SEJARAH PURA TAMAN AYUN
Posted Under: Tak Berkategori
SEJARAH TAMAN AYUN
Pura Taman Ayun yang terletak di Desa Mengwi, Kabupaten Badung, sekitar 18 km ke arah barat dari Denpasar. Pura ini sangat indah, sesuai dengan namanya yang berarti pura di taman yang indah. Selain indah, Pura Taman Ayun juga dinilai memiliki nilai sejarah, sehingga pada tahun 2002 Pemda Bali mengusulkan kepada UNESCO agar pura ini dimasukkan dalam World Heritage List.
Pura Taman Ayun merupakan Pura lbu (Paibon) bagi kerajaan Mengwi. Pura ini dibangun oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung Putu, pada tahun 1556 Saka (1634 M). Pada mulanya, I Gusti Agung Putu membangun sebuah pura di utara Desa Mengwi untuk tempat pemujaan leluhurnya. Pura tersebut dinamakan Taman Genter. Ketika Mengwi telah berkembang menjadi sebuah kerajaan besar, I Gusti Agung Putu memindahkan Taman Genter ke arah timur dan memperluas bangunan tersebut. Pura yang telah diperluas tersebut diresmikan sebagai Pura Taman Ayun pada hari Selasa Kliwon-Medangsia bulan keempat tahun 1556 Saka. Sampai sekarang, setiap hari Selasa Kliwon wuku Medangsia menurut pananggalan Saka, di pura ini diselenggarakan piodalan (upacara) untuk merayakan ulang tahun berdirinya pura.
Pura Taman Ayun telah mengalami beberapa kali perbaikan. Perbaikan secara besar-besaran dilaksanakan tahun 1937. Pada tahun 1949 dilaksanakan perbaikan terhadap kori agung, gapura bentar, dan pembuatan wantilan yang besar. Perbaikan ketiga tahun 1972 dan yang terakhir tahun 1976.
Kompleks Pura Taman Ayun menempati lahan seluas 100 x 250 m2, tersusun atas pelataran luar dan tiga pelataran dalam, yang makin ke dalam makin tinggi letaknya. Pelataran luar yang disebut Jaba, terletak di sisi luar kolam. Dari pelataran luar terdapat sebuah jembatan melintasi kolam, menuju ke sebuah pintu gerbang berupa gapura bentar.
Gapura tersebut merupakan jalan masuk ke pelataran dalam yang dikelilingi oleh pagar batu. Di jalan masuk menuju jembatan dan di depan gapura terdapat sepasang arca raksasa. Di sebelah kiri jalan masuk, tidak jauh dari gerbang, terdapat bangunan semacam gardu kecil untuk penjaga. Di halaman pertama ini tersebut terdapat sebuah wantilan (semacam pendapa) yang digunakan untuk pelaksanaan upacara dan juga sebagai tempat penyabungan ayam yang dilaksanakan dalam kaitan dengan penyelenggaraan upacara di pura.
Pelataran dalam pertama seolah dibelah oleh jalan menuju gapura yang merupakan pintu masuk ke pelataran dalam kedua. Di sisi barat daya terdapat bale bundar, yang merupakan tempat beristirahat sambil menikmati keindahan pura. Di sebelah bale bundar terdapat sebuah kolam yang dipenuhi dengan teratai dan di tengahnya berdiri sebuah tugu yang memancarkan air ke sembilan arah mata angin. Di timur terdapat sekumpulan pura kecil yang disebut Pura Luhuring Purnama.
Di ujung jalan yang membelah pelataran pertama terdapat gerbang ke pelataran kedua. Pelataran ini posisinya lebih tinggi dari pelataran pertama. Tepat berseberangan dengan gerbang terdapat sebuah bangunan pembatas, yang dihiasi dengan relief menggambarkan 9 dewa penjaga arah mata angin. Di sebelah timur terdapat sebuah pura kecil yang disebut Pura Dalem Bekak. Di sudut barat terdapat balai Kulkul yang atapnya menjulang tinggi.
Pelataran dalam ketiga atau yang terdalam merupakan pelataran yang paling tinggi letaknya dan dianggap paling suci. Pintu utama yang disebut pintu gelung terletak di tengah dan hanya dibuka pada saat diselenggarakannya upacara. Di kiri dan kanan pintu utama terdapat gerbang yang digunakan untuk keluar masuk dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari di pura tersebut. Di pelataran ini terdapat sejumlah Meru, Candi, Gedong, Padmasana, Padma Rong Telu, dan bangunan-bangunan keagamaan lainnya.
2.2 FUNGSI TAMAN AYUN
Pura Taman Ayun dibangun dengan tiga fungsi, yaitu :
1. Sebagai Pura penyawangan (Pengawatan) sehingga masyarakat Mengwi yang ingin sembahyang ke pura-pura besar seperti Pura Besakih, Pura Uluwatu, Pura Batur, Pura Batukaru, Ulundanu, dan lainnya, cukup datang ke Pura Taman Ayun ini.
2. Sebagai pemersatu dari masyarakat dengan beberapa garis keturunan yang sama-sama beribadah di tempat ini.
3. Pura ini memiliki fungsi ekonomi, karena kolam yang mengelilingi juga dipakai sebagai air irigasi untuk mengairi sawah-sawah disekitar pura.Taman Ayun ini juga dipakai sebagai tempat berkumpulnya para anggota kerajaan. Keberadaan pura ini, oleh masyarakat dan pemerintah setempat dianjurkan ke The World Heritage Center atau UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) untuk dijadikan salah satu world heritage (warisan dunia).
Para pengunjung bisa menikmati areal sekeliling pura dari ketinggian dengan menaiki bale kulkul yang berada di sebelah kiri pintu gerbang. Bagi yang gemar berfoto-foto, kori agung (gapura utama) yang berdiri megah adalah objek yang sangat cocok untuk dijadikan latar.
Sedangkan bagi yang gemar berbelanja, di seberang pura terdapat beberapa pedagang yang mnjual makanan-makanan ataupun cendramata. Biasanya setiap malam minggu dan minggu siang, pura ini sering dipakai oleh orang untuk berpacaran.
KEINDAHAN TAMAN AYUN
Dalam bahasa Bali, Taman Ayun berarti “taman yang indah”. Sebagai salah satu pura Bali yang dibuat oleh Kerajaan Mengwi kuno, Pura Taman Ayun ini juga dimaksudkan sebagai tempat wisata keluarga kerajaan, sehingga pada bagian dari pura Hindu ini sangat indah.
Pura Taman Ayun merupakan salah satu pura Bali yang dijadikan sebagai tempat untuk beribadah serta untuk tujuan wisata terkenal di Bali Indonesia. Pura ini terletak di desa Mengwi, Kabupaten Badung, Bali ,Indonesia. Lokasinya berjarak sekitar 18 km dari kota Denpasar yang bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 30 menit. Akses ke pura ini sangat mudah, karena didukung oleh ruas jalan raya yang baik. Pura ini dibangun pada tahun 1634 oleh raja Mengwi pertama, bernama Tjokerda Sakti Blambangan. Pura ini awalnya dibangun untuk masyarakat Mengwi pada saat itu, karena pura yang ada sebelumnya terlalu jauh untuk dijangkau. Pura ini dibangun dengan beberapa tujuan, seperti tempat untuk menyembah Tuhan, sama seperti pura utama lainnya yaitu Pura Besakih atau Ulun Danu Batur.
Selain itu, pura ini memiliki mata air yang berada di halaman pura. Mata air ini digunakan sebagai irigasi ke ladang pertanian masyarakat sekitar. Sebagai daerah tujuan wisata dan nilai-nilai keaagamaannya, pura Taman Ayun juga terkenal dengan arsitekturnya. Desain pura khusus didatangkan dari Cina. Jadi, Anda akan melihat kombinasi yang menakjubkan antara gaya arsitektur Cina dengan arsitektur tradisional Bali pada umumnya.
Pura Taman Ayun dibagi menjadi 3 daerah. Daerah pertama yang disebut “Nista Mandala” atau “Jaba Pisan“. Di sisi kanan, ada sebuah bangunan besar yang disebut Wantilan. Tempat ini sering digunakan untuk pertemuan dan pertunjukan seni. Ada juga air mancur yang mengarah ke 9 penjuru mata angin.
PERKEMBANGAN BUDAYA TAMAN AYUN
Kerajaan Mengwi kini masuk wilayah kabupaten Badung, pernah menguasai hampir seluruh daratan Pulau Bali, bahkan sampai Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur. Namun, kejayaan dinasti Mengwi itu sirna, tatkala Raja Mengwi kesepuluh, I Gusti Made Agung, kalah dan gugur ketika berhadapan dengan raja Badung tahun 1890 masehi.
Meskipun kerajaan Mengwi jatuh di bawah kekuasaan Raja Badung (Pamecutan kini di wilayah kota Denpasar), hingga akhirnya Indonesia merdeka, namun sisa-sisa kejayaan itu masih kokoh dan tegar hingga sekarang. Salah satu saksi bisu kejayaan kerajaan Mengwi yang kini berubah nama menjadi Puri Agung Mengwi, 18 km barat laut Denpasar adalah Pura Taman Ayun, yang dulunya adalah tempat suci khusus anggota keluarga besar kerajaan Mengwi.
Sejarah asal-usul Pura Taman Ayun erat kaitan dengan berdirinya kerajaan Mengwi pada tahun 1627. Pura besar itu dibangun waktu pemerintahan Raja Mengwi yang pertama, I Gusti Agung Ngurah Made Agung yang kemudian bergelar Ida Tjokorda Sakti Blambangan. Pura “Paibon” atau Pedarman dari keluarga raja Mengwi untuk memuja roh leluhur yang tetap kokoh hingga sekarang, meskipun beberapa kali pernah mengalami perbaikan, kini disungsung oleh 37 desa adat (Pekraman) sekecamatan Mengwi. Kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi, kabupaten Badung bersama dua kawasan lainnya di Bali masing-masing Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan kawasan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar yang merupakan satu kesatuan telah ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menangani pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia. Bupati Badung Anak Agung Gede Agung yang juga keturunan dari Puri Mengwi (yang dulunya kerajaan Mengwi) bersama Bupati Gianyar Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati dan delegasi Indonesia menghadiri langsung sidang pleno UNESCO tersebut. Ia mengatakan delegasi Indonesia merasa bangga karena saat situs budaya Bali dipresentasikan para peserta sidang menyimaknya dengan serius dan delegasi peserta negara lain memberikan apresiasi yang luar biasa pada sistem pengairan subak yang sudah teruji keberhasilannya sejak abad ke-12.
Tim UNESCO setelah mendengarkan penjelasan tentang sistem pengairan tradisional Pulau Dewata itu, langsung memutuskan dan mengukuhkan hamparan lahan sawah yang menghijau, dengan lokasi berundag-undang kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan bersama Taman Ayun (Badung) dan Pakerisan (Gianyar) sebagai warisan budaya dunia.
Penetapan UNESCO merupakan bentuk apresiasi sebagai representasi masyarakat dunia atas nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bali yang telah mengimplementasikan Tri Hita Karana, hubungan yang harmonis dan serasi sesama umat manusia, manusia dengan lingkungan dan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dengan baik, salah satunya tercermin pada situs Pura Taman Ayun.
Pura Taman Ayun yang juga menjadi salah satu objek wisata menarik karena setiap harinya ramai dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri itu, selain kawasannya tertata rapi tetap menjaga keaslianya seperti zaman kerajaan dulu. Warisan kejayaan zaman kerajaan Mengwi itu hingga sekarang masih lestari dan kokoh antara lain berupa puluhan tempat suci dan meru (bangunan suci) bertingkat tiga, lima, tujuh, sembilan dan sebelas, disamping bangunan kuna dengan ukiran dan arsitektur tradisional Bali.Sedikitnya ada 50 buah pelinggih dan bangunan suci di kawasan suci Pura Taman Ayun, yang hingga sekarang kondisinya terglong baik, yang berlokasi sekitar 17 km utara Kota Denpasar.
Situs Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO terdapat pada kelompok situs budaya satu-satunya diwakili oleh Provinsi Bali, dengan tema “Cultural Landscape of Bali Province: The Subak System as a Manifestation of the Tri Hita Karana Philosophy”. Tim UNESCO sebelumnya telah beberapa kali melakukan kunjungan ke Bali yang meliputi Kawasan Pura Taman Ayun, Kabupaten Badung, Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan kawasan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar. Ketiga kawasan itu mengusung tema sistem subak sebagai implementasi filosofi Tri Hita Karana, Menurut Humas Pemkab Badung Anak Agung Raka Raka Yuda, penetapan Taman Ayun sebagai WBD bukan sekadar untuk kepentingan kepariwisataan. Nilai strategisnya adalah pengakuan UNESCO sebagai representasi negara-negara di dunia terhadap nilai-nilai kearifan lokal Bali, yakni Tri Hita Karana, yang salah satunya diwujudkan melalui sistem subak.
Dengan adanya pengakuan dunia terhadap WBD di Bali akan semakin menggugah kepedulian semua pihak untuk benar-benar melestarikan danmengimplementasikan nilai-nilai warisan leluhur. Kawasan suci Pura Taman Ayun merefleksikan nilai-nilai Tri Hita Karana, dengan fungsi sosial ekonomi dan religius. Dari aspek sosial ekonomi berfungsi sebagai estuari dam, sehingga pada saat musim kemarau kebutuhan air irigasi persawahan dapat disuplai dari lokasi itu. Kawasan Pura Taman Ayun dengan didukung 12 subak dengan ratusan ribu hektare hamparan sawah di kawasan daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar dan subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan menjadi satu kesatuan sebagai warisan budaya dunia.
2.5 DENAH PURA TAMAN AYUN
1 | Candi Padmasana | : Pelinggih Hyang Siwa Raditya |
2 | Meru tumpang 11 | : Pelinggih Hyang Gunung Batukau |
3 | Tugu | : Pelinggih Batara Dugul – dewata bagi padi di sawah |
4 | Gedong | : Pelinggih Batara Puncak Padangdawa |
5 | Gedong | : Pelinggih Dewan Gusti |
6 | Meru tumpang 11 | : Pelinggih Batari Ulunsuwi (Dewi Sri) |
7 | Candi Kuning | : Pelinggih Dewi Ciligading |
8 | Meru tumpang 11 | |
9 | Bale Saka 9 | : Bale Gong, balai tempat menabuh gambelan |
10 | Candi | : Pelinggih Hyang Pura Sada |
11 | Gedong Pelinggih Ibu | : Pelinggih Paibon leluhur penguasa puri Mengwi |
12 | Bale Panggungan | |
13 | Bale Pepelik | |
14 | Meru Tumpang 9 | : Pelinggih Hyang Gunung Batur |
15 | Meru Tumpang 11 | : Pelinggih Hyang Gunung Agung |
16 | Meru Tumpang 9 | : Pelinggih Hyang Pengelengan Pucak Mangu |
17 | Gedong | : Pelinggih Batara Wawu Rauh |
18 | Bale Pawedan | : Tempat Sulinggih memimpin upacara |
19 | Bale Saka 8 | |
20 | Bale Saka 9 | : Bale Gong |
21 | Meru Tumpang 7 | : Pelinggih Ida Betara Kawitan |
22 | Meru Tumpang 5 | : Pelinggih Batu Ngaus |
23 | Meru Tumpang 3 | : Pelinggih Sang Hyang Pasurungan |
24 | Meru Tumpang 2 | : Pelinggih Ratu Pasek Badak |
25 | Bale Piyasan | : Tempat menghias pratima |
26 | Bale Murda | : Tempat untuk para sesepuh |
27 | Gedong | : Gedong Pesimpenan |
28 | Kori Agung | |
29 | Segaran |