Monthly Archives: Juni 2014

Sejarah Gamelan Angklung 8 Nada di Desa Pupuan

Berawal dari kegiatan menyambut hari raya nyepi atau tahun baru saka bagi umat hindu Bali pada umumnya dan pupuan pada khususnya. Secara rutin di desa Pupuan hari Raya Nyepi disambut oleh masyarakat sesuai dengan adat budaya yang ada di Desa Pupuan. Sehari sebelum perayaan hari raya nyepi dilaksanakan ada sebuah acra pengerupukan yang disertai dengan kegiatan pawai ogoh-ogoh untuk menambah semarak dan meriahnya pawai tersebut, perlu ada semacam alat instrument yang dapat mengiringin ogoh-ogoh tersebut. Pada perayaan sebelumnya ogoh-ogoh hanya diiringi dengan alat instrument sederhana yang sangat tradisional yakni hanya menggunakan gamelan tek-tekan ( kulkul ), kemudian dari pengurus adat banjar merasa terketuk untuk mewujudkan seperangkat gamelan yang dimaksud, lewat obrolan kecil dengan segelintir anggota masyrakat ditempat pembuatan ogoh-ogoh sehingga terjadilah sebuah program yang disampaikan pada anggota masyarakat banjar Pupuan melali rapat banjar pada pertengahan bulan april tahun 1994. Dalam rapat banjar anggota masyarakat sangat mendukung dan menyetujui diwujudkannya alat dimaksud dengan ketentuan setiap anggota masyarakat sanggup untuk dikenakan biaya iuran sebesar Rp. 25.000;-/anggota ditambah dengan donatur-donatur dari anggota masyarakat yang meiliki penghasilan lebih dan kemudian atas kesepakatan bersama pengurus banjar langsung berbuat sehingga akhirnya pada awal bulan september tahun 1994 dapat terwujud hanya beberapa bagian gamelan saja yang di antaranya :
– Lajur reong orosan
– 2 tungguh gangse pemade
– 1 buah gong besar
– 1 buah kempur
– 1 buah tawa-tawa
– 4 takep ceng-ceng kopyak dan sepasang kendang dengan laras angklung kebyar yang bernadakan cirikhas Buleleng dengan jumlah daun gamelan sebanyak 7 buah dengan nada : Ndang, Nding, Ndong, Ndeng, Ndung, Ndang, Nding.
Kemudian dengan kesepakatan dari para seniman banjar pupuan, dari jumlah daun gamelan 7 nada ditambah menjadi 8 nada yakni : Ndung, Ndang, Nding, Ndong, Ndeng, Ndung, Ndang, Nding. Yang maksudnya untuk memudahkan cara memukul dalam memasukan sebuah tabuh dari jenis kreasi, kemudian dengan cepat atas dukungan dan motivasi para seniman diusulkan agar dilengkapi sehingga menjadi seperangkat gamelan angklung kebyar yang bertujuan agar dapat berfungsi untuk kegiatan keagamaan dan berbagai jenis. Kegiatan upacara adat dan agama, hal ini mendapat dukungan yang positif dari seluruh masyarakat banjar Pupuan dengan menambah iuran lagi sebanyak Rp. 20.000/anggota, sehingga terwujudlah seperangkat gamelan angklung kebyar dengan cirikhas Buleleng Singaraja.
Maksud Dan Tujuan
Sesuai dengan hasil rapat anggota banjar adat Pupuan setelah terbentuknya sebuah sekha angklung yang diberi nama “ Sekha Angklung Eka Dharma Buana “. Di mana seperangkat gamelan angklung kebyar tersebut adalah bertujuan untuk menunjang kegiatan suka-duka yang terjadi pada setiap anggota masyarakat banjar Pupuan dalam kegiatan panca yadnya diantaranya: Manusa yadnya, dewa yadnya, Bhuta yadnya, Pitra yadnya, dan Rsi yadnya dan tidak membatasi kegiatan sekhe dalam mengembang tumbuhkan kreasi lewat pentas dan komersial demi kemajuan dan meningkatnya angklung kebyar yang telah dibentuk sesuai dengan visi dan misi.

Visi : Ikut menjaga, memelihara dan melestarikan seni budaya demi ajegnya Bali
Misi : Menggali dan meningkatkan kreatifitas dan kecerdasan para seniman untuk mencapai kebahagian dan kesejahtraan lahir dan batin. Banjar adat Pupuan khususnya anggota masyrakat telah mampu dalam mewujudkan seperangkat alat gamelan atau instrument kesenian bali dibidang seni karawitan dengan bentuk angklung kebyar, itu semua berkat rancangan dan program serta motivasi dari para prajuru atau pengurus banjar adat sesuai dengan kebutuhan dan penggunaan dari gamelan angklung tersebut sangat relevban dalam menunjang kegiatan-kegiatan keagamaan karena erat sekali hubungannya dengan rangkaian upacara-upacara Panca Yadnya, terlebih lagi Bali sejak dahulu dikenal dengan seni budayanya kesenian Bali sudah lumbrah dan dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat sampai kemancanegara, oleh karena kita sebagai orang Bali mempunyai kewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan melestarikan seni budaya Bali khususnya dibidang seni karawitan.
Keanggotaan Dan Kelanjutan Angklung Kebyar
Dalam pembentukan sebuah sekhe anggotanya adalah terdiri dari :
– Anggota luar biasa adalah semua anggota masyarakat wajib ikut dalam keanggotaan karena angklung milik banjar adat.
– Anggota tetap adalah anggota masyarakat yang tercantum dalam daftar setruktur sekha, dan kemudian tentang pemeliharaannya apabila ada kerusakan dan yang lainnya menjadi tanggung jawab anggota banjar Pupuan.
Kegiatan yang sering dilakukan oleh sekha angklung ini byasanya kegiatan dalam bentuk ngayah di pura. Jika ada kematian khususnya di banjar adat Pupuan, sekha angklung ini ikut serta turut berduka cita dan mengiringi ke setra menggunakan gamelan baleganjur angklung, dan pernah ikut pentas dalam pawai pembukaan Pesta Kesenian Bali ( PKB ) tahun 2009 yang pada waktu itu diadakan di Puputan Badung. Masyarakat banjar pupuan terutama kepada sekha angklung kebyar sangat bersemangat mengikuti pawai, itu terbukti dengan kesiapan mereka latihan-latihan di banjar untuk persiapan pawai pada waktu itu. Ketika pentas , para penonton begitu terhibur dan senang mendengar gending yang dimainkan, di mana suaranya begitu mencirikhaskan gamelan angklung 7 Nada stail gaya Buleleng ini. Karena di daerah bagian timur jarang atau tidak sama sekali ada gamelan angklung yang berlaraskan selendro 7 Nada. Dari sekian pengalaman dan kegiatan yang dilakukan oleh sekha angklung ini, tetap aktif mengikuti kegiatan baik di banjar, di desa maupun di luar desa adat pekraman Pupuan. Banjar pupuan juga memiliki sekha angklung wanita yang terbentuk pada tahun 2011 yang lalu yang diberi nama sekha angklung kebyar wanita ”Candra Praba Swari”. Dalam latihan ibu-ibu pkk sangat bersemangat mengikuti latihan, meskipun belum semua hafal betul memainkan instrument yang dipukul mereka mengikuti latihan dengan gembira dan pada saat latihan-latihan di banjar para seniman tua ikut turun serta guna untuk membina dan membingbing dalam latihan tersebut. Meskipun belum cukup lama , sekha angklung kebyar wanita ini sudah memberanikan diri ikut serta dalam kegiatan ngayah-ngayah di pura. Sejarah angklung kebyar ini dapat ditulis dan diceritakan lewat penuturan dari salah satu anggota masyarakat banjar pupuar yang ikut sebagai perintis dari angklung kebyar tersebut. Demikain disampaikan sejarah Angklung Kebyar 8 nada di Desa Pupuan, kurang lebihnya mohon disempurnakan. Terima kasih
Sumber : I Wayan Sukarata ( ketua sekha )