunyikan secara bersama-sama maka akan terjadi suatu suara yang berombak. Sistem suara ngumbang ngisep ini hanya terdapat pada karawitan Bali saja.

Laras adalah suatu tangga nada dalam karawitan Bali. Dalam karawitan Bali memiliki dua macam laras yaitu, laras selendro dan laras pelog.

  1. Laras Selendro

Laras Selendro adalah susunan nada-nada di dalam satu gembyangan / oktaf yang sama rata. Selendro yang memakai empat nada ( ndeng, ndung, ndang, nding ) disebut selendro cumbang kirang. Sedangkan selendro yang memakai 5 nada dinamakan selendro Panca Nada.

  1. Laras Pelog

Laras pelog adalah susunan nada-nada dalam satu gembyangan / oktaf yang bersruti 5 tidak sama, terdiri dari panjang dan pendek.

 

SENI SUARA VOKAL ( TEMBANG )

Seni suara vokal di Bali lebih lazim disebut tembang. Tembang merupakan seni suara yang di wujudkan melalui suara manusia. Pada hakikatnya tembang merupakan jalinan antara melodi, cengkok, wilet, dan gregel dalam bentuk seni suara vokal yang berlaras selendro ataupun pelog. Jenis-jenis tembang Bali dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

  1. Sekar Rare ( lagu anak-anak )
  2. Sekar alit ( tembang macepat )
  3. Sekar Madya
  4. Sekar Agung

SENI SUARA INSTRUMENTAL ( GAMELAN )

Kehidupan gamelan bali tidak dapat di pisahkan dari agama, tidak ada suatu upacara keagamaan yang selesai tanpa ikut sertanya gamelan maupun tari. Sampai saat ini di Bali ada berjenis-jenis gamelan yang dapat digolongkan menjadi 3 grup, yaitu:

  1. Golongan tua, yang terdiri dari gambelan gambang, caruk, selonding, gong bheri, angklung, gong luang, dan gender wayang.
  2. Golongan Madya, di antaranya gambuh, semarpegulingan, legong, barong, janger, rindik gandrung, dll.
  3. Golongan Baru di antaranya gebyar, arja, joged bumbung, gong kebyar, dll.

 

  1. GAMELAN GOLONGAN TUA

Dalam gamelan golongan tua  tidak banyak dipergunakan kendang, bahkan ada yang sama sekali tidak mempergunakan kendang seperti, selonding, gender wayang, gambang, dan caruk.

  1. Selonding merupakan gamelan sakral yang terbuat dari besi yang hanya yang terdapat di daerah karangasem, yaitu di Desa  Tengenan, pegringsingan dan di Desa Bongaya. Laras yang dipakai ialah Laras Pelog 7 nada, yaitu terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pemero. Dalam gamelan selonding terdapat 6 patet yaitu: Patet Panji Marga, Patet Sondong, Patet Puja Semara, Patet Kesumba, Patet Sadi, Patet Salah.
  2. Gender  Wayang

Musik yang dipakai untuk mengiringi wayang kulit bali disebut gender wayang. Masing-masing instrumen berlaras selendro 5 nada. Di dalam pertunjukan wayang kulit yang lengkap biasanya memakai lebih dari 10 jenis motif gending. Gending-gending itu dapat dijadikan 2 kelompok, yaitu gending petegak dan gending-gending yang mengikmuti sebetan wayang.

 

Gending-gending tersebut adalah :

  1. Petegak
  2. Petangkilan
  3. Pengalang Ratu
  4. Angkat-angkatan
  5. Rebong
  6. Tangis
  7. Tunjang
  8. Batel
  9. Penyudamalan

 

 

 

  1. Gong Bheri

Merupakan sebuah gamelan sakral, terdapat hanya di desa Renon-sanur. Gong Bheri yang dipakai untuk mengiringi tari Baris Cina, yang dipertunjukan setiap 6 bulan sekali. Gong bheri tidak memakai pencon( boss). Adapun nama-nama dari gending gong bheri yaitu:

  1. Gending Petegak
  2. Gending Baris  Ireng ( Baris Hitam )
  3. Gending  Baris Petak ( Baris Putih )

 

 

  1. Gamelan Gambang

Merupakan salah satu gamelan sakral di bali. Gambang terdiri dari 4 buah  instrumen gambang dan 2 buah saron. Gambang terbuat dari bambu dan bilahnya panjang-panjang berlaras pelog. Saron dibuat dari krawang berbilah 7 yang terdiri dari saron demung dan saron penerus. Adapun gending-gending gambang yaitu, gending labda, manukabe dan lain-lain.

 

  1. Gamelan Caruk

Gamelan ini sejenis gamelan gambang, terdiri dari 2buah caruk yang ukurannya lebih kecil dan sebuah saron. Gamelan ini dimainkan untuk upacara ngaben saja. Caruk juga mengambil gending-gending dari gambang.

 

  1. Gamelan Gong Luwang

Gamelan gong luwang merupakan gamelan sakral yang dipergunakan un tuk mengiringi upacara kematian. Bentuk gamelan gong luwang serupa dengan gamelan gong kebyar, hanya terdiri dari 8 atau 9 instrumen, sedangkan gamelan gong kebyar memakai lebih dari 25 instrumen. Gamelan luwang mempunyai laras pelog 7 nada yaitu 5 nada pokok dan 2 nada pemero. Patet yang digunakan gong luwang yaitu:

  1. Patet Panji Cenik
  2. Patet Panji Gede
  3. Patet Wargasari
  4. Patet Mayura Gede
  5. Patet Mayura Cenik
  6. Patet Panji Miring
  7. Patet Kartika

Gending-gending dari gong luwang meliputi Gending Labda, Ginada, Lilit, Manukaba dll.

 

  1. Gamelan Angklung

Gamelan angklung adalah sebuah gamelan tergolong gamelan periode tua, dan digunakan untuk mengiri upacara Pitra Yadnya. Gamelan angklung menggunakan selendro 4 nada. Ada juga sejenis angklung di Bali utara yang mempergunakan 7 nada dan gamelan ini di sebut tembang kirang, di samping untuk mengiringi upacara kematian, juga untuk mengiri tari-tarian upacara seperti juga dipergunakan pada Baris dan Rejang.

 

B. GAMELAN GOLONGAN MADYA

Ciri-ciri gamelan yan g tergolongan madya, ialah dengan masuknya instrumen kendang ke dalamnya. Di dalam gamelang golongan madya, kendang berfungsi sebagai pemurba irama ( mengatur dinamika/ cepat lambatnya suatu lagu).  Gamelan yang tergolong madya ialah:

  1. Gamelan gambuh

Musik yang mengiringi drama tari gambuh, disebut gamelan gambuh. Gending-gending gambuh lebih bersifat gending-gending yang di tarikan dari pada bersifat instrumental musik. Laras yang di pakai dalam gamelan gambuh disebut laras pelog. Laras pelog pegambuhan disebut juga pelog saih pitu. Yaitu terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pemero. Ada 2 macam komposisi gending yang terdapat di dalam gamelan gambuh, ialah gending halus( tabuh telu dan tabuh pat ) dan gending keras.

 

  1. Gamelan Semarpegulingan

Sebuah gamelan yang dekat hubungannya dengan gamelan gambuh, dimana ia merupakan perpaduan anatara gamelan gambuh dan legong. Gamelan ini juga dipergunakan untuk mengiringi Tari Leko dan Gandrung. Semarpegulingan memakai laras pelog 7 nada, terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pemero. Gending-gending semarpegulingan smeliputi gending-gending gambuh.

 

  1. Gamelan Legong

Gamelan legong dikembangkan dari gambelan gambuh dan gamelan semarpegulingan. Barfungan ini dipergunakan untuk mengiri tari Palegongan. Ganelan palegongan memakai laras pelog 5 nada. Adapun nama-nama gending legong yang masih terpelihara sampai sekarang seperti Lasem, Playon, Candre Kante, kuntul,Kuntir, Jobog dll. Menegnai bentuk lagu palegongan diikat oleh hukum tabuh yang biasanya terdiri dari pengalih/ geginem, pengawit, pengawak, pengecet, lelonggoran, pemalpal, dan pekaad.

 

  1. Gong Gede

Gong gede merupakan barungan gamelan besar(banyak). Gong gede dibuat dari krawang dan berfungsi untuk mengiringi dewa yadnya. Gong gede memakai laras pelog 5 nada dan gending-gendingnya meliputi tabuh 4, seperti semarandana, dawuh waru, ginanti, bandasura dll.

 

  1. Gamelan Joged Pingitan

Gamelan joged pingitan terdiri dari alat percussive, berupa rindik dipergunakan untuk mengiringi tari joged pingitan.

 

C.  GAMELAN GOLONGAN BARU

Ciri khas dari gamellan golongan baru terletak pada penggunaan kendang , dan sering dalan komposisi terdapat demonstrasi kendang tunggal.

  1. Gong Kebyar

Gong kebyar di pergunakan untuk mengiri tari kebyar dan konser gamelan semata-mata. Gong kebyar memakai laras pelog 5 nada.

  1. Gamelan Arja

Sesuai dengan bentuk Arja yang lebih mengutamakan tembang dan nelodrama, maka musik yang mengiringi arja sangat lirih sehingga tembang itu sangat jelas di dengar oleh penikmatnya. Gamelan Arja disebut dengan gamelan geguntangan.

 

 

  1. Gamelan Joged Bumbung

Gamelan joged bumbung adalah sebuag barungan gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi tari joged bumbung, yang sebuag tarian sosial di Bali. Gamelan joged bumbung disebut juga gamelan gegerantangan yang berbentuk bumbung yang terbuat dari bambu dan memakai laras selendro 5 nada.

  1. Gamelan Jangert

Janger yang merupakan suatu tarian sosial bali yang di tarikan oleh wanita dan pria sebanyak 20 atau lebih yang diiringi gamelan janger. Gamelan janger terdiri dari instrumen-instrumen seperti gender , kendang kekrumpungan, tawa-tawa, kajar, rebana, suling,klenang,ceng-ceng. Gamelan janger berlaras selendro dan standar nadanya di ambil dari gender wayang.

 

 

 

 

 

 

 

Sumber   : Buku Pengantar Karawitan Bali/ I Wayan Dibia, S.S.T

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Cymbran Show

       Sinopsis Cymbran Show : Damai, aman dan sejahtera, merupakan suatu hal yang sulit dicapai pada saat ini. Hal itu tak lepas dari sifat manusia yang kurang berpikir panjang dalam menyelesaikan suatu masalah, sehingga hanya pertikainlah yang selalu menjadi jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan.Dari realita itulah karya seni music Cymbran Show ini tercipta. Dengan mempergunakan media music cymbal dan membrane, penata mencoba untuk mengolah berbagai instrumen seperti kendang, bedug, drum dan cymbal sebagai ungkapan dari realita di atas. Karya ini juga sarat akan makna perdamain dan memberi pesan untuk selalu menjunjung tinggi rasa perdaamain agar semua elemen masyarakat dapat merasakan kehidupan yang damai, aman dan sejahtera. Pendukung Karawitan :ST. Dwi Tunggal Ubung.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sebuah pertunjukan diantaranya sound system, Lighting System.

            Dalam video ini pengaturan terhadap suaranya kurang pas, dilihat dari video tersebut,kurangnya kedegeran suara kendang,sehingga suara yang lebih menonjol yaitu suara drum dan bedug. Dalam dunia Audio profesional, sebuah mixer apakah itu analog maupun digital, atau juga disebut soundboard / mixing desk (papan suara) adalah sebuah peralatan elektronik yang berfungsi memadukan pengaturan jalur  dan mengubah level, serta harmonisasi dinamis dari sinyal audio. Disini Audio mixer akan menjadi bagian penting sebagai titik pengumpul dari masing masing mikropon yang terpasang, mengatur besarnya level suara sehingga keseimbangan level bunyi akan dapat dicapai sebelum diperkuat oleh amplifier.

           Pemain bedug posisiny kurng bagus,sehingga pemain kendang yang belakang bedug kurang kelihatan.adapula kurangnya sinar lampu pada seseorang yang ujian dalam garapan tersebut,sehingga agak kurng jelas seseorng yang ujian.adapula kurangnya sebuah teraf yang dipakai,sehingga suatu pertunjukan akan menjadi lebih jelas terlihat.

Kiprah dan Karya I Nyoman Kaler

       Seniman I Nyoman Kaler yang lahir tahun 1892 di Pemogan, Kecamatan Denpasar Selatan, adalah seniman serba bisa. Dia seorang pengrawit, guru tari dan pencipta tari. Sejak usia muda ia telah menguasai berbagai tabuh serta tarian Legong dan Gambuh, maka benih-benih bakat yang melekat pada dirinya kemudian berkembang menjadikannya seorang koreografer yang memiliki kekhasan tersendiri. Kreativitas Kaler yang berbentuk tari babacihan lebih berkembang di masyarakat sebagai wujud pembaruan, dengan mengaktualisasi gejala di sekelilingnya. Kiprah Kaler kemudian dilanjutkan oleh anak-anak didiknya yang cukup andal dan tenar — di samping Ridet dan Likes — seperti Rindi, Berata, Rembang, Cawan, Darmi, Puspawati dan Arini Alit.

    Sejak 1930-an hingga 1950-an, Kaler bak bintang yang cemerlang. Ciptaan pertamanya yang lahir pada 1935 adalah tari Pengaksama, berbentuk tari perempuan. Dalam konsep berkarya, karena seni tabuh dominan keluar mengalir pada dirinya, maka beberapa tari ciptaannya yang berbentuk babancihan terbawa oleh gending iringannya.

      Karya tari babancihan Kaler yang digelar dalam festival gong kebyar kali ini memiliki karakter keras dan halus. Ini diciptakan sekitar tahun 1942 sebagai tarian tunggal dan merupakan revitalisasi wujud karya seni yang pernah berjaya sejak 50 tahun silam. Dalam kurun waktu itu, jiwa Kaler tetap hidup di tengah-tengah masyarakat karena ciptaannya yang penuh bobot, agung, manis dan dinamis sehingga perlu dikenal oleh generasi muda, terutama pencinta seni tari. Tari babancihan merupakan suatu istilah untuk menyebutkan sekelompoko tari-tarian Bali yang memiliki karakter antara laki dan perempuan yang mengandung ungkapan maskulin, serta mengenakan busana laki-laki inovatif. Bentuk ini dapat memperluas wawasan kaum perempuan untuk memilih tarian yang akan dipelajari. Karya seni Kaler sebagai wujud pembaruan ini, sejak kemunculannya, berkembang pesat. Bahkan, kursus tari di luar Bali pun hingga kini masih mengajarkannya karena penarinya nampak bagus dengan memakai hiasan kepala berbentuk udeng-udengan. Unsur-unsur gerak tarinya memakai unsur tari palegongan dan pagambuhan.

     Tari Mregapati merupakan karakter babancihan keras yang melukiskan gerak-gerik raja hutan sedang mengintai mangsa, kemudian dikiaskan dalam kegagah-perkasaan seorang raja. Tarian ini mula-mula bernama Kebyar Dang, dibawakan pertama kali oleh Luh Murma asal Penarungan, Badung, yang kini berdomisili di Denpasar. Babancihan keras lainnya adalah tari Wiranata yang menggambarkan kegagah-beranian seorang raja. Kekhasan tarian ini terletak pada gerakan mata nguler — gerakan memutar bola mata dengan cepat dan akan menjadi hebat bila pemerannya memiliki pandangan tajam. Penari pemulanya adalah Ni Rabeg, sedangkan yang tenar membawakannya adalah Jero Gadung dari Tabanan, setelah tarian itu direvisi oleh Ridet.

 

 

     Ciptaan Kaler yang termasuk babancihan karakter halus adalah Panji Semirang dan Demang Miring. Tari Panji Semirang pada mulanya bernama Kebyar Dung yang memiliki struktur tari hampir sama dengan tari perempuan Candra Metu. Namun Panji Semirang lebih berkembang dan dibawakan pertama kali oleh Luh Cawan sebagai murid Kaler yang sangat cocok memerankannya. Tarian ini mengisahkan pengembaraan Candra Kirana mencari kekasihnya Panji Inu Kertapati dengan menyamar berpakaian laki-laki. Tari Demang Miring yang sering disebut Tabuh Telu, menggambarkan seorang raja berburu ke hutan yang dalam perjalanannya disambut meriah oleh rakyat karena keramah-tamahannya. Tarian ini memakai gerak-gerak tari Prabu dan tayog Demang (patih kerajaan dalam cerita Gambuh). Penari awalnya adalah Luh Melok Kartini dari Kerobokan, kemudian Darmi yang terkenal membawakannya.

     Kontribusi Kaler terhadap seni pertunjukan lainnya, bersama Lotering dan Ida Bagus Boda, adalah mengkombinasikan kesenian Arja dengan Topeng dan Legong Kebyar, yang kemudian dikenal sebagai kesenian Prembon. Bakat seni Kaler menggelora setelah ia melihat tari Serimpi sewaktu mengajar di Kokar Solo pada tahun 1952-1959. Dari situ maka terciptalah tari Bayan Nginte. Setelah pensiun, Kaler turut mendirikan Kokar Bali pada 1960 dan sekaligus menjadi pengajarnya. Dasar seniman penuh ide, sekitar 1962 — karena terinspirasi oleh permainan badminton yang sedang digandrungi masyarakat saat itu — ia menciptakan tari badminton. Atas pengabdiannya terhadap seni, ia telah menerima penghargaan tertinggi bidang seni dari pemerintah RI pada 1968 yakni Wijaya Kusuma dan pada 1980 Dharma Kusuma dari Pemda Bali. Selain itu, ia pernah mengikuti muhibah ke Singapura, Srilangka dan India.