Nara sumber :
- Wayan Sogok (penabuh generasi pertama)
- I Gusti Agung Kt Wali (penglingsir puri)
- I Gusti Agung Nyoman Putra Winaya. Dr.G. (salah satu pendiri sanggar seni viatikara Surabaya).
Menurut nara sumber I Gusti Agung Kt Wali yang saya temui di kediamannya pada tanggal 18 september 2011, Awal mula keberadaan gambelan ini diketahui sekitar tahun 1940an. Menurut I Gusti Agung Kt Wali selaku penglingsir puri sareng kangin keramas, gambelan ini awal mulanya adalah pemberian dari penglingsi-penglingsir dulu. Adapun gambelan ini dulunya tidak lengkap atau dulu di bilang gambelan sibak hanya setengahnya saja. Adapun instrument yang pertama kalinya ada antara lain adalah:
- 1 gong
- 1 kempur
- 2 pemade
- Riong sibak
Gambelan ini dulunya di taruh di ancak saji. Di lingkungan puri, ancak saji adalah sebuah tempat untuk mengistirahatkan keluarga puri yang sudah meninggal sebelum di laksanakan prosesi pelebon. Karena dulu di lingkungan puri tidak ada yang memiliki bakat seni ususnya seni karawitan, maka seiring bajalanya waktu supaya gambelan ini tetap terawat, maka di piceyang atau di berikanlah gambelan tersebut kepada sebuah kelompok manyi yang masih sebagai parekan di puri, karena disana banyak terdapat orang-orang yang memiliki bakat seni ususnya seni karawitan.
Karena kekurangan instrument gamelan, para kelompok atau sekee manyi ini berinisiatip untuk mengumpulkan uang dari hasil manyi mereka itu untuk membeli kekurangan-kekurangan gambelan yang di perlukan untuk melengkapi barungan gambelan tersebut. Seiring berjalannya waktu, sekitar tahu 1960an pada era pemerintaha suharto yang pada saat itu menjadi presiden ke dua di Indonesia setelah bung karno.
Pada tahun1960an inilah awal mula terbentuknya sekee gong generasi pertaman yang dulunya bernama skee gong bengkudu, bengkudu diambil dari nama tempat atau wilayah tempat tinggal sekee atau klompok manyi tersebut. Untuk menjaga dan merawat agar gambelan ini tidak cepat rusak, dari pihak puri-puri yang ada di desa keramas berinisiati ikut dalam merawat gambelan ini supaya tidak rusak. Hal ini di lakukan dengan cara setiap ada kerusakan atau perbaikan-perbaikan, dari pihat puri memberikan dana untuk segala macam jenis perbaikannya,tp dengan syarat yaitu bila di lingkungan puri-puri yang ada di keramas, dari pihak puri berhak memakai gambelan serta sekeenya tanpa imbalan, tapi hanya dikenakan batu-batu sebagai sesari.
Dari generasi pertama ini adapun beberapa nama pelatih yang berjasa dalam melatih sekee generasi pertama ini, salah satunya bernama Kak senen yang berasal dari pinda belahbatuh gianyar. Beliau adalah tipikal pelatih yang ulet dan sedikit tempramen. Dari hasil didikan khas Kak senen inilah sekee generasi pertama bisa menjadi sekee yang cukup di perhitungkan pada waktu itu. Karena pada saat itu Kak senen melatih kedesa keramas hanya dengan berjalan kaki dari desa pinda ke desa keramas, maka sekee berinisiatip membelikan beliau sebuah sepeda gayung piyonik yang ngetren pada saat itu untuk membalas jasa-jasa beliau sebagai pelatih. Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 1970an, terbentuklah sekee generasi ke dua.
Pada saat itu sekee benggkudu berubah nama menjadi sekee gong bedanyah, itu dikarenakan adanya rapat subak yang menginginkan agar terjadinya perubaahan nama dari sekee generasi pertama ke generasi ke dua. Pada generasi ke dua ini, bisa dikatakan sebagai sekee yang sukses pada era itu karena pada waktu itu sekee generasi ke dua ini sangat sering mendapatkan undangan-undangan pemerintah untuk melakukan pementasan di wilayah jember, Surabaya, malaisya dan yang terakhir adalah undangan untuk pertukaran budaya ke Bangkok.
Pada waktu skee megambel ke jember, ada kejadian yang mungkin bisa dikatagorikan kedalam kejadian unik, yaitu pada saat berangkat ke jember, salah satu istri dari sekee yang ikut berangkat ke jember sedang hamil tua, dan pada saat suaminya pulang dari jember, dia sudah mengtahui bahwa anaknya sudah lahir, tapi belum memiliki nama. Nah karene dia baru datang dari jember maka dia berinisiatip memberikan nama jember kepada anaknya itu. Dan sampe sekrang pun anaknya itu masih mengingat kejadian unik itu.
Menurut nara sumber yaitu I Gusti Agung Nyoman Putra Winaya. D.r.G, beliau adalah adik dari I Gusti Agung Kt Wali. Beliau bisa di bilang sebagi orang yang sangat berpengaruh dalam kesuksesan sekee generasi ke dua pada saat itu, karena beliau adalah seorang penari propesional yang mengajak sekee generasi kedua untuk melakukan pertukaran budaya ke beberapa daerah di Indonesia sampai ke mancan Negara. I Gusti Agung Putra Winaya. D.r.G juga adalah salah satu pendiri sanggar seni Viatikara pusat yang bertempat di Surabaya. Beliau belajar menari secara otodidat, Karena niat dan keinginan beliau yang sangat besar ingin menjadi seorang penari professional.
Menurut I Wayan Sogok yang saya temui di rumahnya pada tanggal 20 september 2011, beliau sedikit memaparkan bahwa Pada saat itu juga, sekitar tahun 70an, arja RRI dps juga pernah melakukan rekaman pertama mereka di desa keramas dengan iringan dari sekee gong bedanyah generasi ke dua. Arja RRI dps yang pada saat itu di pelopori oleh Kak Monjong yang berperan sebagai wijil. Arja RRI sangatlah terkenal dikalangan arja-arja yang ada di bali kususnya di gianyar. Atas saran Kak Monjong, setiap ada pementasan arja RRI ini, harus selalu di iringin oleh gambelan sekee bedanyah ini.
Seiring berjalannya waktu, sekitar tahun 1990an, berdirilah sekee gong generasi ke tiga. Pada saat itu juga sekee gong bedanyah berganti nama lg dengan nama sekee Gong Wardita Kumala. Nama ini diberikan oleh salah satu tokoh seni di keramas yaitu I Gusti Agung Wiyat s.ardi. Beliau adalah salah satu tokoh seni yang membidangi di seni tari olah vocal dan pedalangan. Beliau juga mengajar sebagai guru bahasa inggris di smk saraswati gianyar. sampek sekarang sekee gong wardita kumala masih tetap berjalan seperti mana biasanya.
Demikianlah sedikit pemaparan saya tentang gambelan gong kebyar tertua di desa keramas, jika ada kekurangan dalam penyampaiannya, mohon di permaklumi dan di maafkan. Sekian dan terimakasi.