GONG DALAM KERAWITAN BALI

This post was written by okarudiana on April 3, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

 

  1. Pembahasan

Sebagaimana kita ketahui, gong merupakan sebuah alat atau instrumen dalam sebuah barungan gamelan yang bentuk dari instrumen gong itu adalah bundar  dan mempunyai titik di tengahnya sebagai pusat resonasi dengan yang lebih menonjol dimana bahannya dari kerawang ( perunggu ) yang diameternya antara 75 sampai dengan 90 cm. Instrumen tergolong ke dalam instrumen berpencon atau bermoncol yang memiliki satu muka/mua. Gong biasanya digantung dengan dua buah tiang yang berbahan kayu yang biasanya disebut tungguh gong. Instrumen gong adalah instrumen yang terdapat hampir di sebagian besar barungan gamelan yang ada di Bali, seperti pada barungan gamelan gong gede, gong kebyar, gong luang dan lain-lain. Cara memainkan instrumen gong yaitu dengan cara dipukul tepat pada moncolnya dengan panggul khusus yang di Bali disebut dengan panggul gong, semakin keras pukulan gong maka semakin keras juga bunyi yang dihasilkan.

Dari buku yang saya baca, saya menemukan beberapa filosofi mengenai gong. Jika dihubungkan dengan pola rasional yang terdapat dalam instrumen gong bentuk lingkaran tersebut mencerminkan sebuah nilai tertinggi dari kehidupan, kosong, tanpa awal tanpa akhir, yang berarti moksa atau ngahiyang, selain bentuknya yang bulat berupa lingkaran dengan tengahnya yang sedikit menonjol, gong pun mempunyai peran yang melingkar dan bersatu dengan instrumen gamelan lainnya ( Jakob Sumardjo).

Jika di tinjau dari aspek multikultural, kekuatan gong sebenarnya sudah dikenal dan mempengaruhi permainan musik di luar nusantara termasuk karya-karya baru yang khusus diciptakan untuk instrumen gong. Secara garis besar musik barat itu cerdas dan punya arah yang jelas, seperti suratan takdir yang sudah terbaca ( ada perkembangan dan solusi yang tak bisa dihindari ), sedangkan gamelan hanya berputar-putar yang tidak peduli waktu (Slamet Abdul Sjukur. Game – Land No.5).

Kata gong di Bali kebanyakan dipakai sebagai nama awal sebuah barungan, seperti gong gede, gong kebyar, gong luang, gong suling, dan lain-lain.  Alasan digunakannya kata gong di awalan sebuah barungan mungkin menurut saya dikarenakan peranan gong sangatlah penting dalam sebuah barungan gamelan tersebut. Gong berperan sebagai bagian dar  kerangka utama dalam sebuah rangkaian lagu. Gong di dalam permainan gamelan, baik itu dalam karya baru yang dibuat untuk kebutuhan ritual maupun karya baru untuk hiburan, memiliki peran yang sangat penting, dimana gong dipakai sebagai penanda awalan mulainya sebuah gending dan akhiran sebuah gending  tersebut dan memberikan rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu. Selain sebagai penanda awalan dan akhiran sebuah gending atau lagu gong juga menentukan jatuhnya tekanan-tekanan lagu sesuai dengan tujuan dari lagu atau gending itu sendiri. Gong bisa di katakan sebagai penanda siklus gending yang artinya penanda pengulangan gending yang di mainkan setelah berlalunya kalimat lagu dan lagu tersebut di ulang-ulang.

Gong di dalam masyarakat Bali sering dikatakan sebagai hal yang di wingitkan/di sakralkan . Dimana sakral merupakan seni atau benda yang dikeramatkan. Dalam masyarakat Bali sakral identik dengan kata “tenget” atau angker. Tenget yang dimaksud bukan berarti hal yang negatif, melainkan tenget yang dimaksud adalah menempatkan sebuah benda tidak disembarangan tempat dan biasanya gong yang disakralkan di dalamnya berstana para dewa, bhatara, dan roh leluhur yang diyakini oleh masyarakat yang bisa membawa kedamaian di wilayah tersebut. Bukti nyata dari pernyataan itu adalah  jika gong yang disakralkan disalahgunakan  penyungsung dari gong tersebuat akan mengalami kerauhan dan penyungsung dilanda bahaya tanpa ada sebab yang pasti. Selain itu bukti nyata yang pernah saya lihat di daerah saya adalah gong yang ada di pura berbunyi sendiri tanpa ada yang memukulnya, saya melihat dengan nyata kejadian itu dari mata dan mendengar bunyi gong itu dari telinga saya sendiri.

Selain itu sekarang gong sering digunakan dalam acara-acara peresmian untuk pembukaan atau penutupan suatu acara resmi tersebut. Contohnya dalam peresmian pembukaan pesta kesenian Bali, pembukaan wisuda dalam sebuah Universitas dan acara resmi lainnya. Namun dari banyaknya fungsi dan kegunaan gong ,tidak sepenuhnya gong bisa digunakan di berbagai jenis acara. Misalnya saja di Jawa, gong tidak dibolehkan untuk dibunyikan saat upacara kematian seseorang atau kerajaan, namun di Bali gong bisa dimainkan pada acara apapun termasuk acara kematian begitu juga di daerah lain. Dan sekarang gong juga digunakan sebagai penyatu  negara-negara di dunia yang disebut dengan Gong Perdamaian , dimana letak Gong Perdamaian itu berada di Bali.

Dari pembahasan  mengenai pengertian, filosofi, dan fungsi gong saya mendapatkan pengetahuan mengenai nilai estetika yang terkandung di dalam instrumen gong tersebut, yaitu nilai estetika intrinsic yang di paparkan oleh The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul Filsafat Keindahan. Yang isinya adalah :

Gong memiliki nilai estetika atau nilai keindahan intrinsik. Dimana nilai intrinsik itu meliputi nilai keberhargaan, keunggulan, dan kebaikan yang melekat pada nilai yang terkandung dalam instrumen gong itu sendiri. Nilai itu dapat di indra dengan mata, telinga, atau keduanya.

Comments are closed.