Oleh: I Ketut Murdana (Sri Hasta Dhala)
Om swastyastu, Om Sri Tat Ram
Telah lama alam Bali dan orang-orangnya telah mengalami sakit keras, namun sebagaian besar tidak peduli dan membiarkan sakitnya berkembang semakin parah, “yang penting duit”. Ibu Pertiwi bersama petani, anak kesayangan-Nya setiap hari sibuk mengurusi sawah-sawahnya yang selalu dialiri sampah plastic, limbah kimia, minyak dan lain sebagainya. Adakah orang-orang yang menempati pulau ini merasa berdosa terhadap Ibu Pertiwi yang telah memberi segalanya dalam hidup ini. Pernahkan ada orang-orang yang merasakan jeritan para petani atas limbah-limbah yang telah dibiarkan begitu saja dibuang di got, selokan atau sungai. Udara yang dikotori asap kenalpot; mobil, sepeda motor, pabrik, mendung yang sejuk disemprot sinar lazer yang mengubah kesejukan menjadi panas membara, air hujan yang dibutuhkan para petani kabur entah kemana dan suara-suara music menggelegar yang memekakan telinga di malam hari. Tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanan telah diperkosa untuk mempercepat proses prodiksinya. Beras, umbi-umbian, buah-buahan, ikan, daging, bakso, tempe, tahu, pisang goreng, makanan siap saji lainnya telah dikemas dengan zat pengawet, penyedap yang dapat menyebaknan manusia terbunuh secara perlahan.
Wahai umat manusia sadarkah kita tentang perbuatan dosa yang mematikan itu ?. Lingkaran dosa-dosa inilah yang telah berkembang dan terus dilakukan tanpa kendali. Walaupun ada ijin dari pihak yang berwajib, namun persoalannya masyarakat tetap menderita akibat kecurangan-kecurangan itu. Oh para pemimpin besar dunia dan juga pemimpin daerah, Engkaulah yang bertugas untuk menertibkan itu, karena Engkau mau dan berani mengambil tugas itu. Dengan tampangmu yang gagah perkasa, berani mengeluarkan banyak uang untuk kampanye, mengatasi berbagai persaingan untuk menempati kursi itu. Bukan merupakan perjuangan yang mudah untuk duduk di kursi itu, oh….Raja janganlah dijual….kursi itu, karena itu symbol Negara. Oh Raja kewajiban semua rakyat adalah mendukung-Mu untuk memperbaiki nasibnya. Bila rakyat sejahtra, damailah negara ini. Apabila kewajiban rakyat itu terabaikan maka rakyat sudah pasti akan menuntut pertanggung jawabanmu raja, dan juga bertanggung jawab kepada Ibu Pertiwi. Bukankah nasehat seperti ini juga disampaikan oleh Bhagawan Byasa kepada Raja Drestarata, agar bertindak adil terhadap rakyat Astina Pura. Oleh karena ketamakan Raja, maka semua nasehat suci tidak diindahkan akhirnya Astina Pura hancur akibat perang.
Dewasa ini Ibu Pertiwi telah berkali-kali telah mencibir kita semakin keras atas lingkaran dosa-dosa yang telah kita lakukan, namun tidak pernah takut dan peduli terhadap cibiran itu, maka semakin jauhlah manusia dari Kasih Sayang-Nya dan getaran sucinya semakin menghilang dari dalam dirinya, yang tinggal hanyalah kegelapan yang mengakibatkan “rakus kesenangan”. Betapan melimpahnya materi dan kesenangan yang telah diberkati bukan membuat dirinya bahagia, namun semakin berambisi untuk menguasai. Dampak dari semua itu sekarang “kekuatan dari; kuasa politik, ilmu pengetahuan, teknologi, dan uang sekarang bersatu padu membentuk kekuatan besar, serta memisahkan diri dari kebenaran, kebijaksanaan, kesucian dan keindahan”. Arus pertama ini memiki kekuatan material yang sangat dahsyat sehingga ia bukan hanya ingin menguasai isi alam tetapi juga menguasai alam dan merubahnya sesuai “keinginan”. Kekuatan inilah yang menguasai dunia termasuk apa yang telah terjadi dan dilakukan di Bali sekarang yaitu reklamasi pantai secara terus menerus, setelah berhasil membuat jembatan menghubungkan Desa Suwung dengan Desa Serangan, reklamasi pantai Merta Sari, Bandara Ngurah Rai dan lain sebagainya. Apakah reklamasi yang akan dilakukan sekarang ini akan memperoleh berkat lagi dari Ibu Pertiwi, tentu Beliau adalah Maha Kuasa, dan semesta inilah wujud-Nya. Dalam kondisi seperti inilah umat manusia diuji bhaktinya pada Ibu Pertiwi, apakah umat manusia berupaya menjaga dan mempertahankan, karena telah diberkati kesejahtraan, atau membiarkan Ibu Pertiwi dirusak dan dikuasai oleh pihak tertentu saja. Oleh karena itu wahai……… umat manusia di seluruh dunia, marilah kembali mendengarkan dan melaksakan ajaran dan tatacara hidup di bumi ini seperti sabda suci yang diberkati oleh Ibu Pertiwi; “wahai anak-anak-Ku, peraslah susu-Ku sebanyak-banyaknya dan jangan rusak tubuh-Ku”. Melaui sabda ini marilah kita merenung sedalam-dalamnya, agar dijernihkan oleh kebenaran, kebijaksanaan, dan kesucian yang memiliki pengikut terbatas pada jaman ini, karena memang itulah putaran jaman. Namun yakinlah bahwa siapaun yang menempatkan kewajiban dan pengabdiannya melalui sifat-sifat itu, Tuhan akan selalu melindungi.
Melalui renungan itu tentu timbul pertanyaan niat dan pikiran apa yang ada dalam jiwa pemimpin Bali untuk mereklamasi pantai. Apakah pertanggung jawabannya terhadap resiko niskala sudah diketahui dan dipikirkan secara baik. Pertanyaan inilah yang wajib dipertanggung jawabkan kepada Ibu Pertiwi dan para suci yang telah banyak menancapkan panji-panji kesucian di pulau Bali ini, yang telah terbukti mampu menciptakan kedamaian untuk umat manusia di dunia. Setiap pertemuan besar yang membahas masalah-masalah dunia berhasil dengan baik di Bali, berarti di Bali ada sesuatu yang tidak bisa ditangkap dengan kasat mata. resiko sekala sudah dipertimbangkan secara bijaksana. Apakah “reklamasi ini adalah panji-panji kesucian yang menteladani Para Suci jaman dulu” patutlah dijawab dengan perbuatan dan hati bersih dan suci bila tidak ingin disalahkan-Nya.
Reklamasi secara nyata sudah pasti akan merubah bentuk pulau Bali dan merusak habitat makhluk ciptaan-Nya yang biasanya hidup damai di tempat itu. Tidakkah merasakan jeritan makhluk-makhluk kecil yang menambah indahnya lautan pulau Bali. Aduuuuh……., aduuuuh……. betapa tulinya orang-orang berkuping lebar, pintar dan berduit itu, tidak seperti aku yang tidak punya kuping….dimanakah aku hidup, teman-temanku, anak-anakku, dan telor-telorku yang akan menetas. Apabila reklamasi itu akan tetap Tuan lakukan, aku sudah pasti mati memasrahkan diri, seandainya Tuan mengalami nasib seperti itu apa yang dapat Tuan lakukan, tolonglah dengarkan jeritanku dari ikan-ikan kecil yang tak berdaya ini……..Oh Ibu Pertiwi lindungilah kami…….…….
Tuan-tuan…. akbatnya apabila itu terjadi peta duniapun juga akan merubah. Karakter orang Bali yang ramah tamah, akan terdesak jauh dan diganti penduduk baru yang berkulit macam-macam. Wewidangan subak tidak ada lagi, yang ada hanya Pura Dugul terjepit gedung-gedung bertingkat, kafe-kafe menawan dan pemukiman kumuh. Alunan suara Gemelan yang mengalun riang merdu diganti dengan musik-musik disco yang memekakkan telinga, tarian Bali yang ritmis indah menjadi tarian telanjang menggaerahkan nafsu sexual. Apakah Bali akan disodorkan terus dijual bagaikan jual pisang goring, dampak itulah semua Bali mengalami sakit kronis.
Ketika diperparah lagi dengan rencana reklamasi pantai, ini niatnya memeras susu atau merusak keindahan pulau Bali, yang berakibat rusak keindahan bagian tubuh Ibu Pertiwi yang disebut Bali yang mengumkan dunia. Ketika hal ini dibiarkan semakin parah apa artinya lagi Bali bagi orang Bali, dan Bali yang mensejahtrakan dunia, karena telah rusak dan tidak menarik lagi, tinggalah Bali yang reot, tuan renta menunggu ajal tiba.
Wahai pemimpin Bali dan seluruh masyarakat, marilah merenung dan cari jawaban yang paling bijak dalam diri kita masing-masing, agar bisa memeras susu, menjaga serta memelihara kesehatan tubuh-Nya Bali. Menjaga dan memelihara-Nya adalah bhakti Pertiwi, dari situlah kasih-Nya megalir mensejahtrakan dan mendamaikan jiwa-jiwa kita semua. Ketika itu berlaku sebaliknya, Ibu Pertiwi akan membiarkan kita hidup sengsara, dengan hukum-Nya sendiri.
Om Ibu Pertiwi ampunilah dosa-dosa yang tidak mampu menjaga tubuh-Mu, yang Indah, Kuat dan Suci yang telah memberi segalanya. Om Ibu Kabulkanlah permohonan kami, agar para pemimpin kami mampu mengambil keputusan yang bijaksana dan suci, untuk kedamaian seluruh ciptaan-Mu.
Om Pertiwi Jagadhitam Sarwam Namah, Om Pertiwi Jagadhitam Sarwam Namah, Om Petiwi Jagadhitam Sarwam Namah, Om Nama Shiwa Ya.
Dalih-dalih pengentasan kemiskinan dari sekelompok raksasa bertopeng Yudistira semakin banyak berkeliaran di Bali. Mereka bekerja sama sangat harmonis dengan para pemimpinnya, termasuk juga tokoh-tokoh masyarakat, yang sangat longgar terhadap kehadiran penduduk pendatang, karena suaranya sangat dibutuhkan. Ketika sudah demikian, apa lagi yang bisa diharapkan dari para penentu keputusan daerah ini, wakil rakyat hanya sibuk berkoar-koar pada saat kompanye dan selanjutnya lupa akan kewajibannya. Jeritan-jeritan masyarakat yang tidak berdaya di berbagai pelosok daerah Bali seperti ini, bukanlah persoalan baru lagi. Bahkan ketika mendengarkan keluhan masyarakat seperti itu justru merupakan lahan empuk untuk menabur janji, namun apa yang terjadi sebagian masyarakat keluar dari mulut macan masuk ke mulut singa. Ketika kondisi yang sudah sangat parah ini tidak segera di stop sampai di sini Bali akan segera hancur. Ketika Bali hancur kemana orang Bali bersama pemimpinnya akan pindah, investor bisa saja pergi kemana saja dia mau, karena memang punya duit, bagaimana lantas dengan orang-orang Bali yang sebagian besar belum biasa merantau karena memang dimanjakan oleh Ibu Pertiwi Bali.
1 comment so far
Komentar Terbaru
Arsip
Kategori
Meta
I KETUT MURDANA
About
© 2024 I KETUT MURDANA.
Powered by 72 Class by Alan Who?. WPMU Theme pack by WPMU-DEV.