BAB II
TINJAUAN HISTORIS
Kata “gambuh” di Bali pada umumnya dihubungkan dengan beberapa genre kesenian terutama seni pertunjukan yang bernama dramatari Gambuh. Genre kesenian lain yang menggunakan kata “gambuh” adalah Wayang Gambuh (teater wayang kulit yang menggunakan tokoh-tokoh dan music iringan seperti dramatari Gambuh), dan sebuah tembang macapat yaitu Tembang Gambuh. Tembang Gambuh menggunakan bahasa Bali lumrah, dalam sebuah kalimat lagunya disebutkan bahwa Tembang Gambuh adalah nyanyian Jawa berbahasa Bali yang menceritakan tentang delapan Dewi.
Istilah Pegambuhan berasal dari kata dasar gambuh ditambah dengan awalan pe- dan akhiran –an. Khususnya di Bali istilah ini digunakan dalam arti luas yaitu untuk menyebutkan tidak hanya nama sebuah genre kesenian Bali sebagai satu bentuk, akan tetapi juga untuk menyebutkan bagian-bagian pokok yang membentuk kesatuan genre tersebut.
Di Bali selain dikenal istilah gamelan Pegambuhan juga dikenal lakon Pegambuhan, penari Pegambuhan, kendang Pegambuhan, suling Pegambuhan dan gending Pegambuhan.
Gamelan Pegambuhan memiliki sejarah perkembangan yang cukup unik. Kendatipun dikenali sebagai salah satu muatan difusi kebudayaan Jawa ke Bali, ia tidak terbentuk dengan berpindah begitu saja tanpa dipengaruhi situasi dan kondisi yang ada si Bali. Gamelan Penabuhan merupakan hasil difusi dala sistem ide, kemudian terakultrasi disesuaikan dengan kondisi dan factor geografis masyarakat tempat ia terbentuk.
Berdasarkan data-data historis, musikalitas dan fungsi, penulis berasumsi bahwa terbentuknya orchestra Pegambuhan sangat erat kaitannya dengan terbentuk dan berkembangnya dramatari Gambuh di Bali. Dari segi namanya sudah memberikan indikasi bahwa perangkat ini sengaja dibentuk pertama-tama untuk mengiringi dramatari Gambuh. Hal ini diperkuat lagi oleh kenyataannya sampai saat ini bahwa gamelan Pegambuhan sangat jarang dipertunjukkan secara konser, atau khusus memainkan lagu-lagu instrumenalia.
Kehadiran Gamelan Pegambuhan dalam pentas selalu berkaitan dengan dramatari Gambuh, apabila terdapat lagu-lagu pategakan (instrumenalia) yang dimainkan pada bagian awal dan akhir pertunjukan, itu selalu berkaitan dengan pertunjukan utama sebagai pemberi introduksi dan memanggil penonton bahwa pementasan segera dimulai dan sebagai salam penutup bahwa pertunjukan telah usai.
Data sejarah yang menyebutkan tentang istilah Gambuhan ditemukan dalam kidung Wangbang Wideya yang menurut Robson karya sastra ini digubah di Bali pada abad ke-16. Sedangkan nama-nama instrumen gamelan yang dipergunakan untuk mengiringi pertunjukan Gambuh sudah banyak disebut-sebut sebelumnya baik dalam prasasti-prasasti Bali maupun dalam beberapa kitab kekawin. Namun demikian gamelan Pegambuhan sebagai sebuah oskestra belum ada disebutkan baik dalam prasasti maupun dalam kekawin. Data sejarah yang memuat banyak tentang gamelan Pegambuhan sebagai oskestra barulah ditemukan dalam Lontar Prakempa dan Aji Gurnita yang sayang sekali tidak berangka tahun.
Berita yang tersurat dalam Lontar Babad Dalem koleksi I Ketut rinda menyebutkan bahwa Gambuh di bangun oleh para arya (bangsawan) Majapahit setelah selesainya dibangun kraton raja di Samprangan yaitu pada tahun 1428 Masehi.
BAB III
TINJAUAN MUSIKOLOGI
Gamelan Pegambuhan yang dijadikan objek penyelidikan musical dalam buku ini adalah gamelan Pegambuhan yang ada di desa Pedungan (Kodya Denpasar), di desa Batuan (Kabupaten Gianyar), di Desa Tumbak Bayuh (Kabupaten Badung), dan ISI Denpasar. Dua gamelan Pegambuhan yaitu yang terdapat di Pedungan dan ISI denpasar secara fisik dan musical sama, sedangkan Gambuh Batuan dan Tumbak Bayuh hanya berbeda pada hal-hal kecil seperti ornamentasi dalam beberapa lagu-lagunya.
Gamelan Pegambuhan lainya yang masih ada namun sudah tidak menunjukkan aktifitas, berdasarkan beberapa deskripsi yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, secara fisik maupun musical tidak menujukkan perbedaan yang prinsipil dengan keempat Gambuh tersebut di atas.
- Fisik / Ansembelisasi
Gamelan Pegambuhan adalah sebuah orchestra tradisional Bali yang memiliki perangai lembut (soft sounding ensemble). Kontruksi harmonis yang melahirkan kesatuan perangkat (barungan) ini kendatipun didominasi oleh alat-alat pukul, instrumen yang paling esensial bahkan dianggap sebagai cirri adalah suling jenis end-blow flute (aerophone).
Suling Gambuh dimainkan dalam posisi diagonal, dank arena panjangnya suling, ujung bawah harus bersandar di lantai. Sementara jari-jari tangan mengatur tutupan, teknik tiupan memerlukan hembusan udara yang terus menerus yang di Bali disebut dengan ngunjal.
Instrumen melodis lain dalam gamelan Pegambuhan adalah Rebab. Rebab merupakan satu-satunya warga Cordophone dalam gamelan Pegambuhan, instrumen melodis yang dimainkan secara unisono dengan suling. Alat gesek sejenis biola ini bentuk fisiknya terbagi menjadi lima bagian pokok yaitu kepala (badan atas), bantang (badan penghubung), batok (badan utama), dongkrak (bagian bawah), dan sebuah pengaradan (penggesek).
Instrumen warga idiophone yang terdapat dalam gamelan pegambuhan paling banyak jenisnya yaitu : kempur, kajar, klenang, kenyir, gumanak, ricik, kangsi, dan gentorag. Kempur, kajar dan klenang termasuk instrumen keluarga gong.
Dalam gamelan Pegambuhan hanya ada satu alat jenis metallophone yang disebut dengan kenyir, yaitu saron kecil berbilah tiga dengan nada-nada yang sama. Instrumen warga idiophone lainnya adalah kangsi (sambal mangkuk) kecil bertangkai, biasanya terdiri dari dua sampai tiga pasang.
Instrumen gamelan Pegambuhan yang termasuk ke dalam kategori warga membranophone adalah sepasang kendang yang disebut kendang pegambuhan. Apabila dilihat dari jenis dan ukurannya, kendang pegambuhan termasuk ke dalam jenis kendang krumpungan.
- Gending / Komposisi
Istilah “gending” dipergunakan oleh masyarakat Bali untuk menyebutkan sebuah komposisi music (a musical composition). Dalam kaitannya dengan perangkat gamelan (ensemble) seperti gamelan Pegambuhan, istilah gending dipergunakan untuk menunjukkan repertoar lagu yang dimainkan lewat gamelan tersebut. Dengan demikian gending Pegambuhan adalah lagu-lagu yang secara tradisi dimainkan dengan gamelan Pegambuhan.
BAB IV
KESAMAAN GAMELAN PEGAMBUHAN
DENGAN GAMELAN LAINNYA
Dalam bab ini penulis akan mengungkap kesamaan gamelan Pegambuhan dengan beberapa gamelan Bali lainnya, melalui pengamatan unsur fisik dan teknik permainan, musikalitas, dan fungsi. Hal ini sebagai bahan analisis untuk mengetahui lebih detail sejauh mana pengaruh gamelan Pegambuhan terhadap gamelan-gamelan lainnya. Jenis prangkat gamelan yang dijadikan pembanding, mulai dari yang memiliki periode perkembangan paling dekat dan sejaman (golongan Madia) hingga gamelan golongan baru. Diantaranya adalah : Smar Pagulingan, Pelegongan, Bebarongan, Joged pingitan, Gong Gede, dan Kebyar. Empat gamelan pertama menurut deskripsi Lontar Prakempa dan Aji Gurnita disebut catur muni-muni, yaitu empat gamelan sekawan yang merupakan perangkat gamelan hiburan untuk memeriahkan istana masa lampau. Dua gamelan lainna yaitu Gong Gede adalah gamelan protokoler yang memiliki fungsi erat dengan upacara keagamaan khususnya upacara yadnya, sedangkan Kebyar merupakan gamelan golongan baru yang multi fungsi dan kini paling popular baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
- Gamelan Semar Pagulingan
Kesamaan unsur-unsur gamelan Pegambuhan dengan gamelan Smar Pagulingan yang paling menonjol adalah kesamaan dari sebagian besar repertoar lagunya. Kesamaan ini secara otomatis menyangkut sebagian besar unsur musical terutama struktur lagu, pola melodi dan ritme, dinamika, juga pola permainan instrumen-instrumen pengatur matra dan instrumen-instrumen ritmis. Kesamaan yang lain adalah penggunaan sebagian besar instrumen ritmis dan pengatur matra. Beda penggunaan instrumen dalam gamelan Smar Pagulingan dengan gamelan Pegambuhan hanya terletak pada instrumen-instrumen melodisnya.
Gamelan Pegambuhan dan Smar Pagulingan sama-sama menganut sistem pelarasan pelog tujuh nada. Apabila gamelan Pegambuhan mampu menurunkan lima macam tetekep (patet), gamelan Smar Pagulingan juga mampu menurunkan lima macam patutan (patet). Kelima patutan tersebut memiliki nama yang sama dengan tetekep yang ada pada gamelan Pegambuhan yaitu, patutan selilir, patutan temung, dan patutan sundaren, patutan baro dan patutan lebeng. Prinsip patet kedua gamelan pada dasarnya sama, yaitu nada yang jmlahnya tujuh terbagi menjadi dua macam yaitu lima nada pokok dan dua nada pemero.
Banyak unsur kesamaan antara gamelan Smar Pagulingan dengan gamelan Pegambuhan menyebabkan gamelan Smar Pagulingan belakangan ini juga sering digunakan untuk mengiringi dramatari Gambuh. Menirut keterangan I Wayan Dibia (seorang pakar tari Bali), menarikan dramatari Gambuh dengan iringan Smar Pagulingan tidak mengalami kesulitan yang berarti.
- Gamelan Pelegongan
Gamelan Pelegongan secara fisik juga di dominasi oleh alat-alat perkusi. Bentuk dan jenis instrumennya hamper sama dengan Smar Pagulingan, hanya saja instrumen-instrumen berbilh terdiri dari lima bilah nada. Gamelan Pelegongan menggunakan sepasang instrumen melodis yang disebut gender rambat. Geder Rambat berbentuk gangsa gantung yang bilah nadanya mencapai dua belas hingga empat belas bilah. Dengan menganut sistem pelarasan pelog lima nada, instrumen ini dapat dimainkan dalam dua oktaf nada. Gender rambat dimainkan dengan menggunakan sepasang alat pukul yang disebut panggul gender, berbentuk bilahan kayu bundar yang pada titik pusatnya dipasang tangkai sebagai tempat memegang.
Instrumen melodis lainnya adalah gangsa jongkok dan gangsa gantung, jublag, jegogan, suling dan rebab. Instrumen pengatur matra adalah kempul, klenang, gentorag, semuanya sama dengan instrumen-instrumen yang terdapat dalam gamelan Pegambuhan. Hal ini membedakan gamelan Pelegongan denga Pegambuhan secara fisik adalah instrumen pemegang melodi pokok, penambahan instrumen-instrumen melodis, namun ada juga pengurangan instrumen pengatur matra seperti misalnya kenyir, dan instrumen pemegang ritme seperti gumanak dan Kangsi. Persamaan yang banyak antara gamelan Pelegongan dengan pegambuhan adalah dari segi musikalitasnya.
- Gamelan Bebarongan
Gamelan Bebarongan dalam Tutur Catur Muni-muni disebut dengan Smar Pandirian, lagunya Pakakincungan untuk iringan Barong Ket. Perangkat ini didukung oleh instrumen-instrumen seperti kempul (berfungsi sebagai finalis), kempyung, kemong, kendang, gentorag, kajar, klenang (sebagai pengatur matra), gender rambat (sebagai pemegang melodi pokok), jegogan, jublag, penyacah, gangsa gantung pemade dan kantil, gangsa jongkok pemade dan kantil (untuk memperkaya melodi), dan cengceng untuk memperkaya ritme. Dengan memperhatikam instrumen-instrumen di atas, gamelan ini sama dengan gamelan Pelegongan, hal yang membedakan hanya terletak pada penggunaan instrumen kendang. Gamelan Bebarongan menggunakan sebuah kendang dan dimainkan dengan alat pemukul yang disebut Penggul Kendang.
- Gamelan Joged Pingitan
Dalam Tutur Catur Muni-muni gamelan ini disebut Smar Palinggihan dengan lagunya Pakakincungan, dipergunakan untuk mengiringi Joged Pingitan. Namun yang di kenal di Bali secara umum, gamelan ini diberi nama gamelan Joged Pingitan, sebuah namayang mengacu pada untuk iringan tari apa gamelan ini terutama digunakan. Pemberian nama gamelan Pegambuhan, gamelan Pelegongan, dan gamelan Bebarongan. Gamelan Joged Pingitan termasuk kedalam empat gamelan sekawan seperti yang disebutkan dalam Tutur Catur Muni-muni.
- Gamelan Gong Gede
Gamelan ini disebut Gong Gede karena susunan orkestrasinya terdiri dari berbagai jenis instrumen perkusi dalam jumlah yang cukup banyak. “Gede” berarti besar, karena gamelan ini merupakan perangkat gamelan Bali yang terbesar, baik dari segi jumlah pemain yang dibutuhkan, maupun dari perangkat instrumennya.
Fungsi gamelan ini secara tradisional adalah sebagai music protokuler, untuk memberikan ilustrasi dalam pelaksanaan sebuah upacara. Dengan dimainkannya Gong Gede yang memiliki karakteristik relegius dan agung akan dapat menambah suasana khidmatnya sebuah upacara baik yang bersifat maupun keagamaan.
Seperti halnya Pegambuhan, lagu-lagu tradisi gamelan Gong Gede juga telah memiliki aturan-aturan yang bersifat baku, dan lagu-lagu tersebut biasanya disebut dengan Gending Pagongan Klasik. Sistem Orkestrasi dan struktur lagu Gong Gede yang telah tertata rapi dalam peraturan-peraturan yang baku, peraturan ini dikenal dengan istilah uger-uger.
- Gamelan Kebyar
Gamelan Kebyar adalah seperangkat alat music yang memiliki musikalitas baru dan dianggap sebagai pionir kelahiran gaya music gamelan Bali abad ke-20. Nama ‘Kebyar” itu sendiri sangat terkait dengan watak musical sebagai cerminan situasi jaman kelahirannya dan fleksebilitasnya dalam mewujudkan gaya music yang inovatif. Selain itu nama Kebyar juga terkait dengan sebuah motif lagu dengan kalimat-kalimat bersama yang keras menghentak, biasanya terjadi pada bagian awal. Kalimat bersama ini dalam bahasa Bali disebut “ngebyar”, dan Colin McPhee memberikan kiasan “like The Bursting Open of a Flowers” (seperti mekarnya sekuntum bunga). Sejak awal perkembangannya sekitar tahun 1915, musikalitas Kebyar telah dirasakan sebagai sebuah gaya music yang bernuansa baru, bahkan dari fleksebilitasnya gamelan Kebyar sering dianggap sebagai music yang tidak memiliki aturan-aturan baku yang mengikat.
BAB V
PENGARUH GAMELAN PEGAMBUHAN
- Pengaruh Pegambuhan Terhadap Smar Pagulingan
Wujud perangkat gamelan Smar Pagulingan, kendatipun sepintas terkesan sangat berbeda dengan gamelan Pegambuhan, apabila diperhatikan perbedaan tersebut hanya terdapat pada penggunaan dan penambahan instrumen-instrumnen melodis.
- Pengaruh Pegambuhan Terhadap Pelegongan
Pada gamelan Pelegongan sudah terlihat adanya penciptaan lagu-lagu terutama dalam hal pola melodi, kendatipun unsur-unsur Pegambuhan masih kelihatan mendominasi. Unsur-unsur tersebut antara lain sistem intrumentasi, penggunaan instrumen-instrumen ritmis dan pengatur matra, struktur lagu, dan nama beberapa lagu.
- Analisis Pengaruh Pegambuhan terhadap Bebarongan
Gamelan Bebarongan apabila diamati fisik perangkatnya telah jauh berbeda dengan gamelan Pegambuhan, namun masih sangat dekat dengan gamelan pelegongan. Antara gamelan Pelegonga dengan Bebarongan hanya dibedakan oleh penggunaan instrumen kendang, yaitu gamelan Pelegongan menggunakan kendang Krumpung sedangkan Bebarongan menggunakan kendang gupekan lanang yang dimainkan denga panggul. Teknik permainan kendang dalam Bebarongan bahkan sangat rumit, namun khas dan menonjol dengan sinkopasinya, sehingga dibutuhkan teknik dan pemain yang memiliki virtuositas tinggi. Perangkat Bebarongan juga masih menggunakan beberapa instrumen ritmis dan pengatur matra Pegambuhan seperti ricik, klenang, gentorag, kajar, dan kempur berikut dengan sistem intrumentasinya. Sebagai pemegang melodi pokok digunakan gender rambat seperti pada Pelegongan.
- Pengaruh Pegambuhan Terhadap Gamelan Joged Pingitan
Gamelan Joged Pingitan secara pisik memang sangat berbeda dengan gamelan Pegambuhan, kendatipun masih memiliki kesamaan bahan dari instrumen melodisnya yaitu sama-sama dari bambu. Sistem orkestrasi gamelan joged Pingitan masih banyak jelas kesamaannya dengan Pegambuhan seperti missal adanya penggunaan instrumen melodis pokok sebagai pimpinan lagu.
- Pengerauh Pegambuhan Terhadap Gong Gede
Gamelan Gong Gede yang secara fisik dan nuansa musical sudah sangat berbeda dengan gamelan Pegambuhan. Gong Gede telah memiliki kaedah-kaedah tata garap tersendiri yang diikat oleh hokum yang dikenal dengan Jajar Pageh Pagongan Klasik. Kendatipun demikian kenyataannya masih menyimpan beberapa unsur kesamaan seperti struktur lagu, penggunaan pola Asta Windu, dan pola permainan serta fungsi instrumen-instrumen ritmis dan pengatur matra.
- Pengaruh Pegambuhan Terhadap Kebyar
Seperti halnya gamelan Gong Gede, secara fisik gamelan Kebyar telah menunjukkan perbedaan yang cukup besar dengan gamelan Pegambuhan. Namun sistem instruentasi seperti adanya instrumen pemegang melodi pokok (pengugal), penggunaan dua kendang yang berpasangan, pola permainan serta fungsi instrumen-instrumen ritmis dan pengatur matra, pada dasarnya sama dengan sistem instrumenasi gamelan Pegambuhan.
BAB VI
SEBAGAI “TEMBANGEMAS”
KARAWITAN BALI
Telah menjadi keyakinan umum bahwa dalam perubahan dan hubungan kebudayaan, kebudayaan yang lemah akan selalu dikuasai dan yang kuat akan selalu menguasai. Sehingga yang lemah lama-kelamaan harus menyesuaikan diri terhadap yang kuat dalam prosesnya memasuki jalur peradaban yang telah lebih dominan. Cepat atau lambat hal demikian akan berdampak pada sistem budaya. Sebagai hasil, timbul bentuk budaya baru, dan perubahan yang demikian terus menerus berkesinambungan sesuai dengan tingkat cognitive masyarakat. Fenomena ini terjadi pada seluruh unsur kebudayaan mulai dari yang berskala besar dan luas, sampai pada unsur-unsur yang kecil dalam komunitas local seperti fenomena budaya gamelan Pegambuhan Bali.