MENGENAL TOKOH RUPA
Posted Under: Tak Berkategori
MENGENAL TOKOH RUPA
Pelukis besar Kelahiran Kisaran, Sumatra Utara, 14 Dessember 1913, dia sangat menguasai teknik melukis dengan hasil lukisan yang berbobt. Dia guru bagi beberapa pelukis Indonesia. Selain itu, dia mempunyai pengetahuan luas tentang seni rupa. Dia kritikus seni rupa pertama di Indonesia.
Ia seorang nasionalis yang menunjukan pribadinya melalui warna-warna dan pilihan subjek. Sebagai kritikus seni rupa, dia sering mengecam Basoeki Abdullah sebagai tidak nasionalistis, karena melukis perempuan cantik dan pemandangan alam. Pak djon dan Basuki dianggap sebagai musuh bebuyutannya, bagai air dan api sejak tahun 1935.
Tapi beberapa bulan sebelumnyaPak Djon meninggal di Jakarta, 25 Maret 1985, pengusaha Ciputra mempertemukan Pak Djon dengan Basuki bersama pelukis Affandi dalam pameran bersama di pasar seni ancol, Jakarta. Sehingga menteri P&K Fuad Hassan, ketiak itu, menyebut pameran bersama ketiga raksasa seni lukis itu merupakan peristiwa sejarah yang penting.
Pak Djon lahir dari keluarga transmigran asal Pulau Jawa, buruh perkebunandi Kisaran,Raja Pejuang Batak melawan Kolonialis Belanda Sumuatra Utara. Namun sejak usia empat tahun, ia menjadi anak asuh. Yudhokusomo, seorang guru HIS, tempat Djon kecil sekolah, melihat kecerdasan dan bakatnya dan mengangkatnya sebagai anak. Yudhokusomo, kemudian membawanya ke Batavia tahun 1925.
Djon menamatkan HIS di Jakarta. Kemudian SMP di Bandung dan SMA Taman Siswa di Wakil Presiden Republik Indonesia(1972-1978) Yogyakarta. Dia pun sempat belajar khusus monitor sebelum belajar melukis pada RM Pringadie selama beberapa bulan dan pelukis Jepang Chioji Yazaki di Jakarta. Bahkan sebenarnya pada awalnya dia lebih mempersiapkan diri menjadi guru daripada pelukis. Dia sempat mengajar di Taman Siswa. Setelah lulus Taman Guru di Perguruan Taman Siswa Wakil Presiden Republik Indonesi (1972-1978) Yogyakarta, ia ditugaskan Menteri Pendidikan, Pengajarn dan Kebudayaan yang pertama Ki Hajar Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Madiun tahun 1931.
Namun, Sudjojono yang berbakat melukis dan banyak membaca tentang seni lukis modern Eropa, itu akhirnya lebih memilih jalan hidup sebagai pelukis. Pada tahun 1937, dia pun ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring Jakrya, Jakarta. Keikutsertaannya pada pameran itu, sebagi awal yang memopulerkan namanya sebagai pelukis. Bersama sejumlah pelukis, ia mendirikan Persagi (Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia), 1937. Sebuah serikat yang kemudian dianggap sebagai awal seni rupa modern Indonesia. Dia sempat menjadi sekretaris dan juru bicara Persagi.
Sudjojono, selain piawai melukis , juga banyak menulis beberapa buku dan berceramah tentang pengembangan seni lukis modern. Dia menganjurkan dan menyebarkan gagasan, pandangan dan sikap tentang lukisan, pelukis dan peranan seni dalam masyarakat dalam banyak tulisannya. Maka, komunitas pelukis pun memberinya predikat: Bapak Seni Lukis Indonesia Baru.
Lukisannya mempunyai ciri khas kasar, goresan dan sapuan bagai dituang begitu saja ke kanvas. Objek lukisannya lebih menonjol pada pemandangan alam, sosok manusia, serta suasananya. Pemilihan objek itu lebih didasari hubungan batin, cinta, dan simpati sehingga tampak bersahaja. Lukisannya yang monumental antara lain berjudul: Di Depan Kelambu Terbuka, Cap Go Meh, Pengungsi dan Seko.
Dalam komunitas seni-budaya, kemudian Djon masuk Lekra, lalu masuk PKI. Dia sempat terpilih mewakili partai itu di parlemen. Namun pada tahun 1957, ia membelot. Salah satu alasannya, bahwa buat dia eksistensi Tuhan itu positif, sedangkan PKI belum bias memberikan jawaban positif atas hal itu. Di samping ada alasan lain yang tidak diungkapkannya yang juga diduga menjadi penyebab Djon mencerraikan istri pertamanya, Mia Bustam. Lalu dia menikah lagi dengan penyanyi Seriosa, Rose Pandanwangi. Nama isterinya ini lalu diabadikannya dalam nama Sanggar Pandanwangi. Darii pernikahannya dia dianugrahi 14 anak.
Di tengah kesibukannya, dia rajin berolah raga. Bahkan pada masa mudanya, Djon tergabung kesebelasan Indonesia Muda, sebagai kiri luar, bersama Maladi (bekas Menteri Penerangan dan Olah Raga) sebagai kiper dan Pelukis Rusli kanan luar.
Itulah Djon yang sejak 1958 hidup sepenuhnya dari lukisan. Dia juag tidak sungkan menerima pesanan, sebagai suatu cara professional dan halal untuk mendapatkan uang. Pesanan itu, juga sekaligus merupakan kesempatan latihan membuat bentuk, warna dan komposisi.
Ada beberapa karya pesanan yang di banggakannya. Di antaranya, pesanan pesanan Gubernur DKI, yang melukiskan adegan pertempuran Sultan Agung melawan Jan Pieterszoon Coen, 1973. Lukisan ini berukuran 300310 meter, ini dipajang di Museum DKI Fatahillah.
Secara profesional, penerima Anugerah Seni tahun 1970, ini sangat menikmati kepopulerannya sebagai seorang pelukis ternama. Karya-karyanya diminati banyak orang dengan harga yang sangat tinggi di biro-biro lelang luar negeri. Bahkan setelah dia meninggal pada tanggal 25 Maret 1985 di Jakarta, karya-karyanya masih dipamerkan di beberapa tempat, antara lain di; Festival of Indoonesia (USA,1990-1992); Gate Foundatiaon (Amsterdam, Holland, 1993); Singapore Art Museum (1994; Center of Strategic and Internasional Studies (Jakarta, Indonesia, 1996); ASEAN Master works ( Selangor, Kuala Lumpur, Malaysia, 1997-1998).
Sumber : Buku Seni Budaya .
wwww.tokohindonesia.com