PURA MENGENING

This post was written by syamsusamego on April 11, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

Pura Mengening

Bahwasannya suatu tempat, Pura, Desa, Banjar pasti memiliki latar belakang atau sejarah tersendiri. Di dalam pemberian nama ada beberapa alternatif yang digunakan antara lain berdasarkan : kejadian di massa lalu, keadaan alam, nama daerah asal mereka, mata pencaharian, situasi kondisi saat menentukan daerah itu ataupun nama orang yang berjasa dalam merintis daerah itu dan sebagainya.

Pada umumnya kebanyakan desa, banjar diketahui melalui cerita-cerita rakyat secara turun temurun dari nenek moyang atau leluhur mereka, dan ada pula yang terbukti secara tertulis dalam prasasti, babad, pamencangah dan lain-lain yang bersifat cerita rakyat sering sekali menimbulkan banyak persepsi dalam pengungkapan sejarah Pura tersebut.

Di ceritakan sekarang dari Besakih, ada pasangan laki dan perempuan yang lahir dari troktokan nyuh gading. lalu di bawalah kedua anak tersebut oleh I Dukuh Sangkul Putih bersama dengan para pemangkudan I Sangkul putih memberikan nama kepada kedua anak tersebut, dengan nama I Sula untuk yang Laki-Laki dan Ni Suli untuk yang perempuan

I Sula dan I Suli kemudian diajak oleh I Sangkul Putih. Keberadaan I Sula dan I Suli ini membuat semua dewa-dewi turun kabeh untuk menyaksikan kedua anak tersebut. Bahkan, Dewi Bhyahpara dan Dewi Danu akhirnya meminta kepada Batara Jagatnatha agar Dukuh Sangkul Putih membawa I Sula dan I Suli ke Pejeng. Sampai di Pejeng oleh Sinuhun dibuatkan sebuah gelar Masula-Masuli. Nama ini diberikan berkaitan dengan kelahiran beliau yang lahir buncing (kembar).

Ada cerita dari Bhatara indra yang ada di tirtha empul tampak siring sedangkan Bhatara Hyang Suci Nirmala yang ada di Mengening Tampak Siring. Ada desa bangunan Bhatara Indra yang bernama Desa Manukaya   sedangkan desa bangunan Bhatara Hyang Suci Nirmala yaitu Desa Saresidhi setelah meninggalnya Raja Maya Denawa bernama Desa Sareseda. Demikian kisahnya terdahulu.

Ada sabda atau Waranugraha Bhatara Hyang suci Nirmala, Tirtha kamening ini direstui oleh Ida Bhatara Hyang Suci Nirmala, terjadilah Sidhi Wakya (tercapai segala yang di mohon) Sarwa Tattwa adnyana sandi (segala yang bersifat ketuhanan juga dicapai) beserta segala pikiran berhasil baik pahalanya. Demikian sabda beliau Bhatara Hyang Suci Nirmala, seyogyanya patut diterima oleh desa saresidhi, Wakbadja sarwa Tattwa ya (segala ucapan yang berpedoman pada filsafat (agama). Demikian kisahnya dahulu, tidak diceritakan .

Cerita I Gusti Pasek yang berasal dari majapahit yang tinggal di Bali bersama 9 orang, lalu diingatkan oleh Ida Bhatara Hyang Indra untuk tinggal di desa Tataq.

Lalu ada berita dari Bhatara, di minta untuk membagi  Tirtha Kamanalune di Darmada untuk Tirtha jernih untuk orang meninggal yang berada di medan perang, lalu I Gusti Pasek menatad Tirtha sambil mengutuk Tirha Surudayu, di jagalah oleh I Gusti Pasek Bendesa, tatadan menjadi Desa Tataq Manukaya dinamakan.

Dinamakan Tirtha Surudayuning Perang, seyogyanyaIda Bujanggadi Tirha Empul, hyang Indra bersabda kepada Ida Bujangga, seharusnya melakukan Pewitra Siwa Karama atau pasangkepan dengan membawa Genitri, Maswamba tegep dengan perlengkapan sesuai dengan rencana beserta sabda dari Sang Hyang Suci Nirmala. Seyogyanya Ida Bujangga memutuskan di Purabeliau bersama PuraTirtha Empul PuraKamaning. Demikian sabda Ida Sang Hyang Indra bersama Sang Hyang Suci Nirmala.

Tirtha kamening tidak pantas lagi dimantrai oleh sang Bramana atau pendeta apalagi brahmana yang belum menjadi pendeta sangat hati-hati sebab akan menjadi neraka bagi sang brahmana tersebut.

Sebab lain munculnya tirtha tersebut, Sang Hyang Siwa sebagai Bapaknya Sang Hyang Sunia Murti bernama Bhatara Brahma, Bhatara Brahma bernama geni. Demikian kisahnya terdahulu.

Ida Bujangga mempunyai ayah Sang Hyang Sunia Ening. Sang Hyang Sunia Ening bernama Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Wisnu bernama juga Sang Hyang Maha Suci Nirmala. Air jernih bermula dari kesucian jagat, jagat bernama Bhatara Jagatnatha Sarasidhi. Lagi pula Sang Hyang Brahmana Siwa seyogyanya membersihkan dunia, Ida Bujangga seharusnya membersihkan Pura Mengening, Tirtha Empul, Pura Masceti, Pura Bedugul, Pura Ulun Suwi, Pura Batur, Pura Ulun Danu, Panarajon beberapa pura Ida Bhetara Wisnu sebagai pendeta beliau. Jangan tidak hati-hati lepas dari pedoman lontar Usana Bali Sang Brahmana dan Sang bujangga, kalau Sang Brahmana memantrai Tirtha atau mengembalikan mantra, akan terjadi air danau mengecil, sumber mata air mengecil, sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha tersebut. Sebab ada pertapaan bhatara yang terdahulu membawa dua (2) tangkai bunga putih, kemudian menyatukan pikiran, dua tangkai bunga, muncullah dua widyadari beserta dua manusia pengikutnya, yang satu tidur dan yang satu lagi sadar. Setelah bangundari tidur, ditinggal dari kejauhan dan yang tidur menjadi pulasar, itu yang di ke Bali beserta Ida Bhatara Indra sejak membunuh Raja Sri Raja Maya Denawa. Seyogyanya Ida Bujangga berada di tirtha empul untuk membersuhkan segala letuh atau mala yang dapat di lebur dengan tirtha darmada. Ada 33 pancoran tirtha. Dan untuk Orang meninggal di namakan Tirtha Pengentas bersama tirtha pembersih di  Ida Darmadan bersama Sang Brahmana seharusnya tidak boleh menunas, Sang Ksatria, Wesya, Arya seharusnya boleh menunas, beserta semua manusia boleh menunas, terjadilah pawisik atau wahyu, yang ditujukan kepada semua manusia boleh menunas tirtha tersebut begitulah kata Ida Bujangga.

Kalau ada upacara panca Yadnya, bernama upacara Utama, apayang tersirat pada lontar Usana Bali dan tidak dimantrai oleh Brahmana sebab lain dari pada yang lain munculnya Tirtha Kamaning Jagat. (Jagat namanya Bhatara Jagatnatha)

Jika ada Orang Bali yang akan melakukan upacara Dewa Yadnya, Manusia Yadnya serta ingin menyucikan pura,dunia seharurnya nunas/meminta Tirtha yaitu Tirtha Kamandalu di Pura Tirtha Empul dan Pura Kamaning/Mengening dan kalau tidak menunas Tirtha tersebut maka upacara yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik, demikian kisah terdahulu.

Bhatara Hyang Indra Wastran/lambang kain beliau berwarna putih, Indra dinamakan pemutaran Jagat, Pangindra sebagai Ratunya Perang, Indra penguasa Jagat, Indra berada di 3 dunia.

Bhatara Hyang Suci Nirmala Wastran/lambang kain beliau Kuning Penguasa Jagat.

Demikian musyawarah Sang Hyang catur buana, beserta Bhatari Sacipati, dan musyawarah untuk semua para Dewa dinamakan Pura Gumang, empat jalan keluar beserta Bhatara Sacipati . demikian kisah terdahulu.

Nah Desa Sareseda, Manukaya, merupakan cerita para dewa terdahulu. Pada waktu Ida dalem Masula Masuli beserta kerajaan dari pejeng memberitahukan semua patih dan para mentri serta rsi empu Ginijaya, empu Maha meru, empu Gana, Empu Kuturan beserta perbekel Bali. Pada waktu itu Ada pembicaraan Sri Bhupalaka raja Bali kepada semua Empu serta I Perbekel Bali dengan Bendesa Wayah menimbulkan banyak orang didesa pejeng, dihulu sungai pekerisab, sebelah Timur Sungai petanu, semenjak itu juga Raja Bali berbicara supaya mengerjakan atau memperbaiki Pura Mengening pelinggih Bhatara Hyang Maha Suci Nirmala, bernama Maha Prasada Agung.

Sebagai arsitektur dari bangunan Maha Presada Agung adalah Empu Raja Kerta (Empu Kuturan), juga memakai dasar asal mula lontar Asta Kosala Kosali, semenjak itu senang orang Bali semua, mendirikan pura-pura persembahan dunia semua

Sebagai manggala pendirian perbaikan pura itu adalah Sri Aji Masula Masuli beserta rakyat Bali semua, senang membangun pura, serta urunan bahan paras, serta alat lainya seperti Batuh, Pejeng, Tampaksiring.

Semenjak itu rakyat Bali sangat giat membangun pura di mengening yang sudah direncanakan oleh I Bendesa Wayah.

Semoga dapat menambah wawasan untuk para generasi muda agar cerita yang sudah menjadi cerita turun – temurun tetap terjaga kelestariannya .

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

 

 

Comments are closed.

Previose Post: