Apr
08
2018
0

Ogoh – Ogoh Sang Purusadha Banjar Abiantimbul Desa Pemecutan Kelod Kecamatan Denpasar Barat

PENDAHULUAN
Hari Raya Nyepi merupakan hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap Tahun Baru Saka. Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Dimana pada hari ini umat hindu melakukan atau mengadakan Semadhi pembersihan diri lahir batin. Pembersihan atas segala dosa yang sudah diperbuat selama hidup di dunia dan memohon pada yang Maha Kuasa agar diberikan kekuatan untuk bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik dimasa mendatang . Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit. Hari Raya Nyepi jatuh pada hitungan Tilem Kesanga ( Kesembilan ) yang diyakini saat baik untuk mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan dipercayai merupakan hari penyucian para dewa yang berada dipusat samudra yang akan datang kedunia dengan membawa air kehidupan (amarta ) untuk kesejahteraan manusia dan umat hindu didunia.
Jika kita renungi secara mendalam perayaan Nyepi mengandung makna dan tujuan yang sangat dalam dan mulia. Seluruh rangkaian Nyepi merupakan sebuah dialog spiritual yang dilakukan umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis sehingga ketenangan dan kedamaian hidup bisa terwujud. Mulai dari Melasti/mekiis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung adalah dialog spiritual manusia dengan Alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang telah disucikan. Tawur Agung dengan segala rangkaiannya adalah dialog spiritual manusia dengan alam sekitar dan ciptaan Tuhan yang lain yaitu para bhuta demi keseimbangan bhuana agung dan bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara diri sejati (Sang Atma) umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam diri manusia ada atman (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa). Dan Ngembak Geni dengan Dharma Shantinya merupakan dialog spiritual antara kita dengan sesama. Sehingga melalui Perayaan Nyepi, dalam hening sepi kita kembai ke jati diri (mulat sarira) dan menjaga keseimbangan/keharmonisan hubungan antara kita dengan Tuhan, Alam lingkungan (Butha) dan sesama sehingga Ketenangan dan Kedamaian hidup bisa terwujud.
Ada beberapa upacara yang diadakan sebelum dan sesudah Hari Raya Nyepi:
– Upacara Melasti
Selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis, dihari ini, seluruh perlengkapan persembahyang yang ada di Pura di arak ke tempat tempat yang mengalirkan dan mengandung air seperti laut, danau dan sungai, karena laut, danau dan sungai adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di dalam diri manusia dan alam.
– Tawur Agung
Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada “tilem sasih kesanga” (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Butha Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Panca Sata (kecil), Panca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Butha Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.
Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Butha Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.
– Puncak Acara Nyepi
Keesokan harinya, yaitu pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan “Catur Brata” Penyepian yang terdiri dari
Amati Geni: Tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu.
Amati Karya: Tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani.
Amati Lelungan: Tidak berpergian melainkan mawas diri,sejenak merenung diri tentang segala sesuatu yang kita lakukan saat kemarin , hari ini dan akan datang.
Amati Lelanguan: Tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusat. Pikiran terhadap Sang Hyang Widhi Brata ini mulai dilakukan pada saat matahari “Prabata” saat fajar menyingsing sampai fajar menyingsing kembali keesokan harinya, selama (24) jam.
Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi. Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan)), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin). Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.
– Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada “pinanggal ping kalih” (tanggal 2) sasih kedasa (bulan kesepuluh). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.
Menurut tradisi, pada hari Nyepi ini semua orang tinggal dirumah untuk melakukan puasa, meditas dan bersembahyang, serta menyimpulkan menilai kwalitas pribadi diri sendiri. Di hari ini pula umat Hindu khususnya mengevaluasi dirinya, seberapa jauhkah tingkat pendekatan rohani yang telah dicapai, dan sudahkah lebih mengerti pada hakekat tujuan kehidupan di dunia ini.
Seluruh kegiatan upacara upacara tersebut di atas masih terus dilaksanakan, diadakan dan dilestarikan secara turun menurun di seluruh kabupaten kota Bali hingga saat ini dan menjadi salah satu daya tarik adat budaya yang tidak ternilai harganya baik di mata wisatawan domestik maupun manca negara.

DESKRIPSI OGOH – OGOH
STT Yowana Sawitra Banjar Abiantimbul tahun ini membuat ogoh – ogoh yang berjudul Sang Purusadha. Disini Sang Purusadha diceritakan akan menghaturkan 100 raja untuk dijadikan korban kepada Sang Hyang Kala agar Sang Purusadha bisa sehat kembali. Sang Purusadha mulai menangkap satu persatu para raja hingga berjumlah 99 orang, namun Sang Hyang Kala memerintahkan agar berjumlah 100 orang raja. Diperintahkanlah Sang Purusadha untuk mempersembahkan sang Sutasoma sebagai korbannya, dan Sang Purusadha pun menggempur sutasoma. Pada Saat pertempuran berlangsung, Sang Purusadha pun berubah menjadi raksasa yang sangat besar, memiliki kesaktian yang luar biasa, tangan lebih dari dua. Sutasoma pun tidak bisa dikalahkan karena memiliki ajaran budhapaksa atau tidak melawan sehingga seluruh senjata yang mengenai tubuh sutasoma berubah menjadi bunga. Pada akhirnya sang Purusadha tidak bisa menaklukan sang sutasoma. Karena merasa kasihan Sutasoma bersedia menyerahkan diri kepada Sang Hyang Kala dan Sang Hyang Kala pun langsung berubah menjadi naga besar. Dengan cepat sang sutasoma pun di lahap oleh naga besar tersebut dan tiba – tiba setelah melahap, perut naga tersebut sakit dan tidak bisa menelan Sutasoma, dikarenakan kesaktian yang dimiliki sutasoma. Setelah kejadian tersebut dengan tenang dan bijaksana Sutasoma memberikan wejangan tentang pemahaman Siwa Budha atau Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua. Itulah sedikit gambaran tentang cerita sang purusadha yang ingin diungkapkan melalui karya seni ogoh – ogoh.
Pencetus awal ogoh – ogoh sang purusadha ini yaitu ketua STT nya sendiri yaitu I Gede Hardiyana Putra, SH , dan dibantu oleh beberapa pemuda – pemuda yang ada. Awal proses pembuatannya yaitu pada tanggal 16 januari 2018 dan berakhir pada tanggal 15 maret 2018 ( H-1 ). Proses pembuatannya pun banyak mengalami kendala, seperti pemuda yang tidak pernah membantu ke banjar, sampai kekurangan bahan atau kekurangan inspirasi. Kendala itupun berlanjut hingga akhirnya ogoh – ogoh selesai pada H-1 pengerupukan. Menurut sang penulis, kendala itu semakin besar dan berlanjut karena arsitek ogoh – ogoh tersebut tidaklah mahir dalam membuat karya seni berupa ogoh – ogoh dan akhirnya tidak sesuai dengan harapan.

BALEGANJUR YANG MENGIRINGI
Istilah Baleganjur berasal dari kata Bala dan Ganjur. Bala berarti pasukan atau barisan, ganjur berarti berjalan. Jadi Balaganjur yang kemudian menjadi Baleganjur yaitu suatu pasukan atau barisan yang sedang berjalan, yang kini pengertiannya lebih berhubungan dengan sebuah barungan gamelan. Gamelan Baleganjur pada awalnya difungsikan sebagai pengiring upacara ngaben atau pawai adat dan agama. Tapi dalam perkembangannya, sekarang peranan gamelan ini makin melebar. Kini gamelan baleganjur dipakai untuk mengiringi pawai kesenian, ikut dalam iringan pawai olahraga, mengiringi lomba layang – layang, mengiringi lomba ogoh – ogoh, dan ada juga yang dilombakan.
Disini, Baleganjur yang mengiringi ogoh – ogoh STT Yowana Sawitra Banjar Abiantimbul, terlihat sedikit berbeda. Mengapa berbeda? Karena iringan baleganjurnya tersebut menggunakan instrument trompong pada gamelan gong kebyar yang dijadikan peran reong dalam baleganjur ini. Mengapa menggunakan instrument trompong? Kebetulan penggarap dari gending baleganjur disini yaitu penulis sendiri. Penulis menggunakan instrument trompong, karena tema dari ogoh – ogoh kali ini yaitu Bhuta Kala. Menurut sang penulis, jika menggunakan instrument trompong sebagai peran reong, akan menimbulkan suara yang besar, dan sedikit seram. Dan itu sangat cocok untuk mengiringi ogoh – ogoh yang bertemakan Bhuta Kala yang notabene berkarakter seram.
Sang penulis sendiri disini memegang instrument kendang. Dipilihnya instrument kendang karena instrument kendang notabene selalu memegang peranan sangat penting dalam gamelan Baleganjur. Dan karena sang penulis sendiri pun yang membuat semua gendingnya.

 

Bagian awal gending baleganjur tersebut penulis mengisi dengan pola reong yang menggunakan instrument trompong, dan dilanjutkan dengan sedikit kebyar. Dan setelah itu dilanjutkan pola irama ceng ceng dan kendang yang bebas tanpa terpengaruh dengan temponya, tetapi sudah ditentukan berapa kali pengulangannya. Pada bagian ini, penari yang bertugas membawa kayon akan ditampilkan dengan irama yang sudah ditentukan. Setelah itu diisi kebyar untuk mencari penyalit yang berisi pola saut menyaut antara ceng ceng dan kendang. Setelah bagian penyalit, dilanjutkan dengan gending berjalan yang sudah ditentukan melodi, irama dan dinamikanya. Pada bagian ini, menonjolkan penari yang bertugas membawa obor. Setelah bagian ini, lanjut ke bagian penyalit yang diisi kebyar.
Bagian kedua, diisi dengan vokal yang mengikuti pola reong ( megending ) . Dan dilanjutkan dengan gending berikutnya yang menitikberatkan pola reong yang dibuat sedemikian rupa untuk mengiringi keluarnya para penari yang menceritakan Sang Purusadha itu sendiri. Setelah itu, dilanjutkan penyalit yang berisi sedikit kebyar untuk menuju bagian pengawak. Setelah bagian pengawak, yaitu bagian pengecet. Bagian pengecet disini terdapat beberapa pola yang berulang – ulang yang sudah ditentukan dan menuju bagian penyalit. Pada bagian penyalit disini sang penulis mengisi dengan gilak biasa supaya ada keterkaitannya dengan khas baleganjur itu sendiri. Dari tempo sedang menuju tempo cepat yang menandakan habisnya bagian pengecet.
Bagian ketiga yaitu bagian pesiat. Disini bagian pesiat, menceritakan Sang purusadha berperang dengan sang sutasoma. Penulis membuat bagian pesiat dengan gending baleganjur cepat alias menggambarkan terjadi peperangan. Yang diisi selingan pola pukulan tawa – tawa yang berirama 1 4 3 2 1 . Dan setelah itu menuju bagian gending yang dikhususkan untuk mengiringi ogoh – ogoh tersendiri.
Bagian terakhir ini gending baleganjurnya beraliran cepat atau biasa disebut Ngarap. Bagian ngarap ini memiliki 2 pola saja, karena keterbatasan waktu yang disediakan yaitu maksimal 8 menit tampil.

KESIMPULAN
Makna Nyepi itu sendiri adalah manusia diajarkan untuk mawas diri, merenung sejenak dengan apa yang telah kita perbuat. Dimasa lalu, saat ini dan merencanakan yang lebih baik dimasa yang akan datang dengan tidak lupa selalu bersyukur dengan apa yang telah diberikan oleh sang Pencipta. Ada beberapa rangkaian upacara sebelum hari raya Nyepi itu sendiri, yaitu upacara melasti, tawur agung, hari raya nyepi itu sendiri dan yang terakhir ngembak geni. Sehari sebelum hari raya Nyepi tersebut selalu ditandai dengan adanya ogoh – ogoh.
Kali ini tema ogoh – ogoh yaitu Bhuta Kala, dan STT Yowana Sawitra Banjar Abiantimbul Desa Pemecutan Kelod membuat ogoh – ogoh yang berjudul Sang Purusadha. Menceritakan perang sang purusadha dengan sang sutasoma. Iringan baleganjur yang digunakan sedikit berbeda karena menggunakan instrument trompong sebagai peran reong. Penggarap dari baleganjur ini yaitu sang penulis sendiri. Penulis sendiri berperan penting dalam penggarapan gending baleganjur ini, maka dari itu penulis memegang instrument kendang yang notabene berperan sebagai komando dalam gending atau dalam barungan.

DAFTAR INFORMAN

Nama : I Gede Hardiyana Putra, SH
Tempat Tanggal Lahir : 02 Mei 1993
Umur : 25 Tahun
Jabatan : Ketua Sekaa Teruna Banjar Abiantimbul
Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Hukum Universitas Udayana

DAFTAR PUSTAKA
id.wikipedia.org/wiki/Baleganjur
id.wikipedia.org/wiki/Nyepi

 

Video : YouTube Preview Image

Written by in: Tak Berkategori |
Mar
22
2018
1

7 Unsur Budaya Desa Pemecutan Kelod Kecamatan Denpasar Barat

Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial, artinya dalam hidupnya, manusia memerlukan kerjasama dengan orang lain. Sejak manusia lahir ke dunia mereka membutuhkan bantuan dan hubungan orang lain agar mereka dapat tetap hidup. Hal ini berbeda dengan beberapa makhluk lain yang diberikan kemampuan untuk terus hidup walaupun tanpa bantuan induknya. Manusia dalam hidup di masyarakat diharapkan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dalam hidupnya, seperti memudahkan dalam mencari pekerjaan, berinteraksi dengan manusia lain, dan memiliki wawasan budaya lokal daerah setempat agar tidak punah. Dalam berinteraksi di masyarakat, manusia dipengaruhi oleh nilai, aturan/norma, budaya, serta kondisi geografisnya terhadap perubahan perilakunya.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku, dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Indonesia sendiri memiliki kebudayaan yang sangat beragam. Hal tersebut sangat terlihat dengan banyaknya suku bangsa yang mendiami negara ini. Setiap suku bangsa di Indonesia mempunyai kebudayaan yang khas dan tidak dimiliki oleh suku bangsa lainnya.

Maka dari itu , penulis menyusun paper tujuh unsur kebudayaan Desa Pemecutan Kelod untuk mendeskripsikan tujuh unsur kebudayaan yang ada di Desa ini, tetapi hanya beberapa yang bisa dipaparkan dan semua menurut pengetahuan si penulis, mengingat Kepala Desa Pemecutan Kelod masih mengadakan kegiatan refreshing ke negara Singapura bersama dengan staff pegawai dan Kepala Dusun dari semua Banjar yang ada di Desa Pemecutan Kelod.

Rumusan Masalah
7 unsur kebudayaan yang terdapat di Desa Pemecutan Kelod yang diajabarkan rumusan masalahnya sebagai berikut:
Apakah sistem mata pencaharian Desa Pemecutan Kelod?
Apakah bahasa Desa Pemecutan Kelod?
Apakah sistem kepercayaan Desa Pemecutan Kelod?

Tujuan
Untuk mendeskripsikan sistem mata pencaharian Desa Pemecutan Kelod?
Untuk mendeskripsikan bahasa Desa Pemecutan Kelod?
Untuk mendeskripsikan sistem kepercayaan Desa Pemecutan Kelod?

PEMBAHASAN
Landasan Teoretis
Pengertian Budaya dan Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata LatinColere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
Nostrand (1989: 51) mendefinisikan budaya sebagai sikap dan kepercayaan, cara berpikir, berperilaku, dan mengingat bersama oleh anggota komunitas tersebut.

Richard brisling (1990: 11) Kebudayaan sebagai mengacu pada cita-cita bersama secara luas, nilai, pembentukan dan penggunaan kategori, asumsi tentang kehidupan, dan kegiatan goal-directed yang menjadi sadar tidak sadar diterima sebagai “benar” dan “benar” oleh orang-orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota masyarakat.

Croydon (1973: 4) Budaya adalah suatu sistem pola terpadu, yang sebagian besar berada di bawah ambang batas kesadaran, namun semua yang mengatur perilaku manusia sepasti senar dimanipulasi dari kontrol boneka gerakannya.

Prof.Dr.Koentjoroningrat (1985: 180) Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.

Ki Hajar Dewantara Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

Unsur-unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:

a. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
alat-alat teknologi
sistem ekonomi
keluarga
kekuasaan politik

b. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
organisasi ekonomi
alat-alat, dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
organisasi kekuatan (politik)

c. C. Kluckhohn mengemukakan ada 7 unsur kebudayaan secara universal (universal categories of culture) yaitu:
bahasa
sistem pengetahuan
sistem tekhnologi, dan peralatan
sistem kesenian
sistem mata pencarian hidup
sistem religi
sistem kekerabatan, dan organisasi kemasyarakatan

Pembahasan

Desa Pemecutan Kelod adalah salah satu Desa yang ada di kota Denpasar. Terbentuknya Desa Pemecutan Kelod adalah tidak terlepas dari sejarah berdirinya Desa Pemecutan ( lama ) dan Desa Adat Denpasar yang sekarang disebut Desa Pakraman Denpasar. Kemudian lahirnya Desa Pemecutan Kelod merupakan pengembangan wilayah dari Desa Pemecutan yang lama dan menjadi bagian dari Desa Pakraman Denpasar. 7 unsur pokok yang ada, hanya 3 yang dapat ketahui secara umum, yaitu sebagai berikut :

Mata Pencaharian

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Pemecutan Kelod yaitu sebagai buruh / swasta. Sebagai pedagang dan yang bekerja di industri juga mata pencaharian masyarakat Desa Pemecutan Kelod. Mata pencaharian lainnya adalah sebagai pegawai negeri sipil ( PNS ) , dan masih banyak mata pencaharian lainnya yang ada di Desa Pemecutan Kelod.

Sistem Kepercayaan atau Religi

Sebagian besar dan paling dominan masyarakat di Desa Pemecutan kelod berkepercayaan Hindu, dikarenakan memang agama Hindu yang menjadi kepercayaan masyarakat Bali. Tetapi tidak hanya agama Hindu, agama lain seperti agama Islam, Kristen ( Protestan dan Katolik ), dan Buddha juga ada sebagai simbol dari Bhineka Tunggal Ika.

Sistem Bahasa

Pada umumnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah Bahasa Indonesia. Karena kita masih dalam NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menggunakan bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Tetapi karena kita juga berada di wilayah pulau Bali dan beragama Hindu, sebagian besar masyarakat menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa utama atau bahasa pergaulan sehari – hari. Selain itu, mungkin juga terdapat bahasa Jawa diantara mereka yang beragama non Hindu.

Simpulan
Berdasarkan uraian paper di atas, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi ( budi atau akal ) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Prof.Dr.Koentjoroningrat (1985: 180) Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Tujuh unsur kebudayaan diantaranya bahasa, sistem pengetahuan, sistem tekhnologi dan peralatan, sistem kesenian, sistem mata pencarian hidup, sistem religi, sistem kekerabatan dan organisasi kemasyarakatan.
Dilihat dari sistem religi, mayoritas masyarakat Desa Pemecutan Kelod memeluk agama Hindu. Selain itu terdapat agama Kristen, Islam, dan Budha.
Mata pencaharian di Desa Pemecutan Kelod diantaranya sebagian besar sebagai buruh, ada juga sebagai pedagang, PNS, dll
Pada umumnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah Bahasa Bali dan bahasa Indonesia

Written by in: Tak Berkategori |
Mar
08
2018
1

Sejarah Perkembangan Gamelan Samapada

PENDAHULUAN

Semara pegulingan saih pitu merupakan gamelan Bali golongan madya yang memiliki tangga nada pentatonis, yaitu memiliki 5 nada pokok dan 2 nada tambahan sebagai nada pemero. Gamelan yang terdiri dari terompong, gender rambat, gangsa gantung pemade, gangsa gantung kantil, jublag, jegog, kempul, klenang, kemong, kajar trengteng, ceng – ceng ricik, suling, rebab, dan kendang kerumpungan lanang wadon ini terkadang sangat penting dalam upacara dewa yadnya maupun manusa yadnya. Akhir – akhir ini juga banyak yang menggunakan semara pegulingan saih pitu sebagai pengiring upacara adat, dikarenakan fleksibilitas nya dan ukuran nya yang lebih kecil dari gamelan gong kebyar sehingga lebih mudah dibawa oleh orang – orang.
Menurut lontar Catur Murni disebut dengan gambelan Semara Aturu ini adalah barungan gamelan golongan madya yang bersuara merdu sehingga banyak dipakai untuk menghibur raja-raja pada zaman dahulu. Karena kemerduan suaranya, gambelan Semar Pagulingan ( Semar = samara, Pagulingan = tidur ) konon biasa dimainkan pada malam hari ketika raja-raja akan keperaduan (tidur). Kini gambelan ini biasa dimainkan sebagai sajian tabuh instrumental dan atau untuk mengiringi tari-tarian maupun teater.
Masyarakat Bali mengenal dua macam Semara Pegulingan yaitu yang berlaras pelog 7 (tujuh) nada dan belaras 5 (lima) nada. Kedua jenis Semara Pegulingan secara fisik lebih kecil dari pada Gong Kebyar terlihat dari ukuran instrument gangsa dan terompong nya yang lebih kecil dari pada yang ada di Gong Kebyar. Selain itu, Semara Pagulingan adalah sebuah gamelan yang dekat hubungannya dengan gamelan Gambuh, di mana ia juga merupakan perpaduan antara gamelan Gambuh dan Legong. Bentuk dari gamelan Semara Pagulingan mencerminkan juga gamelan Gong Kebyar, tetapi lebih kecil dan lebih manis disebabkan karena hilangnya reong maupun gangsa-gangsa yang besar. Demikian berjenis – jenis pasang cengceng tidak dipergunakan di dalam Semara Pagulingan.
Instrumen yang memegang peranan penting dalam Semara Pagulingan ialah Trompong. Trompong lebih menitik beratkan penggantian melodi suling dalam Gambuh yang dituangkan ke dalam nada yang lebih fix. Gending-gending yang dimainkan dengan memakai trompong, biasanya tidak dipergunakan untuk mengiringi tari. Di samping trompong ada juga 4 buah gender yang kadang-kadang menggantikan trompong, khususnya untuk gending-gending tari. Dalam hal ini Semara Pagulingan sudah berubah namanya menjadi gamelan Pelegongan. Instrumen yang lain seperti gangsa, jublag dan calung masing-masing mempunyai fungsi sebagai cecandetan ataupun untuk memangku lagu. Semara Pagulingan juga memakai 2 buah kendang, 1 buah kempur, kajar, kelenang, suling. Kendang merupakan sebuah instrumen yang amat penting untuk menentukan dinamika dari pada lagu.
Menurut perkembangannya, gamelan Bali tidak hanya mempunyai tangga nada pentatonis. Kini, gamelan Bali mempunyai barungan yang memiliki tangga nada diatonis ( tangga nada musik barat ) dan merupakan perkembangan dari gamelan Semara pegulingan saih pitu. Yaitu gamelan Samapada, yang lahir pada tahun 2012 oleh seniman asal Banjar Tatasan Kaja, Tonja, Denpasar Utara, I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn. Gamelan ini hanya ditempatkan khusus di sanggar WYP Art Foundation Banjar Tatasan Kaja.

PEMBAHASAN
2.1 DESKRIPSI
Gamelan samapada yaitu bentuk pengembangan atau pembaharuan dari gamelan semara pegulingan, yang termasuk golongan gamelan baru . Mengapa disebut dengan nama SAMAPADA ? berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis, nama SAMAPADA itu diberikan untuk lebih memudahkan menyebut nama barungan ini. SAMAPADA itu sendiri juga memiliki makna yaitu sama, tidak beda, sejajar.
Maksud dari arti SAMA tersebut yaitu barungan ini dimainkan dalam bentuk gending apapun, misalnya gending tabuh petegak samara pegulingan atau tabuh tari yang biasanya diiringi oleh barungan gong kebyar, mampu ditransfer ke barungan samapada ini, tetapi nuansa / suasana nya tidak akan berubah / tetap dengan nuansa gamelan samapada itu sendiri. Berdasarkan wawancara penulis dengan pemilik gamelan tersebut, gamelan ini juga memiliki multi fungsi dan bisa juga digunakan untuk ruang bereksplorasi.
Multi fungsi yang dimaksud tersebut seperti yang saya jelaskan diatas tadi, yaitu ketika ingin digunakan untuk kebyar bisa, ingin digunakan untuk samara pegulingan juga bisa, dan ketika ingin dikawinkan dengan instrument barat juga bisa.
Pembuatan gamelan ini di prakarsai oleh I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn , dan terbentuk pada tahun 2012. Lahirnya gamelan ini karena terinspirasi dari gamelan semara pegulingan yang dimiliki Bapak I Nyoman Windha, S. SKar, M.A . Puncak ketertarikannya dengan gamelan ini bermula ketika beliau ikut serta dalam grup JGF (Jes Gamelan Fusion) yang dipimpin oleh Bapak Windha sendiri. Jes adalah singkatan dari jegog dan semara pegulingan, fusi, dan gamelan. Penggabungan Jegog dengan samara pegulingan mengambil tonika nada diatonis, dengan maksud untuk mudah beradaptasi dengan instrument barat.

2.2 BENTUK
Semara pegulingan saih pitu pada umumnya berbentuk kecil, mini, lebih kecil dari gamelan gong kebyar, tetapi masih lebih besar dibandingkan gamelan angklung. Dilihat dari bentuk bilah nya, semua yang berbilah berbentuk merahi ( ada garis di tengah bilah nya ) . Dan pencon dari instrument trompong nya sedikit lebih tinggi dari lambenya.
Pada gamelan samapada, bentuk barungannya sedikit lebih besar. Dikarenakan pada instrument pemade dan kantilnya, berjumlah 15 nada / hampir mencapai 3 oktav nada tetapi hanya 1 nada yang memiliki 3 oktav nada. Menurut Putra Wirawan, berjumlahnya 15 nada pada instrument gangsa ( pemade dan kantil ) agar lebih memudahkan memainkannya pada nada tinggi dan nada rendah, artinya setiap nada dapat dijangkau dengan baik. Selain itu, pertimbangannya supaya dapat dimainkan oleh 2 orang penabuh pada oktav rendah dan pada oktav tinggi, sesuai dengan kebutuhan gendingnya. Ditinjau dari bentuk bilahnya, disini sedikit lebih unik dari gamelan lainnya. Pasalnya, bentuk bilahnya metundun klipes seperti pada bilah gangsa jongkok gong gede, tetapi cara pemasangannya digantung bukan dipacek seperti gangsa jongkok gong gede. Sehingga suara yang dihasilkan oleh instrument gangsanya tersebut terdengar lebih unik dari gamelan lainnya.
Semua instrument gangsanya berbentuk metundun klipes, termasuk pada instrument jublag dan jegognya. Dan pada instrument penconnya yaitu instrument trompong, bentuk penconnya juga sedikit lebih unik. Menurut si penulis, penconnya sedikit lebih pendek dari lambenya dan dasar dari pencon tersebut juga sedikit melebar. Sehingga suara dari setiap pencon instrument trompong tersebut terdengar lebih unik dari instrument pencon yang lainnya / pada umumnya.

2.3 TEHNIK PERMAINAN
Pada umumnya, gamelan semara pegulingan saih pitu, tehnik permainan pada instrument gangsanya, pasti menggunakan satu tangan untuk memukul dan satu tangan lagi untuk menutup bilah yang sudah dipukul tadi, baik penabuhnya normal ataupun ngedel ( kidal ). Dan pada instrument penconnya yaitu instrument trompong, tehnik permainannya menggunakan kedua tangan untuk memukul sembari untuk menutup juga, sesuai dengan gending yang dimainkan oleh instrument trompong tersebut.
Dan pada gamelan Samapada, tidak adanya perbedaan dengan semara pegulingan pada umumnya. Tehnik permainan pada semua instrument gangsa dan instrument trompong sama dengan tehnik permainan dari gamelan semara pegulingan. Hanya saja perbedaannya, satu instrument pemade atau kantil, dimainkan oleh 2 orang penabuh, tetapi jarang juga menggunakan 1 orang penabuh untuk memainkannya, semua itu sesuai dengan gending yang dimainkan.

2.4 FUNGSI
Fungsi gamelan pada umumnya terdapat 3 fungsi, yaitu gamelan sebagai wali, gamelan sebagai bebali, dan gamelan sebagai balih – balihan. Gamelan sebagai wali yaitu gamelan untuk upacara sakral dan keberadaan gamelan tersebut harus ada di setiap upacara tersebut. Biasanya gamelan tersebut harus diletakkan dan dipentaskan pada tempat dan upacara yang sudah ditentukan oleh leluhur atau sejarah gamelan tersebut. Gamelan sebagai bebali yaitu gamelan untuk pengiring upacara yadnya, seperti mecaru, odalan, dll, keberadaan gamelan tersebut hanya sebagai pelengkap / pengiring pada upacara tersebut . Dan gamelan sebagai balih – balihan yaitu gamelan sebagai pertunjukkan atau hiburan semata untuk semua orang yang ingin menikmatinya. Biasanya, pertunjukkannya dimana – mana dan bebas pada panggung dimana saja.
Pada gamelan semara pegulingan saih pitu, lebih berfungsi untuk balih – balihan atau untuk hiburan semata karena saih / larasnya yang sangat lembut. Dan pada gamelan Samapada ini, juga tidak ada bedanya dengan gamelan semara pegulingan saih pitu. Gamelan samapada lebih dominan berfungsi sebagai hiburan atau balih – balihan pada pertunjukkan di panggung manapun. Tetapi tidak jarang gamelan samapada juga mulai beralih fungsi sebagai bebali, yaitu sebagai pengiring upacara yadnya, seperti metatah, mepandes, mecaru, dll. Karena nada / saih / larasnya yang sangat lembut dan kecil, sangat cocok untuk pengiring upacara manusa yadnya.

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari semua penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Barungan Samapada ini adalah bentuk pembaharuan dari barungan samara pegulingan dan terbentuk pada tahun 2012 karena terinspirasi dari gamelan yang dimiliki oleh I Nyoman Windha, S.SKar, M.A . Barungan ini berlaras pelog 7 nada, lebih tepatnya menggunakan nada diatonis atau nada yang biasa digunakan pada music barat . Barungan ini lebih dominan berfungsi sebagai hiburan. Keunikan pada barungan ini yaitu terletak pada instrument pemade dan kantil yang bisa bermain dengan satu orang atau dua orang sesuai kebutuhan lagu.

 

INFORMAN

Nama : I Wayan Gede Putra Wirawan, S. Sn
Tempat/Tanggal Lahir : Denpasar, 22 Juli 1987
Umur : 30+
Jenis Kelamin : Laki – laki
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pegawai swasta
Agama : Hindu
Alamat : Jalan Ratna gang Sandat no 6 Banjar Tatasan Kaja, Tonja, Denpasar Utara
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Pendidikan terakhir : Lulusan tahun 2009, S1 ( sarjana ) Seni Karawitan, Institut Seni Indonesia Denpasar

 

Written by in: Lainnya |
Feb
22
2018
0

Halo dunia!

Selamat Datang di Blog Institut Seni Indonesia Denpasar. Ini adalah post pertama anda. Edit atau hapus, kemudian mulailah blogging!

Written by in: Tak Berkategori |

Powered by WordPress | Theme: Aeros 2.0 by TheBuckmaker.com