Sanghyang Dedari
Om swastiastu
Tulisan ini berdasarkan rekomendasi dari teman facebook yaitu Komang Arya dari karangasem untuk mengulas tari sakral sanghyang dedari, terimakasih masukanya.
Shang hyang dedari merupakan tarian sacral yang dipentaskan sebagai tarian wajib pada sebuah ritual keagamaan.
Tarian shang hyang dedari disebut sacral karena tarian ini di lakukan pada saat penari sedang dalam keadaan “kerawuhan” atau kerasukan.
Berbeda dengan tarian dengan nama sejenis seperti tari sanghyang jaran, sanghyang bojog atau pun sanghyang janger maborbor yang mengamuk dan berapi-api, tarian shanghyang dedari ini sangat lembut seperti halnya tarian legong sehingga tarian ini juga merupakan seni pertunjukan sacral yang indah.
Tarian Sanghyang “dedari” memiliki makna bidadari, tarian ini tersebar di berbagai daerah seperti bangli, badung dan dari desa bona, blahbatuh, gianyar.
Asal Mula Tarian Sanghyang Dedari Desa Bona
Sejarah awal mula tarian ini khususnya yang berasal dari desa bona, blahbatuh, gianyar diserang wabah penyakit yang diderita oleh warga, wabah yang begitu cepat dan sulit diobati,
Konon, ada beberapa anak-anak gadis bermain di seputaran pura puseh yang pada saat itu baru usai “piodalan” atau upacara agama, mereka bermain sambil bernyanyi-nyanyi lagu shanghyang.
Seorang gadis lalu menari mengikuti irama nyanyian sanghyang, tanpa sadar gadis itu kerawuhan atau kemasukan.
Melihat kejadian ini wargapun memutuskan untuk nangiang atau mensakralkan tarian sanghyng dedari dengan harapan wabah penyakit hilang dan tidak kembali mewabah desa.
Ritual Tarian Sanghyang Dedari
Tarian ini ditarikan oleh gadis-gadis cilik dalam hal ini karena gadis-gadis yang belum akil balik atau dewasa masih dianggap masih suci secara skala.
Tarian ini diawali dengan dua orang penari yang duduk di tengah prosesi upacara, kemudian akan dinyanyikan irama berlaraskan slendo dan pelog atau gending (nyanyian) shanghyang dedari.
Penari lalu memejamkan mata, dan hanyut dalam gending sanghyang lalu pinsan ini berarti penari sudah kerawuhan atau kesurupan.
Dalam kedaan kerawuhan ini penari ini kemudian di kenakan kostum berupa gelungan, pakaian tari dan kepet atau kipas tari.
Kemudian para penari dipundut atau dipikul dengan bahu sambil terus diiringi dengan gending sanghyang dan gamelan palegongan, para gadis ini menari-nari dengan mata terpejam sambil dipikul di bahu dan melompat ke tanah yang berarti tarian sudah usai.