RESENSI BUKU GONG ANTOLOGI PEMIKIRAN
Posted Under: Tak Berkategori
Judul Buku : Gong Antologi Pemikiran
Pengarang : I Wayan Rai S
Penerbit : Bali Mangsi
Tahun : 2001
Jumlah Hal : 209 lembar
Cetakan I – 2001. ISBN : 979-3063-01-7
Desain Grafis : Bali Mangsi Studio
Copy Editor : Elizabeth B. De Rosari
Distributor : Lontong Press – Bali
Pada bagian akhir halaman terdapat ringkasan cerita Sendra Tari “Ki Lampor”. Pada sampul belakang terdapat biodata penulis buku Dr. I Wayan Rai S.
Kuntir dalam pelegongan menggubah Aribang dan Arikuning memperebutkan Cupu Manik Astagina, sehingga rupanya berubah menjadi kera, terlihat dari struktur dramatis/tembabak digending tarinya. (ringkasan dari halaman 16-28).
Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
- Nada-nada Ndeng, Ndung, Ndang dan Nding (1,2,3 dan 4 atau E,U,A dan I) dari ketiga ge tersebut menunjukkan laras slendro empat nada. Hal itu bisa dibuktikan lewat sruti dari nada-nada tersebut, sebagaimana terlihat dari Chart, bahwa sruti-srutinya lebih besar dari 176 cents dengan urut sruti yang bervariasi. Sruti atau interval fitth berkisar antara 770 dan 679 cents.
- Laras dari ketiga genggong yang diambil dari tiga daerah serta pemain yang berbeda menunjukkan adanya perbandingan yang sangat jelas dengan laras angklung desda Mas dan UMBC.
- Nada terendah dari genggong, nada Ndeng, berkisar antara 452.8 Hz. Dsn 492.2 Hz. Sama dengan A + 52 cents dan Bd+94 cents. Nada terendah (Ndeng) dari angklung desa Mas adalah 410.5 Hz sama dengan G+80 cents. Nada angklung UMBC sedikit lebih rendah, 391.3 Hz. Sama dengan G-3 cents, meskipun secara umum masih berkisar pada register yang sama.
- Penelitian ini membuktikan bahwa laras genggong memang benar mempunyai hubungan yang erat dengan laras slendro empat nada di Bali, khususnya laras gamelan angklung. Dengan demikian penelitian ini memperkuat pendapat para seniman dengan ahli karawitan kita.
Catatan :
- McPhee, 1937 : 322
- Informasi yang lebih detail mengenai Melograph lihat Hood, 1972 : dan SEMPOD pada Giuriati 1988.
- McPhee, 1966
- Mengenai teknik bermain Genggong, lihat Pacholczy, 1970 : 237-267.
- Perbedaan antara laras pelog dengan laras slendro dapat dilihat dari sruti-srutinya (intervalnya). Laras pelog memiliki yang bervariasi, termasuk sruti “minor second”. Laras slendro juga memiliki sruti yang bervariasi, namun laras ini pada umumnya memiliki sruti yang lebih besar serta tidak dijumpai adanya sruti yang tergolong “minor second”. Pendapat yang mengatakan bahwa laras slendro itu memiliki sruti yang sama atau hampir sama, nampaknya perlu dikaji kembali.
- Dalam Cart terlihat bahwa genggong tersebut memiliki nada dasar serta srti yang sedikit bervariasi. Sehubungan dengan hal ini haruslah diingat bahwa di Bali kita tidak mengenal adanya “perfect pitch” yang ada hanyalah : “approximate pitch”. (ringkasan dari halaman 68-96).
Dari uraian di atas terlihat bahwa sruti memegang peranan yang sangat penting dalam pepatutan gamelan Semar Pegulingan Saih pitu. Sruti yang baik akan menghasilkan embat yang baik. Dengan embat yang baik maka akan berhasil pula dicapai kelima patutan yang ada dalam gamelan Semar Pegulingan Saih Pitu tersebut, yaitu : patutan tembung, Selisir, Sunaren, Baro dan Lebeng.
Lebih jauh, hal yang patut dicatat pula ialah, bahwa riset tentang seni, dalam hal ini Seni Karawitan, tidak saja dapat dilakukan dengan penelitian terapan, tetapi dapat juga dilakukan dengan penelitian murni.