Oktober 16th, 2013

1. Sejarah Gamelan Gong Kebyar di Banjar Tunon, Singakerta, Ubud

 

Keberadaan barungan gamelan Gong Kebyar di Banjar Tunon memiliki sejarah yang panjang dan unik yang mungkin tidak dimiliki oleh banjar – banjar yang lain, adanya barungan Gong Kebyar yang diwariskan sampai saat ini terjadi dengan perjuangan yang begitu panjang dan berat. Menurut hasil wawancara saya dengan beberapa informan mengatakan bahwa di Banjar Tunon pada awalnya belum memiliki gamelan sama sekali. Setiap kali ada upacara adat seperti Piodalan di Pura, masyarakat Banjar Tunon selalu menyewa gamelan dan langsung dengan penabuhnya di Banjar tetangga yaitu di Banjar Sigaran, Abiansemal, Badung. Melihat hal tersebut, para prajuru/pengurus bersama masyarakat Banjar Tunon sepakat untuk mengadakan rapat banjar untuk membicarakan hal itu. Dari hasil rapat tersebut, masyarakat Banjar Tunon kemudian berinisiatif untuk membeli seperangkat gamelan yaitu gamelan Gong Kebyar. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk memberikan ruang gerak bagi masyarakat Banjar Tunon untuk mengembangkan diri khususnya dalam bidang seni karawitan dan setiap kali ada acara atau upacara adat di Banjar Tunon supaya tidak selalu menyewa gamelan dan penabuh pada tetangga yang kalau dilihat dari segi ekonomi akan menghabiskan biaya yang cukup besar dan secara tidak langsung akan membuat ketergantungan kepada banjar tetangga.

Pada saat itu, sekitar tahun 1972 di Banjar Tunon belum bisa membeli seperangkat gamelan sekaligus, hal tersebut terjadi karena terbatasnya dana yang dimiliki oleh masyarakat Banjar Tunon. Untuk menyiasati hal tersebut maka dilakukan pembelian secara bertahap dengan membeli instrumen yang berfungsi vital terlebih dahulu dan diikuti oleh instrumen ornamentasi walaupun dalam keadaan kurang lengkap karena baru sampai pada pembelian bilahnya saja atau tanpa pelawah (tempat menggantungkan bilah gamelan). Masyarakat Banjar Tunon sangat bersyukur sudah bisa memiliki seperangkat gamelan Gong Kebyar meskipun belum lengkap dan belum berisi pelawah. Gamelan Gong Kebyar tersebut dibeli di tempat salah satu Pande (orang yang membuat gamelan) yang ada di Desa Tiyingan, Klungkung dengan dana yang bersumber dari iuran yang diwajibkan kepada seluruh masyarakat serta didukung oleh Sekeha Manyi yang ada di Banjar Tunon yang dengan suka rela menyumbangkan dana. Gamelan tersebut dibeli dengan sistem pembayaran secara kredit.

Adapun jenis – jenis instument yang baru bisa dibeli pada saat itu antara lain :

  1. Ugal atau Giying 1 buah
  2. Gangsa atau Pemade 4 buah
  3. Jublag atau Calung 2 buah
  4. Jegog 2 buah
  5. Reyong 1 buah ( dengan 12 pencon )
  6. Kendang 1 pasang ( lanang wadon )
  7. Kajar 1 buah
  8. Ceng – ceng ricik 1 buah
  9. Kempur 1 buah
  10. Gong 1 pasang ( lanang wadon )
  11. Ceng – ceng kopyak 3 buah

Karena gamelan itu belum berisi pelawah, jadi gamelan tersebut belum bisa untuk digunakan/dimainkan. Beberapa bulan setelah membeli seperangkat gamelan tersebut kemudian masyarakat Banjar Tunon memiliki keinginan yang besar supaya gamelan yang sudah dibeli itu dibuatkan pelawah agar gamelan itu bisa dimainkan nantinya. Melihat minimnya dana yang dimiliki masyarakat Banjar Tunon, tidak memungkinkan rasanya untuk membeli kayu yang banyak sebagai bahan utama pembuatan pelawah. Dibawah pimpinan Alm.Kak Raji ( Bendesa pada saat itu ), masyarakat bersama para prajuru kemudian mengadakan rapat banjar untuk membahas masalah pembuatan pelawah tersebut. Pada saat rapat itu berlangsung, ada usulan – usulan dari beberapa anggota masyarakat untuk meminta kepada masyarakat yang mempunyai pohon besar seperti pohon nangka, supaya menyumbangkan kayunya secara suka rela untuk dijadikan pelawah gamelan. Masyarakat pun merespon dengan sangat baik usulan tersebut dan rela menyumbangkan pohon – pohonya untuk dijadikan pelawah gamelan.

Dengan dukungan masyarakat yang begitu antusias, maka dalam waktu yang cukup singkat kayu – kayu itu pun sudah tersedia. Setelah kayu – kayu yang dibutuhkan sudah diperkirakan cukup untuk beberapa tungguh pelawah, maka masyarakat Banjar Tunon pun kemudian mencari Pande ( orang yang membuat gamelan ) dari Desa Tiyingan, Klungkung itu untuk membuatkan pelawah gamelan yang dibeli disana sebelumnya oleh Banjar Tunon pada saat itu. Setelah hampir satu bulan Pande ( orang yang membuat gamelan ) pelawah yang diinginkan tersebut sudah selesai dibuat lengkap dengan bumbung (resonator)

Sekitar tahun 1973, tepatnya setahun setelah membeli bilah – bilah gamelan tersebut, Banjar Tunon pun akhirnya memiliki gamelan yang sudah bisa dimainkan. Rasa haus masyarakat Banjar Tunon terhadap suatu gamelan sudah sedikit terobati karena keinginan masyarakat untuk memiliki gamelan sudah terpenuhi, meskipun dalam keadaan barungan Gamelan Gong Kebyar itu belum sepenuhnya dapat dikatakan lengkap, karena masih ada beberapa instrument yang belum ada dalam barungan itu, seperti : Kantilan, Penyacah, Kempli, Terompong, Tawa – tawa, Rebab, Gentora, dan Suling. Akan tetapi hal tersebut tidak mengurangi makna dari barungan Gong Kebyar, tanpa adanya beberapa instrumen tersebut tabuh atau lagu dari Gong Kebyar tersebut sudah bisa dimainkan.

Dikarenakan sudah mempunyai gamelan yang siap untuk dimainkan, kemudian masyarakat Banjar Tunon mulai memikirkan untuk mencari pelatih untuk mengajarkan menabuh disana. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan I Made Ruki dan I Nyoman Meja bahwa pada waktu itu di Banjar Tunon mencari pelatih dari banjar tetangga yaitu di Banjar Sigaran, tempat dimana Banjar Tunon sering menyewa gamelan dan penabuh sebelum adanya gamelan di Banjar Tunon. Saat itu ada empat (4) orang pelatih yang mengajarkan menabuh di Banjar Tunon diantaranya bernama :

  1. Nanang Losin
  2. Nanang Beruk
  3. Nanang Pica
  4. Pande

Pada saat itu keempat pelatih ini mengajarkan menabuh hampir setiap hari di Banjar Tunon, hal itu dikarenakan masyarakat Banjar Tunon pada saat itu baru memiliki gamelan dan antusias masyarakat yang ingin tahu bagaimana sebenarnya cara bermain gamelan. Hampir setiap hari melaksanakan latihan yang dilakukan pada sore hari, akhirnya masyarakat Banjar Tunon pun sudah mulai bisa bermain gamelan Gong Kebyar. Masyarakat Banjar Tunon sangat senang dengan keadaan tersebut. Namun pada saat itu sistem pengajarannya sangat berbeda dengan sekarang, pada waktu itu keempat pelatih ini masih ikut menabuh yang menyebabkan Sekeha Gong yang ada di Banjar Tunon masih belum bisa tampil secara mandiri dan masih ketergantungan terhadap kehadiran pelatih. Para pelatih memegang peranan penting dalam suatu pementasan hal tersebut dikarenakan mereka adalah yang memainkan instrumen – instrumen vital dari barungan gamelan tersebut. Adapun instrument penting yang dimainkan oleh pelatih tersebut ialah seperti kendang, ugal, gangsa, dan reyong. Apabila mereka tidak hadir dalam suatu pementasan di Banjar Tunon, maka sudah pasti pementasan itu tidak bisa berjalan. Semua itu karena pelatih itu tidak mau mengajarkan tentang instrument yang dimainkannya kepada masyarakat Banjar Tunon dengan suatu alasan tertentu. Setelah beberapa bulan kemudian karena dirasa sudah lama pelatih itu mengajar, maka tibalah waktu masyarakat Banjar Tunon memenuhi kewajiban mereka untuk membayar upah terhadap jasa para pelatih. Pada waktu itu masyarakat Banjar Tunon membayar jasa pelatih tersebut dengan cara bergotong – royong membajak sawah / matekap di petak sawah yang dimiliki oleh pelatih itu masing – masing. Hal itu dilakukan setiap kali setelah selesai panen padi berlangsung.

Sekitar 5 tahun setelah itu tepatnya pada tahun 1978, karena di Banjar Tunon sudah ada penabuh yang sudah bisa bermain gamelan, kemudian masyarakat Banjar Tunon memiliki keinginan menambahkan instrument – instrument yang masih kurang. Namun pada saat itu karena uang khas atau dana yang dimiliki oleh masyarakat Banjar Tunon masih kurang, maka hanya bisa menambahkan beberapa buah instrument saja, misalnya seperti : Kantilan, Terompong, Ceng – ceng Kopyak, Tawa – tawa, dan Suling. Itu pun dibayar dengan cara kredit juga sama dengan saat pertama membeli gamelan. Gamelan inilah yang diwariskan sampai sekarang yang disimpan di Bale Banjar Tunon, Singakerta, Ubud.

Penabuh yang memainkan gamelan tersebut berasal dari anggota masyarakat dari setiap rumah yang memiliki kemauan untuk belajar seni karawitan. Dari awal berdirinya sampai sekarang Sekeha Gong ini sudah mengalami pergantian personil dari generasi ke generasi berikutnya. Penabuh – penabuh angkatan pertama (1) pada masa itu kini sebagian besar sudah meninggal dunia. Beberapa penabuh yang saya ketahui nama panggilannya berdasarkan hasil wawancara yang saya lakukan masih belum sesuai dengan jumlah penabuh yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan karena orang – orang jaman dulu enggan untuk menyebutkan nama orang yang lebih ua apalagi yang sudah meninggal dunia.

Adapun penabuh angkatan pertama (1) Banjar Tunon :

–          Cemol ( alm )

–          Gusti Aji Tantra ( alm )

–          Nanang Sarbi ( alm )

–          Sarwa ( alm )

–          Sami ( alm )

–          Nanang Bandut ( alm )

–          Asig ( alm )

–          Rondo ( alm )

–          Mandra ( alm )

–          Teku ( alm )

–          Kubuk ( alm )

 

–          Kumpul                 –  Warsa

–          Dana                      –  Gubig

–          Mari                       –  Nanang Nasib

–          Miasa                     –  Pegok

–          Pilih                       –  Selemogan

–          Suka                      –  Bedol

–          Remyok                 –  Monoh

 

Melihat perjuangan para pendahulu yang telah berjasa dalam menghadirkan suatu gamelan di tengah segala keterbatasan. Maka ini bisa dijadikan suatu acuan untuk memberikan perhatian yang lebih terhadap hal tersebut dan sekarang adalah tugas generasi muda untuk melanjutkan perjuangan mereka sehingga apa yang menjadi tujuan awal dari hadirnya gamelan tersebut bisa tercapai dan tetap lestari sampai seterusnya.

 

 

Daftar Informan

Nama               : I Made Ruki

Umur               : 50 tahun

Pekerjaan        : Buruh (Anggota Sekeha)

 

Nama               : I Nyoman Meja

Umur               : 64 tahun

Pekerjaan        : Buruh (Mantan Anggota Sekeha)

 

Nama               : I Wayan Warsa

Umur               : 65 tahun

Pekerjaan        : PNS/pensiun (Mantan Anggota Sekeha)

 

Nama               : I Made Selemogan

Umur               : 70 tahun

Pekarjaan       : Wiraswasta (Mantan Kelihan Banjar Tunon)

 

Nama              : I Wayan Miasa

Umur              : 70 tahun

Pekerjaan       : Wiraswasta (Mantan Anggota Sekeha)

57 Responses to “”

  1. {Link Ahha4d} berkata:

    {Link Ahha4d}

    | evayadnya

  2. oldest free chat line for straigh or gay https://newgaychat.com/

  3. A片 berkata:

    ????

    goodddd thankssss youuuu

  4. online casino with free signup bonus real money usa 2020 https://1freeslotscasino.com/