Gamelan Salukat. (Sumber: Blog Salukat)
Gamelan Salukat diciptakan oleh I Dewa Ketut Alit yang biasa dipanggil Dewa Alit. Beliau adalah seniman kelahiran Ubud pada 17 Mei 1973 tepatnya di Desa Pengosekan. Beliau sangat dikenal dalam dunia berkesenian karena karya-karya komposisi musiknya yang eksperimental dan penuh dengan sesuatu yang baru. Karya-karya yang tercipta tersebut beliau ciptakan didominasi bersama grup Gamelan Salukat.
Awal penciptaan Gamelan Salukat karena kegemaran Dewa Alit dalam membuat lagu degan media gamelan 7 nada seperti: Gamelan Semara Pagulingan, Gong Luang dan Gamelan Semarandhana. Di Sanggar Cudamani .Beliau juga banyak membuat komposisi lagu pada media Gamelan Semarandhana sehingga memperjelas pernyataan tentang kegemaran beliau dalam berkomposisi pada media Gamelan 7 nada. Pada tahun 2006, beliau mulai befikir untuk mengembangkan diri dalam berkomposisi dengan media gamelan yang ruang lingkupnya yang lebih luas dari mulai bilah, pencon, gong dan instrumen lainya. Berangkat dari hal tersebut maka pada tahun 2006 Dewa Alit menciptakan barungan gamelan baru yang diberi nama “Gamelan Salukat”
I Dewa Ketut Alit Pencipta Gamelan Salukat. (Sumber: Koleksi Divo Sentana )
Pemberian nama “Salukat” pada barungan gamelan ini, tak telepas dari keberadaan petualangan spiritual Beliau. Menurut keterangan beliau, pemberian nama Salukat berawal saat beliau ber-tirta yatra ke Pura Slukat yang berlokasi di Keramas. Seperti kita ketahui banyak orang-orang yang sengaja datang ke Pura Slukat untuk melukat (penyucian diri dengan membasuh tubuh dengan air suci) dengan harapan agar semua hal yang bersifat negatif di dalam tubuh akan terlebur. Hal yang di rasakan disaat beliau melukat seperti diberi obat ketenangan pada fikiran dan jiwa. Pada saat itu gamelan yang beliau buat belum diberikan sebuah nama seperti yang kita kenal sekarang ini. Beberapa waktu berselang setelah beliau ber-tirta yatra, beliau diundang untuk membuat sebuah komposisi musik di Jepang yang diberi judul “Slukat” yakni sebuah komposisi musik yang ter-inspirasi dari air. Saat itulah pemberian nama “Salukat” pada gamelan baru ini mulai diperhitungkan oleh beliau.
Salukat berasal dari 2 suku kata yaitu “Salu” yang berarti rumah dan “Kat” yang berarti melebur dalam konteks menyucikan kembali. Keterangan yang sama juga beliau peroleh dari seorang Pandita mengenai arti kata “Salukat”. Jadi jika diartikan ke dalam persepektif seni, “Salukat” berarti rumah untuk menghasilkan kreatifitas baru dari sumber-sumber tradisi yang sudah ada. Pada tahun 2007 terbentuklah sebuah grup gamelan yang diberi nama “Grup Gamelan Salukat”. Penamaan grup sama dengan nama gamelanya sangat ber-alasan karena grup ini adalah grup yang khusus memainkan Gamelan Salukat. Seperti halnya Sekeha Selonding yang jika diartikan sebuah grup yang khusus memainkan Gamelan Selonding, Sekeha Gong Luang adalah grup yang khusus memainkan Gong Luang, dan hal berkaitan lainya.
Pada awal penciptaanya, Gamelan Salukat bisa dibilang sebuah pengembangan dari Gamelan Semarandhana, karena pada bilah gangsa pemade dan kantilan yang semula berbilah 12 pada Gamelan Semarandhana, pada Gamelan Salukat dikembangkan menjadi 14 bilah dengan penambahan pemero pada oktaf pertama. Pada Gamelan Salukat juga terdapat pengembangan dengan penambahan bilah pada instrumen Jegogan dan Jublag, penambahan pencon pada reong yang semula pada reong semarandhana memiliki pemero hanya pada oktaf kedua tetapi pada Gamelan Salukat pada semua oktaf memiliki pemero. Berikut adalah susunan nada pada instrumen-instrumen Gamelan Salukat
Jegog: ding, dong, deng, deung, dung, dang, daing, ding, dong, deng, deung
Jublag : dung, dang, daing, ding, dong, deng, dung, dang, daing, ding .
Pemade : dong, deng, deung, dung, dang, daing, ding, dong, deng, dung, dang, daing, ding.
Kantilan : dong, deng, deung, dung, dang, daing, ding, dong, deng, dung, dang, daing, ding.
Reyong : deng, deung, dung, dang, daing, ding, dong, deng, dung, dang, daing, ding, dong, deng, deung, dung.
Kempur : deng, deung.
*Keteragan:
Bold = oktaf rendah
Italic+Bold= oktaf sedang
Font biasa = oktaf tinggi
Sedangkan pada instrumen Gong Gantung, nada yang dipakai adalah “Saih Wargasari” yang biasa digunakan dalam Gamelan Gong Luang
Gong : deng, dung, dang, ding, dong (Saih Wargasari)
Pada tahun 2011 tuning Gamelan Salukat diubah menjadi 4 dimensi panjang pendek getaran (frekuensi) yang berbeda, terutama yang paling menonjol pada instrumen Pemade dan Kantilan, sedangkan pada instrumen Jegog dan Jublag hanya terbagi atas 2 frekuensi sehingga lebih terdengar seperti umbang isep Gamelan Bali pada umumnya. Terjadi pengecualian pada Instrumen reyong yang menggunakan skala pokok pada Gamelan ini. Setelah tuning sistem Gamelan Salukat diubah, lalu Dewa Alit menciptakan sebuah komposisi musik yang berjudul “Genetik” yang terinspirasi dari eksplorasi sistem bunyi.
Tahun 2016 tercipta komposisi musik yang berjudul “Ngejuk Memedi”. Pada karya musik tersebut, tuning sistem Gamelan Salukat kembali di ubah. Sistem nada pada gamelan ini berevolusi menjadi 2 skala(scale) atau saih di dalam satu barung gamelan. Jadi dapat disimpulkan pada sepasang pemade dan sepasang kantilan memiliki skala sama (skala pokok), dan sepasang pemade dan sepasang kantilan lainya adalah instrumen chord atau harmoni dari instrumen skala pokok. Hal yang sama juga terdapat pada instrumen reyong yang ditambah menjadi 2 tungguh dengan 2 skala berbeda serta jublag, dan jegog yang juga berisikan 2 skala yang berbeda. Jadi sangat jelas sistem tuning terbaru pada Gamelan ini terdapat konsep harmoni didalamnya, sehingga ada keterkaitan nada didalam satu barungannya yang menjadikan Gamelan ini memiliki harmoni yang bersifat eksperimental. Perubahan tuning sistem yang terbaru ini menghasilkan 3 pertemuan Nada atau “umbuk”(istilah jawa) sehingga gamelan yang awalnya memiliki 7 nada berbeda, kini Gamelan Salukat Memiliki 11 nada berbeda dengan 3 nada yang bertemu.
Gamelan Salukat diciptakan karena kepentingan kebutuhan komposisi dan ketertarikan Dewa Alit akan sebuah tantangan. Menurut beliau, pemain dan komposer akan memiliki tantangan dalam menghidupkan gamelan ini, karena banyaknya nada-nada yang akan menghasilkan sesuatu yang terdengar baru, baik itu berupa harmoni yang bersifat eksperimental dan bagaimana cara dalam mengkomposisikannya menjadi sebuah karya. Disamping itu juga akan ada tantangan dalam memainkanya karena sistem permainannya akan ber-evolusi menjadi suatu hafalan yang akan membuat kinerja otak akan menjadi lebih bagus dan sangat baik untuk melatih konsentrasi. Jadi identitas Gamelan Salukat sangatlah jelas sebagai sebuah gamelan eksperimental, memiliki tantangan bermain, banyak tantangan berkomposisi sehingga baik untuk kinerja otak .
Keberadaan Gamelan Salukat sempat dimuat dalam beberapa artikel yag terkait dengan keberadaan teori musik baru. Pada bulan September tahun 2017 artikel mengenai Gamelan Salukat ditulis sebagai “New Persepective of Music” di Washington DC di (Amerika Serikat), dan sebuah artikel yang berjudul “Ubud Now and Then” oleh Michael Tenzer yang memang banyak membuat tulisan ataupun penelitian tentang Gamelan Bali. Keberadaan gamelan baru yang berasal dari ide baru yang eksperimental ini sayangnya tidak terlalu diminati peneliti lokal bahkan beliau juga sangat menyayangkan hal ini.
Barungan Gamelan Salukat versi terbaru tersusun atas beberapa instrumen yang terdiri dari:
2 Tungguh Pemade skala(Scale) pokok yang bilahnya berjumlah 14 bilah
2 Tungguh Pemade skala chord (skala harmoni)yang bilahnya berjumlah 14 bilah
2 Tungguh Kantilan skala(Scale) pokok yang bilahnya berjumlah 14 bilah
2 Tungguh Kantilan skala chord (skala harmoni)yang bilahnya berjumlah 14 bilah
1 Tungguh Reyong skala(Scale) pokok
1 Tungguh Reyong skala chord (skala harmoni)
2 Tungguh Jublag
2 Tungguh Jegog
2 Buah Kempur
5 Buah Gong
1 Buah Kajar
1 Buah Kempli
1 Buah Ceng-ceng ricik
Beberapa kendang yang terdiri dari kendang gegupekan beserta kendang cetut, beberapa kendang jedugan dan beberapa kendang pelegongan
Pada Karya Ngejuk Memedi, instrumen reyong pada Gamelan Salukat yang yang semula hanya 1 tungguh, ditambah menjadi 2 tungguh dengan dua skala berbeda seperti yang dijelaskan sebelumnya.
info diperoleh dari wawancara langsung bersama I Dewa Ketut Alit pada 13 Januari 2018