Pengertian Ngelawang
Ngelawang adalah suatu tradisi yang sudah ada dari jaman dahulu dan menjadi warisan budaya masyarakat Bali masa kini. Namun ngelawang mempunyai arti lebih luas lagi yaitu sebagai penolak bala, karena ngelawang mementaskan tarian barong yang merupakan perwujudan dari suatu binatang seperti babi hutan (bangkal/bangkung), gajah, lembu, macan dan sebagainya yang diyakini oleh masyarakat sebagai perwujudan atau manifestasi dari Dewa Siwa yang menjadi jiwa barong tersebut. Namun belakangan ini, tradisi ngelawang berkembang menjadi suatu tradisi pementasan atau pertunjukan yang tujuannya hanya sebagai pengembangan rasa seni yang dilakoni oleh anak-anak untuk mendapatkan imbalan sekedarnya dengan mengusung barong yang tidak disakralkan. Sesungguhnya tradisi ngelawang merupakan suatu tradisi yang mengandung ajaran etika, serta banyak mengandung nilai-nilai magis. Kata ngelawang berasal dari kata lawang yang berarti pintu, rumah ke rumah atau bisa saja dari desa ke desa yang biasanya menggunakan barong bangkung sebagai media utamanya dan diiringi oleh gamelan bebarongan atau gamelan batel. Konon pementasan ngelawang ini dipercaya dapat mendatangkan berkah, keselamatan, ketenangan batin dan kedamaian bagi umat Hindu. Pentas ngelawang bisa dilakukan sejak pagi hari sedang hangat, siang sedang menghentak maupun sedang gelapnya malam. Ini berlangsung secara komunal, akrab dan santai tanpa sekat antara pelaku seni dan penonton. Mungkin saja hadir di bale banjar sekitar desa sendiri, di tengah pasar, di bawah kerindangan pepohonan, di depan rumah penduduk bahkan di tengah jalan yang tentunya pementasan ini hadir di hari – hari saat Galungan dan Kuningan itu masih terasa di benak mayarakat yang ada di desa. Sumber – sumber dalam pustaka lontar yang membahas mengenai tradisi ngelawang secara spesifik sampai sejauh ini belum ditemukan, namun ada kata yang mempunyai makna sama dengan ngelawang yakni kata “menmen” dalam Lontar Siwa Gama yang berarti pemain dan berasal dari kata “men” yang berarti menghibur. Kemudian kata ini berkembang menjadi “amen” yang berarti mengasikan atau bergembira. Mungkin kata ini yang berkembang menjadi “pengamen” dalam Bahasa Indonesia yang lumrah dipakai seperti sekarang ini.