Proses latihan tabuh petegak “Manakala”

Semar Pagulingan adalah sebuah gamelan yang dekat hubungannya dengan gamelan Gambuh, di mana ia juga merupakan perpaduan antara gamelan Gambuh dan Legong. Semar Pagulingan merupakan gamelan rekreasi untuk istana raja-raja zaman dahulu. Biasanya dimainkan pada waktu raja-raja akan kepraduan (tidur). Gamelan ini juga dipergunakan untuk mengiringi tari Leko dan Gandrung yang semula dilakukan oleh abdi raja-raja kraton. Semar Pagulingan memakai laras pelog 7 nada, terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pamero. Repertoire dari gamelan ini hampir keseluruhannya diambil dari Pegambuhan (kecuali gending Leko) dan semua melodi-melodi yang mempergunakan 7 nada dapat segera ditransfer ke dalam gamelan Semar Pagulingan.

Bentuk dari gamelan Semar Pagulingan mencerminkan juga gamelan Gong, tetapi lebih kecil dan lebih manis disebabkan karena hilangnya reong maupun gangsa-gangsa yang besar. Instrumen yang memegang peranan penting dalam Semar Pagulingan ialah Trompong. Trompong lebih menitik beratkan penggantian melodi suling dalam Gambuh yang dituangkan ke dalam nada yang lebih fix. Gending-gending yang dimainkan dengan memakai trompong, biasanya tidak dipergunakan untuk mengiringi tari tetapi di pergunakan sebagai pengiring upacara  upacara yadnya yang terdapat di daerah Bali, contohnya gending Sekar gadung ini yang dimana sering di pergunakan sebagai pelengkap jalannya upacara yadnya di Bali 

Manakala yang berarti  “manusia purbakala” tabuh petegak manakala ini digunakan pada ajang museum virtual yang di selenggarakan di museum Gilimanuk yang berlokasi di Bali bagian barat. Tabuh ini buat oleh I Made arsa Wijaya berserta I Komang wahyu yastawan putra. Proses latihan ini kurang lebih memakan waktu sekitar 5 hari dan hasil Rekaman ini diambil pada proses latihan terakhir yaitu hari kelima.