Gamelan Angklung

This post was written by ekosattvika on Juli 12, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

GAMELAN ANGKLUNG

        Gamelan angklung adalah gamelan berlaras slendro, tergolong barungan madya yang dibentuk oleh instrument berbilah dan pencon dari krawang. Dibentuk oleh alat – alat gamelan yang relative kecil dan ringan. Secara umum, tungguhan gamelan Angklung pada waktu lampau masih berbentuk lelengisan dan hanya dipernis, tetapi saat ini kita lihat sudah diprada sebagaimana Gong kebyar. Di Bali selatan gamelan ini hanya mempergunakan 4 nada sedangkan di Bali utara mempergunakan 5 nada. Berdasarkan konteks penggunaan gamelan ini, serta materi yang dibawakan angklung dapat dibedakan menjadi : Angklung klasik / tradisional ( dimainkan untuk mengiringi upacara tanpa mengiringi tari – tarian ), Angklung kebyar ( dimainkan untuk mengiringi pergelaran tari atau drama. Satu barungan Angklung bias berperan keduanya, karena seringkali mempergunakan alat – alat gamelan dan penabuh yang sama. Komposisi yang paling tua tidak menggunakan keahlian yang lebih mewah dari Gong kebyar dan kecakapan memainkan sebuah pertunjukan. Baru – baru ini banyak composer Bali telah membuat karya – karya kebyar untuk gamelan Angklung atau telah menyusun melodi kebyar untuk menyesuaikan lebih terbatas empat nada Angklung tersebut. Motif – motif baru sering digunakan untuk mengiringi tarian. Selain itu, beberapa composer modern telah menciptakan potongan instrument eksperimental untuk gamelan Angklung. Sikap memainkan gamelan Bali dinamakan Tetegak. Sikap tersebut memiliki makna yang sangat penting. Tidak hanya menyangkut kajian estetik keindahan, akan tetapi bagaimana energi disalurkan ketika memainkan gamelan. Posisi duduk seseorang pemain gamelan ideal yaitu mengambil posisi Silasana yaitu posisi duduk dimana kaki dilipat tertumpuk ( kanan dan kiri ) sedangkan posisi badan tegak, dan pandangan kedepan. Dengan posisi yang benar dapat mendukung penampilan dan secara estetik tertata adanya aspek penampilan menjadi sangat besar pengaruhnya terhadap sebuah pementasan karena tanpa didukung oleh penampilan yang baik dan apik serta mempertimbangkan aspek keindahan akan tidak tercapai kaidah pertunjukan yang ada seperti kekompakan, keharmonisan, keselarasan dan seimbang. Sisi lain dari posisi duduk yang benar dapat memberikan energi yang penuh atau total, sebab secara penyaluran energi yang seimbang keseluruh tubuh dapat menyebabkan kualitas pukulan terjaga intensitasnya. Posisi tangan : untuk dapat memainkan gamelan secara baik dan benar tentunya memegang panggul harus  diperhatikan. Posisi tangan yang benar untuk memainkan instrument berbilah adalah tangkai panggul dipegang oleh tangan kanan  dengan ibu jari berada sejajar dengan tangkai panggul bagian lebarnya, sedangkan keempat jari lainnya terlipat. Sedangkan untuk memainkan instrument berpencon posisi tangan mengikuti arah panggul. Sedangkan telunjuk tidak dilipat. Begitu juga pada instrument lainnya. Instrument – instrument Angklung kebyar yang dimainkan secara dipukul baik memakai tangan  maupun alat pemukul / panggul dalam gamelan Bali lazim disebut Gagebug. Sedangkan instrument tidak dimainkan secara dipukul diantaranya : instrument suling ( ditiup ) dan instrument rebab ( digesek ). Setiap instrument memiliki jenis – jenis pukulan yang berbeda satu sama lainnya. Gamelan Angklung sebagai perangkat/barungan yang berlaras slendro empat nada, secara fisik dapat dibedakan menjadi dua model. Pertama, bentuk fisik daun gamelan yang berbentuk bilah dan berbentuk pencon terbuat dari kerrawang. Kerawang adalah campuran antara timah murni dengan tembaga ( Rembang, 1984/1985 : 8 ). Sedangkan kedua adalah tempat dari bilah dan pencon digantung/ditempatkan disebut pelawah. Khususnya untuk instrument bilah, pada pelawah ditempatkan resonator yang terbuat dari bambu ataupun paralon. Sedangkan pelawah untuk instrument reyong bentuknya memanjang dan di atasnya ditempatkan instrument bermoncol/pencon yang dicincang dengan tali pada lubang gegoroknya. Penempatan nada – nada kedua instrument ini berjejer dari nada rendah ke nada tinggi ( dari kiri ke kanan ). Sesuai dengan ukuran besar ke kecil ( nirus ). Sedangkan untuk instrument yang lainnya seperti instrument gong, kempur dan klentong hanya digantung pada trampa yang disebut dengan sangsangan. Selain itu juga instrument kajar hanya ditempatkan pada atas trampa tanpa resonator, sedangkan untuk instrument cengceng ricik / kecek cakepnya diikat pada atas pelawah yang berbentuk kura – kura / empas, angsa ataupun bentuk lainnya. Kualitas bunyi sangat tergantung pada resonator yang dipergunakan. Bahan baku bambu dipilih secara selektif untuk dapat menghasilkan suara gamelan yang bagus. Secara fisik ukuran bilah dan pencon dalam gamelan Angklung disesuaikan dengan fungsi masing – masing instrument dalam barungannya. Sehingga bagaimanapun bentuk fisiknya jelas telah mempertimbangkan aspek – aspek secara total dalam rancangan keberadaan gamelan Angklung saat ini. Dikalangan masyarakat luas gamelan ini dikenal sebagai pengiring upacara – upacara Pitra Yadnya ( Ngaben ). Instrument gamelan Angklung terdiri dari : 2 buah jegogan, 4 buah pemade, 4 buah kantilan, 2 atau 4 tungguh reyong ( untuk Angklung kebyar menggunakan 12 pencon, 1 buah tawa – tawa, 1 buah kempur ( kecuali Angklung kebyar menggunakan gong ), 1 buah ceng – ceng ricik, 1 pasang kendang lanang wadon kecil untuk Angklung klasik / keklentangan dan 1 pasang kendang lanang wadon besar untuk Angklung kebyar. Tabuh – tabuh Angklung kebyar sama dengan yang dipakai dalam barungan gamelan Gong Kebyar. Sementara instrumentasi gamelan Angklung mirip dengan gamelan Gong Kebyar, gamelan Angklung memiliki perbedaan penting. Pertama, instrument yang disetel ke – 5 nada slendro, meskipun sebenarnya sebagian ansambel menggunakan modus empat nada, skala lima nada dimainkan pada instrument dengan empat tombol. Pengecualian untuk Angklung lima nada dari Bali utara. Tetapi bahkan dalam kelompok Angklung empat nada, pemain seruling / suling sesekali akan menyentuh nada tersirat kelima. Kedua, sedangkan banyak instrument dalam Gong kebyar rentang beberapa oktaf skala pentatoniknya, mosts gamelan angklung hanya mengandung satu oktaf dan setengah. Instrument yang jauh lebih kecil daripada Gong kebyar. Secara fisik pada awalnya gamelan Angklung menggunakan empat bilah nada, kemudian para seniman pada perkembangannya menambah lagi beberapa bilah untuk mendukung kebutuhan komposisi lagu. Dalam beberapa dekade terakhir, gamelan Angklung kadang – kadang digunakan untuk bermain tari lepas, yang berdiri bebas. Komposisi tari biasanya dimainkan pada gamelan Gong kebyar. Kepindahan ini dilakukan dengan menata ulang melodi kebyar agar sesuaidalam terbatas ambitus empat nada Angklung, dan membuat beberapa penyesuaian kecil dalam instrumentasi.Perubahan atas bertambahnya bilah nada dalam gamelan Angklung adalah tidak terlepas dari factor terkena imbas dari pengaruh Gender Wayang. Angklung klasik dengan karakter yang  sendu, dalam penyajiannya sebaiknya jangan memberikan kesan ( suasana ) gembisa. Gamelan Angklung berhubungan dengan kematian, dan karena itu terhubung dalam budaya Bali dengan dunia spiritual tak terlihat dan transisi dari hidup sampai mati dan seterusnya. Karena portabilitas, gamelan Angklung dapat dibawa dalam prosesi pemakaman menuju tempat kremasi atau tempat pembakaran mayat. Para musisi juga sering bermain music untuk mengiringi upacara kremasi. Jadi banyak pendengar Bali mengasosiasikan music Angklung dengan emosi yang kuat membangkitkan kombinasi manis sakral dan kesedihan.

 

Comments are closed.