Kali Yuga – Ogoh-ogoh St. Taruna Suka Duka Padangtegal Kaja

This post was written by Janurangga on April 11, 2018
Posted Under: Tak Berkategori

YouTube Preview Image

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Penjelasan Tentang Nyepi

          Pengertian Nyepi berasal dari kata sepi, simpeng atau hening. Sedangkan hari raya Nyepi adalah hari raya suci Agama Hindu yang berdasarkan sasih atau bulan dan tahun masehi yang dirayakan dengan penuh keheningan dengan menghentikan segala aktifitas yang bersifat duniawimaupun dalam bentuk keinginan dan hawa nafsu. Berusaha mengendalikan diri agar dapat tenang dan damai lahir batin dengan menjalankan catur brata penyepian. Hal ini dapat diatur sesuai dengan keperluan. Dasar pemikiran adalah bahwa hari raya Nyepi dikenal dengan sebagai Tahun Baru Saka. Kenapa disebut tahun baru saka. Untuk dapat kita simak dalam sejarah lahirnya tahun saka. Tahun saka juga disebut saka warsa. Arsa artinya tahun sedangkan saka adalah nama keluarga raja yang terkenal di India yang menciptakan kedamaian rakyat.

Rangkaian Pelaksanaan Nyepi

Perayaan Nyepi terdiri dari beberapa rangkaian upacara yaitu, Melasti
berasal dari kata Mala = kotoran atau leteh, dan Asti = membuang atau memusnakan. Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bertujuan untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (Buana Alit), dan amertha bagi kesejahtraan manusia. Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca, pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju laut atau sumber air untuk memohon pembersihan dan tirta amertha atau air suci kehidupan. Seperti dinyatakan dalam Rg Weda II, “Apam napatam paritastur apah”, yang artinya “Air yang berasal dari mata air dan laut mempunyai kekuatan untuk menyucikan”. Selesai melasti Pretima, Arca, dan Sesuhunan Barong biasanya dilinggihkan di Bale Agung atau Pura Desa untuk memberkati umat dan pelaksanaan Tawur Kesanga.

1.2 Pengerupukan Dalam Adat Agama Hindu

Hari sebelum hari raya Nyepi sebagai peringatan Tahun Baru Saka oleh umat Hindu, di Bali diadakan ucapara Tawur Kesanga. Prosesi upacara terdiri dari rangkaian pecaruan di masing-masing pewidangan (Banjar/Desa Pekraman). Yang waktunya dapat dilaksanakan pada siang hari sampai sandyakala yaitu saat perpaduan antara hari sore dengan hari malam. Pecaruan/Tawur Kesanga bertujuan untuk melakukan penyomian para bhuta (kegelapan) menjadi dewa (sinar suci). Pada sandyakala atau sering disebut sandikala sebagai batas akhir pelaksanaan pecaruan, yang dirangkaikan dengan pelaksanaan kegiatan Meabu-abu yatiu kegiatan yang diyakini sebagai puncak keberhasilan dalam prosesi penyomiyan. Karenanya pada saat itu dilaksanakan upakara ngaturang blabaran atau segehan pada sanggah cucuk di masing-masing pelebuhan. Puncak dari prosesi ngaturang blabaran ini adalah dengan membunyikan berbagai suara yang menimbulkan suara kegaduhan (dengan memukul kentongan, kaleng, ember, dll), disertai api obor dengan berkeliling pekarangan rumah atau desa. Tujuannya adalah agar para bhuta tidak lagi kembali ke lingkungan pedesaan.Seluruh rangkaian kegiatan keramaian sebagai bagian upakara telah menggelitik inspirasi beberapa kreator di Bali, yaitu untuk menjadikannya ranah penuangan berbagai kreasi yang mempertajam pemaknaan dari berbagai kegiatan dan keramain yang di lakukan oleh masyarakat.

Maka lahirlah kemudian kemeriahan thematis yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kreatfitas seperti bebarongan, rangkaian pelaksanaan panca yadnya, pewayangan, dan lain-lain.Kemeriahan kreasi tahunan inilah kemudian oleh para tokoh masyarakat dan seniman dijadikan momentum berkreasi. Yaitu bagaimana meramu berbagai unsur kegiatan ini agar tidak menjadi liar atau tanpa arah. Munculah kemudian berbagai kreasi berupa karya seni tiga dimensi, dengan berbagai bentuk patung, binatang, bebuthan, tokoh pewayangan, dan lain-lain. Kreasi ini selanjutnya dikenal dengan sebutan ogoh-ogoh.

BAB II
DESKRIPSI OGOH-OGOH RAKTA PRALAYA

2.1 Kali Yuga Sebagai Tema Pengerupukan

Nyepi Tahun Caka 1940 kali ini, Desa Pekraman Padangtegal mengusung tema “Catur Yuga” atau 4 zaman dalam kehidupan Agama Hindu. Yang meliputi Krta Yuga atau masa yang penuh dengan kedamaian dimana pada masa tersebut semua manusia berada dalam jalan kebenaran dan tidak ada manusia yang berbuat adharma atau keburukan walaupun hanya dalam pikiran. Trta Yuga merupakan masa dimana pikiran manusia sudah dikotori oleh suatu kejahatan untuk menghancurkan manusia lainnya. Dwapara Yuga, pada masa ini manusia sudah mulai berwatak ganda yakni sebagaian dirinya merupakan kebaikan dan sebagiannya lagi merupakan kejahatan. Kali Yuga, merupakan zaman terakhir pada catur yuga, dimana kali yuga merupakan kebalikan dari zaman krta yuga dimana pada jaman kaliyuga lebih mementingkan kepuasan hati. Pada zaman ini jika manusia sudah dapat memenuhi kepuasan duniawi seperti harta atupun tahta maka puaslah manusia tersebut.

Dipilihnya 4 zaman ini sebagai tema pada Pengrupukan Tahun Caka 1940 sesuai dengan keberadaan 4 Sekaa Truna yang terdapan Di Desa Pekraman Padangtegal. Kali ini ST. Taruna Suka Duka Padngtegal Kaja mendapatkan tema Kali Yuga sebagai bahan berkreatifitas pembuatan Ogoh-ogoh. Kali Yuga adalah zaman terakhir pada catur yuga, dimana kali yuga merupakan kebalikan dari zaman krta yuga dimana pada jaman kaliyuga lebih mementingkan kepuasan hati. Pada zaman ini jika manusia sudah dapat memenuhi kepuasan duniawi seperti harta atupun tahta maka puaslah manusia tersebut.

2.2 Deskripsi Ogoh-Ogoh Rakta Pralaya

Seorang raksasa bernama Rakta Bija mendapat berkah kekuatan dari Brahma untuk menguasai alam semesta, berkah ini dapat membuat di angkuh sehingga ia ingin menundukkan semua dewa di Surga. Dia memerangi semua Dewa, sehingga para Dewa kewalahan mengalahkannya. Para Dewa tidak bisa menandinginya, kemudian Dewa Brahma, Wisnu dan Siwa menggabungkan kekuatannya untuk mencipyakan seorang Dewi yang bernama Dewi Durga. Dewi Durga lalu diaugerahi senjata oleh para Dewa dan seekor singa sebagai tunggangannya. Maka bertempurlah Dewi Durga dengan Rakta Bija, mereka saling beradu kesaktian yang sangat dahsyat. Karena tidak bisa terus menerus mengimbangi Dewi Durga, Rakta Bija lalu mengubah dirinya menjadi seekor Kerbau Besar yang bernama Mahesasura. Sang Dewi menduduki Mahesasura dan menjerat lehernya dan selanjutnya kepala Mahesasura dipenggal menggunakan sebilah pedang dan matilah Mahesasura. Sejak saat itu Dewi Durga disebut sebagai Durga Mahesasura Mardini.

Dalam kaitannya dengan certa tersebut kami membuat 3 macam ogoh-ogoh yaitu ogoh-ogoh Anjing yang disi menceritakan suatu masa yang penuh dengan kebengisan atau sifat-sifat yang penuh kekejaman, mementingkan diri sendiri dan kejahatan. Ogoh-ogoh Babi disini menceritakan masa kali yuga yang dipenuhi dengan sifat nafsu,mau menang sendiri, dan haus akan kekuasaan. Kedua sifat anjing dan babi ini dimiliki oleh mahesasura yang digambarkan sebagai ogoh-ogoh kerbau yang memiliki sifat keangkuhan, merasa dirinya paling kuat, penuh hawa nafsu, ingin berkuasa dan sangat mementingkan diri sendiri.

2.3 Gamelan Bala Kajar

Bala Kajar merupakan sebuah instrument gamelan yang bisa dibilang non baleganjur. Karena penggarap merasa tertantang dengan tema yang didapat dan ingin mencoba nuansa baru serta bereksplorasi terhadap bunyi yang dihasilkann oleh barungan gamelan bala kajar dalam mengiringi ogoh-ogoh, dimana biasanya diiringi oleh gamelan balaganjur pada umumnya, sehingga terciptalah gamelan Bala Kajar ini. Kata Bala Kajar sendiri berarti Pasukan Kajar (instrument pencon/bermoncon) yang dimana pada barungan gamelan ini didominasi oleh instrument kajar. Penamaan bala kajar itu sendiri terinspirasi dari banyaknya instrument kajar yang digunakan. Dalam barungan gamelan ini, saya mencoba untuk menggabungkan instrument-instrumen tambahan seperti jimbe, kendang angklung dank ajar krenteng, dengan instrument lainnya seperti reong semarandhana, kajar, kempli, tawa-tawa, gong dan kempur. Penggunaan alat-alat yang ringan ini bukan hanya untuk menghasilkan kualitas suara yang berbeda, dan mempunyai keunikan dalam suara yang dihasilkan dari kajar, jimbe dan kendang angklung, tetapi mempunyai maksud lain agar anak-anak dapat memainkannya tanpa mereka merasa berat membawa alat yang mereka mainkan.
Bala kajar dimainkan oleh Sekaa Gong Anak-anak Khanti Kumara Banjae Padangtegal Kaja yang terdiri 4 orang pemain reong, 6 orang memain jimbe, 2 orang pemain kajar, 2 orang pemain kempli, 4 orang pemain kajar krenteng, 6 orang pemain kendang angklung, 3 orang pemain tawa-tawa, 1 orang pemain kempur dan 1 orang pemain gong. Terkait dengan instrumentasi tersebut terciptanya gending-gending lewat barungan gamelan bala kajar tentunya harus melalui eksperimen bunyi, dimana terdapat suara khas disetiap instrumennya, dan susah untuk menggabungkan antara satu instrument dengan isntrumen lain agar terciptanya suatu bunyi yang aneh, jarang didengar namun enak untuk didengar. Dalam teknik bermnain instrument bala kajar saya memasukan teknik-teknik permainan music seperti pola-pola permainan ritmik yang lebih menekankan pada system rithem pada setiap instrumennya, ada pola-pola rampak dan lebih banyak menggunkan system hitungan setengah dan ¾ untuk menciptakan sauna yang asyik dan seru sebagaimana tergambar dalamn keceriaan saat mengarak ogoh-ogoh. Terkait juga dengan tema yang didapat yaitu zaman kehancuran, saya mencoba untuk merealisasikan kedalam sebuah gending yang memiliki 4 nuansa yang berbeda-beda seprti kebengisan, hawa nafsu, kemurkaan dan hening pada bagian akhir/kehancuran.

2.4 Peran Dan Keterlibatan Dalam Kegiatan Pengerupukan

Keterlibatan saya dalam kegiatan ogoh-ogoh tahun caka 1940 adalah sebagai composer sekaligus pencipta barungan gamelan Bala Kajar. Bersama anak-anak Khanti Kumara Banjar Padangtegal Kaja,saya mencoba berproses dan menciptakan suatu inovasi atau hal baru dalam dunia gamelan. Dalam proses pembuatan gending ogoh-ogohb ini saya mencoba untuk memaksimalkan potensi atau kemampuan anak-anak dalam memainkan maupun dalam mencerna gendingan yang saya tuangkan. Anak-anak usia sekarang memang tidak diragukan lagi keahliannya dalam mencerna dan mengingat apa yang mereka tangkap, dalam proses ini saya merasa lebih cepat dan lebih gampang dalam menuangkan ide-ide yang saya berikan. Sebagai penggarap, saya harus bersikap tegas dalam menyampaikan ide-ide yang saya punya dan menjaga mood atau kualitas bermain gamelan anak-anak dalam memainkan gamelan agar mereka tidak merasa bosan dan jenuh saat berproses. Tentu saja dalam setiap proses penggarapan pasti ada hambatan atau kendala yang terjadi selama proses latihan. Seperti intesitas latihan yang terlalu lama bisa membuat mereka merasa bosan, gending yang susah untuk diterima oleh mereka dan banyak hal yang masih perlu mereka pelajari tentang music baru.

2.5 Proses Kegiatan

Pada tahap awal pembuatan ogoh-ogoh, kita harus menentukan bahan-bahan yang akan kita gunakan seperti kayu, rotan, bambu, dan sepaku sebagai bahan dasar utama pembuatan kerangka ogoh-ogoh, serta bahan tambahan lainnya seperti kertas atau koran, cat, dan hiasan-hiasan lainnya yang menunjang penampilan ogoh-ogoh. Tidak lupa juga kita harus menyiapkan bambu-bambu panjang yang nantinya akan digunakan sebagai sanan atau media untuk mengarak ogoh-ogoh. Setelah mendapatkan semua bahan-bahan. Tahap awal pengerjaan ogoh-ogoh dilakukan dengan membuat tatakan atau tempat ogoh-ogoh nantinya berpijak yang berbentuk persegi. Setelah pengerjaan tatakan, tahap selanjutnya adalah pemasangan kerangka utama atau pancer yang berupa bambu dan kayu sebagai penopang badan ogoh-ogoh yang biasanya ada pada bagian kaki. Dilanjutkan dengan pemasangan kerangka bagian badan dan tangan. Setelah tahap pemasangan kerangka dasar, tahap berikutnya yaitu tahap pembentukan badan atu pembuatan anatomi tubuh ogoh-ogoh dengan media rotan yang dibentuk sedemikian rupa. Setelah ogoh-ogoh mulai terbentuk dan sesuai dengan wujudnya, tahap berikutnya yang dilakukan yaitu tahap pengulatan. Tahap pengulatan ini dilakukan dengan bambu yang sudah disayat atau ditipiskan. Tahap pengulatan ini cukup memakan waktu yang lama. Setelah tahap pengulatan selesai, selanjutnya akan dilakukan tahap-tahap penghalusan bentuk ogoh-ogoh. Ada tiga tahap dalam proses penghalusan badan ogoh-ogoh. Tahap pertama adalah tahap penempelan kertas dengan lem fox ataui lem putih yang berfungsi untuk menyatukan bagian kerangka dengan tahap kedua dari penghalusan. Tahap kedua dilakukan penempelan tisu kering dengan lem kanji. Penempelan tisu ini berfungsi untuk memperhalus badan ogoh-ogoh. Tahap terakhir yaitu tahap pemberian plamir. Plamir ini berfungsi untuk memperjelas anatomi tubuh dan memperhalus badan ogoh-ogoh.
Tetapi pada ogoh-ogoh St. Taruna Suka Duka Padangtegal Kaja, setelah proses penempelan kertas, kaerang taruna berkreasi menambahkan serbuk kayusebagai bahan pengganti plamir. Tujuannya untuk membuat tekstur ogoh-ogoh menjadi lebih kasar dan membuat tiruan kulit sapi yang berwarna cokelat. Setelah tahap penghalusan, selanjutnya dilakukan tahap pengecatan dasar sesuai dengan warna yang diinginkan, dan dilanjutkan dengan tahap pengaburan yaitu tahap memperindah warna ogoh-ogoh dan juga memperjelas bentuk anatomi ogoh-ogoh. Tahap-tahap berikutnya yang dilakukan adalah memasang hiasan-hiasan yang sudah dibuat seperti ukiran yang terbuat dari kertas, dan kemben ogoh-ogoh yang nantinya akan dipadang pada ogoh-ogoh. Terlepas dari pembuatan kerangka dasar ogoh-ogoh. Pada tahap pembuatan kepala ogoh-ogoh juga sama tahapan-tahapannya dengan membuat kerangka badan ogoh-ogoh. Seperti pembuatan kerangka dasar dengan rotan, pembentukkan anatomi wajah dengan kertas dan tisu, lalu dihaluskan dengan menggunakan plamir dan tahap terakhir yaitu pemberian cat pada kepala ogoh-ogoh.

Setelah ogoh-ogoh selsai dikerjakan. Tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu pembuatan sananogoh-ogoh. Biasanya pembuatan sana dilakukan satu hari sebelum hari Pengerupukan. Tahap awal pembuatan sanan ogoh-ogoh yaitu membersihkan bambu terlebih dahulu agar terhindar dari duri-duri kecil yang ada pada bambu. Setelah itu bambu disusun hingga membentuk jalinan persegi yang banyak yang nantinya akan ditempatkan oleh orang-orang yang akan mengarak ogoh-ogoh tersebut. Setelah semua dilakukan, tahap berikutnya yaitu mengikat bambu dengan kain yang berfungsi agar bambu tidak bergeser. Setelah tahap pengikatan, dilakukan tahap pemasangan patok pada setiap sambungan bamboo atau dalam bahasa bali disebut lait yang dibuat dengan mabu yang menerupai sepaku tetapib berukuran besar seukuran jempol yang fungsinya untuk memperkuat bamboo pada saat diarak nanti agar tidak lepas antara satu bambu dengan bambu lainnya.
Setelah tahap pembuatan sanan, barulah ogoh-ogoh dipindahkan ke sanan yang nantinya akan dikunakan sebagai pengarak ogoh-ogoh tersebut. Pada tahap ini hanya dilakukan pemasangan ogoh-ogoh pada sanan dan diikat dengan kain. Setelah semuanya sudah siap. Selanjutnya ogoh-ogoh akan diarak ke balai desa untuk diupacarai. Pada tahapan ini semua banjar harus membawa ogoh-ogoh mereka untuk diupacarai bersama di balai desa agar terhindar dari roh-roh jahat yang ada di ogoh-ogoh. Setelah semua ogoh-ogoh sudah berkumpul dan diupacarai, semua muda-mudi kembali kerumahnya masing-masing untuk melakukan Upacar Caru Pengerupukan bersama keluarga dan dilanjutkan pada malam harinya dengan pengarakan ogoh-ogoh keliling desa.

 

BAB III

3.1 Kesimpulan

          Ogoh-ogoh merupakan salah satu ciri khas dari rangkaian pelaksanaan perayaan Tahun Baru Caka yang kita kenal dengan Hari Raya Nyepi. Ogoh-ogoh umunya dibuat dengan muka seram, mata besar melotot sebagai lambang/simbolis buta kala.

Ogoh-ogoh akan diarak keliling desa pada malam pengerupukan, dimana tepat pada tengah hari sebelumnya sudah dilaksanakan upacara pecaruan yang disebut tawur agung/tawur kesanga yang bertujuan untuk membayar atau mengembalikan. Apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari-sari alam yang telah dihisap atau digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari-sari alam itu dikembalikan dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Bhuta sehingga tidak menggangu manusia melainkan bisa hidup secara harmonis (buta somya). Setelah diupacari dengan upacara buta yadnya pecaruan tersebut, buta kala yang disimbolkan dengan Ogoh-ogoh ini kemudian diarak keliling desa disertai dengan berbagai bunyi-bunyian seperti kentongan, bom khas bali yang disebut plug-plugan, mercon, kembang api dan lainnya yang selanjutnya berakhir pada kuburan setempat untuk dibakar yang secara secara simbolis buta kala ini agar kembali ke alamnya masing masing dan tidak mengganggu manusia sehingga kehidupan harmonis antara manusia dengan alam dan ciptaannya terwujud.
Ogoh-ogoh pada umumnya dibuat untuk simbolis buta kala, seperti raksasa, leak, celuluk dengan tampangnya yang seram, mata melotot besar, dengan taring yang panjang. Tetapi kreativitas orang bali membuat tampang ogoh-ogoh dari tahun ke tahun semakin beragam dan makin bagus tentunya.

3.2 Saran

Belakangan ini mulai terlihat berbagai tema ogoh-ogoh yang mulai berubah akibat perkembangan zaman. Dulu ogoh-ogoh dibuat seram dan bernuansa mistik dengan bhuta kala sebagai symbol unsur kejahatan dan keburukan. Namun beberapa tahun belakangan ini bentuk ogoh-ogoh dibuat sebagai bahan hiburan semata tanpa unsur filosofi. Diharapkan kesadaran masyarakat khususnya para generasi muda untuk mengetahui makna ogoh-ogoh dan posisinya dalam agama Hindu serta dapat mempertahankan budaya Bali. Jangan sampai ogoh-ogoh yang merupakan salah satu budaya Bali tergilas kebudayaan dunia barat.

DAFTAR PUSTAKA

Sejarah dan Perayaan Ogoh – Ogoh di Bali
http://mangogix.blogspot.com/2012/02/parade-ogoh-ogohpangerupukan-nyepi-caka.html
http://ladang-hijau.blogspot.com/2011/02/ogoh-ogoh-parade-para-raksasa.html
http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=26&id=63535
http://www.balipost.co.id/Balipostcetak/2007/3/18/kel3.html

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : I Wayan Diana Putra
Umur : 28 Tahun
Alamat : Banjar Padangtegal Kaja
Pekerjaan : PNS

2. Nama : I Kadek Dwi Heryana
Umur : 23 tahun
Alamat : Banjar Padangtegal kaja
Pekerjaan : Mahasiswa
Jabatan : Ketua Karang Taruna

Comments are closed.

Next Post:
Previose Post: