BAHASA, MAKNA, RASA KATA
BAHASA, MAKNA, RASA KATA
Kita Tahu Bahasa Atau Kata-Kata Yang Kita Pakai Atau Kita Lantunkan Bukanlah Hal Yang Mati, Tapi Suatu Yang Bernyawa (Hidup), Suatu Ekpresi Dari Kita (Manusia) Yang Hidup, Yang Terentak Juga Sebagai Alat Interkomunikasi Antarmanusia Yang Hidup Bersama Dalam Masyarakat. Kata-Kata Yang Kita Pakai Itu Tidak Hanya Menunjukkan Realitas Barang-Barang Yang Obyektif Saja, Tetapi Juga Menyatakan Sikap Dan Perasaan Terhadap Realitas Obyektif. Kata Mempunyai Nilai Rasa Tertentu Dalam Setiap Kata-Kata.
Sebab Nilai Rasa Ini Merupakan Arti Kata Dan Berada Dalam Kata Itu Sendiri. Dalam Hal Ini Perlu Kita Lihat Agar Lontaran Atau Lompatan Kata-Kata Itu Tepat Sasaran. Untuk Setiap Situasi Kita Harus Pandai Memilih Istilah Yang Cocok, Sesuai, Serasi Dengan Nilai Rasa Yang Hendak Kita Lontarkan (Terkatakan).
Kata-Kata Dengan Nilai Rasa Tertentu Itu Tidak Hanya Dipakai Untuk Melahirkan Perasaan Atau Penilaian Kita Sendiri, Tapi Dapat Menimbulkan Perasaan Kepada Orang Lain. Dan Inilah Keterampilan Dalam Menggunakan Bahasa Yang Dimiliki Seorang Seniman Dan Sastrawan.
Kalau Kata-Kata Itu Menimbulkan Perasaan Maka Ia Akan Menimbulkan Perasaan Emosional, Dan Inilah Biasanya Yang Dipakai Dalam Politik Dan Iklan-Iklan, Tidak Mengarah Pada Ranah Pemikiran Untuk Berfikir Secara Radikal. Sedangkan Kata-Kata Tersebut Dapat Menghambat Pemikiran Sendiri, Bahkan Dapat Mengacaukan Jalan Pikiran Dan Memustahilkan Berpikir Sendiri Dengan Obyektif, Karena Menutup Mata Terhadap Kenyataan, Realitas.
Dalam Konteks Ini, Benar Apa Yang Dikatakan Oleh Heidegger, Dalam Analisisnya Tentang Vestehen Di Dalam Being And Time Bahwa Apa Yang Pertama Kali Kita Pahami Dalam Sebuah Wacana Bukanlah Orang Lain, Namun Sebuah Proyeksi, Yakni Outline Cara Baru Keberadaan Di Dunia. Hanya Dengan Kata-Kata Yang Membebas Di Teks, Tidak Hanya Pengarang Aslinya, Namun Juga Dari Sempitnya Situasi Dialogis, Yang Mengilhami Masa Depan Wacana Sebagai Proyeksi Sebuah Dunia, Jadi Bila Nilai Rasa Dihasilkan Sebagai Sebuah Peristiwa, Maka Ia Dapat Dipahami Sebagai Makna Yang Tentunya Mempunyai Kata Dan Nilai Rasa Di Dalamnya.
Dalam Dialektika Nilai Rasa Dan Kata Yang Telah Dikembangkan Dalam Diri Kata Sangat Dominan. Memaknai Kata Adalah Apa Yang Diinginkan Oleh Pembicara. Namun Memaknai Kata Adalah Juga Apa Yang Dimaksudkan Oleh Kalimat Tersebut. Jadi Setiap Gerak Atau Tindakan Ini Memberi Jalan Bagi Dialektika Nilai Dan Kata. Oleh Karena Dunia Ini Adalah Kumpulan Referensi Dan Kata-Kata Yang Diungkap Oleh Setiap Jenis Teks, Deskriptif Atau Puitis Yang Kita Baca, Pahami Dan Senangi, Hanya Itu!. Dan Kita Perlu Sadari Sungguh-Sungguh.
Kata-Kata Dipandang Baik Sebagai Suatu Peristiwa Apabila Pertama Sebagai Suatu Fungsi Predikat Yang Dikombinasikan Oleh Suatu Identifikasi, Kedua Sebagai Suatu Abstrak, Yang Bergantung Pada Keseluruhan Konkrit Yang Merupakan Kesatuan Antara Nilai Rasa Dan Kata Dalam Kalimat. Dimana Ada Kata Pengucap Dan Kata Ucapan. Memaknai Ucapan Berarti Apa Yang Dimaksudkan Oleh Sang Pembicara. Sebab Nilai Tidaklah Berbicara Tapi Oranglah Yang Berbicara. Misalnya, Roman Jakobson Memulai Dari Adanya Hubungan Tiga Arah Antara Pembicara, Pendengar Dan Pesan Yang Di Sampaikan, Dilanjutkan Dengan Manambah Tiga Faktor Pelengkap Lainnya Yang Memperkaya Modelnya. Misalnya Lagi, Pengalaman Yang Dialami Dan Dirasakan Dalam Hidup, Tetap Merupakan Suatu Privasi Seseorang, Namun Kata Dan Nilai Rasa Menjadi Milik Umum, Dialog Adalah Suatu Peristiwa Yang Menghubungkan Dua Peristiwa, Berbicara Dan Mendengar.
Namun, Dengan Kriteria Semacam Ini, Hanya Akan Memberikan Salah Arah, Sebagaimana Yang Diatakan Benveniste, Semata Peristiwa Mudah Berlalu Dan Sirna. Dengan Begitu Ilmu Linguistik Akan Menjadi Justifikasi Pengenyampingannya, Dan Prioritas Ontologis-Aksiologis Yang Menjadi Siginifikansi Dan Tanpa Konsekwensi. Keberlakuan Nilai Tidak Hanya Bersifat Transhistoris Dan Sirna, Tapi Kekal Abadi.
Dengan Melalui Interpretasi Suatu Perubahan Teks Kata Ke Dalam Suatu Teori Sistematis Dan Komprehensif, Berusaha Mengeksplanasikan Keutuhan Nilai Rasa Manusia Dalam Beragam Cara Penggunaan Di Mana Kata Itu Diletakkan. Kata-Kata Juga Bisa Dibaca Secara Terpisah, Namun Sedikit Demi Sedikit Hanya Sebagai Alat Bagi Solusi Terhadap Suatu Problem Tunggal, Yaitu Pemahaman Terhadap Kata Pada Tingkat Hasil Karya Tertentu Seperti Puisi, Cerpen, Dan Esai, Yang Bersifat Literer. Dengan Kata Lain Semua Karya-Karya Secara Khsusus, Dan Kata-Kata Sebagi Sebuah Karya Pada Umunya Adalah Karya Itu Sendiri.
Dalam Maraknya Karya-Karya Di Era Kontemporer Yang Tidak Hanya Mengidentifikasikan Suatu Tema Penting, Namun Juga Suatu Kebutuhan Yang Mendesak Untuk Re-Elaborasi Problematika Kata Yang Menandai Zaman. Bahasa (Kata) Seperti Yang Dikutip Oleh Martin Heidegger Adalah Sebagai Tempat Tinggal Manusia (The House Of Being), Karena Dengan Bahasa Atau Kata Kita Dapat Mengungkap Apa Yang Kita Inginkan. Dengan Kata Pula, Makna Hadir Dengan Bebasnya Dalam Atmosfir Kesadaran Kita. Kata-Kata Adalah Satu-Satunya Pilihan Untuk Menampakkan Realitas Yang Kita Pun Tidak Mampu Meredamnya. Lalu Bagaimana Memahami Nilai Rasa, Kata Itu Dan Bagaimana Kita Merengutnya? Tentunya Dengan Interpretasi Kita Dapat Melakukan Semua Itu.
Demikian Juga, Segala Aspek Nilai Tidak Akan Lepas Dari Kata Sebagai Nilai, Baik Nilai Kata, Nilai Rasa, Dan Predikat, Serta Dialektika Kata-Kata Dan Nilai. Walau Pun Sudah Dengan Jalan Teori-Teori Para Pakar Kata-Kata, Mereka Tidak Lepas Dari Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Perkataan Dan Tulisan, Yang Membahas Metaforisme Baik Metafora Semantik-Semiotik, Simbol, Eksplanasi-Pemaknaan Yang Mengandung Nilai Rasa.