TRADISI UPACARA MAKOTEK BAGI MASYARAKAT HINDU DI DESA MUNGGU KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG
Istilah makotek muncul karena terjadinya parade senjata yang diselingi perang-perangan dengan tongkat yang dipukul atau dikotekkan kepada tongkat yang lain, sehingga menimbulkan suara yang berbunyi tek, tek, tek … yang ramai. Dari suara tersebut serta cara memukulkannya dengan “ngotek” maka timbullah istilah makotek.
Upacara makotek dianggap suatu upacara yang paling pokok dalam pencapaian keselamatan. Adapun tradisi makotek itu, pada dasarnya merupakan upacara Dewa Yadnya yaitu pemujaan dan persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan dipusatkan pada pura kahyangan tiga. Pura kahyangan tiga merupakan tempat penyimpanan senjata atau alat-alat yang akan diarak dalam upacara makotek dengan mengelilingi Desa. Alat-alat yang diarak dalam parade tersebut meliputi tombak, keris, umbul-umbul, tedung (payung), kukul, tamyang kulen (perisai) disertai dengan gambelan yang diikuti oleh segenap masyarakat Munggu. Upacara makotek biasanya dilaksanakan setiap enam bulan sekali, warga desa merasa wajib ikut serta dalam upacara tersebut tanpa terkecuali karena halangan kematian (sepung). Sehingga upacara makotek membudaya dan berkembang terus sejalan dengan perkembangan kepercayaan masyarakat Desa Munggu dan menghadapi keselamatan.
Tradisi makotek yang telah mendarah daging serta melembaga dikalangan masyarakat Munggu mengalami perubahan istilah dari kata Ngerebeg dan sekarang lebih dikenal dengan sebutan makotek. Istilah ini muncul karena dalam pelaksanaan tradisi makotek terutama pada saat diadakan parede senjata yang diselingi dengan perang-perangan terjadi tongkat yang satu dipukulkan atau dikotekkan kepada tongkat yang lain sehingga menimbulkan suara yang berbunyi tek, tek, tek… yang sangat ramai serta cara memukulnya dengan ngotek maka timbullah istilah makotek.
Melalui tradisi makotek dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pelaksanaannya menunjukkan betapa besarnya kekuasaan dan kewibawaan Raja dalam menggerakkan kekuatan massa, sebagai suatu alat memelihara rasa persatuan dan rasa tanggung jawab rakyat terhadap keselamatan Raja serta sejauh mana kesetiaan rakyat terhadap Raja dan kerajaan. Tradisi makotek kalau ditinjau dari kata kaca mata masa kini adalah sebagai suatu alat untuk menolak penyakit atau hama demi kesejahteraan Desa, serta sebagai alat pengukur sejauh mana membudayakan tradisi-tradisi yang diwarisinya untuk dapat mengembangkannya demi pembangunan dan pariwisata.
Tradisi makotek merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek moyang yang masih terus dilestarikan dalam masyarakat Munggu, yang masyarakatnya secara melembaga melaksanakan tradisi makotek tersebut. Masyarakat Munggulah sebagai penerus dan pewaris kebudayaan leluhur yang hampir terlupakan. Tradisi makotek dilakukan dengan hikmah dan penuh keyakinan, setiap enam bulan sekali atau 210 hari tepatnya pada hari raya Kuningan.