SEJARAH GAMBELAN GONG KEBYAR DI DESA AKAH
Awal mula adanya instrument Gambelan Gong Kebyar di Desa AKAH, Berawal dari suatu perkumpulan ( sekhe ) pada tahun 1972.Dimana perkumpulan ini,hanyalah beranggotakan lima belas sampai dua puluh orang.Pada saat itu hanya mempunya instrument Gambelan Mini,Yaitu :
– 2 Tungguh Gangsa
– 2 Tungguh Kantilan
– 2 Tungguh Jublag
– 1 Tungguh Ugal
– Reong
– Gong Lanang,Wadon
– Klenong
– Ceng-ceng Kopyak 4 Cakep
– Ceng-ceng Ricek
– Tawa-tawa
– Kempli
– Kendang Jedugan 1 Pasang
– Kendang Krumpung 1 pasang
Pada saat itu,perkumpulan itu belum menjadi SEKHE DESA,melainkan masih sebagai SEBUNAN ( sekhe yang terdapat di 1 wilayah ).Setelah itu Pada tahun 1980,Bendesa DESA AKAH yaitu I MADE KASTA, menyarankan tiap Banjar Harus ada 5 Orang pengayah untuk menjadi penabuh di DESA, dan di jadikan sebagai Sekhe Desa,dengan luput ( tidak kena beban ) di Banjar masing-masing,dengan ketentuan ngayah tiap Piodalan Di Pura-pura Desa,ataupun kegiatan-kegiatan yang ada di Desa. Maka dengan itu Sekhe / Perkumpulan yang dulu,sejak saat itu di gabungkan ke Sekhe Desa,Dan menjadi Sekhe Inti di DESA AKAH.Gambelan yang sudah ada yaitu Gambelan mini tersebut,di tukar tambah di Desa Tihingan Klungkung,oleh Bendesa Adat,menjadi sebuah instrument Gambelan Gong Kebyar yang lengkap.Dan juga Sejak saat itu Dibentuk pengurus Sekhe,dan sampai sekarang tetap berjalan.
Fungsi dan Perkembangan Nya
Gambelan Gong Kebyar yang ada di Desa AKAH,tidak lah hanya di pergunakan dalam yadnya atau pun acara-acara yang terdapat di Desa,melainkan juga ada beberapa masyarakat yang mengupah ( menyewa ) untuk kegiatan Upacara di Rumah atupun di Kantor-kantor Daerah.
Perkembangan nya sekarang sangat lah bagus. Di mana,sekarang sudah di bentuk suatu perombakan dengan membuat penabuh Wanita,Anak-anak,dan juga penabuh Remaja,yang di mana banyak menumbuhkan bibit penabuh yang bisa menjadi penerus di Desa AKAH,dan Bisa menjadi Kebanggaan di Desa.Para penabuh di Desa AKAH sering juga mewakili Kabupaten Dalam PKB,dan juga Ngayah- ngayah keluar BALI,seperti ke Lumajang.
FROPIL SENIMAN TARI TOPENG I GEDE KORSA
Di Bali terdapat beberapa aspek pokok yang sangat berkaitan erat dan sangat mendarah daging dengan masyarakat BALI, yaitu Seni, Budaya dan Agama. Perkembangan Seni pada kehidupan masyarakat BALI merupakan sesuatu yang lahir dari interaksi masyarakat itu sendiri. Hasil Kebudayaan dituangkan baik melalui aktifitas Seni Tari, Karawitan, maupun Seni-seni yang lain, yang dimana semua itu merupakan suatu aspek dari kehidupan beragama masyarakat BALI
Melihat itu, I GEDE KORSA sebagai seniman Tari Topeng yang lahir pada tahun 1937,yang bertempat tinggal di Desa AKAH,Banjar Gingsir,Klungkung.Pekak KORSA,begitu sapaan yang sering terdengar dari para teman – teman seniman nya.Peranan nya sebagai seniman,tidak lepas untuk slalu menyiapkan tenaga untuk ngayah- ngayah di pura-pura sebagai penari Baris Gede,penari Topeng,Mapang Barong,dan juga sebagai Pengurus kesenian di Desa AKAH.Selain itu juga Pekak Korsa,juga ngajar nari di rumah nya,yang di bantu oleh cucu nya,Agus Adnya,yang juga pelaku seni. Semua itu di lakukan demi ajeg nya Budaya BALI.karna hanya dengan melakukan tindakan nyata serta pengabdian yang tulus iklas dan dengan di dasari oleh Seni, Budaya,Agama,dan Pariwisata,BALI akan dapat terus berkembang.
Terlahir dari keluarga yang amat sederhana,yang Pekak Korsa,sering di panggil tidak berdiam saja dalam kecintaan saya dengan Seni Budaya BALI baik di tingkat lingkungan tempat tinggal,sampai Nasional. Adapun yang sudah saya lakukan antara lain, membuat beberapa perlengkapan Pitra Yadnya seperti,Bade,Singa,Lembu,dan bermacam – macam lagi,dan menarikan berbagai jenis tarian BALI.
Memang semua itu di dasari dengan kecintaan saya terhadap kesenian BALI,dan dengan penuh rasa pengabdian dan tanggung jawab terhadap kelangsungan dan ajeg nya Seni Budaya BALI dan perkembangan Pariwisata.Itu semua bisa dilihat dari aktifitas berkesenian saya secara nyata di lingkungan Desa tempat tinggal saya.
Tutur’ Kak Korsa……………
Membangun Bali yang Hijau dan Sejahtera
Oleh I Ketut Wiana
Trini chandamsi kavayo viyatire.
Puru upam darsatam visvacaksanam
Apo vata osadhayastani
Ekasmin bhuvana arpitani.
(Atharvaveda XVIII.I. 17).
Maksudnya: Orang bijaksana memelihara dan melindungi tiga benda yang utama menutupi alam semesta terutama bumi ini. Bentuknya berbeda-beda tetapi saling melengkapi. Tiga benda utama itu adalah air (apah), udara (vata) dan turnbuh-tumbuhan bahan makanan dan obat-obatan (ausadha). Tiga benda ini tersedia di setiap dunia sebagai sumber kehidupan.
Membangun Bali yang Hijau dan Sejahtera
Oleh I Ketut Wiana
Trini chandamsi kavayo viyatire.
Puru upam darsatam visvacaksanam
Apo vata osadhayastani
Ekasmin bhuvana arpitani.
(Atharvaveda XVIII.I. 17).
Maksudnya: Orang bijaksana memelihara dan melindungi tiga benda yang utama menutupi alam semesta terutama bumi ini. Bentuknya berbeda-beda tetapi saling melengkapi. Tiga benda utama itu adalah air (apah), udara (vata) dan turnbuh-tumbuhan bahan makanan dan obat-obatan (ausadha). Tiga benda ini tersedia di setiap dunia sebagai sumber kehidupan.
UPAYA menjaga kesuburan tanah Bali telah dilakukan sejak zaman dulu. Dalam Lontar Manawa Swarga 18 pada zaman kerajaan dahulu ada dinyatakan bahWa; barang siapa yang menebang pohon tanpa izin raja dihukum denda lima ribu uang kepeng. Ada juga salah satu desa pakraman di Bali pada zaman dahulu yang memiliki awig-awig yang menetapkan bahwa: barang siapa yang menebang pohon tanpa izin Bendesa akan dikutuk agar kepalanya botak.
Tentunya yang dimaksud botak di sini adalah gunung atau bukit. Kalau gunung atau bukit itu gundul maka akan sangat berbahaya bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan. Demikian juga berbagai hari raya Hindu di Bali banyak yang berfungsi untuk memotivasi umat Hindu untuk menjaga kesejahteraan alam yang dalam Sarasamuscaya 135 disebut bhuta hita. Bhuta artinya alam yang dibangun oleh lima unsur alam yang disebut Panca Maha Bhuta. Kata hita artinya sejahtera.
Dengan demikian bhutahita artinya mengupayakan kesejahteraan alam sebagai sumber kehidupan semua makhluk hidup. Karena itu pengertian bhuta yadnya dalam Lontar Agastya Parwa sebagai upaya untuk melestarikan tumbuh-tumbuhan (bhutayadnya ngaran tawur muang kapujang ring tuwuh).
Upaya Pemda Bali di bawah pimpinan Gubernur Bali Made Mangku Pastika untuk membangun Bali sebagai pulau yang hijau (green island) dan juga pulau organic sebagai salah satu bentuk program Bali Mandara sudah sangatlah tepat. Karena amat sesuai dengan konsep pustaka suci Hindu dan juga tradisi Hindu yang sudah berlangsung sejak dahulu. Unsur alam yang paling nampak melapisi bumi ini adalah Tri Chanda yaitu vata (udara), apah (air) dan ausada yaitu tumbuh-tumbuhan bahan makanan dan obat-obatan. Tiga lapisan bumi ini wujudnya berbeda-beda, tapi ia saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya agar semuanya dapat berfungsi dengan sempurna.
Tanah tidak akan berfungsi sebagai tempat menunbuhkan tumbuh-tumbuhan apa bila tidak ada air masuk ke dalam tanah tersebut. Demikian juga kalaupun ada tanah yang gembur dan air mengalir dengan cukup kalau udaranya kotor dan panas melebihi ambang batas, maka tumbuh-tumbuhan itupun tidak akan dapat tumbuh dengan sempurna.
Demikianlah tiga selubung bumi yang disebut Tri Chanda ini berbeda-beda bentuk dan fungsinya tetapi saling melengkapi. Eksistensi Tri Chanda tersebut harus dijaga dan dilindungi oleh mereka yang bijaksana. Dewasa ini ketiga lapisan selubung bumi tersebut eksistensinya di Bali banyak mengalami gangguan.
Misalnya air banyak yang habis ke laut dan yang masih mengalir di daratan sudah tercemar oleh kecerobohan ulah manusia. Hutan yang semakin langka pohon tanem tuwuh semakin hilang tanpa pengganti. Semakin banyak lahan dibangun bangunan yang menyingkirkan pohon-pohonan di daratan. Pohon-pohonan di hutan banyak yang ditebangi untuk memenuhi kebutuhan sesaat untuk hidup mewah.
Dengan demikian hutan menjadi semakin gundul. Salah satu fungsi hutan adalah menjadi waduk alam yang mampu menampung milyaran kubik air untuk menghidupi mata air untuk disalurkan memenuhi berbagai kebutuhan hidup dimuka bumi Bali ini. Melindungi pohon-pohonan di muka bumi Bali baik yang ada di hutan maupun diluar hutan menjadi semakin penting untuk menjadikan Bali sebagai pulau hijau atau green island. Tanah dewasa ini banyak dilapisi beton atau ditutup dengan paving sehingga air mengalami kesulitan masuk ke tanah.
Karena itu membuat aturan tertulis agar pekarangan rumah, kantor, bangunan umum dan sosial keagamaan wajib dibuatkan sarana penampung air seperti biofori dan dalam bentuk yang lain. Sarana itu agar berfungsi untuk “memanen” air di musim hujan. Jangan dibiarkan air terbuang ke laut sia-sia. Kalau dibiarkan seperti sekarang ini air di Bali akan semakin langka di Pulau Dewata ini.
Demikian juga tanah Bali wajib dilindungi lebih serius oleh semua pihak dengan perencanaan yang benar dan tepat. Salah satu fungsi tanah adalah sebagai lahan tumbuhnya tumbuh-tumbuhan. Kalau tanahnya itu semakin sempit untuk menumbuhkan tumbuh-tumbuhan tentunya akan menimbulkan akibat negative pada air dan juga udara. Salah satu fungsi tumbuh-tumbuhan di samping sebagai bahan makanan dan obat-obatan juga sebagai pembersih udara.
Karena itu udara yang berhembus dari hutan yang rindang ke tempat pemukiman udara yang bersih. Karena itu dalam Lontar Bhuwana Kosa VIII.2 dinyatakan bahwa daun, air dan tanah sebagai sarana pembersihan atau patra sauca, jala sauca dan pertiwi sauca. Tanah atau pertiwi dalam Atharva Veda V.25.5 ada dinyatakan bahwa perpaduan antara tumbuh-tumbuhan yang rindang dengan matahari yang bersinar terang akan terbangun atmosfir yang menyenangkan.
Dalam Atharva Veda VIII.2.25 juga dinyatakan bahwa manusia dan mahluk hidup lainnya akan hidup dengan selamat apabila kebersihan atmosfir dipelihara dengan sungguh-sungguh untuk menjaga tegaknya kehidupan. Dalam Atharva Veda VIII.7.1O ada dinyatakan bahwa; tumbuh-tumbuhan yang rindang dan subur akan membersihkan atmosfir yang beracun.
Dari berbagai sumber pustaka suci Hindu itu membangun Bali sebagai pulau yang hijau atau green island adalah suatu langkah yang amat benar dan tepat. Karena itu masyarakat Bali dan umat Hindu khususnya marilah tingkatkan upaya nyata bersama pemerintah Bali untuk berbuat nyata membangun Bali menjadi green island, pulau organic untuk menjaga kemurnian tanah tidak dipaksakan kesuburannya dengan pupuk kimia. Pupuk kimia akan menyuburkan tanah Bali untuk sementara saja. Selanjutnya kita akan mewariskan tanah gersang yang tidak menumbuh-suburkan tanaman dengan cara alami. [dimensi – balipost minggu – 25 april 2010]. |
Nama banjar saya Br gingsir,yang beralamatkan di DESA AKAH,Klungkung.dimana luas wilayah nya kira-kira 259 M2
Di banjar saya mimiliki organisasi,kelompok pemuda,ibuk-ibuk PKK,dan Tempekan/pembagian anggota banjar.Di banjar gingsir ini,saya juga mendirikan sanggar seni untuk anak-anak,dimana disini saya mengajar seni tari dan seni tabuh.sudah banyak ifen-ifen lomba yang anak-anak sanggar saya ikuti,mewakili banjar Gingsir,pada saat lomba-lomba di Kabupaten Klungkung.
BIODATA
Nama : I KOMANG AGUS ADNYA SUANTARA
Tempat / Tgl lahir : Akah, 6 April 1988
Alamat : Br. Gingsir, Desa AKAH / Klungkung
Agama : Hindu
Status : Belum Kawin
Pendidikan : 1. SD, Tamat Tahun 2000
2. SMP, Tamat Tahun 2003
3. SMA, Tamat Tahun 2006
Pekerjaan : Pembina Seni di Yayasan WAY ART
Community
Kegiatan / Organisasi : 1. Duta Pemuda BPAP
( Bakti Pemuda Antar Propinsi ) ke Propinsi
Maluku Utara, Tahun 2009 di Kelurahan
Mareku, Kecamatan Tidore Utara,
Kota Tidore Kepulauan
2. Pembina Baleganjur Anak – Anak
Yowana Candra Kusuma,
Desa AKAH Klungkung
3. Pembina Pusat Kegiatan Belajar Seni
WIDYA WIJAYA Kedonganan / Kuta
4. Pembina Seni Tari dan Karawitan di sanggar
Seni Garuda Wisnu Kencana Culture Park
( GWK ), Jimbaran-Bali
5. Pembina Seni Tari dan Ukir di Yayasan
WAY ART Commonity, untuk Anak–Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK)
6. Pembina Kesenian di Desa Akah
7. Pembina Tari dalam acara
NATIONAL SAI CONVENTION &
EXHIBITION
8. Peserta Workshop Seni Sakral di Hotel
Taman Wisata Denpasar, pada tanggal
31 Desember 2006
Di Bali terdapat beberapa aspek pokok yang sangat berkaitan erat dan sangat mendarah daging dengan masyarakat BALI, yaitu Seni, Budaya dan Agama. Perkembangan Seni pada kehidupan masyarakat BALI merupakan sesuatu yang lahir dari interaksi masyarakat itu sendiri. Hasil Kebudayaan dituangkan baik melalui aktifitas Seni Tari, Karawitan, maupun Seni-seni yang lain, yang dimana semua itu merupakan suatu aspek dari kehidupan beragama masyarakat BALI
Melihat itu, I KOMANG AGUS ADNYA SUANTARA, sebagai generasi penerus Seniman muda BALI, tidak berdiam saja. Yang terlahir dari orang tua yang sederhana, yang juga pecinta Seni, dan didikan keras dari Kakeknya, I GEDE KORSA, Seniman Topeng. Dari ayah I NENGAH SUPARSA, pande besi, serta Ibu, NI LUH SULASMI, yang juga pelaku Seni makidung, macepat, dan sastra lainnya. Dan adik dari kakak, Ni KADEK AYU SUANTARI, yang sekarang sebagai Pembina sanggar seni tari.Gusmang,begitu sapaan yang sering terdengar dari para teman – teman seniman nya,yang kini sedng mengembangkan kreatifitas nya di berbagai tempat seperti,di GWK,Yayasan WAY ART Community,dan pusat belajar Seni WIDYA WIJAYA Kedonganan / Kuta.
Peranannya sebagai Seniman muda,tidak lepas untuk slalu menyiapkan tenaga untuk ngayah – ngayah di Pura-pura,sebagai penari Baris Gede,Topeng Bondres,Juru Bapang Barong di Pura tempat tinggal nya.Selain itu juga,ada acara manggung rutin dengan anak – anak ABK Yayasan WAY ART Community di Garuda Wisnu Kancana Cullture Park ( GWK )pada hari slasa dan jumat sore,dan penari di restoran,Hotel yang di Nusa Dua BALI.
Semua itu di lakukan demi ajeg nya Budaya BALI.Karna hanya dengan melakukan tindakan nyata serta pengabdian yang tulus iklas dan dengan di dasari oleh Seni, Budaya,Agama,dan Pariwisat,BALI akan dapat terus berkembang.
Terlahir dari keluarga yang amat sederhana,Gusmang yang sering di panggil tidak berdiam saja dalam kecintaan saya dengan Seni Budaya BALI baik di tingkat lingkungan tempat tinggal,sampai Nasional.Kecintaan akan Seni Budaya sudah saya geluti mulai dari duduk di bangku sekolah dasar sampai saat skarang ini.Adapun yang sudah saya lakukan antara lain,Penabuh Gong Kebyar Anak-anak,membuat beberapa perlengkapan Pitra Yadnya seperti,Bade,Singa,Lembu,dan bermacam – macam lagi,dan menarikan berbagai jenis tarian BALI.
Oleh karena itu,dalam perkembangan kedewasaan saya sampai remaja saat ini,saya slalu mengemban berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan seni,Baik dalam kegiatan ngayah di Pura – pura,Peembina Seni ( Tari,Karawitan,Ukir )sampai pada akhirnya di tugaskan sebagai duta Pemuda antar Propinsi ke Maluku Utara.
Memang semua itu di dasari dengan kecintaan saya terhadap kesenian BALI,dan dengan penuh rasa pengabdian dan tanggung jawab terhadap kelangsungan dan ajeg nya Seni Budaya BALI dan perkembangan Pariwisata.Itu semua bisa dilihat dari aktifitas berkesenian saya secara nyata di lingkungan Desa tempat tinggal saya,maupun di tempat perantauan saya.
Pada kegiatan hari Puputan Klungkung yang di selenggarakan oleh pemkab Klungkung,saya turut berpartisipasi sebagai Pembina Tari,dan Tabuh dalam lomba baleganjur.Tentu nya dengan hasil yang memuaskan.Di tingkat Nasional,pada saat saya sebagai duta BALI ke Maluku Utara,sebagai peserta BPAP,saya juga dapat membuat Tarian Kecak Ramayana,dan Kecak itu yang pertama ada di Tidore Kepulauan,Maluku Utara.
Selain berperan serta dalam dunia Seni Tari,Karawitan,dan Ukir,saya juga mengikuti kegiatan – kegiatan seperti,mengikuti Workshop Seni Sakral yang di adakan di Hotel Taman Wisata Denpasar pada tanggal 31 Desember 2006,sebagai peserta lomba makidung,dan nyurat satra BALI.
Selain kegiatan tersebut di atas,kegiatan rutin yang saya lakukan saat ini yaitu,sebagai Pembina Tari dan Karawitan di Yayasan WAY ART Communyty,Pembina Seni di sanggar Garuda Wisnu Kancana