I Wayan Karta atau yang sering dikenal dengan nama panggilan Cover adalah salah satu seniman bali yang merupakan pemain suling dan juga sebagai pembuat suling. Beliau terlahir di Banjar Pengosekan, Mas, Ubud pada tanggal 4 Maret 1977 dan merupakan anak pertama dari pasangan I Ketut Gandra dengan Ni Nyoman Brati dari 7 bersaudara. Pendidikan terakhirnya di SMSR Ubud pada tahun 1991.
Kecintaan beliau terhadap instrument suling dikarenakan dari lingkungan dan ayahnya yang juga gemar bermain suling. Namun pada waktu itu beliau tidak begitu dalam bermain suling dan hanya iseng-isengan saja dalam bermain suling. Mungkin karena usianya yang masih 13 tahun pada saat itu, yang menyebabkan beliau tidak begitu serius dalam bermain suling. Hal lain yang juga menyebabkan adalah kebiasaan buruk beliau yaitu minum-minuman keras dan sering kali sampai mabuk.
Pada suatu ketika ada seseorang yang bernama Nyoman Dayuh yang juga satu banjar dengan Wayan Karta (Cover) merasa prihatin melihat keseharian beliau yang hanya suka minum-minum dan mabuk. Melihat hal itu, Nyoman Dayuh mengajak beliau belajar bermain gamelan Rindik dan langsung mengajarkannya. Semua itu dilakukan oleh Nyoman Dayuh untuk mengurangi keseharian beliau yang tidak baik. Akan tetapi beliau tidak mengerti-mengerti dengan apa yang diajarkan. Kemudian Nyoman Dayuh mencoba untuk mengajarkan gamelan lain, yaitu gamelan Gender Wayang. Seiring berjalannya waktu, Wayan Karta (Cover) juga tidak paham dengan gamelan yang diajarkan. Nyoman Dayuh pun merasa bosan untuk mengajarkan beliau. Pada saat itu Nyoman Dayuh memutarkan musik yang berisi orang bernyanyi dan berrmain suling (magenjekan) untuk menghibur dirinya. Dan pada saat itu juga Wayan Karta (Cover) juga ikut mendengarkan musik tersebut. Beliau merasa tertarik dan bertanya-tanya tentang musik tersebut kepada Nyoman Dayuh. Beliau berkata,”musik apa itu beli ?” dan Nyoman Dayuh pun menjawab,”ini musik untuk orang mabuk”. Mulai sejak saat itulah beliau tertarik untuk mempelajari suling.
Kurang lebih tiga hari setelah itu, Nyoman Dayuh mendapat job untuk bermain gamelan Rindik di salah satu caffe di Ubud yaitu di Caffe Lotus dan harus berisi orang yang bermain suling. Nyoman Dayuh pun berinisiatif mengajak Wayan Karta (Cover) untuk mengisi job yang didapatkannya, karena dia tahu kalau Wayan Karta (Cover) berbakat di bidang instrument suling meskipun saat itu beliau belum begitu mahir memainkan suling. Wayan Karta (Cover) pun menerima ajakan dari Nyoman Dayuh tersebut. Pada saat itu bayarannya hanya Rp.7.500,00 / pentas yang dimulai dari pukul 06.30 s/d 09.30. Mulai dari sanalah beliau sering dapat berlatih dan mendalami suling ditempat pentasnya itu.
Pada suatu saat, Wayan Karta (Cover) diajak ngayah gamelan Geguntangan di Pura Batukaru Ubud bersama teman – temannya. Saat beliau sedang megamel ada seseorang yang menghampiri beliau dan duduk di depannya sambil berkata, “tukang suling apa ini, mendingan kamu diam di rumah”. Mendengar cacian tersebut Wayan Karta (Cover) merasa sakit hati dan bahkan mengeluarkan air mata sampai di rumahnya karena cacian dari orang yang tidak dikenal itu.
Mulai sejak saat itulah beliau berambisi keras supaya bisa menjadi pemain suling yang mahir, handal dan profesional. Dengan tekadnya yang keras itu, beliau kemudian mencari seniman – seniman yang lebih senior untuk belajar dan berguru pada seniman – seniman tersebut. Ada pun guru – guru yang mengajari beliau, yaitu : Pak Mangku Regig (Abian Nangka, Denpasar), Pak Rangsi (Kerta, Payangan), I Made Sadra (Pinda, Blahbatuh), Cokorda Bagus (Peliatan, Ubud) dan banyak lagi seniman – seniman yang sering diajak konsultasi oleh Wayan Karta (Cover).
Pengalaman I Wayan Karta (Cover) Sebagai Seniman Suling
- Beliau pernah melanglang bhuana ke negeri Paman Sam (Amerika) bersama Sanggar Cudamani Pengosekan, Mas, Ubud dalam rangka Tour Balinese Gamelan di sembilan kota pada tahun 2010.
- Pentas di Taman Ismail Marzuki (Jakarta) dalam rangka Pementasan Musik Baru bersama Group Pendro Made Arnawa pada tahun 2010.
- Sering mendukung Ujian S1 ISI Denpasar hampir setiap tahun dan sampai sekarang.
- Pentas – pentas dalam Pesta Kesenian Bali.
- Ngayah di Pura – Pura yang ada di Bali.
- Mengajarkan anak – anak bermain suling di berbagai daerah, seperti :
– Br. Penestanan, Ubud, Gianyar
– Br. Melayang, Pejeng, Tampak Siring
– Br. Tanggayuda, Bongkasa, Abiansemal, Badung
– Tulikup, Gianyar
– Ubud Kelod, Gianyar
– Payangan, Gianyar
2. I Wayan Karta Sebagai Pembuat Suling
Ada pun keahlian khusus yang dimiliki Wayan Karta (Cover), yaitu membuat suling. Dari sejak kecil atau sebaya sekolah dasar beliau sudah biasa membuat suling, walaupun itu hanya asal – asalan dan supaya bisa bersuara saja. Setiap kali beliau melihat atau menemukan bambu, beliau pasti mengambil bambu tersebut dan kemudian dijadikan suling atau alat permainan tradisional bali yang sejenis pistol – pistolan (yang dikenal dengan nama Tulupan) dengan pelurunya dari buah panggal buaya.
Seiring berjalannya waktu sekitar 15 tahun yang lalu atau sekitar tahun 1998, beliau mulai mendalami dan menekuni dalam bidang pembuatan suling. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu beliau masih sering melukis dan juga sering mengikuti pameran lukisan seperti di Museum Ratna Warta. Disana lukisan beliau cukup digemari dan hampir laku semua. Namun pada saat itu beliau merasa rugi karena hasil lukisan beliau yang laku banyak hanya mendapatkan uang sedikit. Dan beliau pun menanyakan kepada orang yang memasarkan lukisannya tersebut. Setelah mengobrol banyak tentang masalah itu, satu yang paling beliau ingat adalah orang itu berkata, “susah jadi orang bodoh ya, seperti kamu yang mudah dibohongi. Kalau kamu pintar, kan kamu yang ada diposisi saya”. Dari sanalah beliau mulai belajar keras supaya bisa sukses dan mengubah nasibnya agar tidak diremehkan lagi oleh orang lain.
Dengan keinginannya yang keras, beliau mulai menekuni dalam membuat suling. Bahkan beliau sampai belajar ke rumah pembuat suling yang ada di Br. Pinda, Blahbatuh yang bernama I Made Sadra. Disana beliau belajar membuat suling dan mencari nada hampir satu tahun lamanya. Karena beliau merasa sudah mahir membuat suling, kemudian beliau melanjutkan belajar untuk membuat siwer suling di Payangan yaitu dirumah Pak Rangsi. Disana beliau belajar membuat siwer suling kurang lebih hampir enam bulan lamanya.
Setelah beliau menguasai teknik – teknik dalam pembuatan suling, kemudian beliau mencoba membuka usaha di rumahnya sendiri yaitu membuat suling. Pada saat itu ada tourist yang membeli 2 buah suling dengan harga Rp.1.500.000,00. Melihat dari hal tersebut beliau semakin bersemangat dalam menjalani usahanya itu. Dan beliau pun membeli bambu di Buleleng satu truk dengan harga Rp.700.000,00. Setelah hampir beberapa hari, bambu yang dibeli itu tidak bisa dipakai karena banyak yang pecah dan rusak. Beliau pun merasa kecewa, rugi, dan terlintas dipikirannya untuk menyudahi usahanya itu. Namun beliau tidak mau menyerah begitu saja dan beliau pun terus menjalani usahanya itu sehingga bisa sukses sampai sekarang ini dan mempunyai banyak konsumen hampir diseluruh Bali, Jakarta dan bahkan ada sampai keluar negeri seperti Jepang, Amerika, Jerman, Italia, Australia, dan Spanyol.
Selain itu, beliau juga sudah berhasil menciptakan suling terbaru yang diberi nama “Suling Sunari”
Sebagai seniman suling dan pembuat suling beliau juga mendirikan sebuah Sekaa Seni di rumahnya sendiri khususnya yang menggunakan instrument suling saja. Sekaa itu diberikan nama “Semeton Suling Nika Manu”.
SUMBER : wawancara langsung dengan I Wayan Karta ( Cover )