KEKAWIN RAMAYANA Wirama Malini : Untaian Bunga

6.2   Ketekanira lumakwa canti sagasta senii

        Padhahi haji ya ginwal manggalaning lumakwa

        Kemeduti tengenan mar bahu sang Ramabhadra

        Marahakene alahning catru tatan pacesa

 

Arti bahasa Bali

Ri sampun rauh dewasane jaga memarga Ida Sang Bhagawan ngawasta,

Gong ke prabone nuli kasuarayang maka pengawit Ida jaga memargi,

Maka dutan tangan adi Sang Rama sane ring tengen rasa kaleson,

Nyinayang kasor ipune imeseh tan pegantulan.

Terjemahan

6.2  Setelah tiba saatnya akan berangkat, para pendeta berdoa,

       Gong keraton ditabuh  sebagai pertanda dia akan berangkat,

       Terasa kedutan ditangan kanan Sang Rama bagaikan lunglai,

       Menandakan kalahnya para musuh itu yang tanpa sisa..

Ulasan Kekawin Ramayna, WIrama Malini ; Untaian Bunga 6.2

Dalam bagian ini mencritakan kepergian Sang Rama kepadepokan sang pendeta (Rsi Wicwamitra) untuk berperang melawan raksasa.

Kisah ini dimulai ketika ada seorang pendeta (Rsi wicwamitra) menghadap kepada Sri Baginda Prabu Dacaratha, pendeta tersebut memohon bantuan kepada sri baginda untuk melindungi padepokannya dari gangguan para raksasa, pendeta tersebut mendengar tentang kesaktian sang Rama dan bermaksudlah beliau agar pacramaannya dijaga oleh Sang Rama, setelah pendeta tersebut mengutarakan maksud dan tujuannya menghadap sri baginda, kemudian sri baginda belum berani mangijinkan Sang Rama untuk pergi kepcramaan melawan Raksasa, baginda khawatir karena Rama masih kecil untuk hal seperti itu, memang dia tahu tentang senjata tetapi belum pernah memerangi musuh yang menyulitkan bila dia pergi kepecramaan sang pendeta untuk melawan raksasa tentulah Rama akan mati seksligus pikir baginda,

 akan tetapi semua perasaan tersebut menjadi sirna setelah baginda raja berpikir bijaksana bila ada seseorang yang meminta bantuan kita hendaknya memenuhi sebisa mungkin dan bila ini wajar menjadi sarana titah tuhan sebagai jalan hidup Sang Rama baginda tidak berni menolaknya, kemudin baginda mengijinkan Rama pergi, hati pendeta sangat gembira dan berpamitan untuk kembali pecramaan, Sang Rama bersiap-siap, Sang Laksmana yang berjiwa mulia ikut merasakan suka duka bersama Sang Rama sehingga mereka bersama-sama pergi kepadepokan.

Setelah tiba saatnya akan berangkat para pendeta berdoa, gong keraton ditabuh sebagai isyarat Rama akan berangkat dia membawa Genawa senjata pelebur dunia, dalam kekawin ini disebutkan gong adalah padhahi. Padhahi ini ditabuh atau di bunyikan hanya untuk mengiringi seorang yang terhormat, seorang kesatriya yang berani, gagah, berwibawa yang dalam cerita kekawin ini ditujukan pada Sang Rama ketika akan berangkat kepecramaan Rsi wicwamitra untuk melawan para raksasa. Dan pada saat itu tangan kanan rama terasa lunglai menandakan kekalahan para musuh (raksasa) yang tanpa sisa.

PERKEMBANGAN TOPENG BALI SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN

Kata Topeng mempunyai beberapa pengertian yaitu; Topeng merupakan benda penutup muka , yang dimaksud disini adalah untuk menutupi muka manusia. Di Bali kata topeng berarti tutup atau tapel oleh karena itu tari topeng dikataka sebagai tari yang memakai tapel untuk menutupi mukanya. Ahirya dari kedua pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa topeng di bali berarti suatu drama tari  yang semua penarinya memakai tapel atau topeng dan memakai sejarah atau babad sebagai lakon.

Untuk menyusun suatu sejarah tari topeng di Bali adalah sesuatu hal yang amat sulit. Hal ini di sebabkan karena kurangnya data dan informasi prtunjukan tari topeng yang ada di Bali. Namun demikian kita masih perlu melihat kembali peninggalan-peninggalan kuna seperti, lontar, prasasti, relief dan sumber-sumber lainnya. Di Bali diketemukan sebuah presasti yang menyebutkan adanya pertunjukan tari topeng yaitu prasasti Bebetin yang antara lain berbunyi sebagai berikut: …………………Pande emas, pande besi, pande tembaga pemukul (juru tabuh bunyi-bunyian), pegending(biduan), pabunjing(penari), papadaha(juru gupek), pababangsi(juru rebab), partapuka(topeng/tapel), parbwayang(wayang), ………turun di panglapuan di singhamandala (dibuat oleh pegawai singhamandala) di bulan bekskha (bulan ke-x), hari pasaran wijayamangala. Tahun saka 818 (896 masehi) yaitu pada waktu pemerintahan raja Ugrasena di Bali. Disamping itu ada sebuah lontar tentang petopengan yang di sebut lontar Ularan Prasraya. Pada lontar ini mencritakan tentang pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel antara tahun 1160 – 1150 pada masa pemerintahannya beliau berniat untuk menaklukkan Belambangan. Maka dari itu dikirimlah sepasukan tentara dibawah pimpinan Ki Patih Ularan dan di temani oleh I Gusti Jelantik pesimpangan. Pada pertempuran itu, Sri Dalem Juru raja Belambangan dapat ditaklukkan. Pada saat itu pula I Gusti Jelantik Simpangan merampas semua barang-barang sebagai bukti bahwa  beliau sudah berhasil menaklukkan belambangan, diantara benda-benda itu dibawalah dua buah gong dan satu buah peti topeng, serta satu kropak wayang gambuh.

Jenis-jenis Drama tari topeng, di Bali ada dua jenis tari topeng yaito topeng pajegan dan topeng panca.

 Kata “ pajegan” adalah suatu istilah didalam bahasa Bali yang berasal darikata “pajeg “  ditambah dengan sufiks “an” menjadi ”pajegan”  yang berarti borongan.Di dalam hubungannya dengan tari topeng maka yang dimaksud adalah seorang penari topeng memborong tapel dalam jumlah yang banyak untuk dipentaskan sendiri dalam artian penari topeng tersebut memborong semua tugas dan peranan dalam didalam pertunjukan derama tari topeng tersebut.

Topeng Panca : Panca adalah sebuah kata dalam bahasa Bali yang berarti lima. Di dalam hubungannya dengan topeng panca berarti sebuah pertunjukan drama tari topeng yang dilakukan oleh lima orang penari atau actor. Topeng ini merupakan pengembangan dari topeng pajegan yang diduga disebabkan karena peningkatan fungsi topeng yang tidaksaja sebagai pelaksana upacara keagamaan namun berpungsi juga sebagai hiburan.

Dilihat dari fungsinya tari-tarian di Bali dapat digolongkan menjadi tiga yaitu tari wali, tari bebali dan tari balih-balihan, melihat dari tiga pungsi tersebut topeng termasuk dalam kata gori kedua yaitu tari bebali topeng dipertunjukan sebagai pengiring upacara baik dipura maupun diluar pura.

Topeng sebagai salah satu bentuk theatere Bali mengambil lakon dari babad-babad Bali, sejarah dan legenda lainnya. Adapun sejarah atau babad yang dipakai tema adalah sejarah jawa dan Bali hanya diambil sebagian-sebagian menurut keperluan dari sebuah pertunjukan topeng. Sejrah Jawa yang sering menjadi tema topeng di Bali biasanya diambil dari kitab Pararton dan Negarakertagama yaitu diambil dari kerajaan Singasari sampai kerajaan Majapahit. Sedangkan sejarah Bali yang di angkat sebagai lakon topeng adalah babad dari zaman purba, Mayadenawa, Bedahulu, samape dalem kresna kepakisan, dalem waturenggong kemudian dari Dalem Bekung (sebagai yang terlihat dalam usana Bali) sampai dengan penjajahan belanda termasuk puputan jagaraga puputan Badung dan Puputan Margarana.

gending-gending yang dipergunakan untuk mengiringi Topeng tersebut adalah: Gilak wiraka suri untuk mengiringi Pengelembar Keras,Tabuh telu werdalumaku untuk topeng tua, Bapang penasarTabuh dua jaran sirig untuk mengiringi topeng Dalem,Kale untuk mengiringi bodres,Omang peraga untuk topeng sidhakarya.

Buku yang berjudul perkembangan topeng Bali sebagai seni pertunjukan merpakan I Made Bandem M.A dan I Nyoman Rembang sangat bagus untuk teman-teman yang ingin mengenal topeng kususnya topeng Bali secara mendalam karena dalam buku ini berisikan tentang pengertian topeng, sjarah topeng, iringan topeng dan menganalisa secara keseluruhan tentang topeng Bali, jadi penerbitan buku ini sangat bermanpaat bagi Dunia pendidikan.

Sekelumit cara-cara pembuatan gamelan Bali

Gamelan merupakan alat seni suara daerah di Indonesia. Yang dimaksud gamelan adalah suatu barungan alat-alat seni suara yang bentuk dan komposisinya diatur sedemikian rupa, dignakan sebagai memanivestasi lagu-lagu yang diinginkan khususnya lagu-lagu daerah Bali, Jawa, Sunda dan daerah-daerah lain di Indonesia dengan kata lain gamelan adalah ensamble music daerah di Indonesia. Ada beberapa istilah untuk menyebut gambelan, di Bali orang pada umumnya menyebut alat-alat seni suara musik daerah tersebut dengan istilah gambelan, di Jawa orang menyebut dengan gamelan dan orang-orang asing menyebutnya dengan musical instrument. di Bali gamelan sangat berperan penting dan memiliki pungsi sebagai  berikut :Gamelan sebagai alat seni pertunjukan, gamelan sebagai sarana pendukung upacara adat dan agama, gambelan sebagai sarana pendidikan, gamelan sebagai barang dagangan.

Bahan-bahan gamelan bali terdiri dari beberapa jenis materi diantaranya; kerrawang atau perunggu, besi, bamboo, kayu, kulit, kerang. Gamela bali yang ada sekarang kebanyakan dibuat dari kerrawang dan sebagian besar berupa Gong Kebyar, sedangkan yang terbuat dari bamboo dan kayu jumlahnya sangat sedikit.

Menurut keterangan I Made Gabeleran bahan baku membuat gamelan adalah timah murni dan tembaga jadi rumus bahan baku tersebut adalah tiga berbanding sepuluh, tiga (kg) tembaga dan sepuluh (tembaga), sebelum I Made Gabeleran berhasil membuat kerrawang di bali pada umumnya mendatangkan perunggu dari jawa dan beberapa kepulauan Indonesia lainnya.

Besi, pande gamelan besi di Tatasan, I Ketut sandi yang berpengalam membuat gamelan dari besisejak tahun 1957 dan berlanjut hingga sekarang mengatakan  bahwa besi yang baik untuk bahan gamelan berbilah adalah besi pemegang as mobil bekas ataupun yang baru, sedangkan untuk gamelan bermoncol atau pencon dipergunakan besi pelat yang tebalnya satu atau ua millimeter.

Bambu, bambu yang berbilah secara umum diebut “rindik”  bamboo yang dianggap baik untuk bahan rindik adalah bambu petung, bambu petung dianggap bambu yang paling baik karna bambu yang paling besar dan panjang diantara jenis bambu yang terdapat di Bali. Bambu petung ada dua macam yaitu petung ulih (buluh) ruas-ruasnya lebih panjang  pembuat gambang di krobokan I Rendug dkk memilih petung ulih untuk membuat gambang, demikian pula pemain gambang dari desa kapal dan sempidi. Jenis petung yang satunya lagi sebut petung godeg, rasnya pendek-pendek, tukang yang ahli membuat guntang memilih petung godeg ini karena ruasnya tertutup semua.Bambu yang digunakan untuk suling pada umumnya disbut buluh, bamboo buluh ada tiga macam yaitu buluh besar, menengah dan kecil, yang besar digunakan untuk sling pegambuhan, yang menengah untuk suling pagongan dan yang kecil digunakan untuk suling pengarjaan dan jogged bumbung.

Kayu, bilah-bilah gamelan gelunggang yang ada di Desa tenganan terbuat dari kayu kelipa, terompong beruk terbuat dari pohon aren dan di Bali disebut dengan uyung jaka, selonding di tenganan ada pula yang terbuat dari uyung jaka, pada masa-masa lalu kayu nangke (ketewel) sering digunakan untuk bilah rindik gandrung, bantang kendang yang terpakai pada gamelan di Bali sebagian besar trbuat dari kayu nangka, rebab yang pada mulanya terbuat dari batok kelapa sekarang kebanyakan terbuat dari kayu nangka untuk pemegang kendangannya di Bali disebut “kau” atau kaun rebab. Pada barungan gong Beri di Desa Renon Denpasar terdapat sebuah alat yang terbuat dari kerang yaitu sungu.

Teknik membuat Gamelan dari Kerawang

Perapen; suatu bangunan yang digunakan untuk melakuka kegiatan pekerjaan membuat gambelan dari kerrawang dan juga gamelan dari besi. Kelengkapan-kelengkapan yang digunakan  dalam lingkungan denah perapen antara lain Dapur berbentuk kubangan ditengah-tengah, bak air (penyooban), lubang yang lebih besar tempat tempat berdiri tukang tempa waktu bertgas, peti besar untuk menyimpan alat-alat terletak dipojok timur laut dan diatasnya diadakan pelangkiran untuk sesajen dalam hubungannya dengn kepercayaan agama, pengububan atau pompa angin, bahan bakar arang.

Alat-alat perlengkapan pande gamelan

  1. Empat landesan dari besi
  2. Dua buah landesan yang terbuat dari batu kali yang berlubang gunanya untuk membuat moncol terompong.
  3. Enam buah palu dari besi sesuai dengan kegunaannya dan sebuah palu dari kerawang.
  4. Tiga buah palu dari kayu dan sebuah pau dari seseh
  5. Empat buah penyulik api besar dan kecil
  6. Empat buah enyulik api besar dan kecil
  7. Dua macam bor atau andar
  8. Enam buah kikir besar dan kecil
  9. Enam buah panggur
  10. Satu pasang pengububan (pompa angin)
  11.  Beberapa buah gegulak yang bambu digunakan untuk mengukur panjang lebar tinggi rendahnya gamelan tersebut.
  12. Beberapa buah petuding yang digunakan untuk menentukan nada-nada gamelan yang dikerjakan itu/merekam.
  1. Beberapa potong kayu (selundagan) alas waktu melaras dengan panggur maupun kikir.
  2. Beberapa buah musa
  3. 12 penyangkaan untuk mencetak gamelan berbilah dan berpencon
  4. Beberapa lilin dan tanah liat untuk keperluan nyingen kalau ada tromping yang pecah.
  5. Bahan bakar arang
  6. Api dan air

Proses pembakaran kerrawang hingga menjadi kerawang

                Pembuatan gamelan dimulai dari mencetak laklakan istilah laklakan disini adalah lempengan-lempengan krawang atau prunggu yang baru slesai dicetak lempaengan bakal bilah maupun bakal trompong yang belum pernah ditempa disebut laklakan. Adapun teknik pelaksanaannya sebagai brikut: Bahwa krawang yang berupa masakan maupun bekas rongsokan bekas pecahan gamelan terlebih dahulu dipecah-pecah hingga menjadi kepingan-kepingan kecil supaya mudah dimasukkan kedalam musa yang takarannya sudah ditentukan pula. Ciri atau tanda cairan itu sudah matang yaitu apa bila kelihatan sejenis abu setelah matang putih seperti kapas pada permukaan cairan krawang itu yang di sebut ngapasin yaitu terlihat seperti kapas putih cairan krawang tadi akan dituangkan kedalam penyangkaan, setelah beberapa menit krawang itu akan mengental dan keras.

Tahap Pembentukan atau Nguad

Pekerjaan membangun setiap jenis-jenis gamelan yang terbuat dari krawang disebut dengan nguad.  Nguad adalah suatu pekerjaan dengan menitik beratkan pada cara pembentukan dengan memperlebar lempengan atau laklakan dari keadaan semula menjadi berbentuk baru atau bentuk yang di inginkan, misalnya bentuk laklakan menjadi bentuk gamelan berbilah maupun bentuk gamelan berpencon.

Tahap pembentukan atau nguad dibedakan menjadi dua dengan sistem pengerjaan yang berbeda menurut bentuknya yaitu antara gamelan berbentuk bilah dan berpencon. Karen memiliki teknik yang berbeda penilis ingin mmberikan gambaran secara terperinci menurut tekniknya masing-masing, yaitu seperti dibawah ini:

Proses penguadan gamelan berbilah

Tahap I: Naptap;Tempaan tahap awal ini bertujuan untuk membuat rata kedua belah sisi laklakan dengan cara dipukul dengan palu, laklakan akan diperpanjang 2 sampae 3 cm dari panjang yang semula. Naptap artinya meratakan semua sisi bilah sekaliguas memperpanjang dari ukuran yang semula.

 

 

 

Tahap II: Ngedonin ;Ngedonin artinya membangun daun dan sekligus membuat “ usuk “.  Untuk membangun dan usuk, landasan harus berganti atau pindah ke landasan paron. Sedangkan palu yang dipakai masih tetap palu penguad tetapi jatuh pukulan palu kini pada garis sepertiga sebelah kanan atau kiri muka bilah.

Tahap III: Ngesongin ;Ngesongin artinya membuat lubang pada bilah. Tiap satu bilah diisi dua mata lubang yang letaknya tepat pada titik seperempat dari ukuran panjang, diukur dari masing – masing ujung bilah. Lubang bilah digunakan untuk menggantungkan bilah pada pelawahnya.

Tahap IV: Ngeracap ;Ngeracap artinya membenahi pinggiran – pinggiran bilah supaya lurus dan rapi sekaligus menata bekas – bekas sentuhan palu. Dengan demikian, permukaan bilah akan menjadi lebih rata dan halus. Pada saat ini sudah mulai ada perhitungan tinggi nada untuk bilah yang sedang dikerjakan itu.

Proses Penguadan Gamelan Berpencon.

Tahap pembentukan atau penguadan ini melibatkan tujuh orang tenaga kerja, yaitu satu orang bertugas sebagai juru sepit, satu orang bertugas sebagai juru marakin atau pembakar laklakan, dua orang pengelambus atau pemompa dengan menggunakan pemuputan, tiga orang penempa atau tukang gebug. Tukang gebug terdiri dari tiga orang yang memiliki tugas yang berbeda.Dimulai dari menyalakan api dari pembakaran arang kayu untuk memanaskan laklakan trompong dalam jalikan prapen yang dilakukan oleh tukang barakin yang sekaligus bertugas mengatur nyala api, dibantu oleh pengelambus yang menghasilkan angin untuk menstabilkan nyala api dari pemompaan yang dilakukan. Laklakan dipanaskan sampai sudah dianggap cukup matang untuk ditempa. laklakan dikeluarkan dari jalikan prapen, diangkat dan diletakkan di atas landesan penguadan sambil diputar-putar oleh tukang sepit. Kemudian dipukul oleh tiga orang tukang tempa dengan dimulai oleh pemabah diikuti oleh pengelaung dan siduri, dengan menggunakan kekuatan pukulan yang sama dari 3 orang penempa tersebut, dan dilakukan sebanyak 15-20 kali pukulan dalam satu putaran laklakan.Ukuran cobekan bakal instrumen berpencon pada umumnya yang dibuat di Tihingan memiliki ukuran paling kecil dengan tinggi lambe 8cm atau 9cm. Kemudian semakin besar luas muka cobekan semakin tinggi pula ukuran lambe atau kaki yang dibuat. Perbedaan tinggi lambe antara satu dengan yang lainnya kurang lebih 1,5cm, karena setiap instrument berpencon memeliki ukuran yang berbeda antara satu dengan yang lainya. Proses ini dilakukan berulang-ulang sampai laklakan berubah bentuk yang awalnya menyerupai bentuk kue surabi atau bentuk gula Bali berubah menyerupai bentuk baskom yang disebut dengan cobekan. Setelah satu pembuatan cobekan selesai selalu diakhiri dengan penyepuhan cobekan tersebut. Proses ini dilakukan secara satu-persatu dimulai dari ukuran laklakan yang paling kecil ke ukuran lebih besar.

Tahap Membangun Moncol atau Ngemoncolin

Ngemoncolin pada dasarnya adalah melakukan pembentukan muka instrument yang berpencon yang menitik beratkan pada pembentukan moncol, instrumen perataan, merapikan, membuat garis lingkaran, dan membuat sudut pada bangun instrumen berpencon.

Tahap Ngelehan, Manggur dan Ngelaras

Ngelehang atau pemangguran merupakan tahapan yang dilakukan di luar prapen atau disisi. Pada proses ini dititikberatkan pada pembersihan dan penghalusan bagian sisi sambil melakukan penyeteman suara atau pelarasan.

Pelarasan/Matutang Instrumen Berpencon

 Ngelaras atau matutang instrumen pencon  pada hakekatnya adalah suatu proses yang memerlukan keahlian dan keterampilan khusus, karena dalam proses ini mengandalkan kepekaan pendengaran yang disebut dengan meguru kuping yang disertai dengan kemampuan tafsir atau feeling, untuk menafsirkan dalam penyelarasan suara atau nada yaitu antara nada instrumen pencon  yang dilaras dengan mengikuti petuding atau bentuk lain yang dipergunakan sebagai acuan, guna memperoleh suara instrumen pencon  yang harmonis dan indah sesuai dengan laras yang dipakai.

Sekelumit cara-cara pembuatan gambelan Bali merupakan karangan dari I Nyoman Rembang (1984) merupakan sebuah buku yang banyak mengangkat bagai mana cara-cara pembuatan gamelan Bali baik yang menggunakan bahan dari besi maupun bahan dari kerawang, dalam buku ini memberikan gambara sekaligus sebagai setudi tentang bagaimana cara-cara pembuatan gamelan Bali. Buku ini member kita pemahan lebih dalam tentang gamelan Bali, materi yang dilaporkan disini tentang tehnik pembuatan gamelan dari kerrawang atau perunggu, bambu, membuat gerantang, suling dan lain sebagainya, tulisan yang serba singkat ini bertujuan membantu pembaca yang berminat melakukan pekerjaan membuat gamelan bali, selain itu juga menunjang sekolah yang ada kaitannya dengan pembuatan gamelan secara tradisional.

SENIMAN TARI DARI BUMI GAMELAN (TIHINGAN), I Ketut Sumantra

I Ketut Sumantra lahir Di Desa Tihingan, tanggal 2 februri 1950. Beliau anak dari pasangan I Wayan Pica (almarhum) dengan Ni Ketut Polih (almarhum), seniman tari yang brasal dari Desa Tihingan ini dari kecil sudah memiliki bakat seni atau jiwa seni  Karena dilihat dari garis keturunan tidak ada darah seni dalam artian orang tua bliau tidak memiliki jiwa seni.

Apresiasi seni bliau muncul ketika mulai belajar di sekolah SD th 1958, ketika itu beliau ikut kesenian sandiwara untuk perayaan hari kenaikan kelas , dari sanalah beliau menunjukkan bakat seninya.Bliau juga pernah menonton sendratari yang dibawakan oleh siswa siswi KOKAR BALI yang pada saat itu pentas Di Desa Galiran Klungkung sekitar tahun 1962,  menurut beliau pementasan sendra tari itu  sanggat bagus sehingga setlah menonton pertunjukan tersebut apresiasi seni beliau semakin bergelora.

Setelah tamat di SD bliau melanjutkan ke SMP, ketika duduk di bangku SMP Di Desa Tihinggan ada pembangunan kesenian Janger moderen dan beliau ikut sebagai penari kecak, menurut penuturan beliau yang di sampaikan kepada penulis tanggal 22 oktober 2011.  Saat menarikan kecak bliau merasakan adanya wibawa, dan sangat menjiwai peran tersebut dimana hal ini di sebut dengan ketakson, masyarakat juga memiliki pendapat yang sama dengan apa yang bliau rasakan oleh masyarakat bliau dianggap berbakat dalam hal menari. Disampaing penari janger di Tihingan juga ada kesenian Drama, dalam pementasan drama beliau berperan sebagai celuluk, bliau sangat pintar membawakan peran celuluk yang kadang lucu dan kadang menyeramkan. Setelah tamat SMP tahun 1967 atas dorongan orang tua dan masyarakat Tihingan dan kebetulan juga kakak kandung bliau yang bernama I Ketut Urip Adyana bekerja di KOKAR BALI (pns) menyarankan beliau melanjutkan sekolah di sana, akan tetapi bliau masih binggung untuk menentukan pilihan atau belum mantap untuk sekolah di KOKAR BALI karena merasa sangat kurang keterampilan di bidang seni untuk melanjutkan sekolah di kokar, akan tetapi dorongan masyarakat yang begitu besar menghilangkan rasa kekawatiran beliau sehingga tidak ada keraguan lagi bliau melanjutkan sekolah di KOKAR BALI

Setelah memulai sekolah di Kokar apa yang beliau kawatirkan menjadi kenyataan, melihat keterapilan teman-teman yang begitu bagus di bidang seni membuat beliau menjadi kurang percaya diri  atau yang ngetren dibilang sekarang bliau merasa minder untuk bergaul disana. Rasa kurang percaya diri ini beliau ungkapkan dalam bahasa Bali lumrah sehingga menarik perhatian penulis untuk di tulis dalam riwayat hidup bliau yaitu “ Merase elek idewek melajah dini ninggalin timpal-timpale dueg-dueg pesan ngigel ajak megambel, idewek tune mekejang bakat masuk dini”, karena keputusasaan ini beliau pernah memiliki rancana pindah dari Kokar dan beralih kesekolah perawat akan tetapi niaat beliau diurungkan karena malu dan takut mengecewakan masyarakat, kemudian setelah belajar cukup lama dan dengan konsisten mengikuti pelajaran beliau mulai menemukan jati diri untuk terus meneruskan pendidikan di bidang seni samapae selesai pendidikan di KOKAR BALI tahun 1970.

Setelah menyelesaikn pendidikan di kokar bali  bliau melajutkan ke ASTI Denpasar tahun 1971, ketika itu sudah mulai ada kegiatan kepariwisataandan mulai berkembang di Bali sehingga banyak di perlukan penari ASTI dan KOKAR atau group-group kesenian yang lain yang ada di Bali untuk pentas di tempat-tmpat pariwisata di Denpasar dengan bayaran yang masih murah. Hampir tiap malam beliau mengikuti acara pentas di hotel yang ada di Denpasar,di samping kegiatan kampus yang begitu banyak dalam pengabdian masyarakat. Ketika itu sendratari RAMAYANA sangat di gemari oleh masyarakat di seluruh Bali dan sampai di luar bali, dalam pementasan tari Ramayana beliau bisa menarikan seluruh tokoh yang di butuhkan di setiap pementasan sendratari Ramayana, bahkan beliau menciptakan adegan raksasa krerek pada saat adegan raksasa berperang melawan hanoman. Beliau pernah menjadi pelatih di Banjar Boni Kuta dari tahun 1971 sampai 1975 untuk kepentingan pariwisata di Kuta, propesi sebagai pelatih ini beliau lakukan sambil kuliah di ASTI Denpasar (kerja sambil kuliah). Pada proses terkhir di ASTI Denpasar bliau membuat karya tuli dengan judul Tari Kecak Di Bona Gianyar, karaya seni Tari KUCING, dan penampilan tari klasik tari ARYA gaya Batuan, dengan hasil karya ini beliau berhak menyandang gelar BA atau Sarjana muda tahun 1975.

Ketika sudah mendapat gelar BA, bliau di minta mengajar ke ASTI Jogjakarta bersama rekan beliau I Wayan Senen,dan A A Putra Negara oleh ketua ASTI Jogjakarta Drs. RM Soedarsono.,M.A. bliau mengngajar disana mulai tahun 1976  sebagai pengajar honorer tentang tari Bali dan karawitan Bali pada tahun  1977 diangkat menjadi PNS di ASTI Jogjakarta.

Diluar kegiatan mengajar di kampus beliau juga mengajar menari untuk masyarakat jogjakarta, dan mengisi acara Ayo Blajar menari di TV Jogjakarta, di samping itu juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan pemuda pelajar bali yaitu (KBP) Keluarga Purantara Bali d bidang pengembangan seni budaya,beliau juga menjadi ketua kursus tari Bali di Jogjakarta, dan kegiatan pentas baik dalam kepentingan pacara Hindu daan upacara lainya.

Pada tahun 1978 beliau mulai kuliah tingkat Doktoral (S1) di ASTI Jogjakarta, proses untuk meraih gelar S1 ditempuh dengan dua tahap yaitu di sebut dengan Konser pertama dan Konser kedua. Konser pertama berbentuk tari kreasi dengan judul PENCULIKAN dengan durasi waktu 30 menit dan konser kedua Dramatari dengan judul GATOTKACA KRODHA dengan durasi waktu satu jam, dengan menyelesaikan dua tahap ini pada tahun 1982 bliau berhak menyandang gelar SST. Tahun 1986 atas permintaan ketua ASTI Denpasar beliau pindah kebali  di ASTI Denpasar sebagai dosen tari jawa sampai saat sekarang ini.

Di Desa Tihingan dan kabupaten Klungkung beliau memiliki peran yang sangat besar dalam usaha memajukan daerah. Usaha ini beliau lakukan melalui pembinaan generasi muda di bidang kesenian daerah Bali, saat ini beliau memiliki sanggar tari dan tabuh dengan nama sanggar Panji Ulangun Shanti, sanggar ini didirikan untuk mewadahi kegiatan anak-anak di desa Tihingan dalam hal yang fositip yaitu belajar menari dan menabuh gamelan Bali untuk melestarikan seni budaya yang adi luhung.

KARYA-KARYA TARI I KETUT SUMANTRA.,Sst

  1. Tari kontenforer dengan judul Tari Kucing tahun 1975
  2. Tari Tengkorak Hidup tahun 1984
  3. Pragmen tari AJISAKA dalam rangka hari raya nyepi pertama di Jogjakarta tahun 1948
  4. Tari penyambutan PANGAN JALI untuk siaran TV Jogjakarta pargelaran budaya nasional 1983
  5. Menggarap pragmentari dengan judul DUAGUNG ISTRI KANIA dalam rangka pestival gong kebyar sebali yang diwakili oleh Desa Pangi duta kabupaten Klungkung 1986
  6. Baris Sakral dengan judul  BARIS GEDE PUCANG PATI 1990
  7. Tari PUSPAKENCANA ( tari penyambutan) 1998
  8. Pragmen tari BAHULA DUTHA dalam rangka pestival gong kebyar se Bali yang di wakili oleh desa tihingan 1998
  9. Menggarap cak kontenforer untuk kepentingan film pendekar liyar tahun 1982

Demikian tentang perjalanan hidup I Ketut Sumantra  yang selalu mengabdikan dirinya untuk melestarikan kesenian daerah Bali yang berlangsung sampai saat sekarang ini, bila ada tulisan ataupun kata yang kurang berkenan di hati para pembaca saya mohon maaf yang sebesar-besarnya, kritik dan saran dari para pembaca sangat saya harapkan demi kesempurnaan tulisan ini dan akhir kata saya ucapkan Trimakasih.

Komentar Video Singasana

Tarian singasana ini mencritakan tentang ambisius seorang prajurit yang ingin menjadi raja, perebutan kekuasaan ini terjadi di sebuah krajaan yang bernama krajaan singosari, dimana krajaan ini dipampin oleh seorang raja yang bernama Tunggulametung dan salah satu tokoh prajurit yang berpran di crita ini bernama Kenarok. Demi kedudukan menjadi seorang raja kenarok mengunakan siasatnya yang licik  dengan mempitnah dan memanfaatkan salah satu temannya untuk membunuh sang raja,  dengan terbunuhnya raja tunggul ametung  kenarok berhasil menjadi raja di krajaan singosari.

Demikiaanlah ringkasan crita yang di ungkapkan dalam tarian singgasana ini yang di tata oleh seorang seniman muda I PUTU JUNIAWAN, Ssn yang di garap dalam rangka ujian tingkat ahir di ISI Denpasar .

Yangdapat saya komentari dalam pementasan tarian singga sana ini  menyangkut  yaitu;

1. Tata cahaya atau setingan lampu di dalam pementasan.

2 . Cara pengambilan gambar

3 . Dari pemakaian consytem

Komentar pertama   tata cahaya atau setingn lampu di dalam pementasan tarian ini yaitu dalam saat-saat tertentu lampu yang ditengah terkadang terlalu keras dan lampu disamping agak buram. Lampu lebih bamyak menggunakan warna putih sehingga  setalah rekaman ini di putar ulang di layar tv atau proyektor  kelihatan muka atau wajah penari kurang jelas, mungkin dikarnakan terlalu silau oleh lampu putih yang tadi di bahas. Saran saya mengenai pemakaian lampu  dalam tarian ini diantaranya lampu yang di pakai tidak hanya lampu berwana putih saja, tetapi lebih baik di gunakan juga lampu berwarna kuning dan merah untuk mengurai sinar silau yang tadi di bahas, selain itu lampu merah  dapat mempertajam suasana dalam adegan-adegan tertentu.

Komentar  kedua   yaitu dari pengam bilan gambar , mungkin karena masalah pada handycam atau tidak menggunakan penyangga gambar pada rekaman ini menjadi agak bergoyang  menggangu dan membuat ketidak nyaman dalam menonton vido rekaman ini atau jalannya penampilan.

saran saya dalam pengambila gambar ini yaitu lebih baik menggunakan penyngga kamera supaya gambar tidak bergoyang,

Komentar ketiga yaitu  dari suara iringan yang dapat saya dengar,  pada saat suara vocal masuk seharusnya di perhitungkan juga karena  pada saat vocal masuk suara kurang jelas, dan pada saat iringan tarian berjalan yang terdengar hanya suara gangsa, kendang dan reong sedangkan jublag,jegog, penyacah,gong dan suling tidak terdengar.   sehingga menurut saya  perlu untuk di pasangkan maicropn.

Dan perlu saya tambahkan dari penggunaan property perlu dipertimbangkan juga karena tarian ini mencritakan tentang kerajaan singosari yang berada di pulau jawa hendaknya kursi singgasana yang digunakan kursi berornamen jawa.

Demikian beberapa komrntar yang dapat saya berikan tentang pementasan  tarian singgasana ini guna memenuhi tugas MULTIMEDIA 2 . Saya mohon maap apa bila komentar atau kritik yang saya utarakan kurang berkenan di hati para pembaca, ahir kata saya ucapkan trimakasih.