Kesenian Desa Singapadu (Bali)

Desa Singapadu adalah sebuah Desa yang berada di bagian paling barat dari Kabupaten Gianyar dengan luas sekitar 345,93 ha/m2. Desa Singapadu langsung berbatasan dengan Kabupaten Badung. Pada tahun 1989 Desa Singapadu dimekarkan menjadi 3 Desa dikarenakan jumlah penduduk yang mencapai 2000 Kepala Keluarga.
Singapadu merupakan salah satu Desa di Kabupaten Gianyar yang kaya dengan warisan seni budaya, baik itu seni rupa yang saat ini berkembang di Daerah Singapadu Induk yang berupa seni topeng, seni ukir, dan seni pertunjukan yang meliputi seni tari, karawitan.

Gong gede saih pitu Sekaa Gong Gede Teruna Mekar Banjar Kebon Desa Singapadu Kabupaten Gianyar pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-37 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Bali pada 7 Juli 2015. (Sumber: Blog Nyoman Martawan)

Mengenai seni rupa, Singapadu memiliki tokoh seni dari masa lampau. Adalah I Dewa Agung Api yang lebih dikenal dengan I Dewa Agung Singapadu. Beliau merupakan seniman topeng yang kreatif dan disegani karena konon beliau sangat sakti mantraguna. Karya karya beliau sudah sangat banyak tersebar di seluruh pelosok Pulau Bali. Tak Sedikit dari karya karya beliau yang diadikan “Sesuhunan” atau sungsungan. Kehadiran budaya topeng di Singapadu diperkirakan sejak abad XVIII dimulai dengan topeng berwujud makhluk mitologis yang diyakini memiliki kekuatan magis dan disemarakan dengan topeng yang berwujud manusia yang biasa dipergunakan pada dramatari topeng. Hal itu mungkin yang membuat Desa Singapadu banyak memiliki tokoh tokoh dalam salah satu cabang kesenian ini seperti; I Wayan Rabeg yang sempat diliput Bali TV, I Wayan Jagri, dan I Wayan Sugem, dan generasinya yaitu I Made Arya Sedana dan banyak lainya
Drama tari Arja juga menjadi ikon kesenian di Daerah Singapadu. Dulu pada saat kesenian Arja masih terkenal, banyak tokoh penari Arja Singapadu yang terkenal seperti; Alm Ibu Ribu yang sangat terkenal jasanya di Arja Radio Republik Indonesia , Ibu Candri yang juga tak kalah terkenal , Ibu Mudri dan banyak lagi. Selain penarinya, Arja identik dengan pemain kendangnya. Pemain kendang Arja yang terkenal adalah Bapak Wayan Tama dari Banjar Mukti. Selain piawai dalam memainkan kendang, beliau telah berjasa mencetak banyak pemain kendang krumpung yang bisa dibilang handal. Singapadu juga terkenal akan penari Barong Ket yang terkenal, sehingga banyak orang belajar menari Barong Ket di Singapadu.
Kebudayan gamelan Gong Luang juga merupakan identitas dari Desa Singapadu. Gamelan gong luang adalah sebuah barungan gamelan yang memakai laras pelog 7 nada, Gong Luang berasal dari 2 kata yaitu kata “Gong” dan kata “Luang”. Gong berarti istilah penamaan untuk menunjukan barungan, sedangkan kata ”Luang “ berarti kurang yang terlihat dari jumlah instrumen pada satu barunganya yang sedikit dan tidak seperti barungan Gong Gede, atau Gong Kebyar. Pernyataan ini masih simpang siur kebenaranya.
Instrumen pada barungan Gong Luang di Singapadu adalah sebagai berikut:
• Kendang 1 buah
• Gangsa Ageng 1 buah (Gangsa pemade)
• Ceng-ceng Kopyak 1 pasang
• Reyong 2 buah (tungguh)
• Gong 1 buah
• Ceng-ceng Ricik 1 pangkon
• Gangsa Alit 1 buah (Gangsa Kantil)
• Kajar 1 buah
• Jegogan 1 buah
• Kempur 1 buah
• Saron 2 buah (sejenis penunggal )

Menurut golongan periodisasi, Gamelan Gong Luang merupakan gamelan golongan tua. Beberapa sumber ada yang menyatakan bahwa Gong Luang termasuk gamelan golongan madya karena sudah mempergunakan kendang di dalam satu barungnya.
Gong Luang di Desa Singapadu kini berfungsi mengiringi upacara Pitra Yadnya. Semula keradaanya sangat vital bagi kehidupan setempat. Gamelan Gong Luang di Singapadu semula berfungsi untuk mengiringi upacara Dewa Yadnya. Fungsinya sudah jauh bebeda dan keberadaanya mulai bergeser apabila dibandingkan dengan keberadaanya pada tahun 1980-an
Pada era baru ini terdapat beberapa gamelan-gamelan baru yang fisiknya hampir sama dengan barungan Gong Luang seperti Gong Gede Saih Pitu yang diciptakan tahun 1995. Barungan Gong Gede Saih Pitu juga terdapat di Desa Singapadu tepatnya di Banjar Kebon. Gamelan Gong Gede saih Pitu di Banjar Kebon dikembangkan oleh seniman I Wayan Darya. Dalam pengembanganya, Bapak I Wayan Darya menciptakan beberapa tabuh yang terdengar mirip dengan tabuh tabuh Leluangan. Hal itu semakin memperkaya kebudayaan dan kesenian di Desa Singapadu

 

Musik Indonesia

Studi tentang musik Indonesia secara mendalam dan secara sistematis mulai dilakukan oleh orang-orang barat, dengan catatan orang-orang indonesia sendiri sudah beberapa yang menulis tentang  musiknya sesuai dengan pandangan orang Indonesia sendiri. Jadi orang orang indonesia tidak memandang musik Indonesia sebagai objek, tetapi sebagai harta budaya milik bangsa sendiri, maka tulisan tersebut selalu tampak mengikuti penghayatan sebagai putra bangsa yang memiliki rasa estetik secara naluri.

Gender Wayang contoh gamelan kelas idiofon. (Sumber gambar: Koleksi pribadi Divo Sentana) 

Di Indonesia kita mengenal musik tradisi dan musik non tradisi. Musik Tradisi adalah semua bentuk musik yang lahir dan berkembang di Indonesia. Dan memiliki kurun waktu yang cukup panjang, sehingga dilihat dari naluri, musik tersebut dipandang dan diterima sebagai musik bangsanya sendiri. Indonesia kaya akan musik tradisi, diantara mereka ada yang bergaya klasik, seperti yang kini masih dilestarikan oleh beberapa kalangan masyarakat, baik itu masyarakat bangsawan maupun masyarakat dengan kasta biasa. Kecuali itu ada musik pop yang didasarkan dari musik tradisi. Adapun musik non tradisi adalah musik yang secara historis berasal dari mancanegara terutama musik barat, baik itu berupa musik klasik, jazz, blues, pop dan lainya. Dengan menggunakan tangganada diatonis.

Di dalam dunia musik kita mengenal klarifikasi alat musik mulai dari cordofon, membranofon, aerofon, idiofon, dan pada abad ke 20 ini kita mengenal klarifikasi baru untuk instrumen yang sumber bunyinya berkaitan dengan listrik  yaitu electrofon. Di ruang lingkup musik Indonesia, yang paling menonjol adalah kelas idhiopon mulai dari satu instrumen sampai yang paling kompleks sekalipun.

Seperti cuplikan video dibawah ini. ini adalah salah satu jenis instrumen yang tergolong ke dalam kelas idiophon

Kelompok Idiofon yang paling terebolari disebut gamelan. Ensambel ini terdapat di Bali, Jawa ( dari wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah), Jawa Timur, Sunda(Jawa Barat), Lombok, Kalimantan Selatan(Banjar), dan Sumatra Selatan(Palembang). Gamelan Bali, Jawa, Sunda yang sering mewakili dan dianggap sebagai musik Indonesia di mata Dunia.

Sumber :

Hendarto,Sri”Organologi dan Akustika II”,Yogyakarta:Lubuh Agung,2010

Hastanto,Sri,”Organologi”,Diklat Kuliah Umum Jurusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta,1998

Timbre Di Dalam Persepektif Gamelan.

Timbre berarti warna bunyi.  Yaitu karakter nada yang disebabkan oleh perbedaan macam benda yang bergetar, bentuk benda yang bergetar dan cara mekanik penggetar benda. Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Timbre” berarti perbedaan sifat antara dua nada yang sama tinggi nadanya dalam konstruksi instrumen. Warna nada inilah yang membedakan suara instrumen satu dengan lainya, misalnya  piano dengan gitar, reong dengan pemade, dan perbedaan antara suara seorang laki laki dengan suara seorang perempuan. Bahkan tanpa melihatpun kita dapat membedakan warna suaranya ataupun membedakan instrumen apa yang sedang dibunyikan

Image result for balawan

contoh fenomena perbedaan warna suara antara musik dan instrumen “western” dengan timur biasanya akan terjadi pada kolaborasi antara kedua elemen musik tersebut. (Sumber gambar; Blog Surya Bee)

Timbulnya perbedaan warna nada ditentukan oleh beberapa unsur, yaitu :

  • Bahan Baku : Warna suara sangat tergantung dari bahan baku. Seperti contoh, gamelan besi akan berbeda warna suaranya dengan gamelan yang dibuat dari bambu ataupun gamelan yang dibuat dari perunggu (di Bali disebut kerawang)
  • Bentuk Fisik :  Artinya dengan bentuk yang berbeda, maka warna suaranya pun akan berbeda walaupun dengan nada ataupun interval yang sama sekalipun. Seperti instrumen yang berbilah akan berbeda karakter suaranya dengan instrumen berpencon dan akan berbeda juga dengan instrumen yang berdawai
  • Cara Permainan : Perbedaan, pengubahan, menginovasikan cara permainan pada sebuah instrumen juga dapat mengubah karakter warna suara. Contoh pada instrumen kendang yang semula dipukul dengan telapak tangan akan berbeda warna suaranya dengan kendang yang dipukul dengan panggul ( alat pukul khusus kendang Bali) dan tidak menutup kemungkinan pada masa mendatang instrumen kendang akan dimainkan dengan cara lain selain cara-cara tradisi yang sudah ada.
  • Alat-alat Tambahan : Penambahan alat-alat pada satu jenis instrumen juga akan menjadi penyebab berbedanya warna suara yang ditimbulkan. Sebagai contoh jika instrumen pemade yang bilahnya diikat dengan kain akan berbeda timbrenya jika dibandingkan dengan pemade yang biasa kita mainkan, Instrumen rebab yang diganjal daun pisang ataupun sejenis itu pada bagian bawah “penyanteng” akan berbeda suaranya dengan rebab yang tidak diganjal apa-apa

Sumber :

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,  “Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke 5”, Jakarta, 2016

Hendarto, Sri, “Organologi dan Akustika II”, ISI Surakarta, 2010

Literatur gamelan Bali oleh Prof.Dibya

Pengertian Gamelan

Related image

Gamelan Jawa. (Sumber: Google)

Gamelan adalah  ensamble musik tradisional yang terdapat di Jawa (Lingkup Jawa Tengah maupun Yogyakarta), Sunda (sekarang Jawa Barat), Bali, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Gamelan Jawa, Bali serta Gamelan Sunda seringkali mewakili Indonesia di pentas Dunia sehingga dianggap sebagai musik tradisional Bangsa Indonesia. Gamelan berasal dari kata “gambelan”. Secara harfiah kata “gamel atau “gemel” berarti pukul, jadi digemel berarti dipukul. Benda yang digembel namanya gembelan. Instrumen musik yang cara memainkanya digembel disebut gemelan yang bergeser pengucapannya menjadi gamelan. Kata “gemel” menurut asumsi karawitan Bali berarti “gisi” atau memegang erat, yang dimaksudkan berkonsentrasi pada saat “megamel” atau menabuh agar lagu yang dimainkan terdengar baik. “Gisi gendinge pang sing ye nyag” (pegang lagunya agar tidak hancur) jika diartikan kembali, kalimat tersebut bermaksud memberi himbauan agar para pemain gamelan selalu berkonsentrasi pada saat menabuh gamelan ,agar lagu yang dimainkan tidak hancur.

Related image

Gamelan Bali. (Sumber: Google)

Gamelan merupakan ensemble yang dapat dikatakan paling lengkap. Secara organologis juga dapat dikatakan sangat lengkap. Disana ada kelompok membranofon yanitu berbagai macam kendang mulai dari yang berukuran besar hingga berukuran kecil. Kelompok cordofon pada gamelan ada yang cara memainkannya dengan cara digesek seperti rebab dan ada juga yang dipetik seperti celempung, penting, siter, dan kecapi. Kelompok aerofon berupa suling, terompet, dan preret.  Serta kelompok idiofon yang paling mendominasi dan menonjol. Dilihat dari segi bahanya, kelas idiofon pada gamelan ada yang terbuat dari kayu, perunggu, besi, kuningan  dan logam campuran (di Bali disebut Kerawang). Bentuk dari gamelan pun beraneka ragam seperti bilah seperti misalanya kelompok instrumen gangsa ataupun kelompok balungan. Bentuk pencon mulai dari yang digantung secara vertikal ataupun horizontal. Insrumen yang ditata vertikal seperti gong, kempur yang ada di Bali, gong ageng, gong suwukan, kempul, engkuk kemong, dan jenglong yang ada di Sunda. Dan instrumen yang ditata horizontal seperti bonang, reyong, trompong, kenong, kempluk, kethuk, kempyang dan lain sebagainya. Karena keanekaragamannya itulah perangkat Gamelan bisa dijadikan studi lengkap organologi.

http://edwardherbst.net/wp-content/uploads/2016/07/6-Gong-Gede-Sulahan-Trompong.jpg

Gamelan Golongan Kontemporer

 

Contoh ansamble gamelan kontemporer.(Sumber:Insiturec)

Gamelan Bali dan Gamelan Jawa mulai dijadikan bahan studi oleh dunia Barat yang diprakarsai oleh Jaap Kunst di Amsterdam dan diikuti oleh Ki Mantle Hood di Institute of Etnhnomusicology, University of California at Los Angles (UCLA) pada tahun 1950-an dan hampir seluruh mahasiswa lulusan kampus itu mengembangkan Gamelan mulai di Amerika Serikat, wilayah Eropa, Jepang dan Australia. Pada tahun 1931-1938, seorang komposer Amerika Serikat yaitu Collin McPhee kelahiran Canada juga telah meneliti Gamelan Bali dan telah melahirkan sebuah magnum opus Music in Bali pada tahun 1966. Pada zaman Claude Debusy (1862-1918) banyak karya-karya para komponis besar terpengaruh bunyi dan warna suara Gamelan. Generasi terdahulu seperti Collin McPee, Ernst Eichheim, dan Lou Harrison diikuti oleh komponis muda lainya yang mendapat kesempatan untuk belajar ke Indonesia atau di kampus-kampus universitas di Amerika Serikat, diantara mereka termasuk Ton de Leeuw, Richard Felicano, Philip Glass, Steve Reich, Douglas Young, Jose Evangelista, Inggram Marshall, Daniel Schdmit, Jack Body, Dieter Mack, Andrew Toth, Edward Herbst, Shin Nakagawa, Michael Tenzer, Evan Ziporyn, Wayne Vitale, dan Andrew McGraw terus menyusun komposisi baru dengan memasukkan berbagai elemen Gamelan ke dalam karya mereka. Sehingga ciptaan semacam ini disebut gamelan kontemporer.

“Megilak”. Sebuah karya musik dari ansamble kontemporer. (Sumber: Divo Sentana)

Keberadaan gamelan kontemporer Bali tak dapat dipisahkan dari adanya Pekan Komponis Muda di Taman Ismail Marzuki(TIM) yang dimulai pada 1979 melhirkan komponis kontemporer gamelan Bali seperti I Nyoman Astita (Eka Dasa Ludra), I Wayan Dibia (Kendang Sangkep), Ketut Gde Asnawa (Kosong), I Wayan Rai S (Terompong Beruk), I Nyoman Windha (Palapa), I Wayan Sadra (Beringin Kurung), dan Wayan Gede Yudane (Laya).

 

 

dikutip dari buku “Gamelan Bali Di Atas Panggung Sejarah” oleh I Made Bandem