GAMELAN ANGKLUNG BALI UTARA

  1. Deskripsi

Gamelan Angklung adalah Gamelan khas Bali yang sering digunakan dalam prosesi atau upacara kematian. Disamping sebagai upacara kematian (Pitra Yadnya) gamelan ini juga sering dipergunakan dalam berbagai kegiatan upacara Dewa Yadnya maupun Manusa Yadnya. Dengan semakin berkembangnya kesenian di masyarakat, gamelan Angklung juga sering digunakan sebagai pengiring tari-tarian dan hiburan musik instrumental. Gamelan Angklung mempunyai dua jenis yaitu, Gamelan Angklung Bali Selatan dan Gamelan Angklung Bali Utara, dan mempunyai masing-masing perbedaan. Perbedaan Gamelan Angklung Bali Utara dan Gamelan Angklung Bali Selatan adalah banyak nadanya. Gamelan Angklung Bali Selatan menggunakan 4 (empat) nada dan Gamelan Angklung Bali Utara menggunakan 5 (lima) nada. Berdasarkan konteks penggunaan gamelan ini, materi tabuh yang dibawakan gamelan Angklung dapat dibedakan menjadi dua yaitu, Angklung Klasik yaitu tabuh Angklung yang dimainkan untuk mengiringi upacara atau tabuh Angklung tanpa tari-tarian . Dan Angklung Kebyar yaitu tabuh angklung yang dimainkan untuk mengiringi pegelaran tari-tarian maupun drama.

Perbedaan Gamelan Angklung di Bali utara dan Gamelan Angklung di Bali Selatan disamping Gamelan Angklung Bali Utara menggunakan 5 (lima) nada, Gamelan Angklung Bali Utara juga mempunyai bentuk Pelawah yang berbeda, yaitu bentuk pelawah yang lebih sederhana dibandingkan pelawah Angklung di Bali Selatan. Karena Angklung Bali Utara mempunyai 5 (lima) nada, hal ini membuat repertoar (komposisi lagu) gending-gendingnya mempunyai karakter tersendiri. Beberapa contoh repertoar (komposisi lagu) gending Angklung Bali Utara seperti, Asep Menyan, Capung Manjus, Dongkang Menek Biu, Guak Maling Taluh dan sebagainya.

  1. Sistem Laras

Gamelan Angklung Bali Utara maupun Angklung Bali Selatan adalah Gamelan yang menggunakan laras slendro.

  1. C. Periodisasi

Gamelan yang ada di Bali dapat ditinjiau dari periodisasi gamelan itu sendiri. Banyak jenis-jenis gamelan yang ada di Bali dan masing-masing gamelan mempunyai periodisasi. Periodisasi berarti pembabakan waktu yang berurutan sesuai dengan waktu kejadian. Periodisasi dalam Gamelan adalah urutan waktu dan penggolongan jenis-jenis gamelan yang ada di Bali. Periodisasi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) yaitu golongan tua , golongan madya, golongan baru.

Gamelan Angklung termasuk Gamelan Bali yang digolongkan sebagai gamelan golongan madya, karena kendang sudah masuk dalam gamelan tersebut dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam gamelan Angklung.

  1. Nama dan Jenis Instrumen Gamelan Angklung Bali Utara
  • Pemade dan Kantilan mempunhyai tugas yang sama yaitu untu membuat otek-otekan atau jalinan-jalinan pada sebuah lagu.
  • Jublag merupakan istrumen yang berdugas untuk memegang melodi, di samping membantu tugas Giying.
  • Jegogan merupakan instrumen yang bertugas untuk memberikan tekanan-tekanan pada suatu lagu.
  • Riong bertugas untuk membuat otek-otekan dan jalinan-jalinan lagu.
  • Cengceng bertugas memberikan tekanan dan sebagai pemersatu pukulan dan memperkaya ritme.
  • Kendang adalah istrumen yang bertugas sebgagai pemurba irama dan menentukan cepat lambatnya lagu sesuai dengan keinginan penabuh atau pemain gamelan.
  • Kajar adalah istrumen yang bertugas sebagai pemegang matra atau tempo.
  • Gong/kempur adalah istrumen yang menentukan bagian akhir suatu lagudan sering dikatakan sebagai finalis.
  • Suling adalah istrumen yang bertugas sebagai intrumen yang memberikan suasana halus atau manis dan juga membuat sausana tegang.

WAYANG LATA MAHOSADHI

  1. Latar Belakang

Gedung Pusat Dokumentasi Seni LATA MAHOSADHI adalah unit pelaksana teknis Institut Seni Indonesia Denpasar yang berfungsi untuk menunjang kegiatan akademik penelitian dan pengabdian masyarakat. Pusdok ini menangani koleksi perangkat keras cabang-cabang seni, guna memperluas dan memperdalam pengetahuan civitas akademika dan masyarakat.

Dipandang dari sudut etimologi, LATA MAHOSADHI terdiri dari dua kata yaitu LATA yang berarti tumbuh-tumbuhan dan MAHOSADHI berarti obat mukjizat. Dengan demikian, LATA MAHOSADHI merupakan tumbuh-tumbuhan sebagai obat penawar yang mukzijat. Nama tersebut diangkat dari epos Ramayana yang menggambarkan kasiat Lata Mahosadhi yang mampu menyembuhkan Laksamana dari ancaman kematian setelah tertusuk senjata Rahwana. Hanoman yang diperintahkan Rama untuk mencari tumbuhan obat tersebut merasa kebingungan untuk memilih diantara tumbuh-tumbuhan lainnya. Maka untuk dapat menyelamatkan jiwa Laksamana, Hanoman membawa sebuah gunung kehadapan Rama. Kemudian Rama memisahkan Mahosadhi dari tumbuh-tumbuhan lainnya untuk dipakai menyembuhkan Laksamana. Arti filsafat dari kata Mahosadhi ini memberikan makna bahwa kemjaraban pusat dokumentasi seni dalam beragam benda koleksi seni dapat menghilangkan kesusahan dan kejenuhan bagi pengunjung. Cerita tersebut divisualkan dalam sebuah relief batu padas yang berdiri di belakang pintu masuk pusat dokumentasi ini.

Relief adalah seni pahat dan ukiran 3 dimensi yang biasanya dibuat di atas batu. Bentuk ukiran ini biasanya pada bangunan candi, kuil, monumen dan tempat bersejarah kuno. Relief ini bisa merupakan ukiran yang berdiri sendiri maupun sebagai bagian dari panel relief yang lain, membentuk suatu seri cerita atau ajaran.

 

  1. Konsep Garapan

Secara konseptual, karya seni pewayangan ini dirancang sebagai koreografi lingkungan, dimana elemen-elemen wayang tradisi Bali digunakan dan dikembangkan secara kreatif ke arah karya yang artistik. Nilai artistik dari karya seni ini diharapkan juga mengemukakan dari konsep perbedaan karakter dari Rahwana, Rama, dan Hanoman. Konsep perbedaan masing-masing karakter ini, sangat ditonjolkan dengan mengoptimalkan ekspresi penari. Unsur olah suara vokal yang dilantunkan penari juga menjadi bagian keseluruhan konsep karya wayang ini.

  1. Judul

Karya koreografi lingkungan ini diberi judul “Lata Mahosadhi”. Lata yang berarti tumbuh-tumbuhan, dan Mahosadhi berarti obat mukjizat. Jadi Lata Mahosadhi adalah tumbuh-tumbuhan sebagai obat penawar yang mukjizat.

  1. Ide

Ide karya wayang ini mengeksplorasi relief dengan menghidupkan karakter tiga tokoh utama dalam cerita ini yaitu Rahwana, Rama, dan Hanoman.

  1. Tema

Tema dari karya wayang koreografi lingkungan ini adalah Kepahlawanan. Yaitu bagaimana kepahlawanan Rama dalam menegakkan kebenaran, dan kepahlawanan Hanoman dalam menjalankan tugasnya dengan tulus penuh semangat.

 

  1. Konsep Tata Cahaya

Tata cahaya karya tari ini bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan suasana dan dramatiknya.

  1. Konsep Iringan

Menggunakan musik campuran dari sejumlah musik gender wayang.

  1. Jumlah Penari

Karya wayang koreografi lingkungan ini dibawakan oleh satu orang yaitu dalang wayang sendiri.

  1. Tipe Tari

Karya tari ini bertipe pewayangan.

  1. Mode Penyajian

Penyajian karya tari koreografi lingkungan ini dapat disaksikan dari satu arah, yaitu dari arah depan secara tidak formal.

TARI KREASI BARU MAHADEWA PRALAYA NRETYA

  1. Latar Belakang

Salah satu  konsep agama Hindu Dharma di Bali, memuja adanya sembilan penguasa di setiap penjuru mata angin. Sembilan penguasa itu merupakan Dewa Siwa yang dikelilingi oleh Dewa Wisnu di utara, Dewa Sambu di timur laut, Dewa Iswara di timur, Dewa Maheswara di tenggara, Dewa Brahma di selatan, Dewa Rudra di barat daya, Dewa Mahadewa di barat, dan Dewa Sangkara di barat laut. Nawa Dewata (sembilan dewa) atau Dewata Nawa Sanga tersebut merupakan manifestasi dari Ida Sanghyang Widhi Wasa yang menjaga  keharmonisan jagat semesta.

Kisah Siwa sebagai dewa tertinggi, memiliki keanekaragaman dramatik dengan kandungan pesan moral yang universal dan kontekstual,  sangat ideal diungkapkan dalam seni pertunjukan. Salah satu penggambaran Dewa Siwa yang dihormati penganut agama Hindu di berbagai belahan dunia adalah sebagai Rudra yaitu sang pelebur. Dalam wujud yang menakutkan ini Dewa Siwa melebur segala sesuatu di alam semesta yang dianggap patut dimusnahkan atau didaur ulang dengan tujuan mengembalikan  kehidupan yang tenteram, damai, dan berkeadaban. Proses peleburan dan mewujudkan kembali harmoni jagat semesta itu dilakukan Dewa Siwa melalui tarian kosmisnya.

Tarian kosmis Dewa Siwa, melebur dan menciptakan kembali jagat semesta menyediakan ruang untuk digarap dalam seni tari.  Bagaimana Dewa Siwa dengan delapan dewa lainnya menjaga kedelapan penjuru mata angin, bagaimana Dewa Siwa mempralaya beragaman kejahatan yang merusak jagat semesta, dan bagaimana Dewa Siwa menciptakan kembali semesta alam dengan segala isinya, sangat menginpirasi, mengundang stimulasi estetik serta interpretasi artistik, untuk diejawantahkan dengan sebuah konstruksi seni tari.

  1. Konsep Garapan

Secara konseptual, karya seni tari ini dirancang sebagai tari kreasi, dimana elemen-elemen tari tradisi Bali digunakan dan dikembangkan secara kreatif ke arah karya yang artistik. Nilai artistik dari karya seni ini diharapkan juga mengemukakan dari konsep perbedaan karakter warna dari Nawa Dewata. Konsep perbedaan masing-masing karakter ini, selain mengoptimalkan ekspresi penari, juga dirancang dengan menggunakan topeng (tapel). Konsep tari ini dirancang menggunakan properti sebuah instrument musik tiup dan instrument musik gesek yang dibawakan langsung oleh penari. Unsur olah suara vokal yang dilantunkan penari juga menjadi bagian keseluruhan konsep karya tari ini.

  1. Judul

Karya cipta tari ini diberikan judul “Mahadewa Pralaya Nrthya”. Mahadewa adalah sebutan kehormatan kepada Dewa Siwa sebagai dewa tertinggi. Pralaya berarti kiamat ketika Siwa berwujud Rudra sebagai dewa pelebur. Sedangkan nrthya bermakna tarian. Jadi Mahadewa Pralaya Nrthya adalah ketika Dewa Siwa menari kosmis melebur jagat semesta untuk menciptakan kembali ketenteraman dan kedamaian kehidupan.

  1. Ide

Ide karya tari ini mengemukakan dari fenomena kehidupan di seluruh dunia yang belum memberikan  kedamaian kepada umat manusia. Perang antar negara atau perang dalam satu negara mengancam ketenteraman hidup. Berpijak dari fenomena tersebut, tercetus keinginan mengekspresikan pandangan terhadap masa depan dunia yang lebih menyejukkan dalam ungkapan seni tari. Kisah-kisah mitologi Dewa Siwa mimiliki pesan moral yang universal dan kontekstual jika dikaitkan dengan fenomena peperangan yang saling memusnahkan dalam sepanjang sejarah kehidupan manusia di atas bumi ini. Untuk membingkai karya tari ini dipilihlah lakon Siwa Rudra, ketika Siwa mempralaya jagat semesta.

  1. Tema

Introspeksi adalah tema yang jadi benang merah karya tari ini.  Melalui kisah peleburan dan penciptaan kembali jagat semesta oleh Dewa Siwa, segenap umat manusia, masyarakat, dan negara untuk selalu menjaga perdamaian dengan berintrospeksi. Kesadaran instrospektif dalam mengawal kedamaian hidup ini digugah melalui karya tari ini untuk dijadikan spirit kerukunan, termasuk bagi bangsa Indonesia yang berbhineka tunggal ika.

  1. Konsep Gerak

Karya tari ini digarap dengan semangat kreativitas melalui orientasi gerak-gerak seni tradisi Bali. Namun, mengingat cerita ini melukiskan tokoh-tokoh  dewa, unsur gerak yang bersumber dari khasanah religius akan diadopsi secara styilistik. Beberapa gerak mudra pendeta dalam ritual agama Hindu di Bali akan diolah dalam ungkapan estetik.

  1. Konsep Tata Busana

Rancangan tata busana garapan ini mengacu pada busana tradisi pewayangan yang dikembangkan. Secara konseptual tata busananya akan berlangsung secara bongkar pasang di tengah arena pentas. Begitu juga topeng yang digunakan disiapkan di atas panggung.

  1. Konsep Tata Cahaya

Tata cahaya karya tari ini bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan suasana dan dramatiknya. Lampu-lampu yang berfungsi khusus seperti lampu sorot misalnya akan digunakan dalam tari ini.

  1. Konsep Iringan

Karya tari ini menggunakan gamelan Selonding, gamelan golongan tua yang banyak dijumpai di desa-desa Bali Aga. Karakternya yang hening dan ritualistik kiranya cocok diekplorasi untuk iringan tari ini. Unsur vokal yang akan digunakan dalam tari ini  diberi ruang oleh ketersediaan larasnya yaitu pelog tujuh nada.

  1. Jumlah Penari

Tari ini dibawakan oleh beberapa penari yang ditunjukan sebagai tokoh dalam cerita tersebut.

  1. Tipe Tari

Karya tari ini bertipe tari kelompok.

  1. Mode Penyajian

Penyajian tari ini adalah di panggung prosenium, dimana penonton menyaksikannya dari arah depan.

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!