Gender Wayang
Posted Under: Tak Berkategori
Gender wayang adalah sebuah instrument yang terdapat di bali, instrument ini termasuk dalam golongan instrument tua. Gender wayang biasanya digunakan pada saat upacara keagamaan dan sebagai pengiring sebuat tarian atau pertunjukan. Gender wayang mememiliki susunan nada yang berbeda dari susunan nada gong kebyar dan di daerah tertentu gender wayang merupakan suatu intrumen yang disakralkan.
Terkait dengan laras, gender wayang pada umumnya memiliki laras slendro lima nada , yang jumlah bilahnya sebanyak sepuluh buah dan memiliki dua oktaf. Jika disejajarkan dengan deret nada musik nasional laras slendro dapat digambarkan seperti ini :
Nada nasional : do re mi fa sol la si do
Nada slendro : ding dong deng – dung dang – dinng tinggi
Cara memainkan gender wayang pada umumnya menggunakan panggul yang berjumlah dua buah panggul yang di pegang di sebelah kanan berfungsi sebagai pelilit, sedangkan panggul yang dipegang di sebelah kiri berfungsi sebagai pembawa melodi atau pokok gending.
Dalam permainan gender wayang biasanya memiliki suara yang khas, suara yang dihasilkan oleh gender wayang ialah berasal dari dirinya sendiri yang juga disebut dengan istilah Idiophone. Yang dimagsud dengan suara yang dihasilkan oleh dirinya sendiri itu ialah , sumber suara yang berasal dari bilah yang di tegaskan atau di besarkan oleh bamboo yang biasa disebut dengan sebutan bumbung.
Sistem pengolahan bilah pada gender wayang yaitu suber suara yang dihasilkan dari getaran pada saat dipukul dengan panggul. Pada sebuah bilah ada susunan nada, dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi. Tinggi rendahnya nada tersebut dipengaruhi oleh panjang pendeknya bilah dan tebal tipis nya bilah. Semakin panjang dan semakin tipisnya bilah akan mengakibatkan suara yang dihasilkan menjadi nada yang rendah , jika bilah ukurannya pendek dan tebal maka suara yang dihasilkan cendrung akan tinggi.
Tempo permainan gender wayang adalah bersifat Monometra Skematika yang berarti tempo yang terikat pada ketukan. Pada permainan gender wayang tidak mengenal istilah utang duduk seperti permainan suling dan terompong. Permainan gender wayang harus memiliki tempo yang jelas, jika temponya kacau maka permainannya akan terdengar tidak enak.
Jika dilihat dari 5 fungsi instrument,yang terdiri dari Balunganing gending yang berfungsi sebagai rangka lagu atau melodi lagu, Amandama lagu yang berfungsi sebagai pelilit lagu, Adumanis lagu yang berarti penghias lagu atau pemanis lagu, Anceran wiletan yang berarti pembawa tempo, dan Angeran wiletan yang berarti penjaga tempo. Pada instrumen gender wayang termasuk dalam Amandama lagu yang artinya sebagai pelilit dalam suatu gending barungan.
Peranan gender wayang biasanya digunakan sebagai pelengkap upacara keagamaan contoh nya seperti orang metatah atau mesangih, mengiringi upacara pelebon atau ngaben, dan bisa juga sebagai alat pengiring tari wayang wong dan pementasan wayang kulit.
Unsur- unsur pembentuk gender wayang adalah ada empat komponen, yaitu : pelawah, tali atau jangat, gantungan, panggul dan bilah. Unsur- unsur tersebut akan saya jelaskan dibawah ini.
a. Pelawah
Pelawah ialah badan dari sebuah gender wayang yang terbuat dari kayu yang di ukir. Fungsi dari pelawah tersebut ialah sebagai tempat menyangga sebuah bilah yang akan dipasang di atas bambu atau yang sering disebut dengan bumbung yang berfungsi sebagai pengeras suara dari bilah tersebut, selain itu di bagian bawah ada sebuah kayu sebagai kaki digunakan sebagai penyangga agar pelawah tidak jatuh, yang terakhir di bagian atas ada sebuah kayu berbentuk bulat lonjong yang meruncing, tempat nya di bagian samping kanan dan kiri pelawah, fungsinya sebagai tempat mengikatkan tali jangat yang akan terpasang untuk menggantung bilah bilah di atas bumbung.
b. Tali/ jangat
Jangat ialah sebuah tali yang terbuat dari bahan plastic yang sangat kuat, yang berfungsi sebagai penggantung bilah di atas bumbung supaya suara bilah mau bergetar atau “ma ereng”.
c. Gantungan
Gantungan ini ialah sebuah penyangga tali yang diapit oleh empat buah bilah “kanan dan kiri”, yang terbuat dari bahan logam ataupun kayu, gantungan ini berfungsi sebagai penyangga tali atau jangat yang akan digantungkan dengan sebuah bilah kerrawang. Dahulu gantungan ini terbuat dari kayu yang disangga oleh kulit sapi yang telah di potong, namun karena perkembangan jaman sekarang telah banyak gantungan yang terbuat dari logam yang langsung tertancap di pelawah, bukan seperti dulu yang di gangtung dengan sebuah kulit yang terbuat dari kulit sapi.
d. Bilah
Bilah adalah sumber suara dari gender wayang tersebut, bilah biasanya terbuat dari kerrawang yang bahan dasarnya adalah campuran dari tembaga dan timah atau bisa juga ditambah dengan emas dengan kandungan yang sedikit. Bilah ini memiliki susunan nada yang telah diatur. Biasanya pengaturan suara/ nada bilah diatur dengan memanjangkan atau memendekkan ukuran bilah itu sendiri, atau bisa juga dengan cara menebalkan atau menipiskan bilah. Biasanya jika kita menginginkan suara bilah agar menjadi suara yang rendah atau besar kita bisa membuat bilah dengan ukuran yang panjang dan tipis, jika kita menginginkan bilah yang suaranya rendah atau kecil, kita bisa membuat bilah yang ukurannya pendek dan ukurannya agak kecil. Untuk kualitas bilah yang baik , pada awalnya dibuat dengan cara di tempa atau di pukul pukul hingga bahan bilah menjadi padat, namun setelah perkembangan jaman cara membuat bilah sudah berubah, kini cara membuat bilah sudah menggunakan mesin cetak yang hanya di tempa dengan satu kali pukulan saja. Namun kualitas bilah yang dibuat dari pabrik yang di cetak biasanya lebih cepat patah karena bahan bilah tersebut tidak padat sampai ke dalam, jika pembuatannya dilakukan dengan cara di tempa berkali- kali pasti akan menghasilkan kualitas bilah yang sangat baik.
Gending – gending pada gender wayang kurang lebih yaitu : gending katak ngongkek, merak angelo, crucuk punyah, sesapi ngindang, sekar sungsang, lasan megat yeh, dan masih banyak yang lainnya. Gending – gending tersebut masih ada banyak fersi – fersinya contohnya gending katak ngongkek di badung, gianyar, klungkung, denpasar, dan buleleng tidak sama, dalam artian payas dan otekannya yang tidak sama namun pokok gending atau melodinya mayoritas sama dan menyerupai. Konon menurut tuturan teman, perbedaan gending tersebut terjadi karena pada zaman dahulu para tetua kita tidak ada yang terlalu belajar secara formal mereka kebanyakan sebagai seniman alam, maka dari itu untuk mencari ilmu atau menambah wawasan mereke, mereka hanya mendengar dan mendengar gending gending yang dimainkan oleh senior mereka dengan tidak menanyakan atau berguru kepada senior mereka. Karena dengan mendengarkan mereka tidak tahu jelas, bagaimana otekan yang benar, maka dari sanalah perbedaan otekan atau motif gending di suatu wilayah bisa berbeda, namun sebenarnya pokok gendingnya sama hanya payasnya saja yang berbeda.
nara sumber : I Ketut Agus Angrama, SSn.