dwiriasta


SEJARAH SANGGAR CANDI DHARMA DUTA

SEJARAH SANGGAR CDD

( CANDI DHARMA DUTA )

            Sanggar Candi Darma Duta yang merupakan sebuah sanggar tari dan tabuh yang ada di rumah pribadi saya ini awalnya tidak disangka terbentuknya. Saya akan menceritakan bagaimana Sanggar Candi Darma Duta ini bisa terbentuk.

Ini berawal dari cita-cita kedua orangtua saya untuk membeli satu barung gambelan Gong Kebyar. Dimana pada saat itu saya masih kelas satu SMA akan menginjak ke kelas dua SMA, tetapi orangtua saya sudah lama ingin memiliki sebuah barungan Gong Kebyar entah sejak kapan. Seiiring berjalannya waktu, Ayah saya Nengah Kastawa yang memiliki warisan berupa tanah di daerah Candi Dasa ternyata dikontrak oleh seorang Bule dan dari sanalah Ayah saya mendapat rejeki dan memutuskan untuk membeli sebuah barungan Gong Kebyar. Tetapi rejeki itu tidak hanya Ayah saya saja yang mendapat bagian rejeki itu, ada juga beberapa waris ( beberapa dari keluarga saya yang berhak mendapatkan bagian dari hasil warisan ). Kemudian kami sekeluarga, kecuali kakak saya pergi ke sebuah tempat pembuatan Gambelan Bali yang ada di daerah Mengwi untuk bertanya-tanya tentang gambelan yang akan dibeli oleh Ayah saya. Ternyata setelah sampai di tempat tujuan, Ayah saya bukan hanya ingin membeli sebuah barungan Gong Kebyar, tetapi juga ingin membeli beberapa gambelan lainnya untuk disumbangkan ke desa asal orangtua saya di Desa Bugbug, Karangasem dan tempat tinggal saya sekarang di derah Kampung Anyar, Singaraja. Selain membeli satu barung Gong Kebyar, Ayah saya juga membeli dua barung gambelan Bleganjur yang akan disumbangkan salah satunya di desa saya dan tempat tinggal saya sekarang, dua pasang instrumen Gender Wayang yang satunya disumbangkan juga dan satunya lagi untuk milik pribadi di rumah saya, dan yang terakhir satu perangkat gambelan Geguntangan untuk milik pribadi.

Setelah semua gambelan itu sudah jadi pada waktunya, bertepatan pada tanggal 9 Juni 2011 barungan Gong Kebyar, satu barung Bleganjur, satu pasang Gender Wayang dan satu perangkat Geguntangan dikirim ke Singaraja untuk melaksanakan upacara melaspasin gong. Barungan Gong Kebyar ini disumbangkan di sebuah pura dekat dengan rumah saya hanya berjarak beberapa meter saja yaitu Pura Lila sekaligus juga di pura itu dilaksanakannya upacara melaspasin gong. Setelah dilaksanakannya upacara, kemudian gambelan Bleganjur, Gender Wayang dan Geguntangan diangkut ke rumah pribadi saya yang beralamat di jalan Merpati no. 29, Kampung Anyar, Singaraja. Sore harinya, anak-anak sekitar rumah saya berkumpul di rumah saya untuk melaksanakan latihan Bleganjur untuk pertama kalinya. Sebelumnya anak-anak itu sudah dikumpulkan jauh-jauh hari sebelum datangnya gambelan-gambelan tersebut dari Mengwi dan menyepakati siapa saja yang mau mengikuti latihan Bleganjur di rumah saya. Pada saat itu juga Ayah saya mendatangkan seorang pelatih Bleganjur dari daerah Banjar Tegal, Singaraja yang bernama Made Delvy Juniawan. Bli Delvy ini umurnya sebaya dengan kakak saya hanya beda satu tahun, dia merupakan lulusan dari Universitas Mahendradata yang ada di Denpasar.

1001066_439302739499119_1270229625_n

 

 

 

 

 

 

Anak-anak CDD pentas Janger di Panti Jompo, Lovina, Singaraja.

https://www.facebook.com/cddfamily/media_set?set=a.439283372834389.1073741849.100002581916959&type=3

Seiiring berjalannya waktu, anak-anak yang ingin ikut belajar megambel Bleganjur di rumah saya semakin meningkat. Ayah saya memutuskan untuk ngayah megambel Bleganjur dalam upacara Usaba Manggung yang ada di desa saya yang berlangsung setiap satu tahun sekali. Dalam upacara itu kami selaku penabuh Sekaa Bleganjur Kampung Anyar yang terdiri dari anak-anak SD hingga SMA akan mengiringi iring-iringan Ida Betara Gede Gumang ke Candi Dasa karena di Candi Dasa terdapat juga salah satu pura tempat Ida Betara Gede Gumang berstana. Pelatih kami Bli Delvy pun ikut serta ngayah ke desa Bugbug. Setelah upacara selesai, kami semua terdiri dari Ayah saya, pelatih dan seluruh penabuh berkumpul untuk mengadakan evaluasi. Di dalam evaluasi itu kami semua sepakat akan ngayah ke desa Bugubug setiap ada upacara Usaba Gumang, selain itu karena semua anggota penabuh berasal dari desa Bugbug, itu disebabkan karena sebagian besar yang tingga di daerah Kampung Anyar adalah warga desa Bugbug. Usai evaluasi kami semua kembali berangkat ke Singaraja. Kemudian Ayah saya mengusulkan untuk melaksanakan latihan seminggu dua kali yaitu setiap hari Selasa dan hari Kamis. Setelah tiga bulan adanya gambelan Bleganjur di rumah saya, untuk menghilangkan kejenuhan karena latihan Bleganjur saja, mencul lah ide dari Bli Delvy untuk membuat sebuah garapan Tari Janger. Sebelumnya Bli Delvy ini sewaktu masih SMA dia pernah mengikuti lomba Janger yang dilatih oleh guru menabuhnya sejak ia masih SMP yang bernama Pak Agung yang merupakan seorang sseniman yang berasal dari daerah Taman Sari, Singaraja. Kemudian mulai lah ada anak-anak perempuan dari SD hingga SMP yang ingin ikut serta sebagai penari Janger yang akan digarap oleh pelatih kami dan penari laki-lakinya diambil dari para penabuh Bleganjur yang ada di rumah saya. Tarian Janger ini menggunakan Geguntangan dan satu pasang Gerantang sebagai pengiringnya, selain itu diselipkan juga Dag yaitu istilah pelawakan dalam tarian Janger dan juga menyampaikan pesan-pesan dan nasehat-nasehat. Setelah tarian Janger ini selesai digarap akan dipentaskan di Pura Lila yang ada di dekat rumah saya karena di pura itu juga ada panggung. Ternyata setelah dipentaskannya tarian Janger ini banyak mendapat apresiasi dari warga Kampung Anyar, karena baru kali ini lagi bangkitnya kesenian di daerah Kampun Anyar ini.

Setelah semua pementasan selesai, Ibu saya Putu Sunari mengusulkan agar mengadakan latihan menari juga di rumah saya dan diusulkan agar pelatihnya adik dari Bli Delvy yaitu yang bernama Dian yang sebaya umurnya dengan saya waktu itu. Kemudian tibalah dimana sudah satu tahun adanya gambelan Bleganjur ini, Ayah saya memiliki gagasan dan meminta pendapat kepada seluruh anggota penabuh dan penari yang ikut latihan di rumah saya bagaimana jika membentuk sebuah sanggar tabuh dan tari. Setelah mendapat pendapat dari pelatih dan anak-anak, kemudian semua sepakat untuk membentuk sebuah sanggar yang bernama Candi Dharma Duta. Nama Candi ini diambil dari nama daerah Candi Dasa, karena menurut Ayah saya semua gambelan yang di rumah maupun yang disumbangkan rejekinya berasal dari sana, Dharma itu berarti kebaikan dan Duta itu berarti utusan. Jadi nama Candi Dharma Duta itu berarti utusan Dharma dari Candi Dasa dalam nama ini dimana Dharma yang dimaksudkan itu adalah berupa kesenian dan juga bagaimana kita melestarikan seni dan budaya yang ada di Bali. Begitulah bagaimana sejarah terbentuknya Sanggar Candi Dharma Duta yang ada di rumah pribadi saya.


is | Topic: Tak Berkategori | Tags: None

No Comments, Comment or Ping

Comments are closed.