WAYANG GAMBUH.

This post was written by kadekswidana on Juli 7, 2014
Posted Under: Tak Berkategori

wayang-gambuhWayang Gambuh mempunyai hubungan erat dengan drama tari Gambuh, terutama sumber lakon,gambelan dan beberapa yang lain. Kapan wayang ini lahir dan berkembang di Bali, sulit di ketahui, karena sumber-sumber tertulis yang menyingung hal itu, hamper tidak ada. Kalau wayang Gambuh dianggap bersamaan lahirnya dengan drama tari Gambuh, maka dapat di kirakan Wayang Gambuh lahir sekitar abad ke XV. Bahwa tari Gambuh dan wayang Gambuh yang ada di Bali ini berasal dari Belambangan ( Jawa Timur ). Pada jaman dahulu raja Mengwi, I Gusti Agung Sakti Belambangan, yang dapat mengalakan Blambangan, memboyong wayang Gambuh beserta Dalangnya ke Bali. keturuna I Gusti Agung Blambangan yang bernama I Gusti Agung Made Munggu yang waktu itu menguasai daerah Blahbatuh, baik sekali hubungan persahabatannya dengan I Gusti Ngurah Jelantik dari Blahbatuh. Demikian baiknya sehingga raja Mengwi tidak berkeberatan menggirimkan Wayang Gambuh sekaligus dengan dalangnya ( yang bernama Arya Tege ,yang berasal dari Blambangan ) ke belahbatuh, atas permitaan I Gusti Ngurah Jelantik. Demikianlah dapat dikatakan Wayang Gambuh lahir dan berkembang pertamakali di Blahbatuh dengan Arya Tege sebagai dalang yang pertama. Selanjutnya wayang Gambuh ini meyebar ke Sukawati dan kedaerah Badung. Disisilan dimasyarakat dikatakan wayang gambuh ini lahirnya setelah tarian gambuh berkembang ada juga yang bilang wayang gambuh duluan ada daripada tariangambuh dan sampai sekarang itu masih di teliti walaupun sudah ada reprensi dari peneliti yang lain. Sarana pentas yang sering digumakan dalam melakoni/ mementaskan wayang gambuh ialah, Wayang, Dasar wayang ( Padamaran), kelir, tali kelir, jelujuh dan pacek kelir, katung, kropak (gedog), Penggeletakan (cepala), Batang pisang (gedebong), Dalang, Tututan Dalang/ketengkong, dan Gambelan. Jenis dan alat-alat gambelan Wayang Gambuh hampir mirib dengan gambelan tariangambuh. seperti Suling gede, Rebab, Kendang, Kajar, Klenang, Rincik, Kangsi, Gentorang, Kemanak, Kempur, dan Cengceng. Biasanya dalam Wayang gambuh cerita yang di gunaka adalah cerita pepanjian, prabhu lasem, Terbakarya alas teratai bang, dan Prabu Gagelang membangun ‘’ karya’’ di Gunung pengebel, nama tokoh dalam wayang Gambuh tidak sama seperti wayang parwa tokoh wayang gambuh diambil dari tokoh tarian gambuh seperti Panji, Mantri pajang , Naranat eng Gegelang, Nrepati jenggala, Mantri Weke, Prabu Pajang, Demang, Tumenggung, Prabhu Wiranantaja, Ratnaningrat, Rangkasari, Raden Arya, Bhagawan Melayu, Raja Kosa, Raja Bintulu, Raja Gwa, Lembu Suranggana, jara dira, Lawe, Nabi, sirikan, singara, Kadiri, Demung, mataram, Gagak Dwinda, Mantring Toker, Kebo pater, Patih, Mantri rangda, Tan mundur, Agun-agun, Katrangan Banyak, Angkawa, prakasa, Demung, Semar, Jabung, togog, Turas, Bayan, dan Sangit. Dialoh-dialoh yang dilakukan oleh tokoh-tokoh dalam wayang Gambuh kecuali Penakawan, mengunakan bahasa Kawi tengahan ( kawi Madia), sesuai dengan bahasa Kawi yang di pakai dalam lontar malat, sedangka tokoh penakawan mengunaka bahasa Bali. Dalang yang mementaskan wayang gambuh sebelum mempelajari atau mementaskan wayang gambuh seorang dalang harus mereprensikan darma pewayangan gambuh menjadi panutan kepada dalang yang melakonkan/mementaskan wayang gambuh, darma pewayangan gambuh hampir mirib dengan darma pewayangan parwa. isinya tentang bagaimana sikapseorang dalang seperti bagai mana seorang dalang bila sudahsampai di depan rumah orang yang mengupah pertunjukan wayang, bagaimana sikap seorangdalang dalam sikap duduk dalang pada saat sampai ditempat pentas, sikap dalang padasaat melakonkan wayang dan pada saat dalang memberikan tutur/nasehat (wejangan-wejangan), dan mengetahui perosesi sebelum melakukan pementasan wayang, mempelajari mantramantra. Selain itu dalang dalam berkeluarga dalang harus bias menuntun dan mengayomi keluarga dan bias menjaga sikap bertingkah laku di masyarakat, Gunanya dalang wayang gambuh yang mepelajari darma pewayangan gambuh utuk menguatkan rasa seorang dalang mementaskan wayang gambuh. Dijaman sekarang dikalangan golongan anak muda kurang nya minat mempelajari wayang gambuh karena kurangnya adanya sosialisasi dan pengenalan tentang perkembaan, sejarah tentang wayang gambuh, dan kurangnya adanya pemberdayan bagi dalang wayang gambuh yang dulu-dulu untuk ikut berperan/berpartisipasi dalam melestari kan kesenian wayang gambuh, di jaman sekarang perkembangan wayanggambuh sebenarnya harus berkembang seperti wayang parwa, wayang Ramayana, dan wayang tantri untuk membawa wayang gambuh berkembangan/ exsis di jaman sekarang kita sebagai golongan muda harus mempelajari kesenian yang langka gunanya untuk mempertahankan ke senian tradisi budaya yang ada di Indonesia. Selain itu juga untuk lebih mudah mempelajari kesenian yang hampir punah ini kita sebagai golongan muda yang ingin melestarikan kesenian wayang gambuh ini harus ada yang mengkaji tentang bagai mana mempelajari wayang gambuh tersebut gunanya untuk mempermudah mempelajari kesenian wayang gambuh ter sebut makanya kita sebagai golongan muda yang melestarika kesenian yang langka makanya perlu diadakan pengkajian sesudah itu kita dalam melestarikan kesenian wayang gambuh juga perluada reprensi/buku dariasil pengkajikan tersebut. Permasalahan yang adadi jaman sekarang walaupun sudah ada yang peduli dengan ke senian wayang gambuh ini kita melihat belumjuga masyarakat merespon pementaan wayang gambuhini , karena perkembangan jaman sekarang masyarakat lebih menyukai hiburan bersipat komedian, dijam sekarang kita sulit mengajak masyarakat untuk menyukai kesenian yang sudah hampirpunah, walaupun sudah ada reprensi atau buku sejarah tentang wayang gambuh sulitjuga untuk dimengerti karena kurangnya ada partisipasi masyarakat dan golongan pejabat petinggi untuk mengadakan pementasa wayang gambuh, gunanya untuk memberitahu / supaya masyarakat yanglain tahu bahwa wayang gambuh ini juga bagian dari kesenian yang dimiliki oleh masyarakat bali, walaupun ke senian wayang gambuh ini di datangkan dari Blambangan (jawa timur) oleh raja Mengwi, I Gusti Agung Sakti Belambangan pada abad ke XV. Kita sebagai pencinta seni marilah kita lestarikan kesenian ini jangan biarkan sampai punah marikita pertahanka kesenian ini demi anak cucu kita selanjutnya jangan biarkan sampai kesenian yang ditingalkan oleh nenek moyang kita diambil oleh negaralain demi indonesia maju melalui seni dan budaya.

Comments are closed.

Previose Post: