Sosok Kyai Bonokeling, rahasia di balik leluhur suku asli Banyumas

Di daerah Banyumas di Jawa Tengah terdapat masyarakat dengan budaya dan adat yang unik, yaitu Tradisi Bonokeling. Mereka dipercaya sebagai keturunan Kyai Bonokeling, salah seorang pemuka agama setempat.

Dikutip dari Indonesia.go.id, asal usul Kyai Bonokeling masih menjadi misteri. Menurut laporan, dia adalah gubernur Kerajaan Ruhul di Brasil dan mewariskan semua ajarannya kepada keturunannya.

“Gambarnya dianggap sangat mistis dan bisa menjadi jalan bagi keturunannya untuk mencapai dunia dan keselamatan di akhirat,” kata Page.

Ridwan dkk dalam bukunya yang berjudul Islam Kejawen, Sistem Kepercayaan dan Ritual Adat Cucu Bonokeling menjelaskan bahwa tokoh ini memilih meninggalkan dan mengolah lahan pertanian di Desa Pekuncen Banyumas.

Dia kemudian mengajari penduduk setempat cara bercocok tanam dan beternak. Ia juga menyebarkan ajaran Islam dengan mengadaptasi nilai-nilai budaya lokal. Sekarang upacara ini masih dilakukan oleh masyarakat melalui upacara unggah.

Kyai Bonokeling dipercaya sebagai murid Sunan Kalijaga, salah seorang Wali Songo. Sunan Kalijaga juga mengajari Kyai Bonokeling membaca syahadat. Memakannya dalam setiap pengembaraan, dia mengajarkan Islam.

Namun selain ajaran Islam, putera Putu justru menerima ajaran lain. Meskipun kredo tambahan ini mungkin tidak diumumkan secara terbuka. Hal ini untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sakral, dan kesucian ajaran Kyai Bonokeling.

“Oleh karena itu, demi menjaga kesuciannya, ora ilok juga dituturkan kepada siapa saja, terutama yang bukan keturunan Anak Putu,” tulis Eko Susanto dari Jalan Sunyi Wangsa Bonokeling Banyumas sengaja meninggalkan misteri abadi tentang leluhur. oleh Mojok.

Eko menyebut sosoknya hingga saat ini masih menjadi misteri karena rahasia ajaran Kyai Bonokeling. Bahkan sejarahnya tetap menjadi misteri, karena pengetahuan dan ajarannya berada di bawah permukaan.

Kyai Sumitro mengungkapkan, jejak keberadaan Kyai Bonokeling masih bisa ditemukan dari pohon Angsana Jawa yang tumbuh di kawasan Kedaton. Menurut cerita leluhur, Kyai Bonokeling menanam pohon tersebut sebagai tanda musim.

Saat daun berguguran, itu pertanda musim kemarau. Namun saat daunnya mekar, itu pertanda musim hujan. Karena kepentingannya, warga dilarang memetik daun dan menanam tanaman, apalagi menebang pohon.

“Kedaton adalah simbol keabadian. Manusia tidak boleh ikut campur,” kata dia mengutip Merdeka.

Semasa hidupnya, Kyai Bonokeling memberikan lima ajaran kepada umatnya yang disimbolkan dengan lima jari pada telapak tangan. Misalnya, jari kelingking melambangkan pentingnya doa sebagai manifestasi kehadiran Tuhan.

Sedangkan jari manis melambangkan rasa syukur, sebagaimana tercermin dalam tradisi slametan. Jari tengah adalah ilmu, panduan untuk memilih yang baik dari yang buruk. Jari telunjuk adalah simbol kebijaksanaan dan keadilan.
mpo slot
slot5000
mpo slot
slot 4d
gacor77
slot777

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *