Drumband bergaya tradisional
Posted Under: Tak Berkategori
Drumband bergaya tradisional
Adalah sebuah barungan alat musik Bali yang jumlahnya cukup banyak dimainklan pada saat upacara kenegaraan, selanjutnya barungan ini di namakan Adi Merdangga. Nama Adi Merdangga di ambil dari bahasa Sansekerta. Adi berarti besar dan Merdangga berarti kendang. Jadi Adi Merdangga berarti kendang besar, atau kendang dalam jumlah banyak. Sedangkan sebutan Drumband tradisional adalah untuk membedakan dengan Drumban yang di kenal selama ini.
Kekhasan drumband tradisional Adi Merdangga ini dapat dengan jelas di lihat pada alat-alat bunyi atau instrumen yang di pergunakan. Kalau dalam Drumban modern biasanya instrunentasinya antaralain terdiri dari alat-alat musik modern seperti bassdrum, tenordrum, snaredrum, trombone, saxsophone, vibraphone dan lain-lain, maka pada Adi Merdangga instrumentasinya terdiri dari alat-alat musik Gamelan Bali seperti kendang, cengceng, reong, gong, kempur, kemong, bende, dan instrumen Gamelan Bali lainnya.
Drumband bergaya tradisional ini lahir pada taahun 1984 di ASTI/STSI/ Denpasar. Drumband ini merupakan jawaban dari Dr. I Made Bandem atas gagasan atau idea mantan Gubernur Bali yakni Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, yang menginginkan sebuah musik pengiring upacara kenegaraan yang di kembangkan dari berbagai jenis instrument tradisional. Proses terealisasikan Drumband tradisional ini secara garis besar di bagi menjadi tiga tahap yaitu tahap eksplorasi, tahap improvisasi, dan tahap forming.
Pada tahap eksplorasi, sebuah tim yang terdiri dari pengerawit atau komposer ASTI/STSI Denpasaar melakukan sebuah penelitian terhadap seni Rebana di Desa Nyuling Kab. Karangasem, Seni Okokan di Desa Atapan Kab. Tabanan, dan seni Beleganjur sebagai materi utama dari Adi Merdangga ini.
Setelah melewati tahap eksplorasi, kemudian di lanjutkan pada tahap improfisasi. Materi atau bahan yang di peroleh pada tahap pertama tadi, pada tahap ke dua ini di seleksi, di pilih, di pertimbangkan sesuai dengan kebutuhan ide.eksprimen-eksprimenpun sudah mulai di lakukan.
Tahap Forming atau tahap pembentukan adalah proses yang cukup penting. Sebab pada tahap inilah wujud dari pada Drumband tradisional ini mulai kelihatan, baik mengenai instrumentasinya, komposisi dan struktur lagunya, termasuk pula unsur-unsur dinamika,ritme, tempo, melodi, dan unsur-unsur musik lainnya yang tetap menunjukkan karakter Karawitan Bali.
Dalam Drumband modern, instrumentasinya didominasi oleh alat-alat musik yang bersifat membraanphone (alat musik yang mempergunakan semacam kulit yang di kencangkan). Dalam Drumband Adi Merdangga pun demikian juga, yaitu puluhan pasang kendang Bali. Namun kalau dalam Drumband modern cendrung di dominasi oleh pukulan-pukulan serempak, sebaliknya dalam Adi Merdangga agak berbeda.
Kendang Bali mempunyai bentuk yang dapat dibunyikan dari dua sisi. Dan secara tradisional, kendang Bali memiliki sistem Lanang (laki) dan Wadon (perempuan). Artinya ada kendang lanang dan ada kendang wadon. Pemain yang membunyikan kendang lanang dengan pemain yang membunyikan kendang wadon dalam prakteknya selalu berpasangan. Dan perpaduan pukulan bunyi kendangnya membuat suatu jalinan atau Kotekan (interlocking figuration), baik pukulan di sisi kanan yang mempergunakan Panggul maupun bunyi pukulan di sisi kiri yang mempergunakan telapak tangan kiri. Begitu juga jalinan bunyi kendang besar, menengah, dan kecil memiliki variasi sendiri-sendiri namun tetap terikat dalam keterpaduan.
Alat-alat gambelan lain yang dipergunakan dalam drumband Adi merdangga, pada perinsipnya tidak berbeda dengan gambelan Bleganjur. Misalnya kalau dalam ensabel karawitan Bali umumnya dan kususnya dalam gambelan Bleganjur hanya mempergunakan dua kendang (lanang dan wadon), tetapi pada Adi Merdangga bisa sampai 25 pasang (50 kendang lanang wadon) atau lebih. Begitu juga cengceng dan reong juga ditambahkan jumblahnya. Yang tetap bertahan adalah beberapa instrumen Pemangku seperti gong, kempur ,kempli, tawa-tawa dan lain-lainnya. Instrumentasi Adi Merdangga ini juga memasukan suling yang bertugas mempermaniskan melodi.
Daasar utama dari penggarapan Adi Merdangga ini adalah Gilak. Gilak adalah semacam bentuk kompesisi yang secara tradisional banyak dipakai dalam karawitan Bali. Secara konvensional gilak terdiri dari delapan ketukan, di mana tekanan terberat jatuh pada hitungan kedelapan, yang biasanya ditandai dengan jatuhnya pukulan instrumen gong.
Pada gilak yang sudah disisipi melodi tertentu itulah masing-masing instrumen mengambil peranannya sesuai dengan tugasnya. Kendang sebagai pemurba irama(memimpin dan mengendalikan lagu), cengceng membuat aksen-aksen tersendiri, reong membuat jalinan melodi, gong , kempur, kempli memangku, suling mempermaniskan dan menjaga kesinambungan melodi, dan sebagainya. Begitu pula tentang unsur kreativitas penggarapan dan inovasi penampilan juga berorientasi dari gilak ini . Misalnya ditrnasfernya pukulan ala drumband modern pada instrumen kendang. Begitu juga diterapkannya peraturan baris berbaris juga mengacu pada gilak ini
Adi Merdangga juga dilengkapi dengan penari dan pembawa umbul-umbul serta tombak, untuk mendukung drumband ini bila melakukan Display (semacam peragaan atau demontrasi) sseperti halnya drumband modern. Mayorette dari drumband tradisional ini adalah dua orang pemain kendang. Pada umumnya musik Bali dan seni pertunjukan bertolak dari filsafat tubuh manusia yaitu kepala, badan dan kaki. Hal ini dalam seni pertunjukan di Bali di sebut dengan pengawit, pengawak, den pengecet, atau bisa di analogikan dengan pendahuluan, isi, dan penutup. Begitu pula Adi Merdangga di bagian dalam tiga tahapan ini yakni di awali dengan gilak pemalpal kemudian di sambung dengan gilak pengadeng dan diakhiri dengan pe kaad. Sudah menjadin ciri khas seni pertunjukan Bali, tata busananya banyak di warnai dengan ornamen warna kuning emas. Pada Adi Merdangga pun demikian , dimana kostumnya di dominasi dengan warna merah api, baik destar, rompi, dan kamben yang di hiasi dengan prade/cat kain yang berwarna emas, dengan motif-motif bali yang di sederhanakan. Sedangkan pinggang para pemain di lilit dengan kain poleng,kain kotak-kotak khas Bali yakni berwarna hitam dan putih. Keseluruhan itu di kenakn secara kreatif namun tetap menunjukkan styl Bali. Akan tetapi yang kurang lasim di dalam seni pertunjukkan Bali adalah dimana para pemainnya memakai sepatu kungfu berwarna hitam.
Pertama kali munculnnya Adi Merdangga pada pesta kesenian Bali pada tahun 1984, Drumband ini mendapatkan sambutan yang hangat dari penonton dan masyarakat umum, oleh karena itu drumband ini pun sering di pentaskan pada saat hari-hari penting seperti acara pembukaan parade drumband dan marching band Langgam Indonesia, pada bulan juni 1986 di Denpasar. Adi Merdanmgga ini pun sempat pula mendemontrasikan kebolehannya pada pembukaan fetival film Indonesia tahun 1987 yang sebagian acarannya diadakan di Bali. Kemudian puncaknya ketika berlaga di SEA GAMES XIV di Jakarta, 9 September 1987.