Archive for the ‘Tulisan’ Category

Ogoh-ogoh Ludra Murti, Banjar Sasih, Batubulan

Senin, April 9th, 2018

YouTube Preview ImageSinopsis

Hiduplah seorang raja raksasa yang haus akan kekuasaan yang bernama Nawa Sura Butha. Di suatu ketika, Nawa Sura Butha melakukan tapa untuk meminta anugrah dari Dewa Ludra. Dewa Ludra pun tersentuh hatinya karena keteguhan tapa dari Nawa Sura Butha dan akhirnya Dewa Ludra menganugrahkan kesaktian/kekuuatan yang bernama Ludra Murti. Ludra Murti ini adalah perwujudan Hyang Ludra menjadi sosok raksasa besar dan menyeramkan.

Gamelan pengiring ogoh-ogoh ludra Murti Banjar Sasih, Batubulan

          Ogoh-ogoh Ludra Murti menggunakan barungan gamelan Balaganjur dengan instrumentasi sebagai berikut:

  1. Satu pasang kendang balaganjur (lanang-wadon).
  2. 4 (empat) pencon reyong (dong, deng, dung, dang).
  3. Tawa-tawa.
  4. 8 (delapan) cakep ceng-ceng kopyak.
  5. Gong (lanang dan wadon).
  6. Kempur.
  7. Bende.

Bentuk penyajian

Fragmen tari adalah bentuk penyajian ogoh-ogoh yang kerap digunakan dalam pementasan ogoh-ogoh dewasa ini. Seperti halnya ogoh-ogoh Ludra Murti Br. Sasih, Batubulan. Dalam fragmen tari Ludra Murti ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) babak dan masng-masing babak terdiri dari 3 (tiga) adegan dengan durasi pendek. Berikut pembagian babak pada fragmen tari Ludra Murti:

Babak I

  • Pengenalan tokoh Nawa Sura Butha
  • Pertapaan Nawa Sura Butha dengan tujuan mendapat anugerah dari Dewa Ludra untuk membalaskan dendamnya atas kematian kakaknya Rahwana oleh Rama dan Laksmana.
  • Munculnya gangguan pada saat Nawa Sura Butha bertapa.

Babak II

  • Munculnya dewa Ludra dan menganugrahkanan kesaktian Ludra Murti.
  • Perjalan Nawa Sura Butha menuju Ayodya Pura untuk balas dendam.
  • Mengisahkan prajurit Ayodya Pura.

 

Babak III

  • Sesi latihan perang antara Rama,Laksmana dan prajuritnya.
  • Perang antara kubu Rama, laksmana dengan kubu Nawa Sura Butha.
  • Nawa Sura Butha menggunakan kesaktian Ludra Murti dan berubah menjadi raksasa yang menyeramkan.

Proses pembuatan ogoh-ogoh Ludra Murti

Ogoh-ogoh merupakan hasil dari suatu kreatifitas yang tinggi, perpaduan budaya dan seni yang menjadi tradisi umat Hindu Indonesia khususnya umat Hindu di Bali. Dewasa ini ogoh-ogoh dibuat dengan berbagai inovasi sehingga memiliki nilai seni yang tinggi. Tidak jarang ogoh-ogoh dibuat dengan biaya dan waktu yang tidak sedikit dengan tujuan menciptakan mahakarya seni yang berkualitas seperti halnya ogoh-ogoh dari Banjar Sasih Batubulan yang berjudul “Ludra Murti” pada tahun baru Saka 1940.

Adapun tahapan pembuatan ogoh-ogoh Ludra Murti adalah sebagai berikut:

  1. Pembuatan sketsa ogoh-ogoh.
  2. Pembuatan kerangka ogoh-ogoh dengan menggunakan besi.
  3. Pembentukan tubuh dan kepala (tapel) ogoh-ogoh yang berbahan dasar sterofom.
  4. Penyatuan antara tubuh dengan kerangka.
  5. Proses penghalusan sterofom.
  6. Penempelan sterofom menggunakan kertas yang berfungsi menutupi rongga pada sterofom.
  7. Tahap cat dasar.
  8. Tahap cat setelah cat dasar mengunakan warna yang diinginkan.
  9. Pembuatan ornamen atau pepayasan (hiasan).
  10. Tahap menghias (mayasin) ogoh-ogoh menggunakan berbagai macam pepayasan.
  11. Tahap finishing.

Tahap penyajian ogoh-ogoh Ludra Murti

Jumat, 16 maret 2018 merupakan hari dimana ogoh-ogoh akan diarak keliling Desa atau Banjar yang dikenal sebagai “Ngerupuk”. Semua ogoh-ogoh di wilayah Banjar Sasih Batubulan akan berkumpul di depan Banjar Sasih, yang nantinya akan diarak bersama. Ogoh-ogoh Ludra Murti disajikan dalam bentuk fragmentari dengan persiapan yang sangat matang.

Pada pukul 18.00 wita semua ogoh-ogoh dari Banjar Sasih diarak menuju peteluan (pertigaan) di depan Banjar Tegehe dengan berjalan kaki. Suasana mencekam menjadi ciri khas di hari Ngerupuk tersebut. Suara gamelan dan sorak dari penabuh Balaganjur menambah gairah semua orang yang mengikuti perayaan tersebut. Obor menjadi sumber cahaya ditengah gelapnya malam. Setibanya di tujuan, pembacaan sinopsis dari pembawa acara menjadi pertanda dimulainya penyajian karya seni ogoh-ogoh Ludra Murti Dari Banjar Sasih, Batubulan.

Penonton yang sudah berkumpul disajikan fragmen tari yang sangat menarik. Fragmen tari yang disajikan dipandu oleh seorang dalang yang akan lebih menghidupkan suasana dalan cerita yang dibawakan. Pada klimaks, ogoh-ogoh Ludra Murti pun ditampilkan dengan gerakan sederhana yang dilakukan oleh pengarak ogoh-ogoh, membuat seolah-olah ogoh-ogoh menari dengan gagahnya. Dengan demikian maka berakhirlah pertunjukkan dari St. Chandra Buana, Banjar Sasih, Batubulan.

Kesimpulan

Dari waktu ke waktu ogoh-ogoh mengalami perkembangan pesat, baik dari metode pembuatan, teknologi, dan fungsi. Dahulu kala ogoh-ogoh hanya diarak keliling desa atau wilayah sekitar Banjar/Dusun dengan tujuan Menyomya Butha Kala. Dewasa ini tanpa menghilangkan tujuan atau fungsi utama ogoh-ogoh tersebut telah muncul nilai baru dari ogoh-ogoh yaitu sebagai seni pertunjukan dengan memadukan berbagai unsur seni lainnya.

Ogoh-ogoh disajikan dengan bentuk fragmen tari dengan tujuan penonton dapat mengetahui cerita atau pesan yang terkandung dalam ogoh-ogoh tersebut melalui perpaduan seni rupa, tari, musik, dan drama yang dikemas sedemikian rupa sehingga menarik minat masyarakat untuk menonton. Tentunya semua itu merupakan hasil dari suatu proes berkesenian dari pemuda dan pemudi Banjar yang perlu diapresiasi karena memiliki tujuan yang sangat positif, yaitu melestarikan seni dan budaya Bali yang Adiluhung.

DAFTAR INFORMAN

  • Nama : Wayan Sukariasa
  • Jabatan : Ketua ST. Chandra Buana, Br, Sasih, Batubulan.

Seni Budaya Bali, Mengenal Tari Cilinaya.

Minggu, Maret 11th, 2018

Deskripsi tari cilinaya

Gambar terkaitDi dalam tradisi Bali, Cili adalah lambang kecantikan. Tarian ini melukiskan sekelompok wanita cantik dengan gerakannya yang lemah gemulai, sedang menari-nari sambil bersukaria menontonkan kecantikannya. Berbeda dengan banyak tari lainnya yang lebih menonjolkan delik mata yang tajam, tarian ini dibawakan secara riang gembira dan penuh dengan senyuman. Tarian ini juga menonjolkan sisi keanggunan gerakan dari para penarinya. Terinspirasi dari ornamen “cili” yang terdapat pada lamak Bali yang digunakan tatkala ada upacara adat atau agama. Tarian ini diciptakan oleh I Wayan Dibia untuk Sekaa Gong Putra Kencana Singapadu-Gianyar pada tahun 1986.

Sumber deskripsi :

Dibia, I Wayan. 1999. Selayang Pandang Seni Pertunjukan Bali, Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.

Tata busana tari cilinaya

Setiap tari Bali memiliki tata busana yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan maupun karakter tari tersebut. Berikut adalah tata busana pada tari cilinaya:

  1. Gelungan.
  2. Kain bawah atau rok.
  3. Angkin.
  4. Lamak.
  5. Tutup dada.
  6. Badong.
  7. Ampok-ampok.
  8. Oncer.
  9. Gelang kana.

Gamelan musik tari cilinaya

Dewasa ini suatu tari tidak dapat terlepas dari musik tari yang dapat mempertegas karakter suatu tari atau mempertegas suasana yang diinginkan oleh seorang koreografer. Seperangkat instrumen musik tari di Bali disebut gamelan. Setiap gamelan dapat memberi suasana yang berbeda-beda, dan suasana dapat dibentuk bukan hanya dari vaktor gamelan melainkan komposisi lagu tari tersebut. Cilinaya adalah tarian yang ditarikan dengan alunan suara gamelan gong kebyar. Berikut adalah instrumentasi gamelan gong kebyar yang digunakan dalam tari cilinaya.

  1. Satu pasang kendang (tidak menggunakan panggul)
  2. Satu atau dua tungguh ugal/giying (sesuai kebutuhan)
  3. Empat tungguh pemade
  4. Empat tungguh kantil
  5. Dua tungguh penyahcah
  6. Dua tungguh jublag
  7. Dua tungguh jegog
  8. Satu atau dua Gong (lanang-wadon,sesuai kebutuhan)
  9. Satu kempul
  10. Satu tungguh reyong
  11. Satu kajar
  12. Satu kecek

7 UNSUR KEBUDAYAAN DALAM KARAWITAN BALI

Selasa, Maret 6th, 2018

1.Bahasa

Bahasa sebagai sarana komunikasi juga terdapat pada dunia karawitan Bali. Secara fungsi dalam pementasan bahasa dalam karawitan Bali dibedakan menjadi 2 yaitu (a) bahasa tubuh, (b) bahasa sebagai bagian komposisi karawitan. Selain kedua jenis bahasa tersebut, terdapat fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi dalam perkembangan seni karawitan Bali.

 

A. Bahasa tubuh.

            Bahasa tubuh yang dimaksud disini adalah suatu tanda atau kode dalam suatu pementasan ataupun proses latihan karya seni karawitan. Kode tersebut meliputi kode saat suatu gending atau lagu akan dimulai, kode keras atau lirihnya gending atau lagu, dan kode gending atau lagu tersebut akan berhenti sejenak atau berakhir. Pada umumnya yang memberikan kode adalah pemimpin dalam barungan gamelan tersebut, misalanya kode yang diberikan oleh pemain ugal (giying), kendang, Atau pemain instrument lainnya yang diberi tugas untuk memimpin suatu gending atau lagu yang akan dipentaskan.

B.Bahasa sebagai bagian komposisi karawitan

            Dalam suatu komposisi karya seni karawitan baik yang tertuang dalam bentuk karawitan vokal maupun instrumental terdapat beberapa komposisi yang menggunakan lirik lagu atau gending. Lirik tersebut merupakan bagian dari komposisi gending atau lagu yang sengaja dibuat oleh komposer. Lirik-lirik tersebut pada umumnya menggunakan bahasa Bali, bahasa Jawa kuna dan ada juga yang menggunakan bahasa Sansekerta.

C.Bahasa sebagai sarana komunikasi dalam perkembangan seni karawitan Bali   

Selain bahasa sebagai bagian komposisi lagu dan pementasan, Bahasa juga berfungsi dalam perkembangan karawitan. Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai sarana komunikasi yang sangat penting untuk perkembangan seni karawitan Bali. Minimal menguasai 2 (dua) bahasa bagi seniman karawitan Bali, yaitu bahasa indonesia, dan bahasa Inggris untuk dapat mengembangkan seni karawitan Bali di tingkat Nasional maupun Internasional.

2.Teknologi

Dewasa ini seni karawitan Bali sudah berkembang cukup pesat dan dibuktikan dengan mulai masuknya teknologi dalam berbagai bidang pementasan karawitan Bali. Teknologi tersebut memiliki peran yang cukup penting dalam suatu pementasan karawitan Bali. Berikut adalah teknologi yang umumnya digunakan dalam pementasan atau pergelaran karya seni karawitan:

 

  • Sound sistem

Suara atau bunyi merupakan unsur utama dalam suatu pementasan karya seni karawitan. Pementasan karawitan yang dilakukan di pura dengan tujuan persembahan kepada Tuhan (ngayah) memposisikan sound sistem sebagai teknologi pendukung.

Namun dalam ajang bergengsi seperti Pesta Kesennian Bali (PKB) atau pementasan karawitan yang berfungsi sebagai pertunjukan atau tontonan, sound sistem wajib atau harus ada untuk mensukseskan pementasan tersebut.

  • Lighting (pencahayaan)

Sama halnya dengan sound sistem, lighting merupakan teknologi yang membawa dampak positif dalam suatu pementasan karawitan Bali. Lighting dapat berfungsi sebagai pembentuk suasana yang dapat memperjelas atau mempertegas maksud dari sebuah karya yang dipentaskan.

3.Ekonomi

Dalam orientasi nilai budaya terdapat beberapa masalah dasar dalam hidup, salah satunya yaitu hakikat karya yang mengatakan bahwa karya itu untuk nafkah hidup, karya itu untuk kedudukan, kehormatan dan karya itu untuk menambah karya. Dalam perkemangan karawitan dewasa ini dapat kita lihat orientasi nilai budaya tentang ‘karya itu untuk hidup’. Dapat kita ketahui bahwa tidak dapat dipungkiri di era globalisasi ini seni pertunjukan karawitan Bali pun menjadi ladang penghidupan untuk menghasilkan pundi-pundi uang bagi para seniman karawitan untuk menggerakkan roda perekonomian mereka.

Contohnya sebagai pengisi acara di berbagai sektor pariwisata di Bali. Acap kali suatu karaya seni karawitan dibuat untuk kepuasan sang komposer dan juga untuk kepentingan ekonomi dengan cara merekam karya tersebut dan mencetak dalam bentuk kepingan cd yang kemudian dipasarkan di berbagai tempat di Bali bahkan hingga di luar Bali.

4.Organisasi sosial

Di Bali banyak terdapat organisasi sosial khususnya yang berkaitan dengan budaya dan adat istiadat. Organisasi tersebut terdapat di masing-masing Banjar (dusun) dengan sebutan sekaa. Banyak jenis sekaa yang terdapat di Bali, namun yang menaungi bidang karawitan disebut sekha gong. Sekaa gong memiliki struktur yang hampir sama dari organisasi lainnya namun dengan lingkup yang lebih kecil. Sekaa gong memiliki peran yang sangat penting dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat Bali yang tak lepas dari upacara agama Hindu, dan bahkan dalam kegiatan penting lainnya yang melibatkan atau memerlukan karya seni karawitan Bali tersebut.

Selain sekaa gong, di Bali juga banyak organisasi sosial karawitan Bali yang bertujuan untuk melestarikan seni karawitan Bali, diantaranya adalah: sanggar, dan juga komunitas seni karawitan. Selain untuk melestarikan seni budaya Bali, sanggar atau komunitas seni tersebut berfungsi sebagai wadah kreatifitas bagi seniman-seniman Bali dari berbagai usia, baik anak-anak, remaja maupun yang sudah berkeluarga. Sanggar dan komunitas memiliki lingkup wilayah yang lebih luas (tak terbatas) bagi anggotanya dibandingkan sekaa gong yang pada umumnya hanya beranggotakan masyarakat Banjar (dusun) tersebut.

5.Pengetahuan

Kebanyakan dari masyarakat Bali mengetahui lembaga pendidikan Nasional di bidang seni khususnya jurusan seni karawitan seperti SMK Negeri 3 Sukawati (KOKAR BALI), SMK Negeri 5 Denpasar, Institut Seni Indonesia Denpasar (ISI Denpasar), dan lembaga pendidikan nasional di bidang karawitan lainnya hanya memberi pengetahuan dalam bidang praktek. Namun faktanya tidaklah demikian, karena lembaga pendidikan tersebut juga memberikan pendidikan atau pengetahuan secara terori baik tentang karawitan itu sendiri maupun pendidikan teori umum lainnya.

Dengan demikian pengetahuan praktek dan teori siswa atau mahasiswa memiliki kemampuan yang seimbang. Siswa/mahasiswa yang memilih pendidikan di lembaga pendidikan Nasional dalam bidang seni khususnya seni karawitan diharapkan menjadi seniman karawitan yang memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, sehingga di era globalisasi ini mampu bersaing, dan berkarya kemudian mampu mempertanggung jawabkan karya yang di buat di semua kalangan masyarakat.

6.Agama

Gamelan adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari seni karawitan. Gamelan merujuk pada seperangkat atau instrumen alat, sedangkan karawitan lebih kepada komposisi lagu atau gending. Sebagaimana keberadaan seni didalam masyarakat Bali, gamelan tidak dapat dipisahkan dari konsep keseimbangan hidup orang Bali yangi meliputi keseimbangan hidup manusia dengan tuhan, dan memiliki nilai atau peran yang sangat penting dalam kaitannya dengan upacara Agama Hindu di Bali.

Seperti yang dijelaskan dalam buku Prakempa (lontar gamelan Bali) bahwa bunyi, suara, nada dan ritme diciptakan oleh Sang Hyang Tri Wisesa dimana nada-nada tersebut diwujudkan dengan simbol penganggening aksara, seperti bisah, taleng dan cecek. Bunyi dengan warnanya masing-masing menyebar ke seluruh penjuru bumi dan akhirnya membentuk lingkaran yang disebut lingkaran pengider bhvana.

Dalam kaitannya dengan upacara seni karawitan Balli jika dilihat dari segi fungsi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu:

  • Wali, yaitu menjadi bagian yang harus ada dari suatu upacara.
  • Bebali, yaitu berfungsi sebagai pendukung upacara.
  • Balih-balihan, yaitu berfungsi sebagai hiburan atau tontonan.

 

Keberadaan gamelan dalam sebuah upacara mampu mengangkat religiusitas sebuah upacara keagamaan. Gamelan yang digunakan dalam prosesi ritual Hindu memiliki andil yang sangat besar dalam menciptakan suasana hati. Dalam filsafat hindu musik memiliki tempat yang istimewa terkait dengan ritual keagamaan. Sebagaimana yang tercatat dalam Rgveda VIII 69.9 diuraikan bahwa:

Ava svarati gargaro

godhapari sanisvanat

pinga paricaniskadad

indra ya brahma-udyatam

Artinya:

“Kelompok orang-orang yang bersembahyang mempersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan alat-alat musik (gamelan) yang menyertainya yang dinamakan oleh pengatur tinggi nada. Kecapi dan seruling”(dalam Donder, 2005:43).

Berdasarkan keterangan-keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa seni karawitan Bali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan beragama (Hindu) di Bali.

7.Kesenian

Kesenian adalah segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan. Dan Karawitan merupakan bagian dari kesenian, yang juga bagian dari kebudayaan. Jadi jika ditinjau dari sekala atau lingkup bahasan, kebudayaan memiliki sekala atau lingkupnya besar, kesenian merupakan substansi dari kebudayaan sehingga kesenian memiliki ukuran atau skala yang yang sedang, kemudian karawitan adalah bagian dari kesenian yang skala atau lingkupnya lebih kecil. Semua yang terdapat dalam seni pertunjukan karawitan memiliki unsur estetika atau keindahan khususnya bagi penikmatnya.

Selain seni suara, seni rupa adalah seni yang yang tidak dapat dipisahkan dalam seni pertunjukan Bali. Hal tersebut dapat dilihat khususnya dari bentuk gamelan, dan dalam penampilan suatu pergelaran seni karawitan Bali. Contohnya adalah bentuk dan ukiran pada pelawah gamelan, hiasan-hiasan dalam suatu pergelaran, tata rias, tata busana, dan juga properti dalam suatu pementasan karya seni karawitan Bali.

KEPUSTAKAAN

Ariasa, I WM. 1984 / 1985. Pengetahuan Karawitan Bali, Denpasar: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali.

Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali, Denpasar: Akademi Seni Tari      Indonesia Denpasar.

Koentjaraningrat. Edisi revisi 2009. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta.

Yudarta, I Gede. 2016. Gamelan Gambang Dalam Prosesi Pitra Yadnya Di Bali, Denpasar: Jurnal.ISI-dps.ac.id.

 

KARYA MUSIK KONTEMPORER “GAMELAN VARIATIONS ON MUSIC FOR PIECES OF WOOD II”

Selasa, Maret 6th, 2018

YouTube Preview Image

(lebih…)

Gamelan pegambuhan

Selasa, Maret 6th, 2018

1.Deskripsi

Barungan atau ansembel ini digunakan untuk mengiringi dramatari gambuh. Gambelan ini juga merupakan sumber dari musik Bali. Data sejarah yang menyebutkan tentang istilah Gambuhan ditem

ukan pada kidung Wangbang Wideya yang menurut Robson karya ini digubah di Bali pada abad ke-16. Pada abad XIV-XIX hubungan Bali dan Jawa lebih intensif. Hubungan yang bertambah erat tersebut tentu mendapat sambutan yang baik dari Dalem Waturenggong yang memerintah Bali pada tahun 1460-1550 Masehi. Zaman itu dianggap sebagai kebangkitan kesenian Bali dan lahir seni pertunju

kan Bali klasik yang bernama Gambuh.

Gambuh merupakan drama tari tertua yang ada di Bali dan menggunakan cerita panji dari jawa timur sebagai lakonnya. Gambuh dipentaskan dengan alunan gambelan gambuh. Gamelan gambuh sebagai dasar dari musik drama tari Bali yang disebut sebagai gamelan meladprana melahirkan 4 (empat) jenis gambelan yang disebut gambelan Semara Aturu (Semar Pegulingan Saih Pitu), gambelan Semara Patangian (Joged Pingitan), gambelan Semara Palinggian (Barong Ket), gambelan Semara Pandirian (Semar Pegulingan Saih Lima atau Plegongan). Lontar Aji Ghurnita dan Prakempa telah memberikan ulasan yang cukup lengkap mengenai gambelan-gambelan ini.

Dahulu kala ansambel ini dipukul atau di pentaskan pada saat sang prabu mengadakan pesta, bertemu dengan pemuka-pemuka masyarakat, kepada sang wiku (pandita), kepada menteri-menteri, kepala menteri adipati, kepada tanda rakryan, hingga sampai dengan masyarakat, pada waktu makan-makan dan minum sang prabu sedang bersenang-senang disertaai suara nyanyian kekidungan, dan dengan bunyi-bunyian (suara gamelan) itu diberi nama Gambuh. Gambuh bercerita tentang riwayat keagungan raja-raja dan segala pengarang-pengarang itu menjadi lakonnya.

2. Sistem laras

Laras adalah sederetan nada yang berurutan dalam satu angkep (oktaf) atau lebih, memiliki frekuensi atau getaran per detik, tinggi-rendah (pitch) dan jarak tertentu. Laras yang umumnya digunakan dalam tetabuhan adalah laras pelog dan selendro. Istilah pelog dan selendro dahulu dikenal sebagai patutan atau atut gong dan gender. Sistem pelog yang memakai 7 (tujuh) nada disebut sebagai patutan atau atut gambang. Berikut adalah gambelan yang memakai laras pelog 7 (tujuh) nada:

  1. Gambelan gambang.
  2. Gambelan selonding
  3. Gambelan semar pegulingan.
  4. Gambelan pegambuhan.
  5. Gambelan caruk.
  6. Gambelan luang.

Jadi berdasarkan keterangan tersebut dapat diketahui laras yang digunakan dalam gambelan pegambuhan adalah laras pelog 7 (tujuh) nada atau laras pelog saih pitu, yang terdiri dari 5 (lima) nada pokok dan 2 (dua) nada pemero.

Dalam gambelan pegambuhan laras pelog bisa diturunkan dalam 5 (lima) patetan atau tetekep, yaitu:

3.Periodisasi

            Gambelan pegambuhan digolongkan ke gambelan golongan madya. Dapat disimpulkan demikian karena merujuk pada ciri-ciri gambelan golongan madya ialah dengan masuknya instrumen kendang ke dalamnya. Di Bali kendang merupakan instrumen baru bila dibandingkan dengan instrumen yang dibuat dari besi dan kerawang. Di dalam gambelan golongan madya, kendang berfungsi sebagai pemurba irama, yaitu untuk mengatur dinamika dan cepat lambatnya suatu lagu. Kendang juga dipergunakan sebagai pembuka atau awal mulainya suatu gending dan memberi tanda untuk berhenti. Selain sebagai pemurba irama, kendang juga menentukan bentuk dari suatu lagu yang dilihat dari pola dasar atau pembendaharaan pukulan kendang itu sendiri.

4.Jenis instrumen, nada instrumen dan gending-gending gambelan pegambuhan

4.1.jenis instrumen atau klasifikasi nama diri dari alat-alat musik Bali secara organologi yang terdapat dalam gamelan pegambuhan adalah sebagai berikut:

  1. Kelas idiophone

Alat pukul: kempul, kajar, gumanak, klenang, kenyir.

Alat saling berbenturan: gecek atau ricik.

Alat genta: genta orag.

  1. Kelas aerophone meliputi alat seruling: suling pegambuhan.
  2. Kelas kordophone meliputi alat biola: rebab.
  3. Kelas membranophone meliputi alat gendrang membran ganda: kendang krumpung.

4.2.Di berbagai daerah kesatuan alat ini sudah semakin berkurang formatnya. Pada umumnya instrumen pegambuhan terdiri dari:

  1. Dua pasang suling pegambuhan atau lebih (suling terbesar untuk semua ukuran suling di Bali).
  2. Satu buah rebab atau lebih.
  3. Sepasang kendang krumpungan lanang-wadon.
  4. Sebuah kajar.
  5. Sebuah klenang.
  6. Sebuah kempul, berfungsi sebagai gong.
  7. Sebuah kangsi.
  8. Tiga buah gumanak.
  9. Sebuah genta orag.
  10. Satu pangkon gecek.
  11. Sebuah kenyir.

4.3.Gending gambuh lebih bersifat gending-gending yang ditarikan daripada gending instrumental. Setiap peran, atau tokoh dari drama tari gambuh memiliki gending atau melodinya tersendiri sesuai dengan perwatakannya. Berikut gending-gending pegambuhan:

  1. Tabuh gari.
  2. Sumambang.
  3. Subandar.
  4. Lengker.
  5. Bapang selisir.
  6. Bapang gede.
  7. Sekar gadung.
  8. Perong condong.

Dalam gambelan pegambuhan terdapat 2 (dua) macam komposisi gending, yaitu:

  1. Gending alus, yaitu golongan tabuh telu dan tabuh epat biasanya digunakan untuk mengiringi karakter manis atau alus dan juga untuk mengiringi tari-tari putri.
  2. Gending keras atau gending gangsaran, yaitu golongan tabuh pisan yang digunakan untuk mengiringi karakter keras atau putra alus dalam adegan dramatis.

 

TATA LETAK GAMBELAN PEGAMBUHAN STYLE BATUAN

 

 
17
16

 

15

 

14

 

13

 

12

 

11

 

 10
2
1
9
8
7
6
5
4
3

 

Keterangan:

  1. Kendang wadon (krumpung).
  2. Kendang lanang (wadon).
  3. Suling gambuh.
  4. Suling gambuh.
  5. Suling gambuh.
  6. Suling gambuh.
  7. Suling gambuh.
  8. Suling gambuh.
  9. Rebab.
  10. Kempul.
  11. Genta orag.
  12. Klenang.
  13. Kenyir.
  14. Gumanak.
  15. Gumanak.
  16. Kajar.
  17. Gecek/ kecek.

KEPUSTAKAAN:

Ariasa, I WM. 1984 / 1985. Pengetahuan Karawitan Bali, Denpasar: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Proyek Pengembangan Kesenian Bali.

Bandem, I Made. 1986. Prakempa Sebuah Lontar Gamelan Bali, Denpasar: Akademi Seni Tari      Indonesia Denpasar.

Bandem, I Made. 2013. Gamelan Bali Di Atas Panggung Sejarah, Denpasar: Bp Stikom Bali

Dibya, I Wayan. 1977/1973. Pengantar Karawitan Bali, Denpasar: Proyek Peningkatan/Pengembangan ASTI Denpasar.