SEJARAH GAMBELAN SLONDING

This post was written by okarudiana on April 26, 2018
Posted Under: Tak Berkategori
  1. Pembahasan

            Menurut Pande Wayan Tusan terbacanya istilah Salonding yang kemudian terkenal dengan nama Selonding di Bali, berdasarkan temuan dalam sebuah lontar kuno yaitu BABAD USANA BALI, ada menyebutkan bahwa seorang raja besar di zaman dahulu yang bergelar Sri Dalem Wira Kesari bertahta di lereng Gunung Tolangkir ( Gunung Agung), dan Pemerajan Selonding adalah tempat pemujaan beliau. Lontar tersebut antara lain menyebutkan :

…Walwi ikang katha, ingkuna hana rakwa bhumi natha apuspata sira Sri Dalem Wira Kesari, ri lambunging giri Tolangkir sthananira. Atyanta prabhawanireng rat, sira purwakaning ratu lwih dharma jnana. Atur sanghyang jina angawatara. Sira tegegingtapa bratha Samadhi, sewanire haneng kahuripan, Kahyangan salonding pamuja nira haji. Matangyan Dalem Salonding kalokeng rat. Sira tamangun ikang sad kahyangan haneng bangsul… ganta gumanti anyakradhala anak, putu, kumpi,ratu ing singa duala

Yang artinya lebih kurang :

Kembali di ceritakan, konon pada jaman dahulu ada seorang raja, yang bergelar Sri Dalem Wira Kesari, beristana di lereng Gunung Agung, amat berwibawa di dunia ( karena ) beliau lah sebagai seorang raja terkemuka yang menegakkan Dharma Jnana, bagaikan bhatara Buddha menjelma, ( terkenal ) taat dalam melaksanakan tapa brata dan Samadhi. Beliau adalah Dynastie Koripan ( di Bali ) dan Pura ( Merajan ) Selonding adalah tempat pemujaan beliau, itulah sebabnya beliau terkenal juga dengan gelar Dalem Selonding. Beliau lah yang membangun ( Pura ) Sad Kahyangan di Bali… Anak, cucu, kumpi, ( beliau ) berganti- ganti menjadi raja di singadwala.

            Sebagaimana seperti yang tersirat dalam Lontar Babad Usana Bali ini, rupa-rupanya masih perlu dikaji bukti historinya. Dari beberapa definisi para ahli , Pande Wayan Tusan menganggap defenisi mereka masih menurut sudut pandang mereka masing-masing dan dari beberapa defenisi itu masing-masing mempunyai makna untuk saling melengkapi satu sama lain. Pande Wayan Tusan menurut pandangannya sendiri, mengatakan bahwa kosa kata Salunding yang kini berubah menjadi Selonding itu sudah baku, tidak usah diuraikan atau diberikan tafsiran lain. Kosa kata Salunding itu sudah ada pada zaman Kediri Jawa Timur pada abad XI, tercantum pada lontar Kakawin Bharatayuddha.

            Asal usul pemberian nama “Salunding” pada gamelan itu, bermula dari sebagaimana asal usul pemberian nama secara lokal dari sesuatu benda yang biasanya memakai bahasa domestik pula yang diambil dari unsure-unsur yang paling dominan dari benda tersebut, misalnya dari: bunyi, ciri-ciri, rupa, dan sifat-sifat yang sejenisnya.

            Contoh yang paling dekat dengan lingkungan kehidupan sehari-hari, seperti: binatang piaraan yang kita namakan “kucing” itu yang dalam bahasa lokal (Bali) dinamakan “Meong”atau”Meng”. Karena yang memberikan identitas pada binatang jenis itu adalah bunyinya yang khas: “meong-meong” dan ada juga yang mendengar “meeng-meeng”. Dalam ilmu pengetahuan disebut Felis Domestikus.

            Demikian pula halnya dengan instrumen yang dinamakan “SALUNDING” itu. Bunyi yang khas dan dominan dari instrumen ini, menurut pendengaran orang Bali berbunyi “Dlung-nding, dlung-nding”. Orang yang nabuh sering dikatakan “ny’lunding” karena dalam sistem pukulannya mempergunakan dua buah panggul (alat pukul), yang kerap terdengar “Dlung-nding, dlung-nding”. Kata “Selonding” timbul dari gejala onomatope, yaitu pemberian nama lokal yang timbul dari gejala peniruan bunyi, dari benda bersangkutan.

            Dengan uraian ini dapat kita simpulkan, bahwa kosa kata “Salonding”, untuk nama seperangkat gamelan ini sudah baku, karena secara tekstual telah terpakai sejak 846 tahun lalu dalam Prasasti Campetan (1071 S).

            Tidak usah terlalu jauh “menggugat” kosa kata “Salonding” itu, sampai terpeleset beranjak mengikuti jalur Sophiisme, hanyut dalam folk etimologi nyasar, yang mungkin bisa mengaburkan makna yang sebenarnya. ( 2002 : 12-18 ).

2.2 Gamelan Selonding di Tenganan Pegringsingan

            Legenda selonding di Tenganan Pegringisingan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem diyakini sebagai piturun. Mnurut cerita yang di yakini oleh masyarakat pendukungnya, bahwa cerita itu memang benar- benar terjadi, mengenai adanya tiga bilah Gambelan Selonding yang amat di sakralkan, dan di keluarkan pada waktu upacara- upacara tertentu. Gambelan itu berfungsi sebagai lambing suci dan di beri gelar Bagus Selonding.

            Turunnya gambelan ini menurut cerita orang- orang tua di Tenganan Pegringsingan, konon di dahului dengan suara gemuruh menderu- deru di atas desa Tenganan. Suara gemuruh itu datangnya bergelombang- gelombang. Gelombang pertama mendekat ke bumi dan akhirnya turun di Desa Bunghaya, yaitu sebuah desa yang terletak di arah timur laut Desa Tenganan. Setelah suara itu sampai di bumi ternyata di tempat tersebut di ketemukan tiga bilah Gambelan Selonding, yang kini di sungsung di Tenganan Pegringsingan sebagai lambing suci.

2.3 Gambelan Selonding Piturun di Tigawasa Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng

            Adanya Selonding di tigawasa rupanya tidak jauh berbeda dengan legenda selonding piturun di Tenganan. Menurut ceritanya rakyat di desa itu asal-usul Selonding yang ada di Tigawasa bermula dari adanya suara dari angkasa di atas desa Sidatapa dan Sepang. Lalu para pemangku dan tertua di desa Sidatapa dan Sepang melakukan suatu upacara mengharapkan supaya “Bhatara” berkenan turun tetapi suara- suara itu terus bergerak menuju desa Tigawasa. Di desa Tigawasa ini juga diadakan upacara pemendak oleh tetua desa dan pemangku. Akhirnya suara di angkasa itu berkenan turun metapakan Selonding yang sampai kini amat di sucikan oleh masyarakat di desa Tigawasa.

2.4 Gamelan slonding menurut I Wayan Dibia

            Dalam bukunya yang berjudul “ Pengantar Karawitan Bali “, Wayan Dibia menyebutkan gamelan slonding merupakan gamelan sacral yang terbuat dari besi yang hanya terdapat di daerah Karangasem yaitu di desa Tenganan Pegringsingan dan di desa Bongaya. Di duga juga ada gamelan slonding yang di buat dari kayu, namun sampai saat ini instrumen itu belum dijumpai. Nama lengkap dari slonding besi di Tenganan pegringsingan ialah Bhatara Bagus Slonding yang berarti Slonding adalah leluhur yang Maha Kuasa.

            Kata slonding diduga berasal dari kata Salon dan Ning yang berarti tempat suci. Dilihat dari fungsinya bahwa slonding adalah sebuah gamelan yang dikramatkan atau disucikan. Pendapat lain yang menyebutkan bahwa slonding berasal dari kata saron dan ding yang berarti bilah-bilah gamelan dengan nada terendah yaitu ada ding. Pendapat terakhir belum bisa diterima oleh masyarakat Tenganan Pegringsingan, namun kenyataannya gamelan itu terdiri dari bilah-bilah besi yang panjang dan besar, dibandingkan dengan gamelan lainnya di Bali dan dimulai dengan nada nding.

            Mengenai sejarah gamelan slonding ini belum diketahui orang, ada sebuah mythology yang menyebutkan bahwa pada zaman dulu orang-orang Tenganan mendengar suara gemuruh dari angkasa dan suara itu datangnya bergelombang. Pada gelombang pertama suara itu turun di Bongaya ( sebelah timur laut tenganan) dan pada gelombang kedua suara itu turun di Tenganan Pegringsingan. Setelah suara itu samapi di Bumi ternyata diketemukan gamelan Slonding yang berjumlah tiga bilah. Bilah-bilah itu diturunkan lagi dan kini gamelan Slonding di Tenganan terdiri dari 8 (delapan ) tungguh yang berisi 40 (empat puluh) bilah, 6(enam) tungguh masing-masing berisi 4 (empat) bilah dan yang 2 ( dua ) tungguh berisi 8 ( delapan ) bilah. ( 1977/1978 : 12-13 )

            Adapun nama-nama tungguhnya ialah :

  1. Gong ( 2 buah ) masing-masing 4 bilah = 8 bilah
  2. Kempul ( 2 buah ) masing-masing 4 bilah = 8 bilah
  3. Pe-enem ( 1 buah ) = 4 bilah
  4. Petuduh ( 1 buah ) =  4 bilah
  5. Nyongnyong alit ( 1 buah ) = 8 bilah
  6. Nyongnyong ageng ( 1 buah ) = 8 bilah

Sehingga jumlah bilah seluruhnya adalah 40 ( empat puluh ) bilah.

            Laras yang dipakai ialah laras pelog 7 nada, yaitu terdiri lima nada pokok dan dua nada pamero. Namun demikian tiap-tiapada juga bisa berfungsi sebagai nada pokok, tergantug dari patet yang dipergunakan.

            Dalam gamelan slonding terdapat enam patet yaitu :

  1. Patet Panji Marga
  2. Patet Sondong
  3. Patet Puja Semara
  4. Patet Kesumba
  5. Patet Sadi
  6. Patet Salah

Mengenai repertoire dari gamelan Slonding terdiri dari :

  1. Gending-gending Geguron :
  2. Ranggatating
  3. Kulkul Badung
  4. Darimpog
  5. Kebogerit
  6. Gending-gending Petegak ( sebelum upacara dimulai ) :
  7. Sekar gadung
  8. Nyangyangan
  9. Rejang Gucek
  10. Rejan ileh
  11. Gending-gending untuk mengiring tari :
  12. Gending rejang
  13. Rejang Dauh Tukad
  14. Duren ijo

Comments are closed.