gedeyudana

Blog

Pelayon Dagang Uyah

Filed under: Tak Berkategori — gedeyudana at 9:44 am on Sabtu, Maret 24, 2018

A. Latar Belakang Analisa

Suatu hal yang mendasari keinginan saya untuk meneliti atau menganalisa gending Tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah ini adalah yang pertama, gending ini begitu populer dan menjadi ciri khas dan merupakan suatu gending utama jika sekaa tabuh di Banjar Suraberata melakukan prosesi ngayah di Pura-Pura. Kedua, karena adanya narasumber dan bukti otentik yang bisa dijadikan bahan guna memperkuat analisa. Yang ketiga, tabuh ini memiliki keunikan yang menjadi ciri khas gending lelambatan Pejaten khususnya dan tabanan pada umumnya.

 

B.     Pencipta Tabuh

Sesuai dengan informasi yang saya dapat dari narasumber I Wayan Dani dan I Gusti Made Yasa selaku penerus lelambatan Pejaten, hingga saat ini penata dari Tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah ini tidak diketahui siapa orangnya atau sering disebut anonim. Yang narasumber ketahui hanyalah orang yang membawa ataupun memperkenalkan tabuh-tabuh lelambatan termasuk Tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah ini hingga di Banjar Pangkung Pejaten. Orang tersebut ialah sugra pakulun Bapak Gobyah.

 

C.    Asal Mula Tabuh

Menurut narasumber I Wayan Dani, asal tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah ini berasal dari Pangkung Prabhu, Desa Delod Peken, Tabanan. Kemudian tabuh ini dicetuskan di banjar pangkung pejaten.

Diperkirakan asal mula terciptanya Tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah ini  adalah tabuh pelayon gede. Karena tabuh ini bersifat umum akhirnya penata membuat suatu tambahan lainnya hingga terciptalah satu karya tabuh yang diberi judul pelayon dagang uyah.

Selain itu, ketika tabuh pelayon ini dituangkan di Banjar Pangkung Pejaten yang awalnya hanya berupa kawitan pengawak dan pengisep saja, ditambahlah Tabuh Telu sebelumnya guna mengawali gending pelayon ini oleh I Wayan Dani. Dan pada bagian akhir dibuatkan pula suatu tabuh pengecet dengan tempo agak cepat yang diberi nama pengecet Teteboan I Wayan Dani pula. Adapun fungsi dari Pengecet Teteboan ini adalah untuk megirang-girangan ketika usai menabuh dan itu tandanya bagi penabuh untuk katuran boga.

Dan pada tahun 1974, diadakanlah rekaman guna mempublikasikan gending-gending lelambatan termasuk Tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah ini.

Oleh karena itu dengan berbekal ciri khas Tabuh Lelambatan Pejaten tersebut hingga kini tabuh ini begitu dikenal di Bali khususnya di Tabanan yang biasanya dijadikan sebagai tabuh pengiring upacara Dewa Yadnya seperti Piodalan.

 

D.    Sejarah Dituangkannya Tabuh 6 Pelayon Dagang Uyah Di Banjar Suraberata

Tabuh ini dituangkan di Banjar Suraberata, Lalang Linggah, Selemadeg Barat, Tabanan pada tahun 2007 oleh I Wayan Dani asal pejaten. Kisah dipilihnya tabuh ini sebagai tabuh klasik yang ada di banjar ini karena diharapkan oleh Pengurus tabuh supaya ada salah satu tabuh klasik yang ada di Tabanan. Maka dari itu pengurus mencari Pembina tabuh dari banjar pangkung pejaten yang bernama I Wayan Dani. Setelah itu diberilah tabuh yang disebut tabuh 6 pelayon dagang uyah. Proses latihan kira kira 3 minggu dengan seminggu 2 kali latihan. Selama 1 kali latihan dari jam 8 sampai jam 11 malam.

 

E.     Pemberian Judul Tabuh

Dasar dari pemberian judul tabuh ini adalan penciptaan pribadi dari penata karena terinspirasi dari orang-orang yang ada di daerah Tabanan selatan. Menurut narasumber I Wayan Dani dan I Gusti Made Yasa, pada jaman dahulu para tetua yang menciptakan gending ini sedang “ngalu” atau berangkat ke desa lain membawa barang dagangan untuk dijual. Pada suatu ketika, dilihatlah orang yang sedang membawa garam untuk dijual ke pasar. Sambil beristirahat dibuatlah suatu gending pelayon tersebut. Itulah ide dari penata tabuh, maka dibuat tabuh klasik yang disebut pelayon dagang uyah.

Menurut Ketut Kantara, tabuh ini diibaratkan seperti dagang uyah yang berjalan jauh yang mempengaruhi struktur tabuh yang panjang dan dengan dinamika keras lambat seperti dagang uyah yang kecapaian menjajakan garamnya.

 

F.     Bentuk Tabuh

Tabuh Pelayon dagang uyah ini adalah tabuh lelambatan yang berbentuk tabuh 6. Karena pada bagian pengawak terdapat pukulan jegong, lalu kempli, lalu jegog, dan kempur itu diulang sebanyak 6 kali. Lalu pada akhir bait diakhiri dengan pukulan gong.

 

G.    Instrumen Yang Digunakan

Jenis instrumen yang dipakai adalah gong kebyar.

Mengapa Gong Kebyar? Alasan yang pertama adalah, karena di Banjar Suraberata hanya terdapat Gong Kebyar dan Baleganjur. Maka yang memungkinkan untuk menuangkan tabuh ini adalah pada gambelan Gong Kebyar. Kedua, karena bentuk dari tabuh ini adalah tabuh 6 lelambatan, dan terdapat variasi kotekan, maka dipihlah Gong Kebyar sebagai media untuk menuangkan gending ini.

H.    Struktur Tabuh

1.      Diawali dengan tabuh 3

Pada bagian ini, sama halnya dengan tabuh 3 pada umumnya. Disini terdapat terompong sebagai pengawit, dengan tempo yang agak cepat.

2.      Pemungkah

Pada bagian Pemungkah, tabuh ini diawali dengan memainkan instrument terompong yang diikuti jegog, lalu dilanjutkan dengan pukulan kendang, gangsa dan cengceng serta diakhiri dengan gong.

3.      Pengawak

a.      Pengawak 1

Pada bagian pengawak Pertama diawali dengan pemukulan terompong dan kekendangan yang kebanyakan gegilak Pada pengawak yang pertama, saat sebelum jublag dipukul masuklah cengceng diakhiri dengan kempli, pada baris kedua tidak berisi cengceng dan diakhiri dengan kempur, dan begitu seterusnya sampe akhir tabuh pengawak itu dengan pemukulan kempur sebanyak 6 kali dan diakhiri dengan gong.

b.      Pengawak 2

Pada bagian pengawak Kedua diawali dengan pemukulan kendang dan disusul oleh terompong. Pada pengawak yang pertama, saat sebelum jublag dipukul masuklah cengceng diakhiri dengan kempli, pada baris kedua tidak berisi cengceng dan diakhiri dengan kempur, dan begitu seterusnya sampe akhir tabuh pengawak itu dengan pemukulan kempur sebanyak 6 kali dan diakhiri dengan gong. Pada bagian ini kekendangan yang digunakan adalah kebanyakan batu-batu.

4.      Pengisep

Bagian ini diawali dengan pemukulan tromping. Pada Pengisep yaitu sama stukturnya dengan Pengawak hanya saja tempo yang lebih lambat dan kekendangan yang kebanyakan batu batu.

5.      Pengecet Teteboan

Pada bagian Pengecet Teteboan ini diawali dengan terompong terlebih dahulu. Adapun bentuk dari pengecet ini adalah tabuh telu yang  memiliki tempo lambat, lalu cepat, lambat dan seterusnya hingga pada akhirnya kembali lambat. Pada bagian ini terdapat dua macam melodi dan motif.

 

I.       Jenis Pukulan Yang Digunakan

1.      Gangsa

Jenis kotekan, nyilihasih atau norot dan disertai variasi khas Pejaten

2.      Kendang

Kekendangan yang dipakai adalah gilak atau disebut juga kilit bun, batu batu

3.      Jublag

Jublag dipukul setiap 2 ketukan dalam setiap baris

4.      Jegog

Jegog dipukul setiap 4 kali pemukulan jublag

5.      Kempli

Kempli dipukul setiap 2 kali pemukulan jegog setelah pukulan kempur, kecuali baris terakhir

6.      Kempur

Kempur dipukul setiap 2 kali pemukulan jegog setelah pukulan kempli

7.      Gong

Pemukulan gong adalah baris terakhir setelah 6 kali pemukulan kempur

 

Narasumber :

1.      I Ketut Kantara

2.      I Wayan Dani

3.      I Gusti Made Yasa



Tidak ada komentar

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Sorry, the comment form is closed at this time.