Menurut Wayan Suweca, pada jaman dahulu gending-gending gender wayang diambil dari lingkungan sekitar, nama tanaman atau nama binatang. Misalnya Dongkang Menek Biyu, Tulang Lindung, Merak Angelo, Cecek Megelut, dan lain-lain. Komposer atau pencipta dari gending-gending gender wayang tidak diketahui sejak dari dulu.
Menurut Wayan Suweca, arti yang sebenarnya dari cecek megelut adalah cecek atau yang dalam bahasa Indonesia disebut cicak yaitu binatang yang berjenis reptil, dan magelut berarti saling memeluk atau mecandetan (saling sahut). Jadi, arti cecek magelut yang dalam arti yang sebenarnya adalah cicak-cicak yang berbunyi saling mecandetan atau saling sahut, yang juga dituangkan dalam gending tersebut yang memiliki suasana saling sahut pada kawitan gending. Dan arti lain yang mengilhami si pencipta tabuh Cecek Magelut adalah cecek yaitu kecek yang ada dalam sastra bahasa Bali yang merupakan sebuah hufuf aksara yang dalam notasi Bali biasa dibaca ndang (1). Sastra adalah erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan, dan dewa dari ilmu pengetahuan adalah Dewi Saraswati. Kemudian arti dari magelut adalah diambil dari kata gelut atau menggeluti yang berarti menekuni sesuatu. Jadi, arti dari Cecek Magelut adalah bergelut dengan sastra atau ilmu pengetahuan.